Anda di halaman 1dari 14

TUGAS HUKUM BISNIS

“TEORI PERSEROAN TERBATAS (PT)“

Dosen Pengampu : Suherdi, S.Pd., S.H., M.M.

“Tugas Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah

Hukum Bisnis”

Disusun oleh :

Khairunnisa Salsabila (1705621029)

KELAS C

PRODI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2021
1. Persyaratan Pendirian PT
a. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(PT), yaitu :
 Akta Pendirian
Menurut UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, prosedur
pendirian PT juga tidak banyak berubah dengan prosedur pendirian PT yang
ditentukan oleh UU No. 1 Tahun 1995. Prosedur pendirian PT di dalam UU No.
40 Tahun 2007 tentang PT diatur di dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 14
(delapan pasal).
Menurut Pasal 7 ayat ( 1 ) UU No. 40 Tahun 2007 tentang PT, dikatakan
bahwa “Perseroan didirikan minimal oleh 2 ( dua ) orang atau lebih dengan akta
notaris yang dibuat dalam dalam Bahasa Indonesia”.
 Pengesahan Oleh Menteri
Dimaksud dengan Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang hukum dan hak asasi manusia. Dalam mendirikan perseroan
terbatas tidak cukup dengan cara membuat akta pendirian yang dilakukan dengan
akta otentik. Akan tetapi harus diajukan pengesahan kepada Menteri, guna
memperoleh status badan hukum. Pengajuan pengesahan dapat dilakukan oleh
Direksi atau kuasanya. Jika dikuasakan hanya boleh kepada seorang Notaris
dengan hak substitusi.
 Pendaftaran
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1995 tentang PT yang melakukan
pendaftaran setelah diperoleh pengesahan dibebankan kepada Direksi Perseroan
maka di dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang PT ini maka yang
menyelenggarakan daftar perseroan setelah diperoleh pengesahan adalah Menteri
yang memberikan pengesahan badan hukum dan memasukkan data perseroan
secara langsung. Daftar perseroan memuat data tentang Perseroan yang meliputi :

 Nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha,
jangka waktu pendirian, dan permodalan.
 Alamat lengkap Perseroan.
 Nomor dan tanggal akta pendirian dan Keputusan Menteri mengenai
pengesahan badan hukum Perseroan.
 Nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan persetujuan
Menteri.
 Nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan tanggal
penerimaan pemberitahuan oleh Menteri.
 Nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta pendirian dan
akta perubahan anggaran dasar.
 Nama lengkap dan alamat pemegang saham, anggota Direksi dan anggota
Dewan Komisaris Perseroan.
 Nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan tanggal penetapan
pengadilan tentang pembubaran Perseroan yang telah diberitahukan
kepada Menteri.
 Berakhirnya status badan hukum Perseroan.
 Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan bagi
Perseroan yang wajib diaudit.

b. Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 tentang Modal


Dasar Perseroan serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran
Perseroan yang Memenuhi Kriteria untuk Usaha Mikro dan Kecil (“PP
8/2021”), ada beberapa syarat yang wajib dipenuhi pendiri PT UMK atau PT
Perorangan :

 PT perorangan harus didirikan oleh warga negara Indonesia (“WNI”)


dengan mengisi persyaratan pendirian dalam bahasa Indonesia
 WNI tersebut harus memenuhi syarat usia minimal 17 tahun dan cakap
hukum
 Jumlah pemegang saham hanya satu orang
 Pendiri PT perorangan hanya dapat mendirikan PT perorangan sebanyak
satu kali dalam kurun waktu satu tahun.

c. Syarat pendirian PT persekutuan modal atau PT biasa juga dimuat dalam undang-
undang. Pasal 109 angka 2 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 7 UU PT
menerangkan ketentuan sebagai berikut :

 PT didirikan oleh 2 orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat
dalam bahasa Indonesia
 Setiap pendiri PT wajib mengambil bagian saham pada saat PT didirikan
 PT memperoleh status badan hukum setelah didaftarkan kepada
Menkumham dan mendapatkan bukti pendaftaran
 Setelah PT memperoleh status badan hukum dan pemegang saham
menjadi kurang dari 2 orang, dalam jangka waktu paling lama 6 bulan
terhitung sejak keadaan tersebut, pemegang saham yang bersangkutan
wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau PT
mengeluarkan saham baru kepada orang lain.
2. Prosedur Pendirian PT

a. Ketentuan mengenai pembuatan Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam Pasal 7


sampai Pasal 14 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT).
Berikut ini merupakan prosedur yang harus dilalui agar dapat mendirikan PT :

 Pengajuan Nama Perseroan Terbatas

Sebelum akta pendirian dibuat, para pendiri harus mengajukan


permohonan nama PT secara online di AHU Online yang diselenggarakan oleh
Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum. Prosedur ini dilakukan untuk
memastikan bahwa nama PT yang diajukan memenuhi persyaratan yang
ditentukan oleh Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2011, yaitu :

 Ditulis dengan huruf latin


 Belum dipakai secara sah oleh pt lain atau tidak sama pada pokoknya
dengan nama PT lain
 Tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan
 Tidak sama atau tidak mirip dengan nama lembaga negara, lembaga
pemerintah, atau lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari
lembaga yang bersangkutan
 Tidak terdiri atas angka atau rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf
yang tidak membentuk kata
 Tidak mempunyai arti sebagai PT, badan hukum, atau persekutuan perdata
 Tidak hanya menggunakan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha
sebagai nama PT
 Sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha PT, dalam hal
maksud dan tujuan serta kegiatan usaha akan digunakan sebagai bagian
dari nama PT.

 Pembuatan Akta Pendirian


Dalam pembuatan akta pendirian PT tersebut para pendiri harus hadir atau
dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa. Akta pendirian berisikan
anggaran dasar maupun keterangan lainnya.

3. Pemakaian Nama PT

a. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2011


Tentang Tata Cara Pengajuan Dan Pemakaian Nama Perseroan Terbatas, Bab 3
Pasal 8 :

 Pemakaian Nama Perseroan harus didahului dengan frase ”Perseroan


Terbatas” atau disingkat ”PT”.
 Bagi Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pada akhir nama Perseroan ditambah singkatan “Tbk”.
 Bagi Perseroan Persero selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditambah penulisan kata “Persero”.
4. Harta Kekayaan PT
a. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga
memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu
saham yang menjadi bukti pemilikan perusahaan. Pemilik saham mempunyai
tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki. Saham di
dalam sebuah Perseroan Terbatas dapat terbagi atas:

 Saham/Sero Atas Nama, yaitu nama persero ditulis di atas surat sero
setelah didaftarkan dalam buku Perseroan Terbatas sebagai persero.
 Saham/Sero Pembawa, yaitu suatu saham yang di atas surat tidak
disebutkan nama perseronya.

Ditinjau dari hak-hak persero, saham/sero dapat pula dibagi sebagai berikut:

 Saham/Sero Biasa, sero yang biasanya memperoleh keuntungan


(dividen) yang sama sesuai dengan yang ditetapkan oleh rapat umum
pemegang saham.
 Saham/Sero Preferen, sero preferen ini selain mempunyai hak dan
dividen yang sama dengan sero biasa, juga mendapat hak lebih dari sero
biasa.
 Saham/Sero Kumulatif Preferen, sero kumulatif preferen ini
mempunyai hak lebih dari sero preferen. Bila hak tersebut tidak bisa
dibayarkan pada tahun sekarang, maka dibayarkan pada tahun berikutnya

5. Modal PT

a. Pasal 41 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU


PT) megenal 3 jenis modal perusahaan, yaitu modal dasar, modal ditempatkan,
dan modal disetor. Ketiga jenis modal tersebut harus tercantum di dalam
Anggaran Dasar (AD) perusahaan meskipun berbeda satu sama lain.
 Modal Dasar

Modal dasar adalah seluruh nilai nominal saham dari perusahaan (Pasal 31
Ayat 1 UU PT). Pada prinsipnya, modal dasar adalah jumlah nilai nominal saham
yang dapat dikeluarkan oleh perusahaan. Penentuan jumlah saham yang menjadi
modal dasar ditentukan di dalam Anggaran Dasar (AD) perusahaan yang
bersangkutan.

Selanjutnya, Pasal 32 Ayat 1 UU PT menentukan bahwa modal dasar


perusahaan paling sedikit Rp50.000.000,- (lima puluh juta). Akan tetapi,
ketentuan ini tidak berlaku lagi karena telah diubah di dalam Pasal 109 Angka 3
Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tetang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang
menyebutkan bahwa besaran modal dasar PT ditentukan berdasarkan kesepakatan
para pendiri perusahaan. Ketentuan tersebut juga sejalan dengan yang diatur
dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2021 tentang Modal Dasar
Perseroan Serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan
yang Memenuhi Kriteria Untuk Usaha Mikro Dan Kecil (PP 8/2021).

Namun, hal di atas tidak berlaku bagi perusahaan yang melaksanakan


kegiatan usaha tertentu yang mana besaran minimum modal dasar harus sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Contohnya, perusahaan
asuransi yang menentukan modal disetor saat pendirian berjumlah minimal
Rp150 miliar. Oleh karena itu, modal dasar perusahaan asuransi tidak boleh
kurang daripada jumlah tersebut.
 Modal Ditempatkan

Modal ditempatkan adalah jumlah saham yang diambil oleh para pendiri
atau pemegang saham dan saham tersebut ada yang sudah dibayarkan dan ada
juga yang belum dibayar. Jadi, modal ditempatkan adalah modal yang disanggupi
pendiri atau pemegang saham untuk dilunasi olehnya, dan saham tersebut
diserahkan kepada pemegang saham untuk dimiliki.

Berdasarkan Pasal 33 Ayat 1 UU PT dan Pasal 4 PP 8/2021, minimal 25%


dari modal dasar harus ditempatkan dan disetor penuh dengan bukti penyetoran
yang sah. Bukti penyetoran yang sah wajib disampaikan secara elektronik kepada
Menteri Hukum dan HAM dalam waktu paling lama 60 hari terhitung sejak
tanggal akta pendirian perusahaan atau pengisian pernyataan pendirian untuk
perusahaan perorangan.

 Modal Disetor

Modal disetor adalah modal yang sudah dimasukkan pemegang saham


sebagai pelunasan pembayaran saham yang diambilnya sebagai modal yang
ditempatkan dari modal dasar perusahaan. Mudahnya, modal disetor adalah
saham yang telah dibayar lunas oleh pemegang saham. Sama seperti modal
ditempatkan, ketentuan modal disetor ini merujuk kepada Pasal 33 Ayat 1,
sehingga minimal 25% dari modal dasar harus telah ditempatkan dan telah disetor
penuh saat mendirikan PT.

Contoh, Alvira dan Niken adalah pendiri dari PT Y yang menyetujui


modal dasarnya adalah sebesar Rp200 juta yang terbagi dari 2000 lembar saham.
Adapun per lembar saham nantinya akan bernilai Rp 100 ribu. Dari modal dasar
tersebut, Alvira dan Niken menyanggupi dan mengambil total saham sebesar
Rp150 juta. Maka, Rp150juta merupakan modal ditempatkan yang harus disetor
penuh. Sementara sisa Rp50 juta merupakan saham yang belum ditempatkan atau
disebut sebagai saham portepel. Jika suatu saat PT Y membutuhkan modal
tambahan, maka Rp50 juta dapat diambil/dibayarkan oleh pemegang saham
existing atau pemegang saham baru. Alvira dan Niken kemudian melakukan
penyetoran sebesar Rp50 juta, berarti ada sisa yang belum dilunasi sebesar Rp100
juta. Sisa tersebut harus sudah dibayarkan secara lunas saat pendirian PT.
Penyetoran secara mengangsur tidak dimungkinkan dan semua modal yang
ditempatkan harus sudah disetor penuh saat PT didirikan.
6. Organ-Organ PT
a. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (UUPT) menyatakan bahwa Perseroan Terbatas memiliki 3 organ
penting yaitu Direksi, Komisaris dan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham).
Ketiganya harus ada dalam Perseroan, apabila salah satunya tidak ada maka PT
tidak dapat didirikan.
 Direksi
Pasal 1 ayat 5 UUPT menjelaskan bahwa Direksi adalah “Organ Perseroan
yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan dan
tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar
pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar Perseroan.”
Dalam jabatannya, Direksi memiliki kewenangan untuk mengurus segala
hal guna kepentingan Perseroan dan memiliki kewenangan untuk bertindak
sebagai wakil perseroan. Kewenangan sebagaimana tersebut harus dijalankan
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Selain itu, dalam menjalankan
kewenangannya, Direksi harus melandaskan pada kebijakan yang dipandang tepat
dan dalam batas yang ditentukan oleh Undang-Undang dan atau Anggaran Dasar.
Selain kewenangan sebagaimana tersebut diatas, Pasal 100 UUPT menyebutkan
bahwa direksi juga memiliki kewajiban untuk menjalankan dan melaksanakan
beberapa tugas “administrastif” selama jabatannya diantaranya adalah:

 Membuat daftar (daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS


dan risalah rapat direksi)
 Membuat Risalah RUPS dan Risalah Rapat Direksi
 Membuat laporan tahunan
 Memelihara dan menyimpan dokumen PT
 Direksi untuk memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa
dokumen
 Melaporkan saham yang dimiliki anggota direksi
 Kewajiban yuridis meminta persetujuan RUPS atas
pengalihan/pengagunan kekayaan perseroan.

 Komisaris
Pasal 1 Ayat 6 UUPT menyebutkan bahwa,“Komisaris adalah organ
Perseroan yang bertugas untuk melakukan pengawasan secara umum dan khusus
dalam Perusahaan sesuai dengan Anggaran Dasar.” Pasal 108 PT menyatakan
bahwa Komisaris memiliki tugas untuk mengawasi kebijakan pengurusan
Perseroan pada umumnya, atau usaha Perseroan kepada Direksi. Komisaris
memiliki wewenang dalam Perseroan, antara lain:

 Melakukan pengawasan kepada direksi dalam menjalankan perusahaan,


apakah telah sesuai dengan anggaran dasar dan atau perundang-undangan
 Memberikan nasihat kepada Direksi atas jalannya perusahaan
 Mengetahui segala tindakan yang dilakukan direksi dalam perusahaan
 Dapat memberhentikan seorang atau beberapa direksi apabila diketahui
direksi menjalankan perusahaan dengan prinsip yang bertentangan dan
maksud dan tujuan Perseroan atau atau perundang-undangan yang
berlaku.

Selain kewenangan tersebut, Komisaris juga memiliki kewajiban dan


tugas sebagaimana termuat dalam Pasal 116 UUPT yaitu;

 Membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya;


 Melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau
keluarganya pada Perseroan dan Perseroan lain;
 Memberikan laporan tentang tugas pengawsan yang telah dilakukan
selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS.

 Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Pasal 1 ayat 4 UUPT menerangkan bahwa RUPS adalah,“Organ Perseroan


yang memiliki kewenangan yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan
Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau
anggaran dasar.”

Dari penjelasan yang diberikan Undang-Undang PT tersebut, RUPS


adalah organ PT yang memiliki kewenangan eksklusif namun bukan kewenangan
tertinggi dalam Perseroan. RUPS harus dilaksanakan minimal 1 (satu) tahun
sekali selama PT masih berjalan, dan paling lambat dilakukan 6 (enam) bulan
setelah tahun buku Perseroan ditutup. Kewenangan RUPS termuat dalam Pasal
34-105 UUPT antara lain :
 Penetapan perubahan anggaran dasar;
 Penetapan pengurangan modal;
 Pemeriksaan, persetujuan, dan pengesahan laporan tahunan;
 Penetapan penggunaan laba;
 Pengangkatan dan pemberhentian direksi dan komisaris;
 Penetapan mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan;
 Penetapan pembubaran Perseroan.

7. Kelebihan dan Kekurangan PT


a. Kelebihan PT
 Pemisahan Harta Pribadi dan Harta Perusahaan

Apabila PT memperoleh laba atau mengalami kerugian, maka kewajiban


sebatas modal yang Anda setor. Oleh karena itu, harta pribadi masing-masing
pemegang saham tidak bertanggung jawab atas kerugian perusahaan. Pasal 3
ayat (1) UU No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa:
“Para pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas tindakan
PT dan perikatan yang dilakukan oleh PT melebihi dari saham yang dimiliki oleh
masing-masing pemegang saham.”

 Sistem Kepemilikan Jelas

Sistem kepemilikan PT berdasarkan kepemilikan saham. Dengan


demikian, sistem kepemilikan menjadi jelas.

 Kepemilikan Saham Mudah Dialihkan

Dengan sistem kepemilikan yang jelas. Alhasil, kepemilikan saham


mudah dialihkan sesuai ketentuan perusahaan. Misalnya, ketika kita atau
pemegang saham menjual ke pihak lain, maka pihak lain tersebut menjadi
pemegang saham PT, dalam praktitknya tetapa harus sesuai dengan Anggaran
Dasar PT tentang tata cara pengalihan saham.

 Kelangsungan PT Terjamin

PT adalah badan usaha yang berbadan hukum sehingga apabila di


kemudian hari terjadi perubahan pendiri atau pengurus, badan usaha berbentuk
PT masih dapat menjalankan perusahaan. Oleh karena itu, PT bisa berjalan
walaupun pendiri dan pengurusnya berubah. Alhasil, keberlangsungan PT tetap
terjamin.

 Ekspansi Bisnis Lebih Mudah

Badan usaha berbentuk PT dapat bekerja sama dengan pihak asing (PT
PMA). Selain itu, Anda memiliki peluang yang lebih besar dalam menjalankan
aktivitas bisnis. Anda juga dapat berpartisipasi dalam tender serta
mengembangkan jenis usaha dan wilayah operasional yang lebih luas.

b. Kekurangan PT

 Proses yang Rumit

Sebagian besar orang beranggapan proses mendirikan PT rumit. Namun,


dengan adanya sistem AHU Online dan Online Single Submission mempermudah
dalam mendirikan PT.

 Membutuhkan Dana yang Besar

Awalnya dalam mendirikan PT, terdapat jumlah nominal tertentu yang


harus Anda setor sebagai modall dasar PT. Namun, setelah adanya UU Cipta
Kerja, modal dasar PT ditentukan sebagaimana kesepakatan para pendiri
perseroan. Sedangkan untuk PT PMA, modal dasarnya minimal sebesar Rp
10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).

 Pembubaran PT yang Rumit

Dalam proses pembubaran PT, telah ada dalam undang-undang. Sebelum


Anda membubarkan PT, semua kewajiban PT telah Anda bayar dan kewajiban
pajak sudah Anda tunaikan. Oleh karena itu, tidak semudah membubarkan badan
usaha lain.

8. Pembubaran Perseroan dan Likuiditas

Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas


sebagaimana diubah dengan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut
UUPT), setelah perseroan dibubarkan, ada proses likuidasi dan pencatatan hapusnya status badan
hukum sekaligus penghapusan nama perseroan dari daftar perseroan. Namun dalam
kenyataannya, pembubaran perseroan oleh RUPS kerap tidak diikuti proses likuidasi dan
penghapusan nama atau status badan hukum sebagaimana disyaratkan UUPT. Bahkan,
pengumuman rencana pembagian hasil likuidasi yang seharusnya dilakukan sebelum kekayaan
perseroan dibagikan juga tidak dilakukan. Hal ini umumnya terjadi pada perseroan terbatas
modal kecil, menengah, dan perusahaan keluarga.

UUPT membagi berakhirnya perseroan dalam tiga tahap. Tahap pertama, pembubaran.
Pasal 142 ayat (1) menentukan enam sebab pembubaran perseroan.8 Sejak dibubarkan,
perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk likuidasi. Setiap surat keluar
harus dicantumkan kata “dalam likuidasi” di belakang nama perseroan sebagai bentuk
pemberitahuan kepada pihak ketiga. Dalam waktu 30 hari sejak pembubaran, likuidator wajib
mengumumkan pada surat kabar dan berita negara,9 dan setelahnya memberitahukan kepada
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut Menteri). Apabila tidak dilakukan,
pembubaran perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga dan likuidator bertanggung gugat secara
pribadi atas kerugian pihak ketiga. Kreditur diberi waktu 60 hari sejak pengumuman untuk
mengajukan tagihannya. Apabila kreditur tidak mengajukan tagihan, padahal terdapat sisa
kekayaan setelah likuidasi, maka kreditur dapat mengajukan tagihan kepada pengadilan negeri
dalam waktu 2 tahun sejak tanggal pengumuman.

Tahap kedua, likuidasi atau pemberesan (vereffening). Likuidasi adalah kata serapan dari
bahasa Inggris liquidation yang berarti penentuan besarnya hutang yang belum jelas,
penyelesaian hutang, atau proses mengubah harta kekayaan menjadi uang tunai, khususnya
untuk menyelesaikan hutang. Likuidasi berarti pemberesan penyelesaian dan pengakhiran urusan
perseroan. Tindakan-tindakan yang dilakukan dalam penyelesaian urusan perseroan antara lain :
 Pencatatan Dan Pengumpulan Kekayaan
 Penentuan Tata Cara Pembagian Kekayaan
 Pembayaran Kepada Kreditur
 Pembayaran Sisa Kekayaan Hasil Likuidasi Kepada Pemegang Saham
 Tindakan Lain Yang Diperlukan
Setelah mencatat kekayaan perseroan, baik aktiva maupun pasiva, likuidatur menjual
aktiva yang bukan berupa uang tunai. Setelah seluruh kekayaan perseroan menjadi uang tunai,
likuidatur membayar para kreditur. Jika setelah pembayaran masih ada sisa, maka sisa hasil
likuidasi tersebut dibagikan kepada pemegang saham secara proporsional. Sebelum melakukan
pembayaran kepada kreditur dan pemegang saham, likuidator wajib mengumumkan rencana
pembagian, termasuk daftar rincian utang dan rencana pembayarannya, pada surat kabar dan
berita negara. Setelah diumumkan, ada tenggang waktu 60 hari bagi kreditur untuk mengajukan
keberatan.
Tahap ketiga, berakhirnya status badan hukum. Setelah proses likuidasi selesai, likuidator
wajib mempertanggungjawabkan tugasnya kepada RUPS atau pengadilan yang mengangkatnya.
Jika pertanggungjawaban diterima, likuidator dibebaskan dari tanggung jawabnya (acquit et de
charge). Dalam waktu 30 hari likuidator wajib mengumumkan hasil likuidasi di surat kabar dan
memberitahukan kepada Menteri. Atas pemberitahuan tersebut Menteri mencatat berakhirnya
status badan hukum perseroan dan mengumumkannya dalam berita negara serta menghapus
nama perseroan dari daftar perseroan.

Pasal 143 ayat (1) UUPT menegaskan “Pembubaran Perseroan tidak mengakibatkan
Perseroan kehilangan status badan hukum sampai dengan selesainya likuidasi dan
pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan.” Hal ini sesuai dengan
doktrin badan hukum bahwa berakhirnya badan hukum tidak simultan dengan pembubaran
badan hukum. Jika badan hukum berakhir pada saat bubar, maka akan menimbulkan komplikasi
hukum mengenai subyek hukum yang menjalankan hak dan kewajiban terhadap kekayaan badan
hukum tersebut setelah bubar. Oleh karenanya, badan hukum masih ada walaupun telah bubar.

Anda mungkin juga menyukai