Anda di halaman 1dari 19

PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DAN POTENSI SERTA

PERMASALAHAN KELAUTAN INDONESIA

Disusun oleh:
Dara Tri Handayani (2104113245)
Hendry Ramadani (2104111554)
Indriani Adha (2104126531)
Muhammad Gibran (2104111695)
Nabilla Khaira (2104113252)
Rahmawati Tanzila (2104113250)
Tri Warma Ardhana (2104135545)

PROGRAM STUDI PEMANFAAT SUMBERDAYA PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
TAHUN AJARAN 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

I) Latar Belakang
Indonesia merupakan negara maritim. Karena sebagian besar wilayah Indonesia
merupakan perairan yang luas. Kondisi itu menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang
memiliki potensi besar di bidang lautan. Dengan kondisi laut yang begitu luas berpotensi juga
timbulannya permasalahan yang terjadi di laut Indonesia. Dalam buku Mewujudkan Poros
Maritim Dunia (2015) karya Andi Iqbal Burhanuddin, sejarah menunjukkan bahwa Indonesia
merupakan negara maritim dengan kekayaan sumber daya alam kelautan yang melimpah.
Sehingga selama beberapa abad lamanya, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan peradaban di
wilayah Nusantara memiliki kekuatan ekonomi dan politik dengan berbasis pada sumber daya
kelautan.
Indonesia memiliki kekayaan yang sangat luar biasa salah satunya adalah kekayaan alam
yang sangat indah, sehingga Indonesia dilimpahi banyak hasil dari kekayaan alamnya. Wilayah
Indonesia dikelilingi oleh perairan, sehingga laut Indonesia sebagai penyumbang kontribusi bagi
laut dunia. Dengan laut Indonesia yang besar maka hasil dari perairan ini harus dilindungi,
ekosistem laut harus dijaga agar jenis ikan yang ada di laut tidak mengalami kepunahan akibat
ulah manusia yang terus menjaring ikan untuk kebutuhan manusia dan terumbu karang sebagai
pelindung wilayah pantai dari abrasi dan erosi, sehingga harus ada kebijakan dan peraturan
dalam melakukan penangkapan ikan agar habitat yang ada di laut tetap terjaga keseimbangannya.
Indonesia di tahun 2014 oleh Badan Pangan Dunia (FAO) ditetapkan menjadi negara kedua
setelah China yang dalam produksi perikanan sebanyak 6 ton. Namun, I
Indonesia mengalami permasalahan Illegal Fishing atau pencurian ikan di laut Indonesia
yang menyangkut lintas negara, sehingga menimbulkan permasalahan dalam melindungi
ekosistem laut dan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.
II) Perumusan Masalah
 Apa isu dan permasalahan pengelolaan perikanan tangkap?
 Bagaimana mengelola potensinya perikanan indonesia?
 Apa yang menyebabkan terjadinya illegal fishing?
 Apa yang menyebabkan terjadinya kerusakan di laut?
 Apa aspek dari semua akar permasalahan pengelolaan perikanan tangkap?

III) Tujuan
 Mengetahui betapa besarnya potensi perikanan yang ada di Indonesia
 Mengetahui betapa penting nya dampak dari illegal fishing
 Menambah wawasan dalam membahahas isu dan permasalahan pengelolaan
perikanan tangkap yang ada di indonesia
 Dapat memberikan aspirasi atau pun dukungan terhadap nelaya terutama di
bagian pesisir.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Potensi perikanan Indonesia

Secara potensi, perikanan Indonesia adalah yang terbesar di dunia, baik perikanan
tangkap maupun perikanan budidaya. Berdasarkan modus operandi atau cara produksi, perikanan
terbagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap (capture fisheries) dan perikanan budidaya
(aquaculture), dengan potensi produksi lestari sekitar 67 juta ton/tahun. Dari angka ini, potensi
produksi lestari (Maximum Sustainable Yield = MSY) perikanan tangkap laut sebesar 9,3 juta
ton/tahun dan perikanan tangkap di peraian darat (danau, sungai, waduk, dan rawa) sekitar 0,9
juta ton/tahun, atau total perikanan tangkap 10,2 juta ton/tahun. Sisanya, 56,8 juta ton/tahun
adalah potensi perikanan budidaya, baik budidaya laut (mariculture), budidaya perairan payau
(tambak), maupun budidaya perairan tawar (darat).
Potensi sektor perikanan Indonesia adalah yang terbesar di dunia, baik perikanan tangkap
maupun perikanan budidaya dengan potensi produksi lestari sekitar 67 juta ton/tahun. Dari angka
ini, potensi produksi lestari (Maximum Sustainable Yield = MSY) perikanan tangkap laut
sebesar 9,3 juta ton/tahun dan perikanan tangkap di peraian darat (danau, sungai, waduk, dan
rawa) sekitar 0,9 juta ton/tahun, atau total perikanan tangkap 10,2 juta ton/tahun. Sisanya, 56,8
juta ton/tahun adalah potensi perikanan budidaya, baik budidaya laut (mariculture), budidaya
perairan payau (tambak), maupun budidaya perairan tawar (darat).Berdasarkan angka produksi
perikanan tangkap dan perikanan budidaya tahun 2018, produksi perikanan tangkap Indonesia
mencapai 7,36 juta ton atau 72,17 persen dari potensi perikanan tangkap dan produksi perikanan
budidaya mencapai 15,77 juta ton atau 27,76 persen dari potensi perikanan budidaya di laut dan
darat.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada tahun 2020, kontribusi sub-
sektor perikanan terhadap total PDB Indonesia menurut harga berlaku mencapai 2,80 persen atau
meningkat 0,15 persen dibandingkan tahun 2019 yang mencapai 2,65 persen. Bila dilihat dari
laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020, sub-sektor perikanan termasuk salah satu
yang mengalami pertumbuhan positif di tengah pandemi Covid-19, yaitu tumbuh sebesar 0,73
persen lebih rendah bila dibandingkan tahun 2019 yang tumbuh sebesar 5,73 persen.Walaupun
tumbuh positif pada 2020, namun selama masa pandemi pertumbuhannya lebih rendah bila
dibandingkan selama tiga tahun terakhir (2017-2019) yang selalu tumbuh di atas 5 persen.

Potensi perikanan yang sangat besar tersebut dapat memberikan manfaat yang maksimal
secara berkelanjutan bagi negara dan masyarakat Indonesia. Hal tersebut juga telah diamanatkan
dalam Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 45 tahun 2009 pasal 6 ayat 1 yang
menegaskan bahwa pengelolaan perikanan ditujukan untuk tercapainya manfaat yang optimal
dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan. Namun sayangnya, hingga
kini sebagian besar aktivitas perikanan nasional faktanya belum memperlihatkan kinerja yang
optimal,berkelanjutan, dan menjamin kelestarian sumber daya ikan seperti yang diamanatkan
dalam UU RI No.45/1945 tersebut. Sebagai gambaran pada perikanan tangkap, beberapa
contohnya adalah: 1) masih maraknya aktivitas IUU fishing; 2) gejala lebih tangkap atau
overfishing di beberapa perairan pantai Indonesia, akibat pemanfaatan sumber daya ikan yang
umumnya masih bersifat open acces dan belum melaksanakan limited entry secara penuh; 3)
masih terdapat penggunaan alat penangkapan ikan yang bersifat destruktif; dan 4) sistem
pengawasan pemanfaatan sumber daya ikan yang masih lemah dan belum efektif.

Sementara pada perikanan budidaya, diantaranya adalah: 1) kebutuhan pakan yang masih
tergantung dengan impor dari negara lain; 2) sebagian besar usaha perikanan budidaya di
Indonesia belum menerapkan good aquaculture practices, sehingga aktivitasnya berdampak pada
degradasi lingkungan yang cukup signifikan, yang akhirnya menimbulkan masalah penyakit,
kematian massal, dan juga terjadinya pencemaran, baik dari limbah sisa pakan maupun dari
limbah penggunaan obat-obatan yang tidak tepat jenis dan dosis; 3) masih sering terjadinya
konversi lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya, sehingga sering menjadi ancaman
langsung mapun tidak langsung bagi keberlanjutan usaha perikanan budidaya; dan 4)
ketersediaan induk ikan dan udang unggulan masih sangat terbatas.

2. Pengelolaan Perikanan Tangkap

Isu strategis dan permasalahan umum yang menjadi kendala utama dalam mewujudkan
kegiatan perikanan berkelanjutan di Indonesia adalah: 1) pengelolaan perikanan (fisheries
management); 2) penegakan hukum (law enforcement); dan 3) pelaku usaha perikanan. Masih
lemahnya sistem pengelolaan perikanan merupakan isu strategis dan permasalahan umum yang
pokok dalam mewujudkan sektor perikanan berkelanjutan di Indonesia. Hal ini telah
diindikasikan dengan tidak meratanya tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di wilayah
Indonesia. Sebagai contoh untuk perikanan tangkap, banyak perairan laut di kawasan barat dan
tengah Indonesia sudah menunjukkan gejala padat tangkap (overfishing), seperti Selat Malaka,
perairan timur Sumatera, Laut Jawa, dan Selat Bali. Sementara, di perairan laut kawasan timur
Indonesia, tingkat pemanfaatan sumberdaya ikannya belum optimal atau masih underfishing.
Akibatnya, pada daerah-daerah penangkapan ikan tertentu yang mengalami over-exploitation,
nelayan-nelayannya umumnya menjadi miskin, karena sulit mendapatkan ikan hasil tangkapan.
Selain itu pula, sangat rawan terjadinya konflik antar nelayan di perairan tersebut.

Disisi lain, pada daerah-daerah penangkapan ikan yang tingkat pemanfaatannya belum
optimal atau underfishing, sumber daya ikan yang bernilai tersebut terkesan dibuang begitu saja,
bahkan di beberapa perairan, yang memanfaatkannya adalah kapal-kapal perikanan illegal dari
negara lain. Untuk contoh perikanan budidaya, salah satunya adalah memenuhi kebutuhan
nasional akan benih dan pakan seringkali tidak mencukupi, sehingga aktivitas perikanan
budidaya, sebagian masih tergantung dengan negara lain yang tentunya akan mengancam
keberlanjutan usaha para pembudidaya ikan nasional. Kenyataan seperti tersebut di atas sebagai
cerminan bahwa betapa belum kuatnya pengelolaan perikanan nasional, sehingga pemerintah
perlu segera menata dan memperbaiki kelemahan yang ada sekarang dengan melakukan
penguatan kebijakannya.

Terdapat delapan isu beserta permasalahan dan dampak potensial yang terjadi dalam
kegiatan pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan di Indonesia. Delapan isu tersebut
dapat dijabarkan sebagai berikut :

a) Daya saing produk yang masih rendah


b) Pasar domestik perikanan tangkap yang kurang
c) Akses permodalan usaha perikanan tangkap masih terbatas
d) Kualitas nelayan sebagaian besar masih relatif kecil
e) Adanya IUU fishing
f) Padat tangkap di perairan pantai
g) Lemahnya kapasitas kelembagaan pengawas dan penegakkan hukum
h) Sistem pendataan yang belum handal dan masih parsial

Pada dasarnnya setiap permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan perikanan tangkap
yang berkelanjutan sangat berhubungan antara satu dengan lainnya. Keterikatan antara satu
masalah dengan masalah lainnya dapat dilihat pada Gambar 6.1. Secara garis besar penyebab
utama dari semua akar permasalahan tersebut dapat dikelompokkan kedalam 4 (empat) aspek,
yakni: ekonomi, sosial, ekologi/lingkungan, dan kelembagaan. Bab 6 Isu Strategis dan
Permasalahannya Page 6-11 Permasalahan ekonomi yang terjadi adalah akibat: kemiskinan
nelayan, keterbatasan modal, kesulitan BBM, TPI dan industri yang tidak berkembang. Akar
permasalahan dari kemiskinan nelayan sendiri disebabkan oleh masalah sosial seperti pendidikan
yaang kurang baik, terutama untuk masyarakat pesisir. Selain itu permasalahan kesulitan modal
bagi nelayan juga menjadi kesulitan untuk melakukan usaha penangkapan ikan yang baik.

Kombinasi antara kemiskinan yang disebabkan oleh SDM yang kurang serta keterbatasan
modal ini menyebabkan terjadinya padat tangkap di sebagian besar pesisir laut Indonesia, selain
itu kedua permasalahan tersebut merupakan penyebab terjadinya praktek illegal fishing seperti
penyalahgunaan alat tangkap, penangkapan ikan yang bersifat merusak (penggunaan bom,
potassium dan sebagainya). Dan maraknya kegiatan illegal fishing ini juga diperparah dengan
sistem pengawasan perikanan (MCS) yang belum terlaksana dengan baik. Selain itu dalam
permasalahan ekonomi juga terjadi kegiatan TPI yang tidak berkembang, dimana seperti yang
diketahui bersama bahwa fungsi pelabuhan perikanan adalah sebagai perputaran uang. Penyebab
suatu pelabuhan tidak berkembang diantaranya adalah sarana prasarana yang kurang memadai di
pelabuhan tersebut, kurangnya pelayanan jasa dari pemerintah terkait, teknologi penangkapan
yang belum maksimal, serta kesesuaian antara pelabuhan perikanan dengan para pelaku
perikanan. Permasalahan sosial utama yang terjadi dalam perikanan tangkap berkelanjutan
adalah kondisi SDM mayarakat nelayan yang mayoritas masih kurang baik. Hal ini disebabkan
oleh rendahnya pendidikan formal yang sebagian besar disebabkan oleh sulitnya sekolah atau
akses di daerah pesisir.

Kurangnya pendidikan ini berdampak sulitnya masyarakat nelayan untuk menerima


transfer ilmu maupun transfer teknologi, sehingga sering terjadi pelanggaran. Permasalahan
ekologi/lingkungan yang terjadi adalah tekanan terhadap sumberdaya ikan terutama di daerah
pesisir. Tekanan ini menyebabkan stok ikan yang menurun. Akar penyebab dari menurunnya
sumberdaya ikan adalah penyalahgunaan alat tangkap seperti ukuran mata jaring yang terlalu
kecil sehingga menyebabkan banyak tertangkapnya ikan berukuran kecil yang belum matang
gonad. Selain itu penggunaan alat tangkap yang bersifat merusak juga masih marak digunakan
oleh nelayan seperti penggunaan bom maupun potassium untuk menangkap ikan.

Sehingga menyebabkan kerusakan ekosistem laut dan terganggunya habitat ikan. Praktek
illegal Bab 6 Isu Strategis dan Permasalahannya Page 6-12 fishing dari asing semakin
memperparah tekanan terhadap stok ikan. Illegal fishing ini terutama diakibatkan oleh belum
mampunya pemerintah dalam mengawasi seluruh perairan Indonesia, baik secara sarana
prasarana, SDM, maupun sistem pelaksanaan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa
permasalahan ekologi / lingkungan disebabkan oleh permasalahan ekonomi dan sosial yang
timbul terlebih dahulu, namun jika permasalahan ini tidak kunjung diatasi maka permasalahan
ekonomi dan sosial yang terjadi akan semakin besar karena jika sumberdaya ikan berkurang atau
bahkan habis, maka tentu saja roda perekonomian akan terhenti dan berdampak pula pada
kehidupan sosial masyarakat. Permasalahan kelembagaan pada perikanan tangkap terutama
adalah pendataan terkait perikanan tangkap yang kurang baik. Data yang akurat adalah hal
penting dalam penentuan kebijakan, dengan data yang tidak sesuai maka akan menyebabkan
terjadinya kesalahan pengambilan keputusan terkait pengelolaan perikanan berkelanjutan. Selain
itu pendataan yang kurang baik menyebabkan minat investor yang kurang berkembang, hal ini
disebabkan tingginya ketidakpastian dalam bisnis yang akan dijalani, sehingga industri juga tidak
berkembang dengan baik. Selain itu kerjasama antar pemerintah daerah masih kurang untuk
memunculkan kegiatan ekonomi yang baik dalam pasar domestik. Permasalahan kelembagaan
lain adalah kurangnya kontrol dan pengawasan pemerintah dalam kegiatan perikanan tangkap
terutama untuk kegiatan hulu berupa penangkapan ikan di laut. Seperti dijelaskan sebelumnya
bahwa ini disebabkan masih minimnya sarana prasarana, SDM, maupun sistem pelaksanaan
MCS di Indonesia.

Pengembangan perikanan haruslah mempertimbangkan bio-technico-socio-economic


approach yaitu secara biologi tidak merusak atau mengganggu kelestarian sumber daya ikan,
secara teknis alat tangkap harus efektif untuk dioperasikan, secara sosial alat tangkap dapat
diterima oleh masyarakat nelayan, secara ekonomi harus menguntungkan. Adapun alat
penangkap ikan yang dilarang menurut peraturan perundangan :

UU No. 45 Tahun 2009

1. Bahan peledak
2. Bahan Kimia (contoh: Potasium Sianida)
3. Bahan Biologis (contoh: racun tumbuhan)
4. Alat, cara, bangunan yang dapat merugikan atau membahayakan kelestarian sumberdaya
ikan dan lingkungan (contoh: setrum)

Permen KP No. 2 Tahun 2015

 Pukat Hela (trawls)


 Pukat Tarik
 Lampara, Dongol, Cantrang, Payang

Permen KP No. 71 Tahun 2016

 Pukat Hela
 Pukat Tarik
 Perangkap (Aerial dan Muro Ami)

Oleh karena itu, langkah utama haruslah dengan dilakukan pencerdasan terhadap
masyarakat nelayan tentang keberlanjutan ekosistem laut, meliputi tingkat dan teknik
penangkapan, ukuran ikan layak tangkap, keragaman spesies tangkapan, dan pemahaman
tentang ekosistem bawah laut.

Alat Penangkapan Ikan yang tidak ramah lingkungan antara lain :

 Bom
 Potasium Sianida
 Setrum
 Pukat Harimau
 Cantrang
 Perangkap ikan peloncat (Aerial traps)

Kriteria Alat Penangkap Ikan yang Ramah Lingkungan (berdasarkan Code of Conduct for
Responsible Fisheries, FAO 1995) :

1. Selektivitas Tinggi
 Diupayakan hanya menangkap ikan target
2. Tidak Merusak Habitat
 Alat tangkap tidak merusak habitat, tempat tinggal dan perkembangbiakan ikan
3. Aman Bagi Nelayan
 Alat tangkap tidak membahayakan pemakai
4. Menghasilkan Ikan Bermutu Baik
 Ikan yang ditangkap dalam keadaan hidup/segar
5. Produk Tidak Membahayakan Kesehatan Konsumen
 Ikan yang ditangkap aman dimakan, tidak menyebabkan gangguan kesehatan
6. Hasil Tangkapan Sampingan Rendah
 Hasil tangkapan sampingan kurang dari 3 jenis dan berharga tinggi
7. Memberikan Dampak Minimum Terhadap Biodiversity
 Alat tangkap aman bagi keanekaragaman sumberdaya hayati
8. Tidak Menangkap Spesies Yang Dilindungi
 Alat tangkap tidak menangkap jenis yang dilindungi undang-undang atau yang
terancam punah
9. Diterima Secara Sosial
 Tidak bertentangan dengan budaya setempat, dan peraturan yang ada. Maka dari
itu, nelayan juga harus menjaga laut dari pencemaran dengan memulai kebiasaan
penggunaan alat penangkap ikan yang ramah lingkungan.
2. Permasalahan Yang Terjadi Di Kelautan Indonesia

Indonesia merupakan negara maritim. Karena sebagian besar wilayah Indonesia


merupakan perairan yang luas. Kondisi itu menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang
memiliki potensi besar di bidang lautan. Dengan kondisi laut yang begitu luas berpotensi juga
timbulannya permasalahan yang terjadi di laut Indonesia. Dalam buku Mewujudkan Poros
Maritim Dunia (2015) karya Andi Iqbal Burhanuddin, sejarah menunjukkan bahwa Indonesia
merupakan negara maritim dengan kekayaan sumber daya alam kelautan yang melimpah.
Sehingga selama beberapa abad lamanya, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan peradaban di
wilayah Nusantara memiliki kekuatan ekonomi dan politik dengan berbasis pada sumber daya
kelautan.Oleh karena itu penguatan Indonesia menuju negara maritim yang kuat diperlukan
berbagai terobosan untuk mendayagunakan sumber daya kelautan secara optimal. Terdapat
delapan isu beserta permasalahan dan dampak potensial yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan
perikanan tangkap yang berkelanjutan di Indonesia. Yaitu:

ASPEK EKONOMI
1. Daya saing produk perikanan tangkap yang masih rendah

Permasalannya yaitu, Usaha perikanan tangkap belum efisien, Kontinuitas produksi tidak stabil.
Dampak potensialnya yaitu, Penyediaan lapangan kerja akan berkurang, Pendapatan masyarakat
akan menurun, Penerimaan devisa akan menurun.

2. Kurang berkembangnya pasar domestik untuk produk perikanan tangkap dan


pengamanan kualitas ikan

Permasalahannya yaitu, Sistem logistik ikan belum tertata dengan baik dan efisien, Daya beli
sebagian besar masyarakat Indonesia masih lemah, Tingkat pemahaman untuk pengamanan
kualitas ikan pada nelayan/pembudi daya ikan masih kurang. Dampak potensialnya yaitu,
usaha perikanan akan sangat tergantung dengan Negara pengimpor, Kualitas masyarakat
Indonesia akan menurun, akibat rendahnya tingkat konsumsi ikan per kapita, Akan terjadi
penggunaan bahan-bahan yang berbahaya untuk mengawetkan / mengolah ikan

3. Akses untuk permodalan bagi pengembangan usaha perikanan tangkap terbatas

Permasalahannya yaitu, Prosedur perbankan yang sulit dipenuhi bagi nelayan skala kecil,
Tingkat suku bunga kredit yang masih relatif tinggi. Dampak potensialnya yaitu, Usaha
perikanan yang ada tidak akan berkembang, Akan terjadi tingkat pemanfaatan sumber daya ikan
yang tidak berimbang dan optimal.

ASPEK SOSIAL

4. Kualitas nelayan sebagian besar masih relatif rendah

Permasalahannya yaitu, Profesi nelayan masih termasuk pekerjaan informal dan tanpa
persyaratan, Sistem upah untuk nelayan buruh masih bersifat harian dengan cara bagi hasil,
Sebagian besar nelayan skala kecil berusaha secara sendirisendiri (individual). Dampak
potensialnya yaitu, Sulit mewujudkan praktikpraktik penangkapan ikan yang profesional dan
bertanggungjawab, Tingkat kesejahteraan nelayan buruh akan sulit ditingkatkan, karena tidak
memiliki kemampuan manajemen keuangan yang baik, Posisi tawar nelayan menjadi lemah.

ASPEK LINGKUNGAN

5. Kegiatan Illegal, Unregulated and Unreported (IUU) Fishing


Permasalahannya yaitu, Kurangnya sarana dan SDM penegak hukum di laut, Belum
diberdayakannya petugas Pengawas Sumberdaya Ikan dan Pengawas Kapal lkan secara optimal,
Manipulasi ukuran GT kapal. Dampak potensialnya yaitu, Sumber daya ikan (SDI) akan
mengalami degradasi dan overfishing, Hilangnya nilai devisa dari sub-sektor perikanan tangkap,
dan Berkurangnya nilai PNBP subsektor perikanan tangkap.

6. Padat tangkap (Overfishing) di perairan pantai

Permasalahannya yaitu, Kemampuan sebagian besar armada perikanan tangkap di Indonesia


hanya dapat beroperasi di perairan pantai, karena skalanya yang relatif kecil. Dan Kebijakan
”limited access” belum diterapkan secara menyeluruh. Dapak potensialnya yaitu, SDI di perairan
pantai akan mengalami degradasi hingga kepunahan, Usaha perikanan rakyat akan mengalami
degradasi hingga menuju kebangkrutan.

ASPEK KELEMBAGAAN

7. Lemahnya kapasitas kelembagaan pengawas dan penegakan hukum

Permasalahannya yaitu, Kemampuan kapasitas kelembagaan pengawas perikanan masih


terbatas, Belum optimalnya koordinasi antar instansi terkait dalam pengendalian pemanfaatan
sumberdaya perikanan, Kapasitas kelembagaan penegakan hukum belum kuat, tegas, dan
independent. Dampak potensialnya yaitu, Maraknya aksi IUU fishing, baik oleh kapal ikan asing
maupun kapal ikan Indonesia, Biaya operasi pengawasan yang mahal dan dengan hasil yang
kurang efektif, Tidak terlindunginya usaha investasi usaha yang legal dibidang perikanan
tangkap.

8. Sistem pendataan perikanan tangkap yang belum andal dan masih parsial

Permasalahannya yaitu, Mekanisme pengumpulan data perikanan tangkap masif bersifat pasif,
Belum adanya sistem pengelolaan data perikanan tangkap yang terintegrasi, Terbatasnya SDM
pengelola data perikanan tangkap, Terbatasnya sarana dan prasarana untuk pengelolaan data
perikanan tangkap. Dampak potensialnya yaitu, Rumusan Kebijakan dan Program Pembangunan
Perikanan Tangkap Tidak Tepat Sasaran, Terbatasnya Investasi Perikanan Tangkap karena
ketidaktersediaan data dan informasi, dan Salah pengelolaan.
A. Permasalahan illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing

Kegiatan IUU fishing tidak hanya dilakukan oleh oleh kapal-kapal ikan berbendera asing
saja, tetapi juga dilakukan oleh kapal-kapal ikan nasional. Hal ini tercemin dengan masih
rendahnya tingkat kepatuhan kapal-kapal ikan nasional akan aturan main dalam pengelolaan
sumber daya ikan, seperti tidak patuhnya kapal-kapal ikan nasional dalam menggunakan VMS
(vessel monitoring system) dan pelaporan logbook hasil tangkapannya. Selain itu, juga masih ada
nelayan ataupun pengusaha perikanan tangkap yang menggunakan jenis-jenis alat tangkap yang
destructive (merusak) atau bahan-bahan yang berbahaya dalam kegiatan operasi penangkapan
ikannya. Masih maraknya kegiatan IUU fishing di Indonesia ini, secara nyata telah menimbulkan
kerugian yang tidak sedikit, baik dari sisi ekonomi, sosial maupun lingkungan, sehingga aktivitas
ini dapat dinyatakan sebagai kendala utama bagi Indonesia dalam mewujudkan perikanan
tangkap yang berkelanjutan. Sebagai gambaran, bahwa kerugian Indonesia akibat kegiatan illegal
fishing saja (penangkapan ikan yang ilegal atau tidak memiliki ijin lengkap) di Laut Arafura
mencapai 40 triliun rupiah per tahun.6 Kemudian, untuk kerugian dari aktivitas unreported
fishing (penangkapan ikan yang tidak dilaporkan), walaupun belum ada laporan perkiraan
besaran nilai kerugiannya, namun diperkirakan juga relatif besar akibat berdampak negatif pada
lingkungan, utamanya dalam hal pendataan ikan hasil tangkapan. Diperkirakan masih cukup
banyak hasil tangkapan yang tidak dilaporkan, salah satu akibatnya adalah terjadi bias informasi
tentang status sumber daya ikan di suatu perairan, yang pada akhirnya akan mengakibatkan
aktivitas penangkapan ikan yang terlalu intensif atau berlebih, yang dalam jangka panjang tentu
akan menurunkan sumber daya ikan itu sendiri, dikarenakan tidak ada kesempatan ikan
melakukan recovery stok populasinya. Selanjutnya, untuk unregulated fishing (penangkapan ikan
yang tidak diatur), perkiraan besaran nilai kerugiannya juga relatif besar akibat berdampak
negatif pada lingkungan, walaupun belum ada laporan terkait hal tersebut. Salah satu akibat
penggunaan jenis alat-alat tangkap ikan yang tidak diatur adalah tingginya hasil tangkapan by
catch (hasil tangkapan sampingan yang tidak dimanfaatkan) dan/atau juvenil (anak-anak ikan),
karena alat-alat penangkapan ikannya yang tidak/kurang selektif. Masalah IUU fishing menjadi
masalah utama dan rumit yang dihadapi subsektor perikanan tangkap hingga kini.

B. Permasalahan padat tangkap di perairan pantai


Permasalahan padat tangkap dalam sub-sektor perikanan tangkap hampir terjadi di semua
perairan pantai Indonesia, padahal Indonesia memiliki perairan laut yang sangat luas. Hal ini
terjadi, karena sebagian besar armada penangkapan ikan nasional didominasi oleh ukuran kapal
ikan 5 GT (gross ton) kebawah, yakni sebesar 89%7 pada tahun 2012. Kapal penangkap ikan
yang berukuran 5 GT kebawah umumnya hanya mampu beroperasi di perairan pantai atau di
perairan teritorial (dibawah 12 mil). Dengan demikian, sebagian besar armada penangkapan ikan
di Indonesia banyak terkonsentrasi di perairan pantai yang terbatas, baik luasan maupun sumber
daya ikannya. Apalagi, kapal ikan berukuran kecil ini, yang merupakan kewenangan daerah
kabupaten/kota belum diatur dan dikelola dengan baik dan relatif masih bersifat open access”,
sehingga jumlah peningkatan armadanya menjadi tidak terkendali, terutama di daerah-daerah
perairan pantai yang dekat dengan konsentrasi padat penduduk. Akibatnya akhirnya tentu sangat
berdampak pada keberadaan dan keberlanjutan sumber daya ikan di perairan pantai.

C. Pengawasan yang masih lemah

Regulasi yang telah dibuat oleh Pemerintah tentunya harus diimbangi dengan
pengawasan yang efektif. Pengawasan bukan hanya diperuntukkan bagi para 7 [KKP]
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. Laporan Statistik Perikanan Tangkap Tahun 2012.
Jakarta. Bab 1 Pendahuluan Page 1-8 pelaku illegal fishing semata, namun juga bagi pelaggar
dari setiap aturan atau kesepakatan terkait perikanan berkelanjutan yang telah dibuat. Dalam
melaksanakan pengawasan ini, Pemerintah juga harus menggandeng masyarakat dan pelaku
usaha perikanan untuk bersama-sama mengawasi aktivitas perikanan yang berjalan dan kondisi
lingkungan lautnya guna mewujudkan aktivitas perikanan yang berkelanjutan.

D. Masalah sampah Indonesia


merupakan salah satu negara penyumbang sampah terbesar di laut. Dikutip situs
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sampah plastik menjadi komponen terbesar
sampah laut. Baca juga: 3 Pembagian Wilayah Laut Indonesia Sampah laut terdapat di semua
habitan laut, mulai kawasan-kawasan padat penduduk hingga lokasi-lokasi terpencil yang tidak
terjamah manusia. Dari pesisir dan kawasan air dangkal hingga palung-palung laut dalam.
Kepadatan sampah laut beragam dari satu lokasi ke lokasi lain dipengaruhi oleh kegiatan-
kegiatan manusia, kondisi perairan atau cuaca, struktur dan perilaku permukaan bumi. Sampah
yang masuk ke laut umumnya mengandung banyak plastik dan logam yang mengalami proses
pelapukan dan penguraian yang cukup lama yaitu 50 – 400 tahun. Secara umum sampah laut
berdampak sektor ekonomi dan pariwisata, mengganggu kehidupan biota laut dan ekosistem
pesisir dan kesehatan manusia. Banyak biota yang memakan plastik (entangled) dan terjerat
plastik (ingestion).

E. Perburuan ikan dengan cara merusak (destructive fishing)


Perburuan atau penangkapan ikan dengan cara merusak juga marak terjadi di wilayah
laut Indonesia. Baca juga: Daftar Laut Indonesia dan Manfaat Laut Cara yang seringh
ditemukan dengan menggunakan bahan yang berbahaya seperti portas dan sianida. Ada juga
yang menggunakan bahan peledak. Itu semua jelas dapat merusak sumber daya ikan dan
lingkungan laut. Selain itu dilakukan penangkapan ikan berlebihan. Dilansir National
Geographic, WWF mengatakan lebih dari 30 persen ikan dunia telah ditangkap secara cuma-
cuma. Beberapa ikan seperti tuna sirip biru Atlantik dibur secara berlebihan sehingga spesiesnya
kini terancam punah.
DAFTAR PUSTAKA
 https://karyaedukasi.com/2019/09/05/potensi-perikanan-
indonesia-dan-permasalahan-iilegal-unreported-and-unregulated-
iuu-fishing/
 https://www.kompas.com/skola/read/2020/08/04/133000869/
permasalahan-yang-terjadi-di-laut-indonesia
 https://www.bappenas.go.id/files/
9214/4401/4205/8_BAB_6_ISU_STRATEGIS_DAN_PERMASAL
AHANNYA.pdf
 https://www.bappenas.go.id/files/
6214/4401/4204/3_BAB_1_PENDAHULUAN.pdf
 https://dkpp.klungkungkab.go.id/2019/11/06/menjaga-ekosistem-
laut-alat-penangkap-ikan-ramah-lingkungan/
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai