0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
3 tayangan7 halaman
Bab ini membahas tinjauan pustaka mengenai gagal ginjal kronik yang mencakup definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, dan gangguan sistem organ akibat gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai penyakit yang merusak nefron ginjal seperti infeksi, peradangan, hipertensi, dan gangguan genetik. Penurunan fungsi ginjal menyebabkan berbagai gangguan seperti
Bab ini membahas tinjauan pustaka mengenai gagal ginjal kronik yang mencakup definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, dan gangguan sistem organ akibat gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai penyakit yang merusak nefron ginjal seperti infeksi, peradangan, hipertensi, dan gangguan genetik. Penurunan fungsi ginjal menyebabkan berbagai gangguan seperti
Bab ini membahas tinjauan pustaka mengenai gagal ginjal kronik yang mencakup definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, dan gangguan sistem organ akibat gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai penyakit yang merusak nefron ginjal seperti infeksi, peradangan, hipertensi, dan gangguan genetik. Penurunan fungsi ginjal menyebabkan berbagai gangguan seperti
A. Laporan Pendahuluan a. Definisi Gagal Ginjal Kronik
b. Etiologi Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral. 1. Infeksi, misalnya Pielonafritis kronik. 2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis. 3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefroklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis. 4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif. 5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler ginjal. 6. Penyakit metabolic, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis. 7. Nefropati toksik, misalnya penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale 8. Nefropati obstruktif a) Saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal. b) Saluran kemih bagian bawah: hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra. c. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampao ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produksi sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala- gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tigkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. Fungsi renal menurun, produksi akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat. 1. Gangguan Klinrens Ginjal Banyak masalah muncul pada ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakaan indikator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid. 2. Retensi Cairan dan Ureum Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasu atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin angiostensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosterone. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipertensi dan hypovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik. 3. Asidosis Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk menyekresi ammonia (NH3-) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3), penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi. 4. Anemia Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina, dan sesak napas. 5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah ganguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serium kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar serum kalsium menyebabkan sekresi parathormone dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormone dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang. Selain itu metabolit aktif vitamin D (1,25- dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun. 6. Penyakit Tulang Uremik Disebut osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fofat, dan keseimbangan parathormon. d. Manifestasi Klinik Gagal Ginjal Kronik Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronik dikarenakan gangguan yang bersifat sistemik. Ginja sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi memiliki fungsi yang banyak sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor (Prabowo & Pranata, 2014). Menurut Long dalam Rendi & Margareth (2012), tanda dan gejala GGK sebagai berikut: 1. Gejala dini: letargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, BB menurun, mudah tersinggung dan depresi 2. Gejala lebih lajut: anoreksia, nausea, vomiting, napas dangkal/sesak saat ada kegiatan maupun tidak, edema disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah
Sedangkan menurut Robinson (2013), tanda dan gejala pada gagal ginjal kronis meliputi:
1. Ginjal dan Gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering, penurunan turgor kulit, kelemahan, fatigue, dan mual. Kemudian terjadi penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala yang hebat. Dampak dari peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi akan mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda paling khas adalah terjadinya penurunan urine output dengan sedimentasi yang tinggi. 2. Kardiovaskuler Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomiopati, uremic perikarditis, efusi pericardial (kemungkinan terjadi tamponade jantung), gagal jantung, edema periorbital, dan edema perifer. 3. Sistem respirasi Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi pleura, crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung, dan sesak napas. 4. Gastrointestinal Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi dan kemungkinan juga disertasi parotitis, esophagitis, gastritis, duodenal ulseratif, lesi pada intestinum/kolon, colitis, dan pankreatitis. Kejadian sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea, dan vomiting. 5. Integumen Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering, dan ada scalp. Selain itu biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petekie, dan timbunan urea pada kulit. 6. Neurologi Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropati perifer, nyeri, gatal pada lengan dan kaki. Selain itu, juga adanya kram pada otot dan refleks kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat, iritabilitas, pusing, koma dan kejang. Dari hasil EEG menunjukkan adanya perubahan metabolik ensefalopati. 7. Endokrin Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorea dan gangguan siklus menstruasi pada Wanita, impoten, penurunan sekresi sperma, peningkatan sekresi aldosteron dan kerusakan metabolisme karbohidrat. 8. Hematopoetik Terjadi aneia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositpenia (dampak dialisis), dan kerusakan platelet. Biasanya masalah yang serius pada system hematoligi ditunjukkan dengan adanya perdarahan (purpura, ekimosis, petekie). 9. Muskuloskeletal Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi pada tulang, fraktur patologis, kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard). e. Pemeriksaan Penunjang Gagal Ginjal Kronik Untuk hasil yang lebih akurat, pemeriksaan fungsi ginjal adalah dengan Analisa Creatinin Clearence. Menurut Prabowo & Pratana (2014), pemeriksaan penunjang lainnya adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan Laboratorium (Biokimia) a) Laboratorium Darah: Pemeriksaan utama (BUN, kreatinin), elektrolit (Na, K, Ca, Fosfat), hematologi (Hb, trombosit, Ht, leukosit), protein, antibodi (kehilangan protein dan immunoglobulin). Pemeriksaan kadar elektrolit dilakukan untuk mengetahui status keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal. b) Pemeriksaan Urine: Warna, Ph, berat jenis, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT. 2. Pemeriksaan EKG Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda pericarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia). 3. Pemeriksaan USG Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate. Pada klien gagal ginjal, hasil menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal. 4. Pemeriksaan Radiologi Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal Aretriography, dan Ventography, CT-scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, dan foto polos abdomen. f. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik Mengingat bahwa fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk dikembalikan, maka tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengoptimalkan fungsi ginjal yang ada dan mempertahankan keseimbangan secara maksimal untuk memperpanjang harapan hidup klien. Sebagai penyakit yang kompleks, gagal ginjal kronis membutuhkan penatalaksanaan terpadu dan serius sehingga akan meminimalisir komplikasi dan meningkatkan harapan hidup klien (Prabowo & Pranata, 2014). Menurut Robinson (2013), beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan yaitu: 1. Perawatan kulit yang baik Gunakan sabun yang mengandung lemak dan lotion tanpa alkohol untuk mengurangi rasa gatal. Jangan gunakan sabun yang mengandung gliserin karena akan mengakibatkan kulit semakin kering. 2. Jaga kebersihan oral Gunakan sikat gigi dengan bulu sikat yang lembut, kurangi konsumsi gula untuk mengurangi rasa tidak nyaman di mulut. 3. Beri dukungan nutrisi Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menyediakan makanan dengan anjuran diet tinggi kalori, rendah protein (20-40 gr/hari), rendah natrium dan kalium. Menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan uremia, dan perbaikan gejala. Hindari masukan berlebih dari kalium dan garam. 4. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam Diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat edema betis ringan. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine, dan pecatatan keseimbangan cairan.