Anda di halaman 1dari 8

TEORI YANG MENDASARI GCG (GOOD CORPORATE GOVERNANCE)

DISUSUN OLEH:

Ni Ketut Ayu Utami Dewi (1902622010040)/06


Ni Made Emi Prajna Paramitha (1902622010042)/08
Galuh Arya Anisca Utamidewi (1902622010045)/11

PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
TAHUN 2022
1. Teori yang mendasari GCG.
Tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) merupakan
proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan
urutan-urutan perusahaan dalam rangka meningkatkan kemakmuran bisnis dan
akuntabilitas perusahaan, dengan tujuan utama menciptakan nilai bagi pemegang
saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan para konstituen
(stakeholders). Tahun 2001 Forum for Corporate Governance in Indonesia menyatakan
Tata Kelola Perusahaan dinilai sebagai sistem yang mengendalikan hubungan antara
pihak-pihak internal maupun eksternal mengenai kejelasan akan hak dan kewajiban dari
pihak pihak terkait.
GCG dapat berpengaruh meningkatkan nilai perusahaan karena semakin baik
tata kelola perusahaan (GCG) maka akan menjadikan perusahaan tersebut lebih efisien
sehingga akan meningkatkan profit dan juga nilai perusahaan.

➢ Landasan Teori GCG


Teori utama yang terkait dengan corporate governance adalah Agency Theory,
Stewardship Theory dan Stakeholder Theory.
1) Agenchy Theory
Perkembangan tata kelola perusahaan yang berangkat dari teori kegenan
(Agency Theory) dikembangkan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976.
Teori tersebut mendasarkan pada konflik yang timbul antara principal dan agen.
Principal merupakan pihak yang memberikan mandat kepada agen untuk
bertindak atas nama prinsipal, sedangkan agen merupakan pihak yang diberi
amanat oleh prinsipal untuk menjalankan perusahaan.
Agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah
diamanahkan oleh prinsipal kepadanya. Manajemen sebagai ‘agents” dianggap
akan bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan
bijaksana serta adil terhadap Pemegang Saham. Adanya pemisahan kepemilikan
dan perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen menimbulkan agency
problem (konflik kepentingan).
Sebagai pihak yang mengelola perusahaan, agen mempunyai lebih
banyak informasi mengenai kapasitas perusahaan, lingkungan kerja dan
perusahaan secara keseluruhan. Disisi lain prisipal tidak mempunyai informasi
cukup tentang kinerja agen. Hal ini mengakibatkan ketimpangan informasi
antara prinsipal dan agen yang disebut dengan aymmetric information. Hal
tersebut dapat menimbulkan dua permasalahan (Jensen dan Meckling, 1976):
a) Moral Hazard yaitu permasalahan yang terjadi jika agen tidak
melaksanakan bersama apa yang telah disepakati dalam kontrak kerja.
b) Adverse selection yaitu prinsipal tidak dapat mengetahui apakah
keputusan yang diambil oleh agen didasarkan atas informasi yang telah
diperolehnya atau terjadi kelalaian dalam tugas.

2) Stewardship Theory
Tidak seperti teori keagenan, teori stewardship mengasumsikan bahwa
manajer adalah pengelola dengan perilaku yang selaras dengan tujuan principal
mereka. Teori ini mendasarkan pada adanya toleransi yang baik dalam diri
seorang manajer. Manajer dipandang setia kepada perusahaan dan tertarik
dalam pencapaian kinerja yang tinggi. Motif dominan, yang mengarahkan para
manajer untuk menyelesaikan pekerjaan mereka, adalah keinginan mereka
untuk melakukan tugas dengan sangat baik. Secara khusus, manajer dipahami
sebagai pihak yang termotivasi oleh kebutuhan untuk mencapai kepuasan
intrinsik melalui keberhasilan dalam melakukan pekerjaan yang menantang,
untuk melaksanakan tanggung jawab dan wewenang dan dengan demikian
untuk mendapatkan pengakuan dari pimpinan dan pihak lainnya terhadap
keberhasilannya. Oleh karena itu ada unsur motivator yang bersifat non
keuangan bagi manajer. Teori ini juga berpendapat bahwa sebuah organisasi
membutuhkan struktur yang memungkinkan harmonisasi yang akan dicapai dari
hubungan yang efektif antara manajer dan pemilik.
Dengan kata lain, Stewardship theory memandang manajemen sebagai
pihak yang dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi
kepentingan publik maupun stakeholder.

3) Stakeholders Theory
Stake holder Theory atau Teori Pemangku Kepentingan memposisikan
Pemeganag Saham/Pemilik Modal hanya merupakan salah satu dari sejumlah
kelompok stakeholder yang penting. Sama seperti pelanggan, pemasok,
karyawan dan masyarakat lokat. Pemegang saham memiliki saham di dan
dipengaruhi oleh keberhasilan atau kegagalan perusahaan.
Gibson 2000:247 menguraikan dalam jurnalnya bahwa dengan cara
yang sama bahwa bisnis juga memiliki tugas yang berbeda untuk berbagai
kelompok pemangku kepentimgan.
Dalam kasus dimana ada konflik kepentingan antara Pemilik
Modal/Pemegang saham dengan stakeholder lainnya, maka kepentingan para
Pemilik Modal/Pemegang Saham, harus dimoderasi atau dikorbankan untuk
memenuhi kewajiban dasar bagi pemangku kepentingan lainnya.
Dalam hukum perusahaan, Pemilik Modal/Pemegang saham diberi
status unggulan sebagai pemilik perusahaan. Mereka mampu memilih semua
atau sebagian besar anggota Direksi, memiliki hak untuk mempekerjakan dan
memecat para eksekutif senior dan menyetujui atau menolak kebijakan penting
dan strategi perusahaan.
Karena status yang luar biasa dan kendali yang dimiliki oleh Pemilik
Modal/Pemegang Saham berdasarkan hukum perusahaan, teori pemangku
kepentingan cenderung mencurahkan perhatian yang lebih sedikit untuk
membela hak-hak Pemilik Modal/Pemegang Saham.Asumsinya adalah bahwa
Pemilik Modal/Pemegang Saham sudah memiliki kekuatan untuk memastikan
bahwa kepentingan mereka diperhitungkan oleh perusahaan dan para
manajernya. Teori stakeholder yang telah mempertimbangkan hak-hak Pemilik
Modal/Pemegang Saham biasanya mencoba untuk menunjukkan mengapa hak-
hak ini harus dibatasi oleh hak atau kepentingan kelompok stakeholder lainnya.
Dari ketiga uraian konsep yang mendasari Good Corporate Governance terlihat
bahwa kesamaannya terletak pada pengamatan pola hubungan atau interaksi
antara pemilik modal/pemegang saham/Dewas/Bawas/Dekom dengan Direksi
dalam pemenuhan kepentingan masing masing pihak. Efektivitas interakti
tersebut menciptakan sinergitas hubungan yang memengaruhi laju pertumbuhan
nilai perusahaan secara positif dengan mempertimbangkan kepentingan
stakeholdes lainnya.

2. Alasan pentingnya GCG.


Konflik keagenan dan asimetri informasi dapat diatasi dengan Good Corporate
Governance (GCG). Penerapan GCG dapat membantu mengembalikan kembali
kepercayaan pemilik terhadap manajemen, karena melalui GCG memberikan kejelasan
mengenai tugas, wewenang, hak, dan kewajiban masing-masing pihak baik manajemen
perusahaan maupun pemilik perusahaan. GCG juga memfasilitasi pengawasan terhadap
manajemen perusahaan, sehingga dapat lebih efektif dalam meningkatkan kinerja
perusahaan.
Implementasi governance yang baik dapat memberikan dampak positif yang langsung
dirasakan seperti berikut:
1. Meminimalkan penyalahgunaan wewenang karena prinsip-prinsip dalam
implementasi governance yang baik akan mencegah kemungkinan dilakukannya
rekayasa oleh pihak-pihak terkait

2. Mengurangi biaya modal karena organisasi dapat memperoleh kepercayaan


kreditor untuk memberikan pinjaman. Jika organisasi dapat memperoleh pinjaman
usaha, organisasi dapat meminimalkan biaya modal yang harus ditanggung.
3. Meningkatkan transparansi dengan adanya pencatatan dan mekanisme
pengambilan keputusan yang jelas
4. Mengoptimalkan pengambilan keputusan sehingga dapat meningkatkan efisiensi
yang pada akhirnya dapat memberikan pengaruh positif pada kinerja perusahaan.
5. Meningkatkan nilai saham perusahaan karena organisasi yang dikelola secara sehat
dapat menarik investor untuk menanamkan modal. Salah satu penelitian
menyebutkan bahwa BoD (Board of Directors) yang kompeten merupakan salah
satu pertimbangan utama bagi investor sebelum memutuskan untuk membeli
saham.
6. Memberikan keuntungan bagi pemegang saham dan negara karena
penerapan governance yang baik akan meningkatkan nilai saham perusahaan.
Akibatnya, jika nilai saham meningkat, jumlah dividen yang akan diterima
pemegang saham juga akan meningkat. Bagi negara, peningkatan ini menjadi
keuntungan bagi faktor penerimaan negara karena berarti jumlah pajak yang
dibayarkan perusahaan semakin besar.
7. Meningkatkan motivasi karyawan karena perusahaan yang dikelola dengan baik
akan meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja karyawan
8. Meningkatkan laporan keuangan perusahaan karena proses pelaporan dilakukan
secara transparan

Menurut organization of economics ada 5 prinsip yang perlu diterapkan perusahaan


dalam GCG:
1. Pertama adalah transparansi di mana perusahaan memberikan pengungkapan
informasi yang akurat sesuai dengan standar dan berkualitas tinggi. K
2. Kedua adalah akuntabilitas yang menjamin kejelasan hak dan kewajiban, fungsi,
struktur dan sistem.
3. Ketiga adalah prinsip pertanggungjawaban, di maan perusahaan bertanggung jawab
kepada pihak yang berkepentingan.
4. Keempat adalah independensi yang mewajibkan perusahaan dikelola tanpa adanya
tekanan atau intervensi dari pihak lain.
5. Kelima adalah kesetaraan di mana perlakuan adil dalam memenuhi hak pihak yang
berkepentingan.
Penilaian dalam pelaksaaan GCG dilakukan oleh Indonesian Institute for
Corporate Governance melalui kuisioner yang dijawab manajemen perusahaan. peserta
program haruslah perusahaan publik dan melakukan pendaftaran diri secara sukarela.
Penilaian ini dilakukan melalui pemeringkatan dengan memmberika skor sesuai
indikator penilaian.

3. Manfaat GCG.
Suatu perusahaan yang ingin menuai manfaat dari pasar modal atau jika ingin
menarik modal jangka panjang, maka penerapan GCG secara konsisten dan efektif akan
mendukung tercapainya hal tersebut. Penerapan prinsip dan praktik GCG akan
meningkatkan keyakinan investor terhadap perusahaan. Daniri (2005) menjelaskan
bahwa manfaat dari GCG dalam perusahaan yakni sebagai berikut:
1) Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung
pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak
manajemen. Biaya ini dapat berupa kerugian yang ditanggung perusahaan
sebagai akibat penyalahgunaan wewenang, ataupun berupa biaya
pengawasan yang timbul untuk mencegah terjadinya hal tersebut.
2) Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari
pengelolaan perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas
dana atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring
dengan turunnya tingkat risiko perusahaan.
3) Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra
perusahaan di mata publik dalam jangka panjang.
4) Menciptakan dukungan para stakeholder (pemangku kepentingan) dalam
lingkungan perusahaan terhadap keberadaan perusahaan dan berbagai
strategi serta kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena pada umumnya
mereka mendapat jaminan bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal
dari segala tindakan dan operasi perusahaan dalam menciptakan
kemakmuran dan kesejahteraan.

Manfaat GCG bukan hanya untuk saat ini atau dalam jangka pendek, tetapi dalam
jangka panjang dapat menjadi pilar utama pendukung tumbuh kembangnya suatu
perusahaan sekaligus pilar untuk memenangkan persaingan di era global.

KESIMPULAN :
DAFTAR PUSTAKA
Putri, K. A. T., & Mardenia, L. (2019). Pengaruh GCG, CSR, Profitabilitas dan Ukuran
Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Ilmiah Wahana Akuntansi, 14(2), 156-
169.

Hamdani, M. (2016). Good corporate governance (GCG) dalam perspektif agency


theory. Semnas Fekon, 2016, 279-83.

https://itgid.org/good-corporate-governance/

https://kap-suryanto.id/2017/04/30/tata-kelola-perusahaan-yang-baikgood-corporate-
governance-
gcg/#:~:text=Teori%20utama%20yang%20terkait%20dengan,Stewardship%20Theory
%20dan%20Stakeholder%20Theory.&text=Adanya%20pemisahan%20kepemilikan%
20dan%20perbedaan,agency%20problem%20(konflik%20kepentingan).

https://proxsisgroup.com/grc/pentingnya-good-corporate-governance-untuk-menjaga-
akuntabilitas-perusahaan/

Anda mungkin juga menyukai