Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Laporan Pendahuluan
a. Definisi Gagal Ginjal Kronik

b. Etiologi Gagal Ginjal Kronik


Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang
merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal
difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonafritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefroklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik
(SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya penyakit ginjal
polikistik, asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolic, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya penyalahgunaan analgetik, nefropati
timbale
8. Nefropati obstruktif
a) Saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis,
netroperitoneal.
b) Saluran kemih bagian bawah: hipertrofi prostate, striktur uretra,
anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
c. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampao ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik
disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produksi sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-
gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%.
Pada tigkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun
sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produksi akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klinrens Ginjal
Banyak masalah muncul pada ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh
ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi
dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin.
Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli)
klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan
meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya
meningkat. Kreatinin serum merupakaan indikator yang paling sensitif
dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh.
BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh
masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan
medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasu atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir,
respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan
cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif,
dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin
angiostensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosterone. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan
garam, mencetuskan resiko hipertensi dan hypovolemia. Episode
muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi
asidosis metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal
mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan
sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk
menyekresi ammonia (NH3-) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat
(HCO3), penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi.
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai
keletihan, angina, dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah
ganguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serium kalsium dan
fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya
meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi
melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan
sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar serum
kalsium menyebabkan sekresi parathormone dari kelenjar paratiroid.
Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap
peningkatan sekresi parathormone dan mengakibatkan perubahan pada
tulang dan penyakit tulang. Selain itu metabolit aktif vitamin D (1,25-
dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks
kalsium, fofat, dan keseimbangan parathormon.
d. Manifestasi Klinik Gagal Ginjal Kronik
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronik dikarenakan gangguan
yang bersifat sistemik. Ginja sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi
memiliki fungsi yang banyak sehingga kerusakan kronis secara fisiologis
ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor
(Prabowo & Pranata, 2014). Menurut Long dalam Rendi & Margareth (2012),
tanda dan gejala GGK sebagai berikut:
1. Gejala dini: letargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, BB
menurun, mudah tersinggung dan depresi
2. Gejala lebih lajut: anoreksia, nausea, vomiting, napas dangkal/sesak
saat ada kegiatan maupun tidak, edema disertai lekukan, pruritis
mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah

Sedangkan menurut Robinson (2013), tanda dan gejala pada gagal ginjal
kronis meliputi:

1. Ginjal dan Gastrointestinal


Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan turgor kulit, kelemahan, fatigue, dan mual. Kemudian
terjadi penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala yang hebat.
Dampak dari peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot
dan akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak
terkompensasi akan mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda paling
khas adalah terjadinya penurunan urine output dengan sedimentasi
yang tinggi.
2. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomiopati, uremic perikarditis,
efusi pericardial (kemungkinan terjadi tamponade jantung), gagal
jantung, edema periorbital, dan edema perifer.
3. Sistem respirasi
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi
pleura, crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung,
dan sesak napas.
4. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi dan
kemungkinan juga disertasi parotitis, esophagitis, gastritis, duodenal
ulseratif, lesi pada intestinum/kolon, colitis, dan pankreatitis. Kejadian
sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea, dan vomiting.
5. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering, dan ada scalp.
Selain itu biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis,
petekie, dan timbunan urea pada kulit.
6. Neurologi
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropati perifer, nyeri, gatal
pada lengan dan kaki. Selain itu, juga adanya kram pada otot dan
refleks kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat,
iritabilitas, pusing, koma dan kejang. Dari hasil EEG menunjukkan
adanya perubahan metabolik ensefalopati.
7. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorea dan gangguan
siklus menstruasi pada Wanita, impoten, penurunan sekresi sperma,
peningkatan sekresi aldosteron dan kerusakan metabolisme
karbohidrat.
8. Hematopoetik
Terjadi aneia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositpenia
(dampak dialisis), dan kerusakan platelet. Biasanya masalah yang
serius pada system hematoligi ditunjukkan dengan adanya perdarahan
(purpura, ekimosis, petekie).
9. Muskuloskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi pada tulang, fraktur
patologis, kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard).
e. Pemeriksaan Penunjang Gagal Ginjal Kronik
Untuk hasil yang lebih akurat, pemeriksaan fungsi ginjal adalah dengan
Analisa Creatinin Clearence. Menurut Prabowo & Pratana (2014),
pemeriksaan penunjang lainnya adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Laboratorium (Biokimia)
a) Laboratorium Darah:
Pemeriksaan utama (BUN, kreatinin), elektrolit (Na, K, Ca,
Fosfat), hematologi (Hb, trombosit, Ht, leukosit), protein,
antibodi (kehilangan protein dan immunoglobulin).
Pemeriksaan kadar elektrolit dilakukan untuk mengetahui status
keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja
ginjal.
b) Pemeriksaan Urine:
Warna, Ph, berat jenis, kekeruhan, volume, glukosa, protein,
sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT.
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda pericarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
3. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostate. Pada klien gagal ginjal, hasil
menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal.
4. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriography, dan Ventography, CT-scan, MRI, Renal Biopsi,
pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, dan foto polos
abdomen.
f. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik
Mengingat bahwa fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk
dikembalikan, maka tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengoptimalkan
fungsi ginjal yang ada dan mempertahankan keseimbangan secara maksimal
untuk memperpanjang harapan hidup klien. Sebagai penyakit yang kompleks,
gagal ginjal kronis membutuhkan penatalaksanaan terpadu dan serius sehingga
akan meminimalisir komplikasi dan meningkatkan harapan hidup klien
(Prabowo & Pranata, 2014). Menurut Robinson (2013), beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam penatalaksanaan yaitu:
1. Perawatan kulit yang baik
Gunakan sabun yang mengandung lemak dan lotion tanpa alkohol
untuk mengurangi rasa gatal. Jangan gunakan sabun yang mengandung
gliserin karena akan mengakibatkan kulit semakin kering.
2. Jaga kebersihan oral
Gunakan sikat gigi dengan bulu sikat yang lembut, kurangi konsumsi
gula untuk mengurangi rasa tidak nyaman di mulut.
3. Beri dukungan nutrisi
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menyediakan makanan dengan
anjuran diet tinggi kalori, rendah protein (20-40 gr/hari), rendah
natrium dan kalium. Menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari
uremia, menyebabkan penurunan uremia, dan perbaikan gejala.
Hindari masukan berlebih dari kalium dan garam.
4. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam
Diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan
terdapat edema betis ringan. Pengawasan dilakukan melalui berat
badan, urine, dan pecatatan keseimbangan cairan.

Anda mungkin juga menyukai