Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN SPTK KEPERAWATAN JIWA

PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI

Erni nuryanah

5021031025

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
UNIVERSITAS FALETEHAN
SERANG TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KASUS (HALUSINASI)
Halusinasi adalah suatu tanggapan dari panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal Halusinasi merupakan gangguan persepsi
dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Ada
lima jenis halusinasi yaitu pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan
dan perabaan. Halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang
paling banyak ditemukan terjadi pada 70% pasien,kemudian halusinasi
penglihatan 20%, dan sisanya 10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan
dan perabaan.

Pasien halusinasi merasakan adanya stimulus yang sebetulnya tidak ada.


Perilaku yang teramati pada pasien yang sedang mengalami halusinasi
pendengaran adalah pasien merasa mendengarkan suara padahal tidak ada
stimulus suara. Sedangkan pada halusinasi penglihatan pasein mengatakan
melihat bayangan orang atau sesuatu yang menakutkan padahal tidak ada
bayangan tersebut. Pada halusinasi penghidu pasien mengatakan membaui
bau-bauan tertentu padahal orang lain tidak merasakan sensasi serupa.
Sedangkan pada halusinasi pengecapan, pasien mengatakan makan atau
minum sesuatu yang menjijikkan. Pada halusinasi perabaan pasien
mengatakan serasa ada binatang atau sesuatu yang merayap ditubuhnya atau
di permukaan kulit (Nurhalimah, 2016).

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


A. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Faktor Biologis
Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
(herediter), riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat
penggunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain (NAPZA).
2. Faktor Psikologis
Memiliki riwayat kegagalan yang berulang. Menjadi korban, pelaku
maupun saksi dari perilaku kekerasan serta kurangnya kasih sayang
dari orang-orang disekitar atau overprotektif.
3. Sosiobudaya dan lingkungan
Sebagian besar pasien halusinasi berasal dari keluarga dengan sosial
ekonomi rendah, selain itu pasien memiliki riwayat penolakan dari
lingkungan pada usia perkembangan anak, pasien halusinasi
seringkali memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta
pernahmmengalami kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian,
hidup sendiri), serta tidak bekerja.

B. FAKTOR PRESIPITASI
Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi sensori halusinasi
ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau
kelainan struktur otak, adanya riwayat kekerasan dalam keluarga, atau
adanya kegagalan- kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan
atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan
pasien serta konflik antar masyarakat.

C. JENIS-JENIS HALUSINASI
1. Pendengaran, mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara
orang.
2. Penglihatan, stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar-
gambar, bayangan yang rumit atau komplek, bayangan bisa
menyenangkan bahkan menakutkan seperti melihat moster.
3. Penghidu, membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin dan
fase umunya bau-bauan yang tidak menyenangkan.
4. Pengecapan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah,urin atau feses.
5. Perabaan, mengalami nyeri/ketidak nyamanan tanpa stimulus yang
jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.
D. FASE-FASE HALUSINASI
1. Fase I Comforting : Ansietas sebagai halusinasi menyenangkan
Karakteristik : Klien mengalami perasaan seperti ansietas, kesepian,
rasa bersalah dan takut mencoba untuk befokus pada pikiran
menyengkan untuk meredakan ansietas individu mengenal bahwa
pikiran-pikiran dan pengalaman sensor berada dalam kondisi
kesadaran jika ansietas dapat ditangani psikotik.
Perilaku Pasien : Tersenyum dan tertawa tidak sesuai menggerekan
bibir tanpa suara mengegerkan mata yang cepat dan respon verbal
yang lambat jika Sedang asik sendiri meningkat tanda-tanda sarat
otonomi.
2. Fase II Condemning : ansietas berat halusinasi memberatkan
Karakteristik : Pengalaman sensasi menjijikan dan
menakutkan,klien mulai lepas kendali dan mungkan mencoba untuk
mengambil jaraknya dengan sumber yang dipersepsikan klien
mengkin mengalami diperlukan / pengamalan sensori dan menarik
diri dari orang lain, psikotik ringan.
Perilaku pasien : Ansietas seperti peningkatan denyut jantung
pernafasan dan tekanan darah, rentang perhatian menyempit asik
dengan penglaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan
halusinasi dan realita.
3. Fase III Controling : ansietas berat pengalamn sensorsi menjadi
berkuasa.
Karakteristik : Klen berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusnasinya menjadi menarik, klien
mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasinya berhenti
psikotik.
Perilaku Pasien : Kemampuan dikendalikan halusinasi akan lebih
ditakuti, kerusakan berhubungan dengan orang lain, rentang
perhatian hanya beberapa detik / menit adanya tanda-tanda fisik
ansietas berat berkeringat, tremor, tidak mampu memahami
peraturan.
4. Fase IV Conquering : Pasien benar-benar terkendalikan dengan
halusinasinya.
Karakteristik : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi berakhir dari beberapa jam / hari jika
intervensi terapeutif psikoti berat.
Perilaku Pasien : Perilaku tremor akibat panik, potensi kuat suicida /
nomicide aktifitas merefleksikan halusinasi perilaku isi, seperti
kekerasan, agitas menarik diri katafonici, tidak mampu merespon
terhadap pemerintah, yang komplek tidak mampu berespon lebih dari
satu orang.

E. MEKANISME KOPING
1. Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon
neurobiologik termasud :
2. Regresi adalah mundur pada karakteristik perilaku tingkat
perkembangan sebelumnya.
3. Projeksi adalah menghubungkan pemikiran atau implus seseorang
pada orang lain. Melaluli proses ini seseorang dapat menghubungkan
keinginan yang tidak realistik, perasaan, perasaan emosi, atau
motivasi pada orang lain.
4. Menarik diri

F. RENTANG RESPON

Respon adaptif : Respon maladaptive :


- Fikiran logis - Delusi
- Pikiran kadang
- Persepsi akurat - Halusinasi
menyimpang
- Emosi konsisten - Ketidakmampuan
- Ilusi
dengan pengalaman emosi
- Reaksi emosional
- Perilaku sesuai - Isolasi sosial
kurang / lebih
- Hubungan social
- Perilaku ganjil
harmonis
- Menarik diri
III. A. POHON MASALAH

Resiko perilaku kekerasan Effect

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : Core Problem


HALUSINASI

Isolasi sosial Cause

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

Gangguan persepsi sensori: halusinasi


Data Subjektif
 Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
 Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
 Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
 Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun,
melihat hantu atau monster
 Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-
kadang bau itu menyenangkan.
 Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
 Merasa takut atau senang dengan halusinasinya

Data Objektif
 Bicara atau tertawa sendiri
 Marah-marah tanpa sebab
 Mengarahkan telinga ke arah tertentu
 Menutup telinga
 Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
 Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
 Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
 Menutup hidung.
 Sering meludah
 Muntah
 Menggaruk-garuk permukaan kulit.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Gangguan persepsi sensori : halusinasi

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Tindakan Keperawatan
Tujuan :
 Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
 Pasien dapat mengontrol halusinasinya
 Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

Tindakan :

a. Melatih pasien menghardik halusinasi


Menghardik adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi
dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk
mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak
mempedulikan halusinasinya. Mungkin halusinasi tetap ada namun
dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk menuruti apa
yang ada dalam halusinasi nya. Tahapan tindakan meliputi :
 Menjelaskan cara menghardik
 Memperagakan cara menghardik
 Meminta pasien memperagakan ulang
 Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien

b. Melatih bercakap-cakap dengan orang lain


Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain makan akan terjadi
distraksi, fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke
percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut. Sehingga cara
ini efektif untuk mengontrol halusinasi.
c. Melatih pasien beraktivitas secara terjadwal
Dengan beraktivitas secara terjadwal pasien tidak akan mengalami
banyak waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan halusinasi.
Untuk itu pasien yang mengalami halusinasi bisa di bantu dengan cara
beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam.
Tahapan tindakan meliputi :
 Menjelaskan penting nya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi
 Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien
 Melatih pasien melakukan aktivitas
 Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas
yang telah dilatih
 Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan penguatan
terhadap perilaku pasien yang positif

d. Melatih pasien menggunakan obat secara teratur


Pasien gangguan jiwa yang dirawat dirumah sering kali mengalami
putus obat sehingga akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila
kekambuhan terjadi makan untuk mecapai kondisi seperti semula
akan lebih sulit. Untuk itu pasien dilatih menggunakan obat sesuai
program dan berkelanjutan. Tahapan tindakan meliputi :
 Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa
 Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program
 Jelaskan akibat bila putus obat
 Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat

e. Pemberian psikofarmakoterapi
 Golongan butirofenon : Haloperidol, Haldol, Serenace, Ludomer.
 Golongan Fenotiazine : Chlorpromazine/Largactile/Promactile.
2. Evaluasi
 Pasien mempercayai perawat sebagai terapis.
 Pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada obyeknya dan
merupakan masalah yang harus diatasi.
 Pasien dapat mengontrol halusinasi
 Keluarga mampu merawat pasien dirumah.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
(SP 1 HALUSINASI)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Data Subyektif :
 Klien mengatakan sering mendengar suara orang yang sedang
bercerita sedih mengeni khayalannya serta menyuruh klien untuk beli
rokok dan kopi.
 Klien mengatakan mendengar bisikan.
 Klien mengatakan mendengar suara orang yang bercanda-canda
mendengarnya apabila sendiri saat sedang tidur.

Data Objektif :
 Klien kadang didapati berbicara sendiri.
 Klien kadang senyum-senyum sendiri.

2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan Persepsi sensori : Halusinasi


Pendengaran.

3. Tujuan Khusus
a. Klien mengenali halusinasi yang dialaminya
b. Klien dapat mengontrol halusinasinya
c. Klien mengikuti program pengobatan secara optimal

4. Tindakan Keperawatan:
a. Membantu klien mengenali halusinasinya.
b. Melatih klien mengontrol halusinasinya.

B. STRATEGI KOMUNIKASI
1. ORIENTASI :
a. Salam terapeutik :
Assalamualaikum bapak. Saya perawat yang akan merawat bapak.
Nama saya Erni nuryanah saya senang dipanggil dengan Erni.
Bagaimana kalau kita berkenalan pak ? nama bapak siapa ? senang
di panggil apa ?
b. Evaluasi/Validasi:
Bagaimana perasaan bapak hari ini ? apa keluhan yang dirasakan
bapak saat ini ?
c. Kontrak
Topik :
Baiklah pak, bagaimana kalau kita bercakap-cakap atau mengobrol
tentang suara yang selama ini bapak dengar tetapi tidak tampak
wujudnya ?
Waktu : mau berapa lama pak ? bagaimana kalau 20 menit ?
Tempat : tempatnya mau dimana pak kita ? bagaimana kalau
diruang tamu ?
d. Tujuan :
Tujuan kita bercakap-cakap ini untuk mengenali halusinasi yang
bapak alami. Nanti saya bantu untuk mengontrol halusinasinya dan
cara menghardiknya ?

2. KERJA :
Apakah bapak mendengar suara tanpa ada wujdunya ? Apa yang
dikatakan suara itu? Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-
waktu? Kapan yang paling sering bapak dengar suara ? dalam sehari
berapa sering suara itu datang ? pagi kah ? siang ? atau malam ? jam
berapa ? suara itu muncul pas bapak lagi ngapain ? apakah pada waktu
sendiri ? apa yang bapak rasakan saat bapak mendengar suara itu ? lalu
apa yang bapak lakukan ? apakah dengan cara itu suara-suara itu
hilang
? sekarang Bagaimana kalau kita belajar cara mencegah suara-suara itu
agar tidak muncul. Pertama dengan cara menghardik suara tersebut,
kedua dengan cara bercakap-cakap, ketiga melakukan kegiatan yang
sudah terjadwal dan ke empat minum obat secara teratur.
Bagaimana
kalau kita belajar satu dulu yaitu dengan menghardik suara-suara
tersebut? Caranya : saat suara itu muncul, bapak langsung tutup telinga
dan katakan “pergi, jangan ganggu saya, kamu suara palsu, saya tidak
mau dengar”
Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak
peragakan. Nah begitu bagus pak, coba lagi ya pak. Bagus bapak sudah
bisa.

3. TERMINASI
a. Evaluasi
Subyektif :
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tadi ? bapak
merasa senang tidak dengan latihan menghardik tadi ?
Obyektif :
Tadikan kita sudah latihan cara menghardik, boleh bapak ulangi cara
menghardik yang tadi kita lakukan .
b. Rencana Tindak Lanjut :
Kalau suara-suara itu muncul lagi, silahkan bapak coba cara
menghardik yang sudah kita lakukan tadi. nanti dilakukan ya pak.
c. Kontrak
Topik :
Bagaimana kalau besok kita ngobrol-ngobrol lagi tentang cara lain,
yaitu bercakap-cakap dengan orang lain saat suara itu muncul lagi.
Waktu :
Kira-kira waktunya mau kapan pak ? bagaimana kalau besok jam
09:00 pagi. bisa ?
Tempat :
Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok dimana ya pak ?
bagimana kalau diruang tamu seperti sekarang ?
DAFTAR PUSTAKA

Nurhalimah. 2016. KEPERAWATAN JIWA. Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia.
Modul Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Universitas Faletahan 2018.
Kusumawati dan Hatono.2010. BUKU AJAR KEPERAWATAN JIWA. Jakarta :
Salemba Medika
Stuart & Laraia. 2005. BUKU SAKU KEPERAWATAN JIWA (terjemahan).
Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai