Anda di halaman 1dari 9

TUGAS MATA KULIAH TEORI FILSAFAT HUKUM

RESUME MAZHAB ATAU ALIRAN ALIRAN HUKUM

OLEH
FAISAL AZIS MANURUKI
NIM B012 2110 39

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
1. ALIRAN HUKUM ALAM

Aliran Hukum Alam timbul karena kegagalan umat manusia dalam mencari
keadilan yang absolut. Menurut para penganut aliran ini, Hukum Alam bersifat
universal dan abadi, berlaku sepanjang masa dan berlaku bagi semua bangsa.
Hukum Alam dianggap lebih tinggi dari hukum yang sengaja dibentuk oleh manusia,
sehingga hukum yang berlaku di masyarakat tidak boleh bertentangan dengan
Hukum Alam.
Aliran Hukum Alam merupakan salah satu aliran dalam filsafat hukum. Aliran
ini telah berkembang sejak 2.500 tahun yang lalu. Aliran atau Mazhab Hukum Alam
merupakan aliran yang tertua dalam sejarah pemikiran manusia tentang hukum.
Aliran ini berpandangan bahwa selain hukum positif (hukum yang berlaku di
masyarakat) yang merupakan buatan manusia, masih ada hukum yang lain yaitu
hukum yang berasal dari Tuhan. Hukum adalah hukum yang berasal dari Tuhan.

Mazhab Hukum Alam menurut W Friedmann memiliki beberapa peran penting, yaitu:
1. Sebagai instrumen utama dalam mengubah hukum sipil kuno pada zaman
Romawi ke suatu sistem yang luas dan kosmopolitan.
2. Digunakan sebagai sasaran untuk menyelesaikan pertikaian antara pihak
gereja dan para kaisar di Jerman pada Abad Pertengahan.
3. Sebagai latar belakang pemikiran untuk mendukung berlakunya hukum
internasional dan menuntut kebebasan individu terhadap absolutisme.
4. Prinsip-prinsip hukum alam juga digunakan oleh para hakim Amerika Serikat
untuk menahan usaha-usaha legislatif untuk mengubah dan memperketat
kebebasan individu dengan cara menafsirkan konstitusi.

Menurut sumbernya Aliran Hukum Alam dibedakan menjadi dua macam, yaitu
Irasional dan Rasional. Aliran Hukum Alam Irasional berpendapat bahwa hukum
yang berlaku universal dan abadi itu secara langsung bersumber dari Tuhan,
sedangkan Aliran Hukum Alam Rasional berpendapat bahwa sumber dari hukum
yang universal dan abadi itu adalah rasio manusia.

Aliran Hukum Alam Irasional


Pakar hukum yang menganut Aliran Hukum Alam Irasional berpandangan
bahwa hukum yang berlaku universal dan abadi secara langsung bersumber dari
Tuhan. Beberapa pendukung Aliran Hukum Alam Irasional antara lain Thomas
Aquinas, John Salisbury, Dante Alighieri, Piere Dubois, Marsilius Padua, William
Occam, John Wycliffe dan Johannes Huss. Pendapat Thomas Aquinas berkaitan
erat dengan teologia. Aquinas berpendapat bahwa ada dua pengetahuan yang
berjalan bersama-sama, yaitu pengetahuan alamiah yang berpangkal pada akal dan
pengetahuan iman yang berpangkal pada wahyu Ilahi. Menurut Aquinas ada empat
macam hukum, yaitu:

1. Lex eterna yaitu hukum rasio Tuhan yang tidak dapat ditangkap oleh
pancaindera manusia.
2. Lex divina, adalah hukum rasio Tuhan yang dapat ditangkap oleh
pancaindera manusia.
3. Lex naturalis atau hukum alam, merupakan penjelmaan lex eterna ke dalam
rasio manusia.
4. Lex positivis, adalah penerapan lex naturalis dalam kehidupan manusia di
dunia

Aliran Hukum Alam Rasional


Aliran Hukum Alam Rasional muncul setelah zaman Renaisans, yaitu era ketika
rasio manusia dipandang terlepas dari tertib ketuhanan. Aliran ini berpandangan
bahwa hukum alam muncul dari pikiran manusia sendiri tentang apa yang baik dan
buruk, yang penilaiannya diserahkan kepada kesusilaan (moral) alam. Beberapa
tokoh Aliran Hukum Alam Rasional antara lain Hugo de Groot (Grotius), Christian
Thomasius, Immanuel Kant dan Samuel von Pufendorf

Hugo de Groot alias Grotius


Hugo de Groot atau Grotius dikenal sebagai Bapak Hukum Internasional yang
mempopulerkan konsep-konsep hukum dalam hubungan antarnegara, seperti
hukum perang dan damai, serta hukum laut. Grotius berpandangan bahwa sumber
hukum adalah rasio manusia. Karena karakteristik yang membedakan manusia
dengan makhluk lain adalah kemampuan akalnya, sehingga seluruh kehidupan
manusia harus berdasarkan pada kemampuan akal atau rasio.
Menurut Grotius Hukum Alam adalah hukum yang muncul sesuai kodrat manusia.
Hukum alam tidak mungkin dapat diubah (secara ekstrem), bahkan oleh Tuhan
sekalipun! Hukum Alam diperoleh manusia dari akalnya, tetapi Tuhanlah yang
memberikan kekuatan mengikatnya

2. POSITIVISME HUKUM (ALIRAN HUKUM POSITIF)


Aliran Hukum Positif atau Positivisme Hukum merupakan salah satu aliran
dalam filsafat hukum. Aliran ini memandang perlu memisahkan secara tegas antara
hukum dan moral (antara hukum yang berlaku dan hukum yang seharusnya,
antara das sein dan das sollen). Positivisme Hukum sangat mengagungkan hukum
yang tertulis dan menganggap bahwa tidak ada norma hukum di luar hukum positif.
Bagi aliran ini, semua persoalan dalam masyarakat harus diatur dalam hukum
tertulis. Sikap penganut aliran ini dilatarbelakangi oleh penghargaan yang berlebihan
terhadap kekuasaan yang menciptakan hukum tertulis, mereka menganggap
kekuasaan itu adalah sumber hukum dan kekuasaan adalah hukum. Ada dua corak
dalam Positivisme Hukum, yaitu Aliran Hukum Positif Analitis (Analytical
Jurisprudence) yang dipelopori oleh John Austin dan Aliran Hukum Murni (Reine
Rechtslehre) yang dipelopori oleh Hans Kelsen

Aliran Hukum Positif Analitis: John Austin


John Austin adalah pelopor dari Aliran Hukum Positif Analitis yang
menyatakan bahwa hukum adalah perintah dari penguasa negara. Hakikat hukum
terletak pada unsur perintah itu. Austin memandang hukum sebagai suatu sistem
yang tetap, logis dan tertutup. Hukum adalah perintah yang mewajibkan seseorang
atau beberapa orang. Ia menyatakan bahwa hukum dan perintah lainnya berjalan
dari atasan (superior) dan mengikat atau mewajibkan bawahan (inferior). Pihak
superior yang menentukan apa yang diperbolehkan dan kekuasaan superior
memaksa orang lain untuk mentaatinya. Superior mampu memberlakukan hukum
dengan cara menakut-nakuti dan mengarahkan tingkah laku orang lain ke arah yang
diiinginkannya. Austin berpandangan bahwa hukum adalah perintah yang memaksa,
yang dapat saja bijaksana dan adil atau sebaliknya.
Austin membedakan hukum menjadi dua jenis, yaitu hukum dari Tuhan untuk
manusia dan hukum yang dibuat oleh manusia. Hukum yang dibuat oleh manusia
kemudian dibedakan lagi menjadi:
1. Hukum yang sebenarnya (hukum positif), yaitu hukum yang dibuat oleh
penguasa dan hukum yang disusun oleh manusia secara individu untuk
melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya. Hukum yang sebenarnya
memiliki empat unsur, yaitu perintah (command), sanksi (sanction), kewajiban
(duty) dan kedaulatan (sovereignty).
2. Hukum yang tidak sebenarnya, adalah hukum yang tidak dibuat oleh
penguasa, sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai hukum, contohnya
peraturan dari suatu organisasi olahraga.

Aliran Hukum Murni: Hans Kelsen


Penggagas Aliran Hukum Murni adalah Hans Kelsen yang berpendapat
bahwa hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir yang nonyuridis seperti
sosiologis, politis, historis dan etis. Hukum adalah suatu sollenkategorie atau
kategori keharusan/ideal, bukan seinskategorie atau kategori faktual. Lebih lanjut
Kelsen menguraikan bahwa hukum adalah suatu keharusan yang mengatur tingkah
laku manusia sebagai makhluk rasional, dalam hal ini yang dipermasalahkan
bukanlah bagaimana hukum itu seharusnya, melainkan apa hukumnya. Meskipun
hukum itusollenkategori, namun yang digunakan adalah hukum positif (ius
constitutum), bukan hukum yang dicita-citakan (ius constituentum).
Kelsen berpendapat bahwa hukum berurusan dengan bentuk (forma), bukan
isi (materia), sehingga keadilan sebagai isi hukum berada di luar hukum. Hukum
bisa saja tidak adil, namun hukum tetaplah hukum karena dikeluarkan oleh
penguasa. Ia juga berpendapat bahwa hukum positif pada kenyataannya dapat saja
menjadi tidak efektif lagi. Hal ini bisa disebabkan karena kepentingan masyarakat
yang diatur sudah tidak ada, sehingga penguasa tidak akan memaksakan
penerapannya.
3. ALIRAN UTILITARIANISME
Utilitarianisme juga sering disebut Utilisme. Utilitarianisme adalah aliran
hukumyang menempatkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum. Kemanfaatan
yang dimaksud dalam aliran ini adalah kebahagiaan (happiness). Utilitarianisme
memandang baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum bergantung pada apakah
hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak. Kebahagiaan
tersebut diupayakan agar dapat dinikmati oleh sebanyak mungkin individu dalam
masyarakat (the greatest happiness for the greatest number of people).
Aliran Utilitarianisme sebenarnya dapat dikategorikan sebagai Positivisme
Hukum karena paham ini akan berujung pada kesimpulan bahwa tujuan hukum
adalah untuk menciptakan ketertiban di dalam masyarakat. Hukum adalah cerminan
dari perintah penguasa, bukan dari rasio semata. Beberapa tokoh pendukung aliran
ini adalah Jeremy Bentham, John Stuart Mill dan Rudolf von Jhering.

Jeremy Bentham
Ajaran Jeremy Bentham didasarkan pada aliran hedonistic utilitarianism.
Bentham berpendapat bahwa hukum bertugas untuk memelihara kebaikan dan
mencegah kejahatan. Pemidanaan harus bersifat spesifik untuk setiap kejahatan.
Seberapa kerasnya suatu pidana tidak boleh melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk
mencegah dilakukannya penyerangan-penyerangan tertentu. Pemidanaan menurut
Bentham hanya bisa diterima apabila pemidanaan tersebut mampu mencegah
terjadinya kejahatan yang lebih besar.
Bentham menginginkan agar hukum dapat memberikan jaminan kebahagiaan
kepada individu, bukan langsung kepada masyarakat secara keseluruhan. Meskipun
demikian Bentham tetap mengakui bahwa kepentingan masyarakat juga harus
diperhatikan sehingga tidak terjadi bentrokan antara kepentingan individu yang satu
dengan kepentingan individu yang lain. Oleh karena itu kepentingan individu dalam
mengejar kebahagiaan yang sebesar-besarnya perlu dibatasi agar tidak terjadi apa
yang disebut homo homini lupus atau manusia menjadi serigala bagi manusia yang
lain.
4. MADZHAB SEJARAH
Mazhab Sejarah (Historische Rechtsschule) atau ada juga yang menyebutnya
Mazhab Sejarah dan Kebudayaan (Ciltuur Historich School) merupakan salah
satualiran hukum yang timbul sebagai reaksi terhadap tiga hal:
1. Rasionalisme abad ke-18 yang hanya mengandalkan jalan pikiran deduktif.
Jalan pemikiran pada masa itu didasarkan pada hukum alam, kekuatan akal
dan prinsip-prinsip dasar serta tidak memperhatikan fakta sejarah,
kekhususan dan kondisi nasional.
2. Semangat Revolusi Prancis yang menentang wewenang tradisi dengan misi
kosmopolitannya.
3. Pendapat yang berkembang pada masa itu dimana hakim dilarang untuk
menafsirkan hukum karena undang-undang dianggap dapat memecahkan
semua masalah hukum.
Pelopor Mazhab Sejarah adalah Friedrich Karl von Savigny yang kemudian
dikembangkan oleh Puchta dan Henry Summer Maine.

Friedrich Karl von Savigny


Mazhab Sejarah dipelopori oleh seorang ahli hukum bangsa Jerman Friedrich
Karl von Savigny. Menurut Savigny di dunia ini terdapat beragam bangsa dimana
tiap bangsa memiliki volksgeist atau jiwa bangsanya masing-masing. Aneka ragam
jiwa bangsa tersebut dapat dilihat melalui berbagai ragam bahasa, adat istiadat dan
organisasi sosial masyarakat yang dimiliki oleh tiap bangsa. Perbedaan jiwa bangsa
tersebut juga menimbulkan perbedaan pandangan tentang keadilan.
Ada beberapa catatan yang perlu kita ketahui mengenai pemikiran Savigny:
1. Jangan sampai kepentingan golongan masyarakat tertentu dianggap sebagai
jiwa bangsa dari seluruh masyarakat.
2. Tidak selamanya peraturan perundang-undangan timbul begitu saja. Misalnya
ketentuan mengenai serikat kerja di Inggris yang terwujud melalui perjuangan
keras.
3. Jangan sampai peran hakim dan ahli hukum lainnya tidak mendapat
perhatian. Meskipun jiwa bangsa dapat menjadi bahan kasarnya, harus ada
yang menyusunnya untuk diproses menjadi bentuk hukum.
4. Pada banyak kasus peniruan memainkan peranan yang lebih besar. Misalnya
banyak bangsa yang secara sadar mengambil alih hukum Romawi dan
mendapat pengaruh dari hukum Prancis

5. SOCIOLOICAL JURISPRUDENCE
Beberapa pakar hukum menamai aliran hukum ini sebagai Functional
Anthropological atau metode fungsional. Hal ini dilakukan untuk menghindari
kerancuan antara Sociological Jurisprudence dengan sosiologi hukum (the sociology
of law). Perbedaan utama antara Sosiologi Hukum dengan Sociological
Jurisprudence adalah Sosiologi Hukum menitikberatkan penyelidikannya kepada
masyarakat dan hukum sebagai suatu manifestasi, sedangkan Sociological
Jurisprudence menitikberatkan pada hukum dan memandang masyarakat dalam
hubungannya dengan hukum.
Aliran Sociological Jurisprudence memisahkan secara tegas antara hukum
positif dengan hukum yang hidup di masyarakat. Aliran ini menyatakan bahwa
hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di
masyarakat.Sociological Jurisprudence timbul sebagai proses dialektika antara
Positivisme Hukum yang memandang hukum sebagai perintah penguasa dan
Mazhab Sejarah yang menyatakan bahwa hukum timbul dan berkembang bersama
dengan masyarakat. Proses pembangunan hukum di Indonesia sangat dipengaruhi
oleh aliran hukum ini.

6. REALISME HUKUM
Aliran ini sering diidentikkan dengan Pragmatic Legal Realism yang
berkembang di Amerika Serikat. Realisme Hukum memandang bahwa hukum
adalah hasil dari kekuatan-kekuatan sosial dan alat kontrol sosial. Hukum dibentuk
dari kepribadian manusia, lingkungan sosial, keadaan ekonomi, kepentingan bisnis,
gagasan yang sedang berlaku dan emosi-emosi yang umum.
Ada beberapa ciri dari Aliran Realisme Hukum, antara lain:
1. Tidak ada mazhab realis. Realisme adalah gerakan dari pemikiran dan kerja
tentang hukum.
2. Realisme mengandung konsepsi tentang masyarakat yang berubah lebih
cepat daripada hukum.
3. Realisme menganggap adanya pemisahan sementara antara hukum yang
ada dan yang seharusnya ada.
4. Realisme tidak percaya pada ketentuan-ketentuan dan konsepsi-konsepsi
hukum, sepanjang ketentuan-ketentuan dan konsepsi hukum
menggambarkan apa yang sebenarnya dilakukan oleh pengadilan dan orang-
orang.
5. Realisme menekankan evolusi tiap bagian dari hukum dengan mengingatkan
akibatnya.

7. ALIRAN HUKUM KRITIS


Aliran Hukum Kritis atau Kajian Hukum Kritis (Critical Legal Studies) tidak
dapat dilepaskan dari Teori Kritis (Critical Theory) yang lahir dan berkembang di
abad 20. Teori Hukum Kritis pada hakikatnya merupakan kajian hukum yang
memanfaatkan teori-teori sosiologi sehingga sedikit banyak mempunyai kaitan
dengan sociological jurisprudence. Teori hukum kritis berpangkal pada Teori Kritis
(Critical Theory) yang dipelopori oleh Max Horkheimer (1895-1973). Menurut
Horkheimer, suatu teori “kritis” dapat dibedakan dari suatu teori “tradisional”
berdasarkan sasaran praktis yang spesifik, yakni suatu teori adalah kritis jika teori itu
mencari emansipasi manusia (human emancipation), yaitu untuk membebaskan
manusia dari keadaan-keadaan yang memperbudak/menindas (enslave) mereka.

Anda mungkin juga menyukai