Anda di halaman 1dari 51

PENYALAHGUNAAN NAPZA

Makalah ini dibuat untuk menyelsaikan tugas Keperawatan Jiwa 2

Di bina oleh Ns. Kurnia Laksana., S.Kep. M.kep

Di susun oleh :

Rikson Babu Pagegi (18

Luvi Apriliana Putri (1914314201051)

Rama Putra Reynaldy (1941314201059)

Sandra Wakiah Prihatini (1941314201064)

Vina Kusumawati (1914314201069)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG

PROGRAM S1 KEPERAWATAN

TAHUN 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ Asuhan Keperawatan Penyalahgunaan NAPZA”.
Makalah ini dibuat guna memenuhi saluh satu penugasan dalam system
pembelajaran. Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mengalami
hambatan dan kesulitan, namun penulis berusaha menyelesaiakan pembuatan
makalah dengan sebaik-baiknya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih
dan berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca, guna menambah wawasan
dalam asuhan keperawatan pada pasien penyalahgunaan NAPZA.

Malang, 27 Oktober 2021

Penulis
Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB 1 ..................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................... 2

1.3. Tujuan Masalah ............................................................................................. 2


BAB 2 ..................................................................................................................... 4
2.1 Pengertian Napza ............................................................................................ 4
2.2 Golongan Napza .............................................................................................. 5
2.3 Rentang Respon............................................................................................... 6
2.4 Zat Adiktif yang Disalahgunakan ................................................................. 7
2.5 Efek dan Cara Penggunaan ........................................................................... 8
2.6 Faktor Risiko Penyalahgunaan NAPZA ....................................................... 9
2.7 Dampak Penyalahgunaan NAPZA .............................................................. 11
2.8 Penanggulangan NAPZA ............................................................................. 14
2.9 Peran dan Fungsi Perawat ........................................................................... 17
2.10 Pohon Masalah ............................................................................................ 21
2.11 Masalah Yang Sering Timbul .................................................................... 22
2.12 Konsep Asuhan Keperawatan .................................................................... 23
BAB III ................................................................................................................. 46

3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 46

3.2 Saran .................................................................................................... 46


DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 47

iii
iv
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat
yang bila mana masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh
terumata otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan
fisik, psikis dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta
ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA. NAPZA sering disebut juga
sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan
perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran.
Masalah penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang sangat kompleks
yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan
kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif
yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen, dan konsisten.
Meskipun dalam kedokteran sebagian besar narkoba masih bermanfaat bagi
pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi
medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran di jalur ilegal
akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas
khususnya generasi muda. Indonesia saat ini tidak hanya sebagai transit
perdagangan gelap serta tujuan peredaran narkoba, tetapi juga telah menjadi
produsen dan pengekspor.
Berdasarkkan Kemenkes (2014) dalam menangani penyalahguna narkoba saat
ini melibatkan berbagai sektor, antara lain Rumah Sakit khususnya Rumah Sakit
Ketergantungan Obat (RSKO) dan Rumah Sakit Jiwa (RSJ), Panti Rehabilitasi
Sosial Narkotika (PRSN), pesantren, lembaga pemasyarakatan, dan lembaga
swadaya masyarakat yang bergerak dalam bidang penanggulangan masalah
penyalahgunaan narkoba.
Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang
narkotika yang mengamanatkan pencegahan, perlindungan, dan penyalamatan
bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika serta menjamin pengaturan
upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika,

1
dimana pada pasal 54 menyebutkan bahwa “korban penyalahguna dan pecandu
narkotika wajib rehabilitas”. Undang-undang tersebut juga sudah mengatur bahwa
rehabilitasi adalah alternative lain dari hukuman penjara. Rehabilitasi adalah
upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan
nonmedis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita
sindrom ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal
mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental,
sosial dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga
kesehatan sesuai dengan kebutuhan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Napza ?
2. Apa saja golongan dari Napza ?
3. Bagaimana rentang respon dari Napza?
4. Apa saja zat adiktif yang disalahgunakan dalam Napza?
5. Apa efek dan cara penggunaan Napza?
6. Apa faktor risiko dari penyalahgunaan Napza?
7. Apa dampak dari Penyalahgunaan Narkoba?
8. Bagaimana Penanggulangan Napza?
9. Apa saja Peran Perawat dalam penyalahgunaan Napza?
10. Bagaimana Pohon Masalah dari penyalahgunaan Napza?
11. Apa saja Masalah yang Sering Timbul?
12. Bagaiamana Konsep Asuhan Keperawatan?

1.3.Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari napza
2. Untuk mengetahui golongan dari napza
3. Untuk mengetahui rentang respon dari napza
4. Untuk mengetahui zat adiktif yang disalahgunakan dalam napza
5. Untuk mengetahui efek dan cara penyalahgunaan napza
6. Untuk mengetahui factor resiko dari penyalahgunaan napza
7. Untuk mengetahui dampak dari penyalahgunaan napza

2
8. Untuk mengetahui penanggulangan napza
9. Untuk mengetahui peran perawat dalam penyalahgunaan napza
10. Untuk mengetahui pohon masalah dari penyalahgunaan napza
11. Untuk mengetahui masalah yang sering timbul
12. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan

3
BAB 2

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Napza
Napza adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif
lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan
perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan ketergantungan (BNN,
2004).
NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi beberapa
bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko penggunaan
NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering, cara
menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang di
konsumsi (Kemenkes RI, 2010).
Narkoba berasal dari bahasa Yunani, dari kata Narke, yang berarti beku,
lumpuh, dan dungu. Menurut Farmakologi medis yaitu “Narkotika adalah obat
yang dapat menghilangkan (terutama) rasa nyeri yang berasal dari Visceral dan
dapat menibulkan efek stupor (bengong masih sadar namum masih harus digertak)
serta adiksi (Derman Flavianus, 2006 : I)
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang bersifat
patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga
menimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial. Sebetulnya NAPZA
banyak dipakai untuk kepentingan pengobatan, misalnya menenangkan klien atau
mengurangi rasa sakit. Tetapi karena efeknya “enak” bagi pemakai, maka NAPZA
kemudian dipakai secara salah, yaitu bukan utnuk pengobatan tetapi untuk
mendapatkan rasa nikmat. Penyalahgunaan NAPZA secara tetap ini menyebabkan
pengguna merasa ketergantungan pada obat tersebut sehingga menyebabkan
kerusakan fisik (Sumiati, 2009).
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan adalah kondisi
yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-menerus
dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila
penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan
gejala fisik dan psikis yang khas.

4
Penyalahgunaan narkoba dapat dikategorikan sebagai kejahatan tanpa
korban (crime without victim). Pengertian kejahatan tanpa korban berarti
kejahatan ini tidak menimbulkan korban sama sekali, akan tetapi si pelaku sebagai
korban. Kejahatan yang secara kriminologi diartikan sebagai crime without victim
ini sangat sulit diketahui keberadaannya, karena mereka dapat melakukan aksinya
dengan sangat tertutup dan hanya diketahui orang-orang tertentu, oleh karena itu
sangat sulit memberantas kejahatan ini (Jimmy, 2015).
2.2 Golongan Napza
1) Narkotika
Narkotika dibedakan ke dalam golongan-golongan:
a. Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan,
dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi
menimbulkan ketergantungan (contoh: heroin/putauw, kokain, ganja)
b. Narkotika Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir
dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatan
ketergantungan (contoh: morfin, petidin).
c. Narkotika Golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan (contoh: kodein)
2) Psikotropika
Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut:
a. Psikotropika Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi
amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan (contoh: ekstasi,
shabu, LSD)
b. Psikotropika Golongan II

5
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam
terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindrom ketergantungan. (Contoh: Amfetamin,
Metilfenidat atau Ritalin)
c. Psikotropika Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sidnrom ketergantungan (Contoh: Pentobarbital,
Flunitrazepam)
d. Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh:
Diazepam, Nitrazepam, Seperti Pil KB, Pil Koplo, Rohip, Dum, MG).
3) Zat Adiktif
Zat adiktif adalah suatu bahan atau zat yang apabila digunakan dapat
menimbulkan kecanduan atau ketergantungan. Contohnya : rokok, kelompok
alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan,
thinner dan zat-zat lain (lem kayu, penghapus cair, aseton, cat, bensin, yang
bisa dihisap, dihirup, dan dicium, dapat memabukkan)
4) Zat psikoaktif
Golongan zat yang bekerja secara selektif, terutama pada otak sehingga
dapat menimbulkan perubahan pada: perilaku, emosi, kognitif, persepsi.
2.3 Rentang Respon
Rentang respon ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan sampai dengan yang
berat. Indikator dari rentang respon berdasarkan peilaku yang ditampakkan oleh
remaja dengan gangguan penggunaan zat adiktif. (AH Yusuf dkk, 2015)
Respon adaptif

Maladaptif Respon

Eksperimen Reaksional Situasional Penyalahgunaan Ketergantungan

6
Ada beberapa tahap pemakaian napza :
1. Tahap pemakaian coba-coba (eksperimental use)
Karena pengaruh kelompok sebaya sangat besar, remaja ingin tahu atau
coba-coba. Biasanya mencoba mengisap rokok, ganja, atau
minumminuman beralkohol. Jarang yang langsung mencoba memakai
putaw atau minum pil ekstasi.
2. Tahap pemakaian social (social/recreational use)
Tahap pemakaian NAPZA untuk pergaulan (saat berkumpul atau pada
acara tertentu), ingin diakui/diterima kelompoknya. Mula-mula NAPZA
diperoleh secara gratis atau dibeli dengan murah. Ia belum secara aktif
mencari NAPZA.
3. Tahap pemakaian siuasional(situasional use)
Tahap pemakaian karena situasi tertentu, misalnya kesepian atau stres.
Pemakaian NAPZA sebagai cara mengatasi masalah. Pada tahap ini
pemakai berusaha memperoleh NAPZA secara aktif.
4. Tahap habituasi/kebiasaan (abuse)
Tahap ini untuk yang telah mencapai tahap pemakaian teratur (sering),
disebut juga penyalahgunaan NAPZA, terjadai perubahan pada faal tubuh
dan gaya hidup. Teman lama berganti dnegan teman pecandu. Ia menjadi
sensitif, mudah tersinggung, pemarah, dan sulit tidur atau berkonsentrasi,
sebab narkoba mulai menjadi bagian dari kehidupannya. Minat dan cita-
citanya semula hilang. Ia sering membolos dan prestasi sekolahnya
merosot. Ia lebih suka menyendiri daripada berkumpul bersama keluarga.
5. Tahap ketergantungan (dependence use)
Ia berusaha agar selalu memperoleh NAPZA dengan berbagai cara.
Berbohong, menipu, atau mencuri menjadi kebiasaannya. Ia sudah tidak
dapat mengendalikan penggunaannya. NAPZA telah menjadi pusat
kehidupannya. Hubungan dengan keluarga dan teman-teman rusak.
2.4 Zat Adiktif yang Disalahgunakan
Golongan Jenis
Opioida Morfin, heroin (puthao), candu,
kodein, petidin

7
Kanabis Ganja (Mariyuana), minyak hasish
Kokain Serbuk kokain, daun koka
Alcohol Semua minuman yang mengandung
ethyl alkohol,
Sedative-hipnotik Sedatin (BK), rohipnol, mogadon,
dulomid, nipam, mandrax
MDA (Methyl Dioxy Ekstasi
Amphetamine
Halusinogen LSD, meskalin, jamur, kecubung
Solven & Inhalasi Glue (aica aibon), aceton, thinner,
N2O
Nikotin Terdapat dalam tembakau
Kafein Terdapat dalam kopi

2.5 Efek dan Cara Penggunaan


No Jenis Cara penggunaan Efek pada tubuh
1 Opium, heroin, morfin Di hirup melalui Merasa bebas dari rasa
hidung, di suntikan sakit, tegang, euphoria
melalui otot atau
pembuluh darah vena
2 Kokain Ditelan bersama Merasa gembira,
minuman, di hisap bertenaga,
seperti rokok atau di lebih percaya diri
suntikan
3 Kanabis,mariyuana, Di campur dengan Rasa gembira, lebih
ganja tembakau percaya
diri, relaks
4 Alcohol Di minum Bergantung kandungan
Alkoholnya
5 Amphetamine Di hisap dan di telan Merasa lebih percaya
diri,
mengurangi rasa lelah,

8
meningkatkan
konsentrasi
6 Sedative Di telan Merasa lebih santai,
menyebabkan kantuk
7 Sabu-sabu Di hisap Badan serasa lebih
segara, gembira, nafsu
makan menurun,
lebih percaya diri

2.6 Faktor Risiko Penyalahgunaan NAPZA


Menurut Soetjiningsih (2004), faktor risiko yang menyebabkan
penyalahgunaan NAPZA antara lain faktor genetik, lingkungan keluarga,
pergaulan (teman sebaya), dan karakteristik individu.
1. Faktor Genetik
Risiko faktor genetik didukung oleh hasil penelitian bahwa remaja dari
orang tua kandung alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali sebagai peminum
alkohol dibandingkan remaja dari orang tua angkat alkoholik. Penelitian lain
membuktikan remaja kembar monozigot mempunyai risiko alkoholik lebih
besar dibandingkan remaja kembar dizigot.
2. Lingkungan Keluarga
Pola asuh dalam keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap
penyalahgunaan NAPZA. Pola asuh orang tua yang demokratis dan terbuka
mempunyai risiko penyalahgunaan NAPZA lebih rendah dibandingkan
dengan pola asuh orang tua dengan disiplin yang ketat.
Fakta berbicara bahwa tidak semua keluarga mampu menciptakan
kebahagiaan bagi semua anggotanya. Banyak keluarga mengalami problem-
problem tertentu. Salah satunya ketidakharmonisan hubungan keluarga.
Banyak keluarga berantakan yang ditandai oleh relasi orangtua yang tidak
harmonis dan matinya komunikasi antara mereka.
Ketidakharmonisan yang terus berlanjut sering berakibat perceraian. Kalau
pun keluarga ini tetap dipertahankan, maka yang ada sebetulnya adalah sebuah
rumah tangga yang tidak akrab dimana anggota keluarga tidak merasa betah.

9
Orangtua sering minggat dari rumah atau pergi pagi dan pulang hingga larut
malam. Ke mana anak harus berpaling? Kebanyakan diantara penyalahguna
NAPZA mempunyai hubungan yang biasa-biasa saja dengan orang tuanya.
Mereka jarang menghabiskan waktu luang dan bercanda dengan orang tuanya
(Jehani, dkk, 2006).
3. Pergaulan (teman sebaya)
Di dalam mekanisme terjadinya penyalahgunaan NAPZA, teman
kelompok sebaya (peer group) mempunyai pengaruh yang dapat mendorong
atau mencetuskan penyalahgunaan NAPZA pada diri seseorang. Menurut
Hawari (2006) perkenalan pertama dengan NAPZA justru datangnya dari
teman kelompok. Pengaruh teman kelompok ini dapat menciptakan
keterikatan dan kebersamaan, sehingga yang bersangkutan sukar melepaskan
diri. Pengaruh teman kelompok ini tidak hanya pada saat perkenalan pertama
dengan NAPZA, melainkan juga menyebabkan seseorang tetap
menyalahgunakan NAPZA, dan yang menyebabkan kekambuhan (relapse).
Bila hubungan orangtua dan anak tidak baik, maka anak akan terlepas
ikatan psikologisnya dengan orangtua dan anak akan mudah jatuh dalam
pengaruh teman kelompok. Berbagai cara teman kelompok ini memengaruhi
si anak, misalnya dengan cara membujuk, ditawari bahkan sampai dijebak dan
seterusnya sehingga anak turut menyalahgunakan NAPZA dan sukar
melepaskan diri dari teman kelompoknya.
4. Karakteristik Individu
1) Umur
Berdasarkan penelitian, kebanyakan penyalahguna NAPZA adalah mereka
yang termasuk kelompok remaja. Pada umur ini secara kejiwaan masih
sangat labil, mudah terpengaruh oleh lingkungan, dan sedang mencari
identitas diri serta senang memasuki kehidupan kelompok. Hasil temuan
Tim Kelompok Kerja Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba
Departemen Pendidikan Nasional menyatakan sebanyak 70%
penyalahguna NAPZA di Indonesia adalah anak usia sekolah (Jehani, dkk,
2006).
2) Pendidikan

10
Menurut Friedman (2005) belum ada hasil penelitian yang menyatakan
apakah pendidikan mempunyai risiko penyalahgunaan NAPZA. Akan
tetapi, pendidikan ada kaitannya dengan cara berfikir, kepemimpinan, pola
asuh, komunikasi, serta pengambilan keputusan dalam keluarga.
3) Pekerjaan
Hasil studi BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia
tahun 2009 di kalangan pekerja di Indonesia diperoleh data bahwa
penyalahguna NAPZA tertinggi pada karyawan swasta dengan prevalensi
68%, PNS/TNI/POLRI dengan prevalensi 13%, dan karyawan BUMN
dengan prevalensi 11% (BNN, 2010).
2.7 Dampak Penyalahgunaan NAPZA
a. Terhadap kondisi fisik
1. Akibat zat itu sendiri
Termasuk di sini gangguan mental organik akibat zat, misalnya
intoksikasi yaitu suatu perubahan mental yang terjadi karena dosis berlebih
yang memang diharapkan oleh pemakaiannya. Sebaliknya bila
pemakaiannya terputus akan terjadi kondisi putus zat.
Contoh:
a) Ganja : pemakaian lama menurunkan daya tahan sehingga mudah
terserang infeksi. Ganja juga memperburuk aliran darah coroner.
b) Kokain : bisa terjadi aritmia jantung, ulkus atau perforasi sekat hidung,
jangka panjang terjadi anemia dan turunnya berat badan.
c) Alkohol : menimbulkan banyak komplikasi, misalnya : gangguan
lambung, kanker usus, gangguan hati, gangguan pada otot jantung dan
saraf, gangguan metabolisme, cacat janin dan gangguan seksual.
d) Akibat bahan campuran/pelarut : bahaya yang mungkin timbul :
infeksi, emboli.
e) Akibat cara pakai atau alat yang tidak steril
Akan terjadi infeksi, berjangkitnya AIDS atau hepatitis.
f) Akibat pertolongan yang keliru
Misalnya dalam keadaan tidak sadar diberi minum.
g) Akibat tidak langsung

11
Misalnya terjadi stroke pada pemakaian alkohol atau malnutrisi karena
gangguan absorbsi pada pemakaian alcohol.
h) Akibat cara hidup pasien
Terjadi kurang gizi, penyakit kulit, kerusakan gigi dan penyakit
kelamin.
b. Terhadap kehidupan mental emosional
Intoksikasi alkohol atau sedatif-hipnotik menimbulkan perubahan pada
kehidupan mental emosional yang bermanifestasi pada gangguan perilaku
tidak wajar. Pemakaian ganja yang berat dan lama menimbulkan sindrom
amotivasional. Putus obat golongan amfetamin dapat menimbulkan depresi
sampai bunuh diri.
c. Terhadap kehidupan social
Gangguan mental emosional pada penyalahgunaan obat akan mengganggu
fungsinya sebagai anggota masyarakat, bekerja atau sekolah. Pada umumnya
prestasi akan menurun, lalu dipecat/dikeluarkan yang berakibat makin kuatnya
dorongan untuk menyalahgunakan obat.
Dalam posisi demikian hubungan anggota keluarga dan kawan dekat pada
umumnya terganggu. Pemakaian yang lama akan menimbulkan toleransi,
kebutuhan akan zat bertambah. Akibat selanjutnya akan memungkinkan
terjadinya tindak kriminal, keretakan rumah tangga sampai perceraian. Semua
pelanggaran, baik norma sosial maupun hukumnya terjadi karena kebutuhan
akan zat yang mendesak dan pada keadaan intoksikasi yang bersangkutan
bersifat agresif dan impulsif (Alatas, dkk, 2006)
d. Terhadap Tingkah Laku
Menurut Prabowo, Eko 2014 menyatakan dampak narkoba sebagai:
a) Tingkah Laku Klien Pengguna Zat Sedatif Hipnotik
1. Menurunnya sifat menahan diri
2. Jalan tidak stabil, koordinasi motorik kurang
3. Bicara cadel, bertele-tele
4. Sering datang ke dokter untuk minta resep
5. Kurang perhatian

12
6. Sangat gembira, berdiam, (depresi), dan kadang bersikap
bermusuhan
7. Gangguan dalam daya pertimbangan
8. Dalam keadaan yang over dosis, kesadaran menurun, koma dan
dapat menimbulkan kematian
9. Meningkatkan rasa percaya diri
b) Tingkah Laku Klien Pengguna Ganja
1. Kontrol didi menurun bahkan hilang
2. Menurunnya motivasi perubahan diri
3. Ephoria ringan
c) Tingkah Laku Klien Pengguna Alcohol
1. Sikap bermusuhan
2. Kadang bersikap murung, berdiam
3. Kontrol diri menurun
4. Suara keras, bicara cadel,dan kacau
5. Agresi
6. Minum alcohol pagi hari atau tidak kenal waktu
7. Partisipasi di lingkungan social kurang
8. Daya pertimbangan menurun
9. Koordinasi motorik terganggu, akibat cenerung mendapat
kecelakaan
10. Dalam keadaan over dosis, kesadaran menurun bahkan sampai
koma
d) Tingkah Laku Klien Pengguna Opioda
1. Terkantuk-kantuk
2. Bicara cadel
3. Koordinasi motorik terganggu
4. Acuh terhadap lingkungan, kurang perhatian
5. Perilaku manipulatif, untuk mendapatkan zat adiktif
6. Kontrol diri kurang
e) Tingkah Laku Klien Pengguna Kokain
1. Hiperaktif

13
2. Euphoria, agitasi, dan sampai agitasi
3. Iritabilitas
4. Halusinasi dan waham
5. Kewaspadaan yang berlebihan
6. Sangat tegang
7. Gelisah, insomnia
8. Tampak membesar- besarkan sesuatu
9. Dalam keadaan over dosis: kejang, delirium, dan paranoid
f) Tingkah Laku Klien Pengguna Halusinogen
1. tingkah laku tidak dapat diramalkan
2. Tingkah laku merusak diri sendiri
3. Halusinasi, ilusi
4. Distorsi (gangguan dalam penilaian, waktu dan jarak)
5. Sikap merasa diri benar
6. Kewaspadaan meningkat
7. Depersonalisasi
8. Pengalaman yang gaib/ ajaib
2.8 Penanggulangan NAPZA
a. Pencegahan
Pencegahan penyalahgunaan NAPZA, meliputi (BNN, 2004) :
1) Pencegahan primer
Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan kepada
mereka, individu, keluarga, kelompok atau komunitas yang memiliki
risiko tinggi terhadap penyalahgunaan NAPZA, untuk melakukan
intervensi agar individu, kelompok, dan masyarakat waspada serta
memiliki ketahanan agar tidak menggunakan NAPZA. Upaya
pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia dini, agar faktor yang
dapat menghabat proses tumbuh kembang anak dapat diatasi dengan
baik.
2) Pencegahan sekunder

14
Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok atau komunitas yang
sudah menyalahgunakan NAPZA. Dilakukan pengobatan agar mereka
tidak menggunakan NAPZA lagi.
3) Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah pernah
menjadi penyalahguna NAPZA dan telah mengikuti program terapi
dan rehabilitasi untuk menjaga agar tidak kambuh lagi. Sedangkan
pencegahan terhadap penyalahgunaan NAPZA yang kambuh kembali
adalah dengan melakukan pendampingan yang dapat membantunya
untuk mengatasi masalah perilaku adiksinya, detoksifikasi, maupun
dengan melakukan rehabilitasi kembali.
b. Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi.
Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala
putus zat, dengan dua cara yaitu:
1) Detoksifikasi Tanpa Subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat
yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk
menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja
sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
2) Detoksifikasi dengan Substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat
misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna
sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya
diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis
secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian
substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala
simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat
tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat
tersebut (Purba, 2008).
3) Rehabilitasi

15
Rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi
para mantan penyalahguna NAPZA kembali sehat dalam arti sehat
fisik, psikologik, sosial, dan spiritual. Dengan kondisi sehat tersebut
diharapkan mereka akan mampu kembali berfungsi secara wajar dalam
kehidupannya sehari-hari.
Menurut Hawari (2006) jenis-jenis rehabilitasi antara lain :
a. Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik ini dimaksudkan agar mantan penyalahgunaan
NAPZA benar-benar sehat secara fisik. Termasuk dalam program
rehabilitasi medik ini ialah memulihkan kondisi fisik yang lemah, tidak
cukup diberikan gizi makanan yang bernilai tinggi, tetapi juga kegiatan
olahraga yang teratur disesuaikan dengan kemampuan masing-masing
yang bersangkutan.
b. Rehabilitasi Psikiatrik
Rehabilitasi psikiatrik ini dimaksudkan agar peserta rehabilitasi
yang semula bersikap dan bertindak antisosial dapat dihilangkan,
sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan baik dengan sesama
rekannya maupun personil yang membimbing atau mengasuhnya.
Termasuk rehabilitasi psikiatrik ini adalah psikoterapi/konsultasi
keluarga yang dapat dianggap sebagai “rehabilitasi” keluarga terutama
bagi keluarga-keluarga broken home. Konsultasi keluarga ini penting
dilakukan agar keluarga dapat memahami aspek-aspek kepribadian
anaknya yang terlibat penyalahgunaan NAPZA, bagaimana cara
menyikapinya bila kelak ia telah kembali ke rumah dan upaya
pencegahan agar tidak kambuh.
c. Rehabilitasi Psikososial
Dengan rehabilitasi psikososial ini dimaksudkan agar peserta
rehabilitasi dapat kembali adaptif bersosialisasi dalam lingkungan
sosialnya, yaitu di rumah, di sekolah/kampus dan di tempat kerja.
Program ini merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat. Oleh
karena itu, mereka perlu dibekali dengan pendidikan dan keterampilan
misalnya berbagai kursus ataupun balai latihan kerja yang dapat

16
diadakan di pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila
mereka telah selesai menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan
kembali ke sekolah/kuliah atau bekerja.
d. Rehabilitasi Psikoreligius
Rehabilitasi psikoreligius memegang peranan penting. Unsur
agama dalam rehabilitasi bagi para pasien penyalahguna NAPZA
mempunyai arti penting dalam mencapai penyembuhan. Unsur agama
yang mereka terima akan memulihkan dam memperkuat rasa percaya
diri, harapan dan keimanan. Pendalaman, penghayatan dan
pengamalan keagamaan atau keimanan ini akan menumbuhkan
kekuatan kerohanian pada diri seseorang sehingga mampu menekan
risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan
NAPZA.
e. Forum Silaturahmi
Forum silaturahmi merupakan program lanjutan (pasca rehabilitasi)
yaitu program atau kegiatan yang dapat diikuti oleh mantan
penyalahguna NAPZA (yang telah selesai menjalani tahapan
rehabilitasi) dan keluarganya. Tujuan yang hendak dicapai dalam
forum silaturahmi ini adalah untuk memantapkan terwujudnya rumah
tangga/keluarga sakinah yaitu keluarga yang harmonis dan religius,
sehingga dapat memperkecil kekambuhan penyalahgunaan NAPZA.
f. Program Terminal
Pengalaman menunjukkan bahwa banyak dari mereka sesudah
menjalani program rehabilitasi dan kemudian mengikuti forum
silaturahmi, mengalami kebingungan untuk program selanjutnya.
Khususnya bagi pelajar dan mahasiswa yang karena keterlibatannya
pada penyalahgunaan NAPZA di masa lalu terpaksa putus sekolah
menjadi pengangguran; perlu menjalani program khusus yang
dinamakan program terminal (re-entry program), yaitu program
persiapan untuk kembali melanjutkan sekolah/kuliah atau bekerja.
2.9 Peran dan Fungsi Perawat

17
Masalah penyaLahgunaan NAPZA merupakan masalah global dan
memerlukan partisipasi aktif seluruh komponen bangsa dalam penanganannya,
termasuk tenaga kesehatan. Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan mutlak
wajib melaksanakan fungsi dan perannya untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat termasuk penanganan penyalahgunaan NAPZA.
1. Fungsi Perawat
a. Independent
Fungsi independent perawat adalah ”those activities that are considered to
be within nursing’s scope of diagnosis and treatment”. Dalam fungsi ini
tindakan perawat dalam penanganan klien pengguna NAPZA tidak
memerlukan perintah dokter. Tindakan perawat bersifat mandiri,
berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. Dalam kaitan dengan
penanggulangan penggunaan NAPZA tindakan perawat diantaranya:
- Pengkajian klien pengguna NAPZA.
- Membantu klien pengguna NAPZA memenuhi kegiatan sehari-hari.
- Mendorong klien berperilaku secara wajar
b. Interdependent
Fungsi interdependent perawat adalah ”carried out in conjunction with
other health team members”. Tindakan perawat berdasar pada kerja sama
dengan tim perawatan atau tim kesehatan lain. Fungsi ini dilaksanakan
dengan pembentukan tim yang dipimpin oleh seorang dokter. Dan anggota
tim kesehatan lain bekerja sesuai kompetensinya masing-masing. Contoh
tindakannya adalah melakukan kolaborasi rehabilitasi klien pengguna
NAPZA, dimana perawat bekerja dengan psikiater, social worker, ahli gizi
juga rohaniwan.
c. Dependent
Fungsi dependent perawat adalah “the activities perfomed based on the
physician’s order”. Dalam fungsi ini perawat bertindak membantu
dokter dalam meberikan pelayanan medik. Perawat membantu dokter
memberikan pelayanan pengobatan atau pemberian psikofarmaka dan
tindakan khusus yang menjadi kewenangan dokter dan seharusnya
dilakukan oleh dokter. Contoh pada tindakan detoksifikasi NAPZA.

18
1. Peran Perawat
Peran perawat ini diterjemahkan dalam perannya sebagai provider,
edukator, advokator, dan role model.
1) Provider/Pelaksana
Peran ini menekankan kemampuan perawat sebagai
penyedia layanan keperawatan (praktisi). Perawat baik secara
langsung maupun tidak langsung memberikan asuhan
keperawatan kepada klien dengan ketergantungan obat-obatan
terlarang baik secara individu, keluarga, atau pun masyarakat.
Peran ini biasanya dilaksanakan oleh perawat di tatanan
pelayanan seperti rumah sakit khusus ketergantungan obat, unit
pelayanan psikiatri, puskesmas atau di masyarakat. Untuk
mencapai peran ini seorang perawat harus mempunyai
kemampuan bekerja secara mandiri dan kolaborasi, memiliki
pengetahuan tentang ilmu dan kiat keperawatan, mempunyai
pengetahuan tentang NAPZA, keterampilan, sikap empati
dalam memberikan asuhan keperawatan. Dalam menjalankan
peran sebagai care giver, perawat menggunakan metode
pemecahan masalah dalam bentuk asuhan proses keperawatan
untuk membantu klien mengatasi masalah kesehatannya.
2) Edukator/Pendidik
Peran ini menekankan kepada tindakan promotif. Perawat
melakukan pendidikan kesehatan tentang NAPZA dan
dampaknya bagi kesehatan kepada klien baik individu,
keluarga atau kelompok yang berada di bawah
tanggungjawabnya. Untuk melaksanakan peran ini, perawat
harus mempunyai keterampilan dalam hubungan interpersonal
yang efektif, mengetahui prinsip yang dianut oleh klien,
mempunyai kemampuan proses belajar dan mengajar dan
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang NAPZA.
3) Advokat.

19
Hal yang tidak pernah disadari adalah pengguna NAPZA
sebenarnya ”korban”. Langkah saat ini dimana menempatkan
pengguna napza sebagai kriminal sebenarnya sangat tidak
tepat, karena sebenarnya yang dibutuhkan oleh pengguna
NAPZA adalah akses terhadap layanan-layanan yang dapat
membantu mereka pulih dari kecanduannya. Di Indonesia saat
ini sudah ada peraturan yang menyebutkan bahwa pengguna
napza dapat dikirim ke panti rehabilitasi untuk menjalani
perawatan sebagai ganti hukuman kurungan. Namun
sayangnya, semenjak peraturan tersebut berlaku tahun 1997
(UU no.22 tahun 1997 tentang narkotika & UU no.5 tahun
1997 tentang psikotropika). Belum banyak yang dikirim ke
panti rehabilitasi atas perintah hakim di pengadilan. Hal ini
terjadi terutama karena masih kurangnya batasan antara
pengguna dan pengedar di dalam UU Narkotika yang sekarang
berlaku. Disinilah perawat harus mengambil peranan sebagai
protector dan advocat. Peran ini dilaksanakan dengan berupaya
melindungi klien, mengupayakan terlaksananya hak dan
kewajiban klien, selalu “berbicara untuk pasien” dan menjadi
penengah antara pasien dengan orang lain, membantu dan
mendukung klien dalam membuat keputusan serta
berpartisipasi dalam menyusun kebijakan kesehatan terutama
program rehabilitasi pengguna NAPZA.
4) Role model
Keperawatan merupakan sebuah profesi dimana masyarakat
memandang perawat sebagai seorang tokoh yang dihargai,
diangga orang yang paling banyak tahu tentang kesehatan. Hal
ini menjadikan seorang perawat terikat oleh kode etik profesi
dalam menjalankanperannya baik di tatanan pelayanan maupun
di kehidupan sosial masyarakat. Adalah suatu keharusan
sebagai seorang perawat memberikan contoh hidup yang sehat.
Namun tanpa disadari perawat merupakan salah satu profesi

20
yang berpotensi tinggi mendorong seorang perawat menjadi
pengguna NAPZA. Hal ini karena pengetahuan yang
dimilikinya tentang obat-obatan dan kesempatan terbuka
terhadap akses layanan obat-obatan di tatanan pelayanan.
Untuk itu diperlukan jiwa yang kuat agar perawat terhindar dari
mapraktik yang menjurus kepada penyalahgunaan NAPZA.
Hal ini mengingat masayarakat akan memandang perawat
adalah orang yang seharusnya bersih dari segala kemungkinan
terjadinya gangguan kesehatan.
2.10 Pohon Masalah

Risiko Bunuh Diri

Risiko perilaku kekerasan

Halusinas Efek

Intoksikasi Core

Penyalahgunaan Zat Cause

Harga Diri
Rendah

Gangguan Konsep Diri

Koping individu tidak efektif

21
2.11 Masalah Yang Sering Timbul
1. Ancaman kehidupan (kondisi overdosis)
a. Tidak efektifnya jalan napas (depresi system pernapasan) berhubungan
dengan intoksikasi opioida, sedative hipnotik, alkohol.
b. Gangguan kesadaran berhubungan dengan intoksikasi sedative hipnotik,
alkohol
c. Gangguan keseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan delirium
tremens (putus zat alkohol)
d. Amuk berhubungan dengan intoksikasi sedative hipnotik.
e. Potensial melukai diri/lingkungan berhubugan dengan intoksikasi alkohol,
sedative hipnotik
f. Potensial merusak diri/bunuh diri berhubungan dengan putus zat MDMA
(ekstasi).
2. Kondisi intoksikasi
a. Cemas berhubungan dengan intoksikasi ganja
b. Perilaku agresif berhubungan dengan intoksikasi sedative hipnotik, alkohol
c. Gangguan komunikasi verbal berhubugan dengan intoksikasi sedative
hipnotik, alkohol, opionida
d. Gangguan kognitif berhubungan dengan intoksikasi sedative hipnotik,
alkohol, kanabis, opioida
e. Gangguan rasa nyaman, seperti mual/muntah berhubungan dengan
intoksikasi MDMA (ekstasi).
3. Sindroma putus zat (withdrawal)
a. Kejang berhubungan dengan putus zat alkohol, sedative hipnotik
b. Gangguan persepsi (halusinansi) berhubungan dengan putus zat alkohol,
sedative hipnotik
c. Gangguan proses berpikir (waham) berhubungan dengan putus zat alkohol,
sedative hipnotik
d. Gangguan tidur (insomnia, hypersomnia) berhubungan dengan putus zat
alkohol, sedative hipnotik opioida, MDMA (ekstasi)
e. Gangguan rasa nyaman (mual, muntah) berhubugan dengan putus zat
alkohol, sedative hipnotik, opioida
f. Gangguan rasa nyaman (nyeri sendi, otot, tulang) berhubungan dengan putus
zat opioida.

22
g. Gangguan afektif (depresi) berhubungan dengan putus zat MDMA (ekstesi)
h. Perilaku manipulative berhubungan dengan putus zat opioida
i. Terputusnya program perawatan (melarikan diri, pulang paksa) berhubungan
dengan kurangnya system dukungan keluarga
j. Cemas (keluarga) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dalam
merawat pasien ketergantungan zat adiktif
k. Potensial gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan
putus zat opioida.
4. Pascadetoksikasi (Rehabilitasi)
a. Gangguan pemusata perhatian berhubungan dengan dampak penggunaan zat
adiktif b.
b. Gangguan kegiatan hidup sehari-hari (activity daily life-ADL) berhubungan
dengan dampak penggunaan zat adiktif
c. Pemecahan masalah yang tidak efektif berhubungan dengan kurang
pengetahuan, pola asuh yang salah, dan tidak mampu asertif
d. Gangguan konsep diri (harga diri rendah) berhubungan dengan pemecahan
masalah yang tidak adekuat sehingga melakukan pengguanaan zat adiktif
e. Potensial melarikan diri berhubungan dengan ketergantungan psikologis
ganja dan alkohol
f. Potensial kambuh (relaps) berhubungan dengan kurang/tidak adanya system
dukungan keluarga.
2.12 Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Setiap melakukan pengkajian, tulis tanggal pengkajian, tanggal dan
tempat klien dirawat.
1. Identitas klien
Identitas klien yang perlu di tulis adalah nama klien, jenis kelamin,
umur (biasanya pada usia produktif), pendidikan (segala jenis/ tingkat
pendidikan beresiko menggunakan NAPZA), pekerjaan (tingkat
keseriusan/ tuntutan dalam pekerjaannya dapat menimbulkan
masalah), status (belum menikah, menikah atau bercerai), alamat,
kemudian nama perawat
2. Data Demografi

23
Buatlah genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan
hubungan klien dan keluarga. Jelaskan: Seseorang yang berada dalam
disfungsi keluarga akan tertekan dan ketertekanan itu dapat
merupakan faktor penyerta bagi dirinya terlibat dalam
penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA, kondisi keluarga yang tidak
baik itu adalah: 1) Keluarga yang tidak utuh: orang tua meninggal,
orang tua cerai, dll, 2) kesibukan orang tua, 3) hubungan interpersonal
dalam keluarga tidak baik
3. Keluhan Utama
Biasanya karena timbul gejala-gejala penyalahgunaan NAPZA.
Alasan masuk tanyakan pada keluarga klien.
4. Riwayat Penggunaan Zat Sebelumnya
Tanyakan pada klien apakah pernah menggunakan narkotika,
psikotropika atau zat adiktif lainnya sebelumnya.
5. Riwayat Pengobatan
Tanyakan pada klien dan keluarga apakah klien sudah mendapatkan
terapi dan rehabilitasi. Biasanya klien yang telah mendapatkan terapi
sebagian besar akan mengulangi kebiasaannya menggunakan NAPZA.
6. Faktor Predisposisi
Kaji hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien menjadi
pecandu/ pengguna NAPZA, baik dari pasien maupun keluarga
seperti: Factor biologis, factor psikologis dan faktor sosial kultural
7. Faktor Presipitasi
Kaji faktor yang membuat klien menggunakan napza:
a. Pernyataan untuk mandiri dan membutuhkan teman sebaya
sebagai pengakuan (resiko relatif untuk terlibat NAPZA 81,3%)
b. Sebagai prinsip kesenangan, menghindari sakit/stress
c. Kehilangan seseorang atau sesuatu yang berarti
d. Diasingkan oleh lingkungan: rumah, teman-teman
e. Kompleksitas dari kehidupan modern
8. Pemeriksaan Fisik

24
a. Keadaan umum: klien dengan pengguna napza biasanya akan
dijumpai kondisi yang disebut intoksikasi (teler) yang
menyebabkan perubahan memori, perilaku, kognitif, alam
perasaan dan kesadaran.
b. Tanda-tanda vital
• Tekanan darah : hipotensi/normal
• Nadi : takikardi
• Suhu : meningkat, berhubungan dengan gangguan
keseimbangan cairan elektrolit
• Pernafasan : sesak nafas, nyeri dada
• Berat badan : mengalami penurunan akibat nafsu makan
menurun
• Keluhan fisik : nyeri sendi, otot dan tulang
9. Psikososial
Klien dengan pengguna napza akan mengalami perubahan dalam
kehidupan individualnya baik yang bersifat psikologik maupun
kehidupan social seperti:
a. Prestasi sekolah menurun secara drastis/anjlok
b. Pola tidur berubah, misalnya pagi susah dibangunkan dan malam
suka begadang
c. Selera makan berkurang 24
d. Banyak mengurangi diri dalam kamar, menghindari bertemu
anggota keluarga lainnya karena takut ketahuan, dan menolak
makan bersama
e. Bersikap tidak ramah, kasar terhadap anggota keluarga lainnya,
dan mulai suka berbohong
f. Mabuk, bicara pelo (cadel), dan jalan sempoyongan
10. Konsep Diri
a. Citra tubuh : Klien mungkin merasa tubuhnya baik-baik saja
b. Identitas : Klien mungkin kurang puas terhadap dirinya sendiri
c. Peran : klien meruapakan anak keberapa dari berapa saudara
d. Ideal diri : Klien menginginkan keluarga dan orang lain menghargainya

25
e. Harga diri : Kurangnya penghargaan keluarga terhadap perannya
11. Hubungan Sosial
Banyak mengurung diri dalam kamar, menghindari bertemu anggota
keluarga lainnya karena takut ketahuan, dan menolak makan bersama.
Bersikap tidak ramah, kasar terhadap anggota keluarga lainnya, dan
mulai suka berbohong
12. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Menurut masyarakat, NAPZA tidak baik
untuk kesehatan.
b. Kegiatan ibadah : Tidak menjalankan ibadah selama menggunakan
NAPZA
13. Status Mental
a. Penampilan Tidak rapi, tidak sesuai dan cara berpakaian tidak
seperti biasanya
b. Pembicaraan Kaji cara bicara klien apakah cepat, keras, gagap,
apatis, lambat atau membisu Biasanya klien menghindari kontak
mata langsung, berbohong atau memanipulasi keadaa,
bengong/linglung
c. Aktivitas Motorik
• Kelambatan : hipoaktifitas (lesu), katalepsi (gangguan
kesadaran)
• Peningkatan : gelisah, TIK, grimasen (gerakan otot muka yang
berubah-ubah, tidak dapat dikontrol), tremor, kompulsif
(kegiatan yang dilakukan berulang)
d. Afek Dan Emosi
• Afek : tumpul (datar) dikarenakan terjadi penurunan kesadaran
• Emosi : klien dengan penyalahgunaan NAPZA biasanya
memiliki emosi yang berubah-ubah (cepat marah, depresi,
cema, eforia)
e. Interaksi Selama Wawancara Kontak mata kurang dan cepat
tersinggung. Biasanya klien akan menunjukkan rasa curiga
14. Persepsi

26
Biasanya klien mengalami halusinasi
15. Proses Piker
Klien pecandu ganja mungkin akan banyak bicara dan tertawa
sehingga menunjukkan tangensial. Beberapa NAPZA menimbulkan
penurunan kesadaran, sehingga klien mungkin kehilangan asosiasi
dalam berkomunikasi dan berpikir.
16. Isi Piker
Pecandu ganja mudah percaya mistik, sedangkan amfetamin
menyebabkan paranoid sehingga menunjukkan perilaku phobia.
Pecandu amfetamin dapat mengalami waham curiga akibat
paranoidnya
17. Tingkat Kesadaran
Menunjukkan perilaku bingung, disorientasi dan sedasi akibat
pengaruh NAPZA.
18. Memori
Golongan NAPZA yang menimbulkan penurunan kesadaran mungkin
akan menunjukkan gangguan daya ingat jangka pendek.
19. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung Secara umum klien NAPZA
mengalami penurunan konsentrasi. Pecandu ganja mengalami
penurunan berhitung.
20. Kemampuan Penilaian Penurunan kemampuan menilai terutama
dialami oleh klien alkoholik. Gangguan kemampuan penilaian dapat
ringan maupun bermakna.
21. Daya Tilik Diri Apakah mengingkari penyakit yang diderita atau
menyalahkan hal-hal diluar dirinya
B. Diagnosa
1. Risiko Bunuh Diri berhubungan dengan perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi sensori persepsi
3. Halusinasi persepsi sensori berhubungan dengan intoksikasi akibat
penyalahgunaan zat

27
C. Intervensi

Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
1 Risiko Bunuh Diri TUM:
Klien tidak melakukan
percobaan bunuh diri
TUK:
1. Klien dapat membina Ekspresi wajah bersahabat, 1. Perkenalkan diri dengan klien
hubungan saling percaya menunjukkan rasa senang, ada 2. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar
kontak mata, mau berjabat tangan, dan tidak menyangkal.
mau menyebutkan nama,mau 3. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
menjawab salam, klien maududuk 4. Bersifat hangat dan bersahabat.
berdampingan dengan perawat, mau 5. Temani klien saat keinginan mencederai
mengutarakanmasalah yang diri meningkat.
dihadapinya
2. Klien dapat terlindung 1. Jauhkan klien dari benda benda yang dapat
dari perilaku bunuh diri membahayakan (pisau, silet, gunting, tali,
kaca, dan lain lain).
2. Tempatkan klien di ruangan yang tenang
dan selalu terlihat oleh perawat.
3. Awasi klien secara ketat setiap saat
3. Klien dapat Klien dapat mengekspresikan 1. Dengarkan keluhan yang dirasakan.
mengidentifikasi perasaannya 2. Bersikap empati untuk meningkatkan
penyebab keinginan ungkapan keraguan, ketakutan dan
bunuh diri keputusasaan.
3. Beri dorongan untuk mengungkapkan
mengapa dan bagaimana harapannya.
4. Beri waktu dan kesempatan untuk
menceritakan arti penderitaan, kematian,
dan lain lain.
5. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan
klien yang menunjukkan keinginan untuk
hidup.
4. Klien dapat Klien dapat mengatasi 1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat

28
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
meningkatkan harga diri keputusasaannya mengatasi keputusasaannya.
1. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal
individu.
2. Bantu mengidentifikasi sumber sumber
harapan (misal: hubungan antar sesama,
keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
5. Klien dapat 1. Klien dapat melakukan kegiatan 1. Ajarkan untuk mengidentifikasi
menggunakan koping yang menyenangkan pengalaman-pengalaman yang
yang adaptif menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-
jalan, membaca buku favorit, menulis surat
dll.)
2. Klien dapat menahan untuk 2. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia
bunuh diri dengan memikirkan cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya
orang-orang yang ia sayangi terhadap kehidupan orang lain,
mengesampingkan tentang kegagalan dalam
kesehatan.
3. Klien dapat berbagi pengalaman 3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan
mengenai masalah atau penyakit pada orang lain yang mempunyai suatu
yang sama pada orang lain masalah dan atau penyakit yang sama dan
dengan koping yang efektif telah mempunyai pengalaman positif dalam
mengatasi masalah tersebut dengan koping
yang efektif

2 Risiko Perilaku TUM:


Mencederai diri Klien tidak mencederai diri
berhubungan dengan sendiri,orang lain dan
perilaku kekerasan lingkungan
TUK: 1. Klien mau membalas salam 1 Beri salam/panggil nama
1. Klien dapat membina 2. Klien mau menjabat tangan
hubungan saling percaya 3. Klien mau menyebutkan nama 2 Sebut nama perawat sambil jabat tangan
4. Klien mau tersenyum 3 Jelaskan maksud hubungan interaksi
29
4 Jelaskan tentang kontak yang akan dibuat

30
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
1. Klien mau kontak mata 5. Beri rasa aman dan sikap empati
2. Klien mau mengetahui nama 6. Lakukan kontak singkat tetapi sering
perawat
2. Klien dapat 1. Klien mengungkapkan 1. beri kesempatan untuk
mengidentifikasi perasaannya mengungkapkanperasaannya
penyebab perilaku 2. Klien dapat mengungkapkan 2. bantu klien untuk mengungkapkan
kekerasan penyebab perasaan jengkel/kesal penyebabperasaan jengkel/kesal
(dari diri sendiri, lingkungan atau
orang lain)
3. Klien dapat 1. Klien dapat mengungkapkan 1. Anjurkan klien mengungkapkan apa yang
mengidentifikasi tanda perasaan saat marah/jengkel dialami dan dirasakannya saat
dan gejala perilaku jengkel/marah
kekerasan 2. Klien dapat menyimulkan tanda 2. Observasi tanda dan gejala perilaku
dan gejala jengkel/kesal yang kekerasan pada klien
dialaminya 3. Simpulkan bersama klien tanda dan
gejalajengkel /kesal yang dialami
klien
4. Klien dapat 1. Klien dapat mengungkapkan 1. Anjurkan klien untuk mengungkapkan
mengidentifikasi perilaku perilaku kekerasan yang biasa perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
kekerasan yang bias dilakukan klien (verbal, pada orang lain, lingkungan
dilakukan dan pada diri sendiri)
2. Klien dapat bermain peran sesuai 2. Bantu klien bermain peran sesuai dengan
perilaku kekerasan yang biasa perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
dilakukan 3. Bicarakan dengan klien, apakah dengan
3. Klien dapat mengetahui cara yang cara yang klien lakukan masalahnya
biasa dilakukan untuk selesai
menyelesaikan masalah
5. Klien dapat 1. Klien dapat menjelaskan akibat 1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang
mengidentifikasi akibat dari cara yang digunakan klien: dilakukan klien
perilaku kekerasan - Akibat pada klien sendiri 2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari
- Akibat pada orang lain cara yang dilakukan oleh klien
- Akibat pada lingkungan 3. Tanyakan kepada klien “apakah ia ingin
mempelajari cara baru yang sehat?”
31
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
6. Klien dapat 1. Klien dapat menyebutkan contoh 1. Diskusikan kegiatan fisik yang biasa
mendemonstrasikan cara pencegahan perilaku kekerasan dilakukan klien
fisik untuk mencegah secara fiik 2. Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa
perilaku kekerasan - Tarik napas dalam dilakukan klien
- Pukul kasur dan bantal 3. Diskusikan dua cara fisik yang paling
- Dll: kegiatan fisik mudah dilakukan untuk mencegah perilaku
kekerasan, yaitu: tarik nafas dalam dan
pukul kasur serta bantal
2. Klien dapat mendemonstrasikan 1. Diskusikan cara melakukan tarik nafas
cara fisik untuk mencegah dalam dengan klien
perilaku kekerasan 2. Beri contoh kepada klien tentang cara
menarik nafas dalam
3. Minta klien mengikuti contoh yang
diberikan sebanyak 5 kali
4. Beri pujian positif atas kemampuan klien
mendemonstrasikan cara menarik napas
dalam
5. Tanyakan perasaan klien setelah selesai
6. Anjurkan klien untuk menggunakan cara
yang telah dipelajari saat marah/jengkel
7. Lakukan hal yang sama dengan 6.2.1
sampai 6.2.6 untuk cara fisik lain di
pertemuan yang lain
3. Klien mempunyai jadwal untuk
1. diskusikan dengan klien mengenai
melatih cara penegahan fisik yang
frekuensi latihan yang akan dilakukan
telah dipelajari sebelumnya
sendiri oleh klien
2. susun jadwal kegiatan untuk melatih cara
yang telah dipeajari
4. Klien mengevaluasi
kemampuannya dalam melakukan 1. klien mengevaluasi pelaksanaan latihan,
cara fisik sesuai jadwal yang cara pencegahan perilaku kekerasan yang
telah disusun telah dilakukan denngan mengisi jadwal
kegiatan harian (self-evaluation)
2. validasi kemampuan klien dalam
32
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
melaksanakan latihan
1. berikan pujian atas keberhasilan klien
2. tanyakan kepada klien: “apakah kegiatan
cara pencegahan perilaku kekerasan dapat
mengurangi perasaan marah”
7. klien dapat 1. klien dapat menyebutkan cara 1. diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
mendemonstrasikan cara bicara (verbal) yang baik dalam 2. berikan contoh cara bicara yang baik:
social untuk mencegah mencegah perilaku kekerasan - meminta dengan baik
perilaku kekerasaan - meminta dengan baik - menolak dengan baik
- menolak dengan baik - mengungkapkan perasaan dengan baik
- mengungkapkan perasaan
dengan baik

1. minta klien mengikuti contoh cara bicara


2. klien dapat mendemonstrasikan yang baik:
cara verbal yang baik - meminta dengan baik: “saya minta
uang untuk beli makan”
- menolak dengan baik: “maaf, saya
tidak dapat melakukannya karena
ada kegiatan lain”
- mengungkapkan perasaan dengan
baik: “saya kesal karena
permintaan saya tidak dikabulkan”
2. minta klien mengulang sendiri
3. beri pujian atas keberhasilan klien

3. klien mempunyai jadwal untuk 1. diskusikan dengan klien tentanng waktu


melatih cara bicara yang baik dankondisi cara bicara yang dapat diatih di
ruangan, misalnya: meminta obat, baju,
dll.; menolak ajakan merokok, tidur tidak
pada waktunya; menceritakan kekesalan
kepada perawat.
33
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
1. klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara
4. klien melakukan evaluasi bicara yang baik dengan mengisi jadwal
terhadap kemampuan cara kegiatan (self-evaluation)
bicarayang sesuai dengan 2. validasi kemampuan klien dalam
jadwal yang telah disusun melaksanakan latihan
3. berikan pujian atas keberhasilan klien.
4. tanyakan kepada klien: “bagaimana perasaan
klien setelah latihan bicara yang baik?
Apakah keinginan marah berkurang?”
8. klien dapat 1. klien dapat menyebutkan 1. diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang
mendemonstrasikan cara kegiatan ibadah yang biasa pernah dilakukan
spiritual untuk mencegah dilakukan
perilaku kekerasan
2. klien dapat mendemonstrasikan 1. bantu klien menilai kegiatan ibadah yang
cara ibadah yang dipilih dapat dilakukan di ruang rawat
2. Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang
akan dilakukan
3. Minta klien mendemonstrasikan kegiatan
ibadah yang dipilih
4. beri pujian atas keberhasilan klien

3. klien mempunyai jadwal untuk 1. diskusikan dengan klien tentang waktu


melatih kegiatan ibadah pelaksanaan kegiatan ibadah
2. susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan
ibadah

4. klien melakukan evaluasi 1. klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan


terhadap kemampuan melakukan ibadah dengan mengisi jadwal kegiatan
kegiatan ibadah harian (self-evaluation)
2. validasi kemampuan klien dalam
melaksanakan latihan
3. berikan pujian atas keberhasilan klien.

34
4. tanyakan kepada klien: “bagaimana perasaan

35
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
klien setelah latihan bicara yang baik?
Apakah keinginan marah berkurang?”
9. klien dapat 1. klien dapat menyebutkan jeins, 1. diskusikan dengan klien tentang jenis obat
mendemonstrasikan dosis, dan waktu minum obat yang diminumnya (nama, warna,
kepatuhan minum obat serta manfaat dari obat itu besarnya); waktu minum obat )jika 3 kali:
untuk mencegah perilaku (prinsip 5 benar: benar orang, pkl. 07.00, 13.00, 19.00) cara minum obat
kekerasan benar obat, dosis, waktu dan cara 2. diskusikan dengan klien tentang manfaat
pemberian) minum obat secara teratur:
- beda perasaan sebelum minum obat dan
sesudah minum obat
- jelaskan bahwa dsis hanya boleh diubah
oleh dokter
- jelaskan mengenai akibat minum obat
yang tidak teratur, misalnya penyakitnya
kambuh

2. klien mendemonstrasikan 1. diskusikan tentang proses minum obat:


kepatuhan minum obat sesuai - klien meminta obat kepada perawat (jika
jadwal yang ditetapkan dirumah sakit), kepada keluarga (jika di
rumah)
- klien memeriksa obat sesuai dosisnya
- klien meminum obat pada waktu yang
tepat.
2. susun jadwal minum obat bersama klien

3. klien mengevaluasi 1. klien mengevaluasi pelaksanaan inum obat


kemampuannya dalam memenuhi dengan mengisi jadwal kegiatan harian
minum obat 2. validasi pelaksanaan minum obat klien
3. beri pujian atas keberhasilan klien
4. tanyakan kepada klien: :bagaimana
perasaan klien dengan minum obat secara
teratur? Apakah keinginan untuk marah
berkurang?”
36
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi

10. klien dapat mengikuti 1. klien mengikuti TAK: stimulasi 1. anjurkan klien untuk ikut TAK: stimulasi
TAK: stimulasi persepsi persepsi pencegahan perilaku persepsi pencegahan perilaku kekerasan
pencegahan perilaku kekerasan 2. klien mengikuti TAK: stimulasi persepsi
kekerasan pencegahan perilaku kekerasan (kegiatan
tersendiri)
3. diskusikan dengan klien tentang kegiatan
selama TAK
4. fasilitas klien untuk mempraktikkan hasil
kegiatan TAK dan beri pujian atas
keberhasilan

2. klien mempunyai jadwal TAK: 1. diskusikan dengan klien tentang jadwal


stimulasi persepsi pencegahan TAK
perilaku 2. masukkan jadwal TAK ke dalam jadwal
kegiatan harian klien

3. klien melakukan evaluasi 1. klien mengevaluasi pelaksanaan TAK


terhadap pelaksanaan TAK dengan mengisi jadwal kegiatan harian
2. validasi kemampuan klien dalam mengikuti
TAK
3. beri pujian atas kemampuan mengikuti
TAK
4. tanyakan kepada klien: “bagaimana
perasaan klien setelah ikut TAK?”
11. klien mendapatkan 1. keluarga dapat 1. identifikasi kemampuan keluarga dalam
dukungan keliarga mendemonstrasikan cara merawat klien sesuai dengan yang telah
dalam melakukan cara merawat klien dilakukan keluarga terhadap klien selama
pencegahan perilaku ini
kekerasan 2. jelaskan keuntungan peran serta keluarga
dalam merawat klien
3. jelaskan cara-cara merawat klien:

37
- terkait dengan cara mengontrol perilaku

38
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
marah secara konstruktif
- sikap dan cara bicara
- membantu klien mengenal penyebab marah
dan pelaksanaan cara pencegahan perilaku
keekrasan
4. bantu keluarga mendemonstrasikan cara
merawat klien
5. bantu keluarga mengungkapkan
perasaannya setelah melakukan
demonstrasi
6. anjurkan keluarga mempraktikannya pada
klien selama dirumah sakit dan
melanjutkannya setelah pulang ke rumah
3 Gangguan persepsi TUM:
sensori Klien tidak mengalami
halusinasi
TUK:
1. Klien dapat membina 1. Ekspresi wajah bersahabat, 1. Bina hubungan saling percaya dengan
hubungan saling percaya menunjukkan rasa senang, ada mengungkapkan prinsip komunikasi
kontak mata, mau berjabat terapeutik:
tangan, mau menyebutkan - Sapa klien dengan ramah baik verbal
nama, mau menjawab salam, maupun non verbal
klien mau duduk berdampingan - Perkenalkan diri dengan sopan
dengan perawat, mau - Tanyakan nama lengkap dan nama
mengutarakan masalah yang panggilan yang disukai klien.
dihadapinya. - Jelaskan tujuan pertemuan
- Tunjukkan sifat empati dan menerima
klien apa adanya.
- Beri perhatian kepada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien
2. Kien dapat mengenal 2. Klien dapat menyebutkan 1. Adakan kontak sering dan singkat secara
halusinasinya waktu,isi, dan frekuensi bertahap.
timbulnya halusinasi. 2. Observasi tingkah laku klien yang terkait
39
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
dengan halusinasinya : bicara dan tertawa
tanpa stimulus dan memandang kekiri/
kekanan/kedepan seolah-olah ada teman
bicara
1. Bantu klien mengenal halusinasinya
• Jika menemukan klien sedang
berhalusinasi : tanyakan apakah ada
suara yang didengarnya.
• Jika klien menjawab ada, lanjutkan : apa
yang dikatakan suara itu
• Katakan bahwa perawat percaya klien
mendengar suara itu, namun perawat
sendiri tidak mendengarnya (dengan
nada bersahabat tanpa menuduh atau
mmenghakimi )
• Katakana bahwa klien lain juga ada yang
menseperti klien.
• Katakan perawat akan
membantu klien.
2. Diskusikan dengan klien :
• Situasi yang menimbulkan / tidak
menimbulkan halusinasi ( jika sendiri,
jengkel,atau sedih)
• Waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang, sore, dan malam ;
terus menrus atau sewaktu – waktu)
3 Klien dapat mengungkapkan
bagaimana perasaannya 1. Diskusikan dengan klien tentang apa yang
terhadap halusinasi tersebut. dirasakannya jika terjadi halusinasi
(Marah/takut. Sedih, dan senang) , beri
kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaannya.

40
3. Klien dapat mengontrol 1. Klien dapat menyebutkan 1. Identifikasi bersama klien tindakan yang
halusinasinya tindakan yang biasanya dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur,

41
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
dilakukan untuk mengendalikan marah, menyibukkan diri, dan lain-lain.)
halusinasi 2. Diskusikan manfaaat dan cara yang
digunakan klien, jika bermanfaat, beri
pujian pada klien

1. Klien dapat meneyebutkan cara 3. Diskusikan dengan klien tentang cara baru
baru mengontrol halusinasi mengontrol halusinasi :
1. Menghardik/ mengsuir/ tidak
memperdulikan halusinasinya
2. Bercakap-cakap dengan orang lain jika
halusinasi itu muncul
3. Melakukan kegiatan
sehari-hari
2. Klien dapat mendemonstrasi-
kan cara menghardik halusinasi 1. Beri contoh cara menghardik halusinasi
“pergi, saya tidak mau mendengar kamu”
2. Minta klien mengikuti contoh yang
diberikan dan minta klien untuk
mengulanginya
3. Beri pujian atas keberhasilan klien
4. Susun jadwal latihan klien dan minta klien
untuk mengisi jadwal kegiatan
5. Tanyakan kepada klien : “bagaimana
perasaannya setelah menghardik? Apakah
halusinasinya berkurang?” Berikan pujian.
3. Klien dapat mendemonstrasikan
bercakap-cakap dengan orang 1. Beri contoh percakapan dengan orang lain :
lain “Suster saya dengar suara-suara, temani
saya bercakap-cakap “
2. Minta klien mengikuti contoh percakapan
dan mengulanginya
3. Beri pujian atas keberhasilan klien
4. Susun jadwal klien untuk melatih diri,
42
mengisi kegiatan dengan bercakap-cakap,

43
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
dan mengisi jadwal kegiatan ( self-
evaluation )
3. Tanyakan kepada klien : “ bagaiamana
perasaan Tini setelah latihan bercakap-
cakap ? Apakah halusinasinya berkurang ? “
Berikan pujian “
5. Klien dapat mendemostrasikan 1. Diskusikan dengan klien tentang kegiatan
pelaksanaan kegiatan harian yang dapat dilakukan dirumah dan
sehari- hari dirumah sakit ( untuk klien halusinasi
dengan perilaku kekerasan, sesuai kan
dengan control perilaku kekerasan )
2. Latih klien untuk melakukan kegiatan yang
disepakati dan masukkan kedalam jadwal
kegiatan. Minta klien mengisi jadwal
kegiatan (self-evalution)
3. Tanyakan kepada klien : “ Bagaiman
perasaan Tini setelah melakukan kegiatan
harian ? Apakah halusinasinya berkurang ?
Berikan pujian.

6. Klien dapat mendemonstrasikan 1. Klien dapat menyebutkan jenis, dosis dan


kepatuhan minum obat untuk waktu minum obat serta manfaat obat
mencegah halusinasi. tersebut
2. Diskusikan dengan klien tentang jenis obat
yang diminum
3. Diskusikan dengan klien tentang manfaat
minum obat secara teratur :
- beda perasaan sebelum dan sesudah
minum obat
- Jelaskan bahwa dosis hanya boleh di
ubah oleh dokter
- jelaskan tentang akibat minum obat
tidak teratur : penyakit kambuh
44
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi
1. Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan
minum obat sesuai jadwal yang ditetapkan
2. Diskusikan proses minum obat :
- Klien meminta obat kepada perawat
- Klien memeriksa obat sesuai dengan
dosisnya
- Klien meminum obat pada waktu yang
tepat
3. Susun jadwal minum obat bersama klien
4. mengevaluasi kemampuan dalam mematuhi
minum obat
5. mengevaluasi pelaksanaan minum obat
dengan mengisi jadwal kegiatan harian
6. validasi pelaksanaan minum obat klien
7. beri pujian atas keberhasilan klien
8. tanyakan pada klien : “bagaimana perasaan
tini setelah melakukan kegiatan harian?
Apakah halusinasinya berkurang?” berikan
pujian.

45
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masalah penyalahgunaan narkoba / NAPZA khususnya pada remaja adalah
ancaman yang sangat mencemasakan bagi keluaga khususnya dan bagi bangsa
dan negara pada umumnya. Pengaruh narkoba sangatlah buruk, baik dari segi
kesehatan, maupun dampak sosial yang ditimbulkan.
Secara garis besar faktor yang menyebabkan terjadianya penyalahgunaan
narkoba di kalangan remaja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal yakni
yang berasal dari dalam diri sendiri baik yang berasal dari lingkungan.
Masalah pencegahan penggunaan narkoba bukanlah menjadi tugas dari
sekelompok orang saja, melainkan menjadi tugas kita bersama. Upaya pencegahan
penyarahgunaan narkoba yang dilakukan sejak dini sangatlah baik, tentunya
dengan pengetahuan yang cukup tentang penganggulangan tersebut.
Peran orang tua dalam keluarga dan juga pendidik di sekolah sangatlah besar
bagi pencegahan penanggulangan terhadap narkoba.

3.2 Saran
Dalam mencegah penyalahgunaan narkoba pihak yang bertanggung jawab
bukan hanya pemerintah penegak hukum ataupun pelayanan kesehata saja namun
diharapkam peran orang tua dalam mengawasi dan membimbing anggota
keluarganya harus lebih baik, serta lebih meluangkan waktunya untuk selalu
berada disisi anak-anaknya dalam kondisi apapun, sehingga remaja tidak
terjerumus melakukan hal-hal yang menyimpang terutama melakukan
penyalahgunaan narkoba.
Selain itu masyarakat hendaknya melakukan kegiatan yang positif dan
berguna agar remaja tidak terlibat dalam kasus penyalahgunaan narkoba serta
memperdalam iman dan taqwa guna ketahanan diri dari dalam menghadapi dan
memecahkan permasalahan hidup.

46
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI Tentang


Pedoman Penyalahgunaan Sarana Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan
dan Ketergantungan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya
(Napza). Jakarta

Hawari, D. 2000. Penyalahgunaan dan Ketergantungan Naza (Narkotika, alkohol


dan zat adiktif). FKUI: Jakarta

Keliat, dkk. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2. EGC: Jakarta
Kemenkes RI. 2014. Buletin Jendela Data dan informasi Kesehatan. Jakarta
Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha
Medika: Yogyakarta

Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Salemba Medika:
Jakarta

Simangsong Jimmy. 2015. Penyalahgunaan Nrkoba di Kalangan Remaja.


Daiakses pada tanggal 1 November 2016

Darman, Flavianus. Mengenal Jenis dan Efek Buruk Narkoba. Visimedia, Jakarta.
2006

Budiarto. 1989. Narkoba dan Pengaruhnya. Ganeca Exact. Bandung. Kartini


Kartono. 1992. Patologi Sosial 2. Kenakalan Remaja. Rajawali Press,
Jakarta

Libertus Jehani & Antoro dkk. 2006. Mencegah Terjerumus Narkoba. Visimedia.
Jakarta

Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, 2009.


Asa Mandiri. Jakarta.

47

Anda mungkin juga menyukai