Disusun oleh:
Dara Tri Handayani (2104113245)
Hendry Ramadani (2104111554)
Indriani Adha (2104126531)
Muhammad Gibran (2104111695)
Nabilla Khaira (2104113252)
Rahmawati Tanzila (2104113250)
Tri Warma Ardhana (2104135545)
I) Latar Belakang
Indonesia merupakan negara maritim. Karena sebagian besar wilayah Indonesia
merupakan perairan yang luas. Kondisi itu menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang
memiliki potensi besar di bidang lautan. Dengan kondisi laut yang begitu luas berpotensi juga
timbulannya permasalahan yang terjadi di laut Indonesia. Dalam buku Mewujudkan Poros
Maritim Dunia (2015) karya Andi Iqbal Burhanuddin, sejarah menunjukkan bahwa Indonesia
merupakan negara maritim dengan kekayaan sumber daya alam kelautan yang melimpah.
Sehingga selama beberapa abad lamanya, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan peradaban di
wilayah Nusantara memiliki kekuatan ekonomi dan politik dengan berbasis pada sumber daya
kelautan.
Indonesia memiliki kekayaan yang sangat luar biasa salah satunya adalah kekayaan alam
yang sangat indah, sehingga Indonesia dilimpahi banyak hasil dari kekayaan alamnya. Wilayah
Indonesia dikelilingi oleh perairan, sehingga laut Indonesia sebagai penyumbang kontribusi bagi
laut dunia. Dengan laut Indonesia yang besar maka hasil dari perairan ini harus dilindungi,
ekosistem laut harus dijaga agar jenis ikan yang ada di laut tidak mengalami kepunahan akibat
ulah manusia yang terus menjaring ikan untuk kebutuhan manusia dan terumbu karang sebagai
pelindung wilayah pantai dari abrasi dan erosi, sehingga harus ada kebijakan dan peraturan
dalam melakukan penangkapan ikan agar habitat yang ada di laut tetap terjaga keseimbangannya.
Indonesia di tahun 2014 oleh Badan Pangan Dunia (FAO) ditetapkan menjadi negara kedua
setelah China yang dalam produksi perikanan sebanyak 6 ton. Namun, I
Indonesia mengalami permasalahan Illegal Fishing atau pencurian ikan di laut Indonesia
yang menyangkut lintas negara, sehingga menimbulkan permasalahan dalam melindungi
ekosistem laut dan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.
II) Perumusan Masalah
Apa isu dan permasalahan pengelolaan perikanan tangkap?
Bagaimana mengelola potensinya perikanan indonesia?
Apa yang menyebabkan terjadinya illegal fishing?
Apa yang menyebabkan terjadinya kerusakan di laut?
Apa aspek dari semua akar permasalahan pengelolaan perikanan tangkap?
III) Tujuan
Mengetahui betapa besarnya potensi perikanan yang ada di Indonesia
Mengetahui betapa penting nya dampak dari illegal fishing
Menambah wawasan dalam membahahas isu dan permasalahan pengelolaan
perikanan tangkap yang ada di indonesia
Dapat memberikan aspirasi atau pun dukungan terhadap nelaya terutama di
bagian pesisir.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara potensi, perikanan Indonesia adalah yang terbesar di dunia, baik perikanan
tangkap maupun perikanan budidaya. Berdasarkan modus operandi atau cara produksi, perikanan
terbagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap (capture fisheries) dan perikanan budidaya
(aquaculture), dengan potensi produksi lestari sekitar 67 juta ton/tahun. Dari angka ini, potensi
produksi lestari (Maximum Sustainable Yield = MSY) perikanan tangkap laut sebesar 9,3 juta
ton/tahun dan perikanan tangkap di peraian darat (danau, sungai, waduk, dan rawa) sekitar 0,9
juta ton/tahun, atau total perikanan tangkap 10,2 juta ton/tahun. Sisanya, 56,8 juta ton/tahun
adalah potensi perikanan budidaya, baik budidaya laut (mariculture), budidaya perairan payau
(tambak), maupun budidaya perairan tawar (darat).
Potensi sektor perikanan Indonesia adalah yang terbesar di dunia, baik perikanan tangkap
maupun perikanan budidaya dengan potensi produksi lestari sekitar 67 juta ton/tahun. Dari angka
ini, potensi produksi lestari (Maximum Sustainable Yield = MSY) perikanan tangkap laut
sebesar 9,3 juta ton/tahun dan perikanan tangkap di peraian darat (danau, sungai, waduk, dan
rawa) sekitar 0,9 juta ton/tahun, atau total perikanan tangkap 10,2 juta ton/tahun. Sisanya, 56,8
juta ton/tahun adalah potensi perikanan budidaya, baik budidaya laut (mariculture), budidaya
perairan payau (tambak), maupun budidaya perairan tawar (darat).Berdasarkan angka produksi
perikanan tangkap dan perikanan budidaya tahun 2018, produksi perikanan tangkap Indonesia
mencapai 7,36 juta ton atau 72,17 persen dari potensi perikanan tangkap dan produksi perikanan
budidaya mencapai 15,77 juta ton atau 27,76 persen dari potensi perikanan budidaya di laut dan
darat.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada tahun 2020, kontribusi sub-
sektor perikanan terhadap total PDB Indonesia menurut harga berlaku mencapai 2,80 persen atau
meningkat 0,15 persen dibandingkan tahun 2019 yang mencapai 2,65 persen. Bila dilihat dari
laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020, sub-sektor perikanan termasuk salah satu
yang mengalami pertumbuhan positif di tengah pandemi Covid-19, yaitu tumbuh sebesar 0,73
persen lebih rendah bila dibandingkan tahun 2019 yang tumbuh sebesar 5,73 persen.Walaupun
tumbuh positif pada 2020, namun selama masa pandemi pertumbuhannya lebih rendah bila
dibandingkan selama tiga tahun terakhir (2017-2019) yang selalu tumbuh di atas 5 persen.
Potensi perikanan yang sangat besar tersebut dapat memberikan manfaat yang maksimal
secara berkelanjutan bagi negara dan masyarakat Indonesia. Hal tersebut juga telah diamanatkan
dalam Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 45 tahun 2009 pasal 6 ayat 1 yang
menegaskan bahwa pengelolaan perikanan ditujukan untuk tercapainya manfaat yang optimal
dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan. Namun sayangnya, hingga
kini sebagian besar aktivitas perikanan nasional faktanya belum memperlihatkan kinerja yang
optimal,berkelanjutan, dan menjamin kelestarian sumber daya ikan seperti yang diamanatkan
dalam UU RI No.45/1945 tersebut. Sebagai gambaran pada perikanan tangkap, beberapa
contohnya adalah: 1) masih maraknya aktivitas IUU fishing; 2) gejala lebih tangkap atau
overfishing di beberapa perairan pantai Indonesia, akibat pemanfaatan sumber daya ikan yang
umumnya masih bersifat open acces dan belum melaksanakan limited entry secara penuh; 3)
masih terdapat penggunaan alat penangkapan ikan yang bersifat destruktif; dan 4) sistem
pengawasan pemanfaatan sumber daya ikan yang masih lemah dan belum efektif.
Sementara pada perikanan budidaya, diantaranya adalah: 1) kebutuhan pakan yang masih
tergantung dengan impor dari negara lain; 2) sebagian besar usaha perikanan budidaya di
Indonesia belum menerapkan good aquaculture practices, sehingga aktivitasnya berdampak pada
degradasi lingkungan yang cukup signifikan, yang akhirnya menimbulkan masalah penyakit,
kematian massal, dan juga terjadinya pencemaran, baik dari limbah sisa pakan maupun dari
limbah penggunaan obat-obatan yang tidak tepat jenis dan dosis; 3) masih sering terjadinya
konversi lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya, sehingga sering menjadi ancaman
langsung mapun tidak langsung bagi keberlanjutan usaha perikanan budidaya; dan 4)
ketersediaan induk ikan dan udang unggulan masih sangat terbatas.
Isu strategis dan permasalahan umum yang menjadi kendala utama dalam mewujudkan
kegiatan perikanan berkelanjutan di Indonesia adalah: 1) pengelolaan perikanan (fisheries
management); 2) penegakan hukum (law enforcement); dan 3) pelaku usaha perikanan. Masih
lemahnya sistem pengelolaan perikanan merupakan isu strategis dan permasalahan umum yang
pokok dalam mewujudkan sektor perikanan berkelanjutan di Indonesia. Hal ini telah
diindikasikan dengan tidak meratanya tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di wilayah
Indonesia. Sebagai contoh untuk perikanan tangkap, banyak perairan laut di kawasan barat dan
tengah Indonesia sudah menunjukkan gejala padat tangkap (overfishing), seperti Selat Malaka,
perairan timur Sumatera, Laut Jawa, dan Selat Bali. Sementara, di perairan laut kawasan timur
Indonesia, tingkat pemanfaatan sumberdaya ikannya belum optimal atau masih underfishing.
Akibatnya, pada daerah-daerah penangkapan ikan tertentu yang mengalami over-exploitation,
nelayan-nelayannya umumnya menjadi miskin, karena sulit mendapatkan ikan hasil tangkapan.
Selain itu pula, sangat rawan terjadinya konflik antar nelayan di perairan tersebut.
Disisi lain, pada daerah-daerah penangkapan ikan yang tingkat pemanfaatannya belum
optimal atau underfishing, sumber daya ikan yang bernilai tersebut terkesan dibuang begitu saja,
bahkan di beberapa perairan, yang memanfaatkannya adalah kapal-kapal perikanan illegal dari
negara lain. Untuk contoh perikanan budidaya, salah satunya adalah memenuhi kebutuhan
nasional akan benih dan pakan seringkali tidak mencukupi, sehingga aktivitas perikanan
budidaya, sebagian masih tergantung dengan negara lain yang tentunya akan mengancam
keberlanjutan usaha para pembudidaya ikan nasional. Kenyataan seperti tersebut di atas sebagai
cerminan bahwa betapa belum kuatnya pengelolaan perikanan nasional, sehingga pemerintah
perlu segera menata dan memperbaiki kelemahan yang ada sekarang dengan melakukan
penguatan kebijakannya.
Terdapat delapan isu beserta permasalahan dan dampak potensial yang terjadi dalam
kegiatan pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan di Indonesia. Delapan isu tersebut
dapat dijabarkan sebagai berikut :
Pada dasarnnya setiap permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan perikanan tangkap
yang berkelanjutan sangat berhubungan antara satu dengan lainnya. Keterikatan antara satu
masalah dengan masalah lainnya dapat dilihat pada Gambar 6.1. Secara garis besar penyebab
utama dari semua akar permasalahan tersebut dapat dikelompokkan kedalam 4 (empat) aspek,
yakni: ekonomi, sosial, ekologi/lingkungan, dan kelembagaan. Bab 6 Isu Strategis dan
Permasalahannya Page 6-11 Permasalahan ekonomi yang terjadi adalah akibat: kemiskinan
nelayan, keterbatasan modal, kesulitan BBM, TPI dan industri yang tidak berkembang. Akar
permasalahan dari kemiskinan nelayan sendiri disebabkan oleh masalah sosial seperti pendidikan
yaang kurang baik, terutama untuk masyarakat pesisir. Selain itu permasalahan kesulitan modal
bagi nelayan juga menjadi kesulitan untuk melakukan usaha penangkapan ikan yang baik.
Kombinasi antara kemiskinan yang disebabkan oleh SDM yang kurang serta keterbatasan
modal ini menyebabkan terjadinya padat tangkap di sebagian besar pesisir laut Indonesia, selain
itu kedua permasalahan tersebut merupakan penyebab terjadinya praktek illegal fishing seperti
penyalahgunaan alat tangkap, penangkapan ikan yang bersifat merusak (penggunaan bom,
potassium dan sebagainya). Dan maraknya kegiatan illegal fishing ini juga diperparah dengan
sistem pengawasan perikanan (MCS) yang belum terlaksana dengan baik. Selain itu dalam
permasalahan ekonomi juga terjadi kegiatan TPI yang tidak berkembang, dimana seperti yang
diketahui bersama bahwa fungsi pelabuhan perikanan adalah sebagai perputaran uang. Penyebab
suatu pelabuhan tidak berkembang diantaranya adalah sarana prasarana yang kurang memadai di
pelabuhan tersebut, kurangnya pelayanan jasa dari pemerintah terkait, teknologi penangkapan
yang belum maksimal, serta kesesuaian antara pelabuhan perikanan dengan para pelaku
perikanan. Permasalahan sosial utama yang terjadi dalam perikanan tangkap berkelanjutan
adalah kondisi SDM mayarakat nelayan yang mayoritas masih kurang baik. Hal ini disebabkan
oleh rendahnya pendidikan formal yang sebagian besar disebabkan oleh sulitnya sekolah atau
akses di daerah pesisir.
Sehingga menyebabkan kerusakan ekosistem laut dan terganggunya habitat ikan. Praktek
illegal Bab 6 Isu Strategis dan Permasalahannya Page 6-12 fishing dari asing semakin
memperparah tekanan terhadap stok ikan. Illegal fishing ini terutama diakibatkan oleh belum
mampunya pemerintah dalam mengawasi seluruh perairan Indonesia, baik secara sarana
prasarana, SDM, maupun sistem pelaksanaan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa
permasalahan ekologi / lingkungan disebabkan oleh permasalahan ekonomi dan sosial yang
timbul terlebih dahulu, namun jika permasalahan ini tidak kunjung diatasi maka permasalahan
ekonomi dan sosial yang terjadi akan semakin besar karena jika sumberdaya ikan berkurang atau
bahkan habis, maka tentu saja roda perekonomian akan terhenti dan berdampak pula pada
kehidupan sosial masyarakat. Permasalahan kelembagaan pada perikanan tangkap terutama
adalah pendataan terkait perikanan tangkap yang kurang baik. Data yang akurat adalah hal
penting dalam penentuan kebijakan, dengan data yang tidak sesuai maka akan menyebabkan
terjadinya kesalahan pengambilan keputusan terkait pengelolaan perikanan berkelanjutan. Selain
itu pendataan yang kurang baik menyebabkan minat investor yang kurang berkembang, hal ini
disebabkan tingginya ketidakpastian dalam bisnis yang akan dijalani, sehingga industri juga tidak
berkembang dengan baik. Selain itu kerjasama antar pemerintah daerah masih kurang untuk
memunculkan kegiatan ekonomi yang baik dalam pasar domestik. Permasalahan kelembagaan
lain adalah kurangnya kontrol dan pengawasan pemerintah dalam kegiatan perikanan tangkap
terutama untuk kegiatan hulu berupa penangkapan ikan di laut. Seperti dijelaskan sebelumnya
bahwa ini disebabkan masih minimnya sarana prasarana, SDM, maupun sistem pelaksanaan
MCS di Indonesia.
1. Bahan peledak
2. Bahan Kimia (contoh: Potasium Sianida)
3. Bahan Biologis (contoh: racun tumbuhan)
4. Alat, cara, bangunan yang dapat merugikan atau membahayakan kelestarian sumberdaya
ikan dan lingkungan (contoh: setrum)
Pukat Hela
Pukat Tarik
Perangkap (Aerial dan Muro Ami)
Oleh karena itu, langkah utama haruslah dengan dilakukan pencerdasan terhadap
masyarakat nelayan tentang keberlanjutan ekosistem laut, meliputi tingkat dan teknik
penangkapan, ukuran ikan layak tangkap, keragaman spesies tangkapan, dan pemahaman
tentang ekosistem bawah laut.
Bom
Potasium Sianida
Setrum
Pukat Harimau
Cantrang
Perangkap ikan peloncat (Aerial traps)
Kriteria Alat Penangkap Ikan yang Ramah Lingkungan (berdasarkan Code of Conduct for
Responsible Fisheries, FAO 1995) :
1. Selektivitas Tinggi
Diupayakan hanya menangkap ikan target
2. Tidak Merusak Habitat
Alat tangkap tidak merusak habitat, tempat tinggal dan perkembangbiakan ikan
3. Aman Bagi Nelayan
Alat tangkap tidak membahayakan pemakai
4. Menghasilkan Ikan Bermutu Baik
Ikan yang ditangkap dalam keadaan hidup/segar
5. Produk Tidak Membahayakan Kesehatan Konsumen
Ikan yang ditangkap aman dimakan, tidak menyebabkan gangguan kesehatan
6. Hasil Tangkapan Sampingan Rendah
Hasil tangkapan sampingan kurang dari 3 jenis dan berharga tinggi
7. Memberikan Dampak Minimum Terhadap Biodiversity
Alat tangkap aman bagi keanekaragaman sumberdaya hayati
8. Tidak Menangkap Spesies Yang Dilindungi
Alat tangkap tidak menangkap jenis yang dilindungi undang-undang atau yang
terancam punah
9. Diterima Secara Sosial
Tidak bertentangan dengan budaya setempat, dan peraturan yang ada. Maka dari
itu, nelayan juga harus menjaga laut dari pencemaran dengan memulai kebiasaan
penggunaan alat penangkap ikan yang ramah lingkungan.
2. Permasalahan Yang Terjadi Di Kelautan Indonesia
ASPEK EKONOMI
1. Daya saing produk perikanan tangkap yang masih rendah
Permasalannya yaitu, Usaha perikanan tangkap belum efisien, Kontinuitas produksi tidak stabil.
Dampak potensialnya yaitu, Penyediaan lapangan kerja akan berkurang, Pendapatan masyarakat
akan menurun, Penerimaan devisa akan menurun.
Permasalahannya yaitu, Sistem logistik ikan belum tertata dengan baik dan efisien, Daya beli
sebagian besar masyarakat Indonesia masih lemah, Tingkat pemahaman untuk pengamanan
kualitas ikan pada nelayan/pembudi daya ikan masih kurang. Dampak potensialnya yaitu,
usaha perikanan akan sangat tergantung dengan Negara pengimpor, Kualitas masyarakat
Indonesia akan menurun, akibat rendahnya tingkat konsumsi ikan per kapita, Akan terjadi
penggunaan bahan-bahan yang berbahaya untuk mengawetkan / mengolah ikan
Permasalahannya yaitu, Prosedur perbankan yang sulit dipenuhi bagi nelayan skala kecil,
Tingkat suku bunga kredit yang masih relatif tinggi. Dampak potensialnya yaitu, Usaha
perikanan yang ada tidak akan berkembang, Akan terjadi tingkat pemanfaatan sumber daya ikan
yang tidak berimbang dan optimal.
ASPEK SOSIAL
Permasalahannya yaitu, Profesi nelayan masih termasuk pekerjaan informal dan tanpa
persyaratan, Sistem upah untuk nelayan buruh masih bersifat harian dengan cara bagi hasil,
Sebagian besar nelayan skala kecil berusaha secara sendirisendiri (individual). Dampak
potensialnya yaitu, Sulit mewujudkan praktikpraktik penangkapan ikan yang profesional dan
bertanggungjawab, Tingkat kesejahteraan nelayan buruh akan sulit ditingkatkan, karena tidak
memiliki kemampuan manajemen keuangan yang baik, Posisi tawar nelayan menjadi lemah.
ASPEK LINGKUNGAN
ASPEK KELEMBAGAAN
8. Sistem pendataan perikanan tangkap yang belum andal dan masih parsial
Permasalahannya yaitu, Mekanisme pengumpulan data perikanan tangkap masif bersifat pasif,
Belum adanya sistem pengelolaan data perikanan tangkap yang terintegrasi, Terbatasnya SDM
pengelola data perikanan tangkap, Terbatasnya sarana dan prasarana untuk pengelolaan data
perikanan tangkap. Dampak potensialnya yaitu, Rumusan Kebijakan dan Program Pembangunan
Perikanan Tangkap Tidak Tepat Sasaran, Terbatasnya Investasi Perikanan Tangkap karena
ketidaktersediaan data dan informasi, dan Salah pengelolaan.
A. Permasalahan illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing
Kegiatan IUU fishing tidak hanya dilakukan oleh oleh kapal-kapal ikan berbendera asing
saja, tetapi juga dilakukan oleh kapal-kapal ikan nasional. Hal ini tercemin dengan masih
rendahnya tingkat kepatuhan kapal-kapal ikan nasional akan aturan main dalam pengelolaan
sumber daya ikan, seperti tidak patuhnya kapal-kapal ikan nasional dalam menggunakan VMS
(vessel monitoring system) dan pelaporan logbook hasil tangkapannya. Selain itu, juga masih ada
nelayan ataupun pengusaha perikanan tangkap yang menggunakan jenis-jenis alat tangkap yang
destructive (merusak) atau bahan-bahan yang berbahaya dalam kegiatan operasi penangkapan
ikannya. Masih maraknya kegiatan IUU fishing di Indonesia ini, secara nyata telah menimbulkan
kerugian yang tidak sedikit, baik dari sisi ekonomi, sosial maupun lingkungan, sehingga aktivitas
ini dapat dinyatakan sebagai kendala utama bagi Indonesia dalam mewujudkan perikanan
tangkap yang berkelanjutan. Sebagai gambaran, bahwa kerugian Indonesia akibat kegiatan illegal
fishing saja (penangkapan ikan yang ilegal atau tidak memiliki ijin lengkap) di Laut Arafura
mencapai 40 triliun rupiah per tahun.6 Kemudian, untuk kerugian dari aktivitas unreported
fishing (penangkapan ikan yang tidak dilaporkan), walaupun belum ada laporan perkiraan
besaran nilai kerugiannya, namun diperkirakan juga relatif besar akibat berdampak negatif pada
lingkungan, utamanya dalam hal pendataan ikan hasil tangkapan. Diperkirakan masih cukup
banyak hasil tangkapan yang tidak dilaporkan, salah satu akibatnya adalah terjadi bias informasi
tentang status sumber daya ikan di suatu perairan, yang pada akhirnya akan mengakibatkan
aktivitas penangkapan ikan yang terlalu intensif atau berlebih, yang dalam jangka panjang tentu
akan menurunkan sumber daya ikan itu sendiri, dikarenakan tidak ada kesempatan ikan
melakukan recovery stok populasinya. Selanjutnya, untuk unregulated fishing (penangkapan ikan
yang tidak diatur), perkiraan besaran nilai kerugiannya juga relatif besar akibat berdampak
negatif pada lingkungan, walaupun belum ada laporan terkait hal tersebut. Salah satu akibat
penggunaan jenis alat-alat tangkap ikan yang tidak diatur adalah tingginya hasil tangkapan by
catch (hasil tangkapan sampingan yang tidak dimanfaatkan) dan/atau juvenil (anak-anak ikan),
karena alat-alat penangkapan ikannya yang tidak/kurang selektif. Masalah IUU fishing menjadi
masalah utama dan rumit yang dihadapi subsektor perikanan tangkap hingga kini.
Regulasi yang telah dibuat oleh Pemerintah tentunya harus diimbangi dengan
pengawasan yang efektif. Pengawasan bukan hanya diperuntukkan bagi para 7 [KKP]
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. Laporan Statistik Perikanan Tangkap Tahun 2012.
Jakarta. Bab 1 Pendahuluan Page 1-8 pelaku illegal fishing semata, namun juga bagi pelaggar
dari setiap aturan atau kesepakatan terkait perikanan berkelanjutan yang telah dibuat. Dalam
melaksanakan pengawasan ini, Pemerintah juga harus menggandeng masyarakat dan pelaku
usaha perikanan untuk bersama-sama mengawasi aktivitas perikanan yang berjalan dan kondisi
lingkungan lautnya guna mewujudkan aktivitas perikanan yang berkelanjutan.