Anda di halaman 1dari 9

KASUS 1

Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk.

Permasalahan

PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada
audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih
sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa
(HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut
terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober
2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah
ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan
yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau
24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku
yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral
berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar
Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar
Rp 10,7 miliar.

Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam
daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya,
menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari
2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar
penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan
kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan
ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak
disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan
Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah
mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain
itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.

Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa


Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di
PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam
laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar
Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 –
Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan
Mendasar, sebagai berikut:

“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan


dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau
kelalaian.

Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus
diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk
periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum
periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian
dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa
transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.

Sanksi dan Denda

Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang Nomor
8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo
Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di
Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi administratif
berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka:

1. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan
membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas
Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan
per 31 Desember 2001.
2. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor
PT Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,-
(seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak
berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia
Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai
dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya
unsur kesengajaan. Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena
dianggap telah gagal menerapkan Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAP
SA Seksi 110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04
Persyaratan Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang
dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan
pengalaman berpraktik sebagai auditor independen.

Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk.

Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemeriksaan atau penyidikan baik atas
manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk. ataupun terhadap akuntan publik Hans
Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa) harus
bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun buku
31 Desember 2001 dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002.

Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan atas
laporan keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta Mustofa
(HTM) menemukan kesalahan pencatatan alas laporan keuangan. Sehingga Bapepam sebagai
lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai
Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi
para akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam
kesalahan pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia Farma Tbk. untuk tahun buku 2001.

Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka
adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam
pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan
adanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah
melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor
tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi
akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran
peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT.
Kimia Farma Tbk. dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi
kebanyakan auditor mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan standar
profesional akuntan publik. Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam
manipulasi laporan keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans
Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu
apakah berdasarkan laporan fiktif atau tidak.

Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk

Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus
dugaan penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik
negara untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu
menyatakan kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma
tahun buku 2001. Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta
pertanggungjawabannya. Seperti diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu telah
mencatatkan laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas
Pasar Modal (Bapepam) menilai, pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah
terjadi penggelembungan. Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001
seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar. Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan
keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan
dipublikasikan kepada publik.

Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta &
Mustafa, akan segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan revisi
dan menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan kesalahan
dalam pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang saham luar biasa
sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun nantinya laba
bersih Kimia Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan tetap menilai
bagus laporan keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung jawab
atas terjadinya kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba terlihat di-
mark up ini, merupakan kesalahan manajemen lama.

Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001

Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan
keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana
di pasar modal. Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan
menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bukti-
bukti tersebut antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja
atau memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada karena
laporan keuangan itu telah dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti diketahui, perusahaan
farmasi itu sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan keuangan tahun
buku 2001. Namun, kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku pemegang saham
mayoritas mengetahui adanya ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta
akuntan publik Kimia Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali
(restated) laporan keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi laba bersih
Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini dalam bentuk penyajian
kembali laporan keuangan itu telah disepakati para pemegang saham Kimia Farma dalam
rapat umum pemegang saham luar biasa. Dalam rapat tersebut, akhirnya pemegang saham
Kimia Farma secara aklamasi menyetujui tidak memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan
publik.

Dampak Terhadap Profesi Akuntan

Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak terlepas
dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi yang
menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair. Akuntan sudah
melanggar etika profesinya. Kejadian manipulasi pencatatan laporan keuangan yang
menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair membuat
pemerintah campur tangan untuk membuat aturan yang baru yang mengatur profesi akuntan
dengan maksud mencegah adanya praktik-praktik yang akan melanggar etika oleh para
akuntan publik.

PEMBAHASAN

Keterkaitan Manajemen Risiko Etika disini adalah pada pelaksanaan audit oleh KAP HTM
selaku badan independen, kesepakatan dan kerjasama dengan klien (PT Kimia Farma Tbk.)
dan pemberian opini atas laporan keuangan klien.

Dalam kasus ini, jika dipandang dari sisi KAP HTM, maka urutan stakeholder mana ditinjau
dari segi kepentingan stakeholder adalah:

1. Klien atau PT Kimia Farma Tbk.

2. Pemegang saham

3. Masyarakat luas

Dalam kasus ini, KAP HTM menghadapi sanksi yang cukup berat dengan dihentikannya jasa
audit mereka. Hal ini terjadi bukan karena kesalahan KAP HTM semata yang tidak mampu
melakukan review menyeluruh atas semua elemen laporan keuangan, tetapi lebih karena
kesalahan manajemen Kimia Farma yang melakukan aksi manipulasi dengan
penggelembungan nilai persediaan.

Kasus yang menimpa KAP HTM ini adalah risiko inheren dari dijalankannya suatu tugas
audit. Sedari awal, KAP HTM seharusnya menyadari bahwa kemungkinan besar akan ada
risiko manipulasi seperti yang dilakukan PT. Kimia Farma, mengingat KAP HTM adalah
KAP yang telah berdiri cukup lama. Risiko ini berdampak pada reputasi HTM dimata
pemerintah ataupun publik, dan pada akhirnya HTM harus menghadapi konsekuensi risiko
seperti hilangnya kepercayaan publik dan pemerintah akan kemampuan HTM, penurunan
pendapatan jasa audit, hingga yang terburuk adalah kemungkinan di tutupnya Kantor
Akuntan Publik tersebut.
Diluar risiko bisnis, risiko etika yang dihadapi KAP HTM ini cenderung pada kemungkinan
dilakukannya kolaborasi dengan manajemen Kimia Farma dalam manipulasi laporan
keuangan. Walaupun secara fakta KAP HTM terbukti tidak terlibat dalam kasus manipulasi
tersebut, namun hal ini bisa saja terjadi.

Sesuai dengan teori yang telah di paparkan diatas, manajemen risiko yang dapat diterapkan
oleh KAP HTM antara lain adalah dengan mengidentifikasi dan menilai risiko etika, serta
menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan stakeholder.

1. Mengidentifikasi dan menilai risiko etika

Dalam kasus antara KAP HTM dan Kimia Farma ini, pengidentifikasian dan penilaian risiko
etika dapat diaplikasikan pada tindakan sebagai berikut:

A.) Melakukan penilaian dan identifikasi para stakeholder HTM

HTM selayaknya membuat daftar mengenai siapa dan apa saja para stakeholder yang
berkepentingan beserta harapan mereka. Dengan mengetahui siapa saja para stakeholder dan
apa kepentingannya serta harapan mereka, maka KAP HTM dapat melakukan penilaian
dalam pemenuhan harapan stakeholder melalui pembekalan kepada para auditor senior dan
junior sebelum melakukan audit pada Kimia Farma.

B) Mempertimbangkan kemampuan SDM HTM dengan ekspektasi para stakeholder, dan


menilai risiko ketidak sanggupan SDM HTM dalam menjalankan tugas audit.

C) Mengutamakan reputasi KAP HTM

Yaitu dengan berpegang pada nilai-nilai hypernorm, seperti kejujuran, kredibilitas,


reliabilitas, dan tanggung jawab. Faktor-faktor tersebut bisa menjadi kerangka kerja dalam
melakukan perbandingan.

Tiga tahapan ini akan menghasilkan data yang memungkinkan pimpinan KAP HTM dapat
mengawasi adanya peluang dan risiko etika, sehingga dapat ditemukan cara untuk
menghindari dan mengatasi risiko tersebut, serta agar dapat secara strategis mengambil
keuntungan dari kesempatan tersebut.

2. Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan


stakeholder

KAP HTM dapat melakukan pengelompokan stakeholder dan meratingnya dari segi
kepentingan, dan kemudian menyusun rencana untuk berkolaborasi dengan stakeholder yang
dapat memberikan dukungan dalam penciptaan strategi, yang dapat memenuhi harapan para
stakeholder HTM.
KASUS 2

Dua sahabat; Suzette Washington (SW) dan Paula Kaye (PK) bekerja pada sebuah
toko pakaian bernama Bertolini’s, yang melayani pakaian remaja pria dan wanita. Keduanya
masih berstatus sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di Amerika Tenggara, yang
letaknya tidak jauh dari Bertolini’s. Suzette Washington (SW) adalah seorang mahasiwa
jurusan akuntansi, sedangkan Paula Kaye (PK) kuliah di jurusan pemasaran. Di Bertolini’s,
Suzette Washington (SW) bekerja sebagai karyawan di bagian persediaan, sedangkan Paula
Kaye (PK) sebagai karyawan di bagian pemasaran. Dalam perusahaan tersebut, selain bagian
personalia, hampir seluruh karyawannya masih berstatus sebagai mahasiwa.
Suatu ketika, perusahaan mulai mengalami penyusutan jumlah persediaan pakaian
pria pada tiga departemen. Supervisor SW, yang merupakan asisten manajer toko, yakin
bahwa ada karyawan bagian penjualan yang telah melakukan pencurian. Dari rumor yang
beredar di perusahaan, terdapat dua orang karyawan, yaitu Alex (Al) dan Matt (M), sebagai
pelaku pencurian tersebut. Alex dan Matt mencuri beberapa barang setiap minggunya, yaitu
berupa polo shirt, dasi sutera, jean, dan terkadang juga beberapa barang mahal seperti sweater
rajut dan jaket sport.
Modus pencurian diketahui bahwa Alex menyembunyikan satu atau dua barang di
dasar tong sampah di bawah cash register nomor 2. Selanjutnya, Matt, yang setiap malam
bertugas membuang sampah ke luar, mengambil barang-barang yang disembunyikan tersebut
dan menyimpan di mobilnya. Atas rumor tersebut, Suzette Washington (SW) akan
melaporkan ke manajemen perusahaan, namun Paula Kaye (PK) tidak sependapat, dengan
alasan hal itu hanya berupa rumor, tidak tahu apakah hal itu benar atau tidak. Apabila
dilaporkan ke manajer, akan menimbulkan banyak pertanyaan, dan akan melibatkan polisi.
Bahkan pada akhirnya orang akan menemukan siapa yang mengatakan.
Namun demikian, sebulan kemudian, manajemen memperoleh surat kaleng yang
menyebutkan adanya dua orang pencuri dalam toko tersebut. Atas hal tersebut, Bertolini’s
menyewa detektif untuk menyelidiki masalah tersebut. Setelah dilakukan penyidikan
diketahui bahwa memang pencurian dilakukan oleh Alex dan Matt, dengan total nilai pakaian
yang dicuri selama lebih dari empat minggu adalah sebesar $500.
 
Atas permasalah tersebut dapat diketahui bahwa:
a.       Bertolini’s merupakan toko pakaian dengan skala besar, dan tentu saja mempunyai
karyawan yang banyak pula. Selain bagian personalia, sebagian besar karyawannya
adalah mahasiswa. Dengan demikian, karyawan yang berstatus mahasiwa bukan
merupakan karyawan tetap, sehingga memungkinkan kurangnya loyalitas karyawan
terhadap perusahaan. Dimana hal ini dapat terjadi karena mahasiswa yang bekerja di
Bertolini’s, tujuan utamanya mencari penghasilan untuk membiayai kuliah. Dengan
demikian, rasa memiliki terhadap perusahaan sangatlah kecil, atau bahkan tidak ada. Hal
ini ditunjukkan dengan tidak adanya keinginan dan keberanian dari karyawan yang
mengetahui adanya kecurangan dalam perusahaan untuk mengungkapkannya kepada
manajemen perusahaan.
 
b.      Sistem pengendalian pada perusahaan masih sangat lemah. Hal ini diketahui dari
adanya penyusutan jumlah persediaan barang yang tidak wajar, yang tidak segera
diketahui oleh manajemen. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian persediaan barang
pada perusahaan serta pengendalian pendapatan masih sangat lemah. Dimana persediaan
barang yang berkurang tidak seimbang dengan jumlah barang yang terjual.
 
c.       Pihak manajemen perusahaan kurang tanggap terhadap permasalahan yang ada.
Dimana ditunjukkan dengan adanya rumor pencurian oleh karyawan, bahkan sudah
diketahui pula modusnya, namun tidak segera ditindaklanjuti oleh pihak manajemen.
Namun, setelah mendapat surat kaleng, barulah manajemen mulai bertindak. Sikap
kehati-hatian manajemen tersebut mengakibatkan manajemen kurang peka terhadap
permasalahan dalam perusahaan.

PEMBAHASAN
a. Bila berada dalam situasi seperti yang dialami oleh Suzette Washington (SW) , maka
hal yang akan dilakukan adalah segera melaporkan kepada manajemen dan supervisor
yang bertindak sebagai asisten manajer toko. Karena pencurian terhadap persediaan
yang terjadi adalah material jumlahnya. Semakin cepat pencurian tersebut diketahui,
akan semakin cepat pula pengendalian internal diperbaiki dan aktiva perusahaan
diamankan. Jika hal tersebut dibiarkan dan tidak dilaporkan maka lama kelamaan
akan dapat menyebabkan kerugian.
b. Sangat tepat apabila Suzette Washington (SW) segera melaporkan pencurian tersebut
kepada manajer toko. Hal itu bukan merupakan hal yang tidak etis, namun merupakan
tindakan dalam rangka menjaga etika profesional seorang pegawai terhadap
perusahaan dimana ia bekerja selain itu agar going concern perusahaan tetap terjaga.
Hendaknya karyawan loyal terhadap perusahaan atau tempat dimana dia bekerja.
Dalam etika profesional terdapat prinsip-pinsip yaitu tanggung jawab, kepentingan
publik, integritas, objektivitas dan independensi, kecermatan dan keseksamaan,
lingkup dan sifat jasa.
c. Bagian Accounting mempunyai tanggung jawab besar karena berhubungan dengan
keuangan dimana dia bertugas untuk mencatat, mengidentifikasi sampai dengan
melaporkannya. Oleh karena itu hendaknya haruslah orang yang jujur dan
bertanggungjawab agar tidak melanggar etika atau terjadi manipulasi terhadap laporan
keuangan perusahaan sehingga kredibilitas perusahaan dapat tetap terjaga. Dalam
sebuah perusahaan accounting akan menyusun neraca, laporan rugi laba, laporan
perubahan modal dan arus kas. Dimana nantinya laporan keuangan tersebut akan
dipublikasikan dan digunakan oleh pengguna laporan keuangan yaitu manajemen,
karyawan, bank, kreditur, investor, pemerintah dll.
d. Bertolini mempunyai pengendalian intern yg kurang baik. Seharusnya :
- Ada pencatatan terhadap keluar masuknya persediaan
- Penyimpanan persediaan dan penggunaan gudang atau ruang yang terkunci
dengan akses yang terbatas pada orang-orang yang diberi otorisasi saja
merupakan hal yang penting dalam melindungi aktiva dan untuk
meminimalkan terjadinya pencurian.
- Seharusnya dilakukan perhitungan persediaan dan pengecekan jumlah barang
di setiap hari atau setiap minggu (secara periodik) yang independen,
pembandingannya dengan catatan tentang jumlah dan kepemilikan. Hal itu
dilakukan agar jika terjadi ketidaksesuaian antara kuantitas pesediaan yang
tercatat dengan kuantitas yang ada ditangan (terjadi kehilangan inventori)
dapat terdeteksi sedini mungkin.
- Komputer mengecek kesesuaian antara catatan tambahan dan akun-akun
pengendali karena nilai yang tercatat persediaan dalam buku besar pembantu
atau file induk mungkin tidak sesuai dengan akun-akun pengendali (untuk
menjaga kebenaran saldo persediaan)
- Di adakannya Inspeksi kondisi persediaan secara periodik, laporan aktivitas
persediaan periodik untuk menelaah kinerja manajemen. Hal ini dilakukan
untuk menghindari pencatatan persediaan dengan jumlah yang melebihi nilai
pasar
- Tingkat manajemen yang berwenang memantau tingkat produksi, biaya
produksi dan kewajaran tingkat persediaan dibandingkan dengan volume
penjualan. Hal ini perlu dilakukan karena manajemen mungkin tidak
bertanggungjawab atas sumberdaya persediaan sehingga menimbulkan
berbagai salah saji dalam laporan keuangan
- Proteksi terhadap barang dalam proses dapat dilakukan dengan mengawasi
daerah produksi oleh penyelia dan petugas keamanan perusahaan, pemberian
label pada barang dan penggunaan tiket perpindahan bernomor urut untuk
mengendalikan perpindahan barang dalam proses di sekitar perusahaan

Anda mungkin juga menyukai