Anda di halaman 1dari 98

SALINAN

PRESIDEN
REPUBL]K INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 46 TAHUN 2021

TENTANG

POS, TELEKOMUNIKASI, DAN PENYIARAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7O, Pasal 71,


Pasal 72, dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang
Nomor 1l Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja, perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pos,
Telekomunikasi, dan Penyiaran;
Mengingat 1. Pasal 5 ayat (21 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun L999 tentang
Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun L999 Nomor 154, Tambahan lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3881);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OO2 tentang
Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2OO2 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor a2521;
4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2OO9 tentang Pos
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO9
Nomor 146, Tambahan l.embaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5065);

5. Undang-Undang

SK No 08637c.) A
PRES I DEN
REPUBLIK INDONESIA

-2-
5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta
Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2O2O Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6573);

MEMUTUSKAN

Menetapkan PERATURAN PEMERINTAH TENTANG POS,


TELEKOMUNIKASI, DAN PENYIARAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


1 Pos adalah layanan komunikasi tertulis dan/atau
surat elektronik, layanan paket, layanan logistik,
layanan transaksi keuangan, dan layanan keagenan
pos untuk kepentingan umum.
2 Penyelenggara Pos adalah suatu badan usaha yang
menyelenggarakan Pos.
3 Penyelenggaraan Pos adalah keseluruhan kegiatan
pengelolaan dan penatausahaan layanan Pos.
4 Layanan Pos Universal yang selanjutnya disingkat
LPU adalah layanan Pos jenis tertentu yang wajib
dijamin oleh pemerintah untuk menjangkau
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang memungkinkan masyarakat
mengirim dan/atau menerima kiriman dari satu
tempat ke tempat lain di dunia.
5 Layanan Transaksi Keuangan adalah kegiatan
penyetoran, penyimpanan, pemindahbukuan,
pendistribusian, dan pembayaran uang dari
dan/atau untuk pengguna jasa Pos sesuai dengan
ketentuan peraturan perulndang-undangan.

6. Telekomunikasi . .

SK No 086869 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONES]A

-3-
6 Telekomunikasi adalah setiap pemancaran,
pengiriman, dan atau penerimaan dari hasil
informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat,
tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem
kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik
lainnya.
7 penyelenggaraan Telekomunikasi adalah kegiatan
penyediaan dan pelayanan Telekomunikasi
sehingga memungkinkan terselenggararLya
Telekomunikasi.
8 Penomoran Telekomunikasi adalah kombinasi digit
yang mencirikan identitas pelanggan, wilayah'
elemen jaringan, penyelenggara, atau layanan
Telekomunikasi.
9 Jaringan Telekomunikasi adalah rangkaian
perangkat Telekomunikasi dan kelengkapannya
y.rg digunakan dalam bertelekomunikasi'
10 Hak Labuh Sistem Komunikasi Kabel Laut
Transmisi Telekomunikasi Internasional yang
selanjutnya disebut Hak Labuh SKKL adalah hak
yang diberikan kepada penyelenggara Jaringan
Telekomunikasi dalam rangka penyediaan sarana
transmisiTelekomunikasiinternasionalsecara
langsung ke witayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia melalui kerja sama dengan badan usaha
asing.
11 Jual Kembali Jasa Telekomunikasi adalah kegiatan
menjual kembali layanan jasa Telekomunikasi'
12. Alat Telekomunikasi adalah setiaP alat
perlengkaPan Yang digunakan dalam
bertelekomunikasi.
13 perangkatTelekomunikasi adalah sekelompok Alat
Telekomunikasi yang memungkinkan
bertelekomunikasi.

14. Interkoneksi

SK No 086992A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-4-
t4. Interkoneksi adalah keterhubungan antar Jaringan
Telekomunikasi dari penyelenggara Jaringan
Telekomunikasi yang berbeda.
15. Standar Teknis adalah persyaratan teknis Alat
Telekomunikasi dan/atau Perangkat
Telekomunikasi yang mencakup aspek elektris,
elektronis, keselamatan, kesehatan, keamanan,
dan/atau lingkungan.
L6. Sertifikat AIat Telekomunikasi dan/atau Perangkat
Telekomunikasi yang selanjutnya disebut Sertifikat
adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian tipe
Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat
Telekomunikasi terhadap Standar Teknis yang
ditetapkan.
17. Spektrum Frekuensi Radio adalah gelombang
elektromagnetik dengan frekuensi lebih kecil dari
3OOO GHz yang merambat di udara dan/atau rulang
angkasa yang berfungsi sebagai media pengiriman
dan/atau penerimaan informasi untuk keperluan
antara lain Penyelenggaraan Telekomunikasi,
penyelenggaraan Penyiaran, penerbangan,
pelayaran, meteorologi, penginderaan jarak jauh,
dan astronomi.
18. lzinPitaFrekuensi Radio yang selanjutnya disingkat
IPFR adalah izin penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio dalam bentuk pita frekuensi radio
berdasarkan persyaratan tertentu.
19. Izin Stasiun Radio yang selanjutnya disingkat ISR
adalah izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio
dalam bentuk kanal frekuensi radio berdasarkan
persyaratan tertentu.

20.Izin

SK No 086867 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-5-
20. Izin Kelas adalah izin penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio yang melekat pada Alat
Telekomunikasi dan/atau Perangkat
Telekomunikasi yang telah memenuhi Standar
Teknis dan digunakan berdasarkan persyaratan
tertentu.
21. Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio
yang selanjutnya disebut BHP Spektrum Frekuensi
Radio adalah kewajiban yang harus dibayar oleh
setiap pemegang izin penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio.
22. Penyiaran adalah pemancarluasan siaran melalui
sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di
darat, di laut, atau di antariksa dengan
menggunakan Spektrum Frekuensi Radio melalui
udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat
diterima secara serentak dan bersamaan oleh
masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
23. Penyelenggaraan Multipleksing adalah penyaluran
program siaran digital melalui infrastruktur
Penyiaran dari penyelenggara multipleksing.
24, Izin Penyelenggaraan Penyiararl yang selanjutnya
disingkat IPP adalah hak yang diberikan oleh negara
kepada lembaga PenYiaran untuk
menyelenggarakan Penyiaran.
25. Lembaga Penyiaran Publik yang selanjutnya
disingkat LPP adalah lembaga Penyiaran yang
berbentuk badan hukum yang didirikan oleh
negara, bersifat independen, netral, tidak komersial,
dan berfungsi memberikan layanan untuk
kepentingan masyarakat.
a

26.Lembaga...

SK No 086866 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-6-
26. Lembaga Penyiaran Publik Lokal yang selanjutnya
disebut LPP Lokal adalah lembaga Penyiaran yang
berbentuk badan hukum yang didirikan oleh
Pemerintah Daerah, menyelenggarakan kegiatan
Penyiaran radio atau Penyiaran televisi, bersifat
independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi
memberikan layanan untuk kepentingan
masyarakat yang siarannya berjaringan dengan
Radio Republik Indonesia untuk radio dan Televisi
Republik Indonesia untuk televisi.
27. Lembaga Penyiaran Swasta yang selanjutnya
disingkat LPS adalah lembaga Penyiaran yang
bersifat komersial, berbentuk badan hukum
Indonesia, yang bidang usahanya
menyelenggarakan jasa Penyiaran radio atau
televisi.
28. lrmbaga Penyiaran Komunitas yang selanjutnya
disingkat LPK adalah lembaga Penyiaran radio atau
televisi yang berbentuk badan hukum Indonesia,
didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat
independen, dan tidak komersial, serta untuk
melayani kepentingan komunitasnya.
29. Lembaga Penyiaran Berlangganan yang selanjutnya
disingkat LPB adalah lembaga Penyiaran yang
bersifat komersial, berbentuk badan hukum
Indonesia, yang bidang usahanya
menyelenggarakan jasa Penyiaran berlangganan.
30. Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau
badan usaha yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan pada bidang tertentu.
31. Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan
kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan
menjalankan usah a dan I atau kegiatannya.
32. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan
informatika.
33.Kementerian...

SK No 086865 A
PRES lDEN
REPUBLIK INDONESIA

-7 -

33. Kementerian adalah kementerian yang


menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
komunikasi dan informatika.

Pasal 2
Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai:
a. Penyelenggaraan Pos;
b. Penyelenggaraan Telekomunikasi;
c. Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio; dan
d. PenyelenggaraanPenyiaran.

BAB II
PENYELENGGARAAN POS
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 3
(1) Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 huruf a berlaku untuk seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
(21 Penyelenggaraan Pos sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas layanan:
a. komunikasi tertulis dan/atau surat elektronik;
b. paket;
c. logistik;
d. transaksi keuangan; dan/atau
e. keagenan Pos.
(3) Layanan Transaksi Keuangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (21huruf d terdiri atas:
a. wesel;
b. giro;

c. transfer

SK No 086864 A
PRES IDEN
REPLIBLIK INDONESIA

-8-
c. transfer dana; dan
d. tabungan Pos.

Pasal 4
(1) Pelaksanaan Layanan Transaksi Keuangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a
dan huruf c diselenggarakan oleh Penyelenggara Pos
dengan tidak memberikan imbal hasil.
(2t Pelaksanaan Layanan Transaksi Keuangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b
dan huruf d diselenggarakan oleh Penyelenggara Pos
dan dapat memberikan imbal hasil.
(3) Layanan Transaksi Keuangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (3) tidak memberikan pinjaman
dan/atau kredit serta tunduk pada ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 5
(1) Layanan tabungan Pos sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (3) huruf d dilakukan dengan
menghimpun dana dari masYarakat.
(2) Dana dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diinvestasikan dalam bentuk instrumen
investasi yang memiliki risiko yang rendah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan'
(3) Pengawasan terhadap pelaksanaan layanan tabungan
Pos dilaksanakan oleh Menteri dan berkoordinasi
dengan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 6
(1) Penyelenggara Pos yang ditugaskan sebagai
penyelenggara LPU wajib menyelenggarakan LPU di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(2) Menteri...

SK No 086863 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-9 -

(21 Menteri menetapkan penyelenggara LPU sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dan menetapkan wilayah,
jumlah, metode, dan/atau formula subsidi
penyelenggaraan LPU.
(3) Menteri dalam menetapkan formula subsidi untuk
penyelenggaraan LPU sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berkoordinasi dengan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan.

Bagian Kedua
Kerja Sama Pos Asing

Pasal 7
(1) Penyelenggara Pos asing dapat menyelenggarakan Pos
di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan syarat:
a. wajib bekerja sama dengan Penyelenggara Pos
dalam negeri melalui usaha patungan; dan
b. kerja sama Penyelenggara Pos asing dengan
Penyelenggara Pos dalam negeri dibatasi wilayah
operasinya pada ibukota provinsi.
(2) Penyelenggara Pos asing yang bekerja sama dengan
Penyelenggara Pos dalam negeri melalui usaha
patungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a tidak dapat melaksanakan pengiriman antarkota.

Bagian Ketiga
Sanksi Administratif dan
Pendelegasian Kewenangan Mengatur

Pasal 8
(1) Dalam hal terdapat ketidaksesuaian dan/atau
pelanggaran atas ketentuan Pasal 4, Pasal 5 ayat (2),
Pasal 6 ayat (1), dan/atau Pasal 7, Menteri
mengenakan sanksi administratif kepada Pelaku
Usaha berupa:
a.teguran...

SK No 086862A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-10-
a. teguran tertulis;
b. pengenaan denda administratif;
c. penghentian sementara kegiatan berusaha;
d. daya paksa polisional; dan/atau
e. pencabutan Perizinan Berusaha.
(2) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dalam
jangka waktu masing-masing paling lama 1 (satu)
bulan.
(3) Pengenaan sanksi administratif berupa teguran
tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (21
mempertimbangkan tanggapan danfatau keberatan
tertulis dari Penyelenggara Pos.
(4) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara
berjenjang.

Pasal 9
Ketentuan lebih lanjut jika diperlukan mengenai
Penyelenggaraan Pos diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB III
PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 10
Penyelenggaraan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf b terdiri atas:
a. penyelenggaraanJaringanTelekomunikasi;
b. penyelenggaraan jasa Telekomunikasi; dan
c. PenyelenggaraanTelekomunikasi khusus.

Bagian

SK No 086861 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 11-
Bagian Kedua
Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi

Pasal 11

(1) Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a
meliputi:
a. penyelenggaraan jaringan tetap; dan
b. penyelenggaraanjaringan bergerak.
(2t Penyelenggaraan jaringan tetap sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. penyelenggaraan jaringan tetap lokal;
b. penyelenggaraan jaringan tetap sambungan
langsung jarak jauh;
c. penyelenggaraarr jaringan tetap sambungan
internasional;
d. penyelenggaraarl jaringan tetap tertutup; dan
e. penyelenggaraan jaringan tetap lainnya yang
ditetapkan oleh Menteri.
(3) Penyelenggaraan jaringan bergerak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. penyelenggaraanjaringan bergerak terestrial;
b. penyelenggaraanjaringan bergerak seluler;
c. penyelenggaraan jaringan bergerak satelit; dan
d. penyelenggaraan jaringan bergerak lainnya yang
ditetapkan oleh Menteri.
(41 Penyelenggaraan jaringan tetap tertutup sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf d merupakan
penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi yang
menyediakan jaringan untuk disewakan termasuk
namun tidak terbatas pada kabel dengan perangkat
aktif Telekomunikasi atau tanpa perangkat aktif
Telekomunikasi, dan jaringan yang disediakan dengan
menggunakan Spektrum Frekuensi Radio'

Bagian .

SK No 086860A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-L2-
Bagian Ketiga
Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi

Pasal 12
(1) Penyelenggaraan jasa Telekomunikasi sebagaimana
dimaksud d"1"* Pasal 10 huruf b meliputi:
a. penyelenggaraan jasa teleponi dasar;
b. penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi; dan
c.penyelenggaraanjasamultimedia'
(21 penyelenggaraan jasa teleponi dasar sebagaimana
dimlksud pada ayat (1) huruf a diselenggarakan oleh:
a. penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis circuit
suitched;
b. penyelenggara jaringan tetap sambungan
langsung jarak jauh;
c. penyelenggara jaringan tetap sambungan
langsung internasional;
d. penyelenggarajaringan bergerak seluler;
e. penyelenggara jaringan bergerak satelit; atau
f. penyelenggarajaringan bergerak terestrial'
(3) Selain penyelenggaraan jasa teleponi dasar
sebagaimrna- dimiksud pada ayat (21, jasa teleponi
dasai dapat diselenggarakan oleh penyelenggara jasa
Telekomunikasi yang menyediakan layanan teleponi
dasar melalui satlut y.ttg telah memperoleh hak labuh
satelit.

(4) Penyelenggaraan

SK No 086859 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 13-
(4) Penyelenggaraan jasa teleponi dasar oleh
penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis ciratit
switch.ed sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
menyediakan fasilitas telepon umum untuk
kepentingan publik sesuai dengan kriteria
peruntukan, lokasi, dan jumlah yang ditetapkan oleh
Menteri.
(5) Penyelenggara jaringan yang menyelenggarakan jasa
' teleponi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (21
dapat menggunakan teknologi berbasis protokol
internet.
(6) Selain penyelenggaraan jasa Telekomunikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat
menetapkan penyelenggaraan jasa Telekomunikasi
lain berdasarkan perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi.

Pasal 13
Menteri menetapkan kewajiban pembangunan dan/atau
penyediaan layanan yang wajib dipenuhi oleh setiap
penyelenggara Telekomunikasi.

Pasal 14
Menteri menetapkan standar kualitas Penyelenggaraan
Telekomunikasi yang wajib dipenuhi oleh setiap
penyelenggara Telekomunikasi.

Pasal 15
(1) Pelaku Usaha baik nasional maupun asing yang
menjalankan kegiatan usaha melalui internet kepada
pengguna di wilayah Indonesia dalam melakukan kerja
sama usahanya dengan penyelenggara Jaringan
Telekomunikasi dan/atau penyelenggara jasa
Telekomunikasi dilaksanakan berdasarkan prinsip
adil, wajar, dan non-diskriminatif, serta menjaga
kualitas layanan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Kegiatan .

SK No 086905 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-t4-
(2) Kegiatan usaha melalui internet sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. substitusilayananTelekomunikasi;
b. platform layanan konten audio dan/atau visual;
dan/atau
c. layanan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
(3) Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan Pelaku Usaha yang memenuhi ketentuan
kehadiran signifikan berdasarkan:
a. persentase trafik dari tralik domestik yang
digunakan;
b. pengguna harian aktif di Indonesia dalam periode
tertentu sampai dengan jumlah tertentu;
dan/atau
c. kriteria lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
(4) Ketentuan mengenai kerja sama dengan penyelenggara
Jaringan Telekomunikasi dan/ atau penyelenggara jasa
Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan bagi Pelaku Usaha berupa pemilik
danf atau pengguna akun pada kanal media sosial,
kanal platform konten, kanal marketplace, dan jenis
kanal lainnya.
(5) Bentuk dan materi kerja sama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk yang disepakati
oleh para pihak.
(6) Dalam memenuhi kualitas layanan kepada
penggunanya danlatau untuk kepentingan nasional,
penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau
penyelenggara jasa Telekomunikasi dapat melakukan
pengelolaan trafik.
(71 Menteri melaksanakan pengawasan dan pengendalian
terhadap pelaksanaan kegiatan usaha melalui internet
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),
ayat (5), dan ayat (6).

Bagian

SK No 086904 A
PRESIDEN
FIEPUBLIK INDONESIA

-15-
Bagian Keempat
Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus

Pasal 16
(1) Penyelenggaraan Telekomunikasi khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c
diselenggarakan untuk:
a. keperluan sendiri; atau
b. keperluan pertahanan dan keamanan negara.
(21 Penyelenggaraan Telekomunikasi khusus untuk
keperluan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dilakukan untuk keperluan:
a. perseorangan;
b. instansi pemerintah;
c. dinas khusus; atau
d. badan hukum.
(3) Penyelenggaraan Telekomunikasi khusus untuk
keperluan pertahanan dan keamanan negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
merupakan Penyelenggaraan Telekomunikasi khusus
yang sifat, bentuk, dan kegunaannya diperuntukkan
khusus bagi keperluan pertahanan negara yang
dilaksanakan oleh kementerian yang
menyelenggarakan urusan pertahanan dan Tentara
Nasional Indonesia, serta untuk keperluan keamanan
negara yang dilaksanakan Kepolisian Negara Republik
Indonesia.

Bagian Kelima
Penetapan Penomoran Telekomunikasi

Pasal 17
Penetapan Penomoran Telekomunikasi terdiri atas:
a. blok nomor'
b. National .

SK No 086903 A
PRESIDEN
REPUBLIK lNDONESIA

-16-
b. National Destination Code (NDC);
c. Signalling Point Code (SPC);
d. International Signalling Point Code (ISPC);
e. Public Land Mobile Network Identitg (PLMNID);
f. kode akses Intelligent Network (INI;
g. kode akses Sambungan Internasional (SI);
h. kode akses Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLIJ);
i. kode akses Internet Teleponi untuk Keperluan Publik
(rrKP);
j. kode akses pusat panggilan informasi (call center);
k. kode akses konten pesan pendek premium (SMS
premium);
1. kode akses panggilan terkelola (calling card);
m. kode akses pusat layanan masyarakat;
n. kode akses pesan singkat layanan masyarakat;
o. kode akses panggilan darurat; dan
p. Penomoran Telekomunikasi lainnya yang ditetapkan
oleh Menteri.

Pasal 18
( 1) Blok nomor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
huruf a ditetapkan kepada penyelenggara jaringan
tetap lokal yang menyelenggarakan jasa teleponi dasar.
12) National Destination Code (NDC) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 huruf b ditetapkan kepada
penyelenggara:
a. jaringan bergerak seluler; dan/atau
b. jaringan bergerak satelit.
(3) Signalling Point Code (SPC) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 huruf c ditetapkan kepada
PenYelenggara:
a. jaringan .

SK No 086902A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-t7-
a. jaringan tetap lokal yang menyelenggarakan jasa
teleponi dasar;
b. jaringan bergerak seluler; dan/atau
c. jaringan bergerak satelit.
(41 International Signalling Point Code (ISPC) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 huruf d ditetapkan kepada
penyelenggara:
a. jaringan tetap sambungan internasional;
b. jaringan bergerak seluler; dan/atau
c. jaringan bergerak satelit.
(5) Public Land Mobile Network ldentity (PLMNID)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf e
ditetapkan kepada penyelenggara:
a. jaringan tetap lokal untuk kebutuhan mobilitas
pengguna pada jaringan tetap;
b. jaringan bergerak seluler; dan/atau
c. jaringan bergerak satelit.
(6) Kode akses Intelligent Network (IN) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 huruf f ditetapkan kepada
penyelenggara jaringan tetap lokal yang
menyelenggarakan jasa teleponi dasar berbasis circuit
switched.
(71 Kode akses Sambungan Internasional (SI)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g
ditetapkan kepada penyelenggara jaringan tetap
sambungan internasional.
(8) Kode akses Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf h
ditetapkan kepada penyelenggara jaringan tetap
sambungan langsung jarak jauh.

(9) Kode

SK No 086901 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-18-
(9) Kode akses Internet Teleponi untuk Keperluan Publik
(ITKP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf i
ditetapkan kepada penyelenggara jasa nilai tambah
teleponi layanan Internet Teleponi untuk Keperluan
Publik (ITKP).
(10) Kode akses pusat panggilan informasi (call enter)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf j
ditetapkan kepada penyelenggara jasa nilai tambah
teleponi layanan pusat panggilan informasi (call
center).
(11) Kode akses konten pesan pendek premium (SMS
premium) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
huruf k ditetapkan kepada penyelenggara jasa nilai
tambah teleponi layanan konten pesan pendek
premium (SMS premium).
(12) Kode akses panggilan terkelola (calling card)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf I
ditetapkan kepada penyelenggara jasa nilai tambah
teleponi layanan panggilan terkelola.
(13) Kode akses pusat layanan masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 huruf m ditetapkan kepada
penyelenggara:
a. jaringan tetap lokal yang menyelenggarakan jasa
teleponi dasar;
b. jaringan tetap sambungan internasional;
c. jaringan tetap lokal sambungan langsung jarak
jauh;
d. jaringan bergerak seluler; dan/atau
e. jaringan bergerak satelit.
(14) Kode akses pesan singkat layanan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf n
ditetapkan kepada penyelenggara:
a. jaringan tetap lokal yang menyelenggarakan jasa
teleponi dasar;
b. jaringan tetap sambungan internasional;

c. Jarlngan

SK No 086900 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-19-
c. jaringan tetap lokal sambungan langsung jarak
jauh;
d. jaringan bergerak seluler; dan/atau
e. jaringan bergerak satelit.
(15) Kode akses pusat layanan masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (13) dan kode akses pesan singkat
layanan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(l4l dapat ditetapkan kepada instansi pemerintah
dan/atau badan usaha milik negara.
(16) Kode akses panggilan darurat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 huruf o dapat ditetapkan kepada
instansi pemerintah yang menyelenggarakan layanan
panggilan darurat.
(l7l Peruntukan dan penggunaan Penomoran
Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat
ayat (1) sampai dengan ayat (16) ditetapkan oleh
Menteri.
(18) Peruntukan dan penggunaan Penomoran
Telekomunikasi dapat ditambah sesuai dengan
kebutuhan industri Telekomunikasi dan/atau
perkembangan teknologi.
(19) Penambahan peruntukan dan penggunaan Penomoran
Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (18)
ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 19
(1) Nomor protokol internet terdiri atas:
a. alamat protokol internet (intemet protocol
address);
b. nomor sistem otonom (autonomous system
number); dan

c. nomor

SK No 086899 A
PRES IOEN
REPUBLIK INDONESIA

-20-
c. nomor protokol internet lainnya yang ditetapkan
oleh Menteri.
(2) Penetapan nomor protokol internet dapat diberikan
kepada:
a. instansi pemerintah; dan
b. badan hukum.
(3) Pengelolaan nomor protokol internet ditetapkan oleh
Menteri.

Bagian Keenam
Hak Labuh Sistem Komunikasi Kabel Laut
Transmisi Telekomunikasi Internasional

Pasal 20
(1) Badan usaha asing yang akan menyediakan sarana
transmisi Telekomunikasi internasional melalui sistem
komunikasi kabel laut transmisi Telekomunikasi
internasional secara langsung ke Indonesia wajib
bekerja sama dengan penyelenggara jaringan tetap
sambungan internasional dan/atau penyelenggara
jaringan tetap tertutup sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(21 Penyelenggara jaringan tetap tertutup yang melakukan
kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mendapat penetapan Hak Labuh SKKL dari Menteri.
(3) Dalam menetapkan Hak Labuh SKKL sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Menteri dapat berkoordinasi
dengan kementerian/ lembaga terkait.
(4) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan mempertimbangkan paling sedikit
aspek:
a. keamanan dan kerahasiaan informasi;
b. pelindungan data pribadi; dan
c.persaingan...

SK No 086898 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-2L-
c. persaingan usaha yang sehat.
(5) Hak Labuh SKKL untuk penyelenggara jaringan tetap
sambungan internasional melekat pada izin
penyelenggaraannya.
(6) Hak Labuh SKKL berlaku sepanjang kerja sama
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dihentikan
dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(71 Pelanggaran atas ketentuan ayat (1), ayat (21, ayat (4),
dan/atau ayat (6) mengakibatkan Hak Labuh SKKL
batal demi hukum.

Bagian Ketujuh
Fasilitasi Infrastruktur Telekomunikasi

Pasal 21
(1) Dalam Penyelenggaraan Telekomunikasi, Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah dapat berperan serta
menyediakan fasilitas untuk digunakan oleh
penyelenggara Telekomunikasi secara bersama dengan
biaya wajar berupa:
a. tanah;
b. bangunan; dan/atau
c. infrastruktur pasifTelekomunikasi.
(21 Pelaksanaan penyediaan fasilitas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan anggaran
pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan
dan belanja daerah, danlatau sumber pembiayaan
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
memberikan fasilitasi dan/atau kemudahan kepada
penyelenggara Telekomunikasi untuk melakukan
pembangunan infrastruktur Telekomunikasi secara
transparan, akuntabel, dan efisien sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Fasilitasi...

SK No 086897 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-22-
(41 Fasilitasi dan/atau kemudahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) termasuk namun tidak
terbatas pada:
a. pemberian hak perlintasan (ight of way);
b. akses terhadap gedung dan kawasan;
c. pungutan dan/atau retribusi berdasarkan biaya
yang wajar dan menjamin kepastian berusaha;
d. tarif sewa dan/atau penggunaan aset milik
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
e. standardisasi teknis dan teknologi
Telekomunikasi.
(5) Dalam memberikan fasilitasi dan/atau kemudahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4l', Pemerintah
Daerah dan/atau instansi yang berwenang wajib
berkoordinasi dengan Menteri.

Pasal 22
(1) Penyelenggara jaringan dalam menyelenggarakan
Jaringan Telekomunikasi dapat bekerja sama dengan
penyedia infrastruktur pasif.
(2) Infrastruktur pasif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. gorong-gorong (duct);
b. menara;
c. tiang;
d. lubang kabel (manhole); dan/atau
e. infrastruktur pasif lainnya.
(3) Penyediaan infrastrrrktur pasif sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat dilakukan oleh:
a. Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah;
b. badan usaha milik negara danlatau badan usaha
milik daerah;

c. badan

SK No 086896 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-23-
c badan usaha milik swasta; dan/atau
d. badan hukum atau pihak lainnya yang ditetapkan
oleh Menteri.
(4) Kerja sarna sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan harga pemanfaatan yang wajar dan
berbasis biaya.
(5) Penyedia infrastruktur pasif menetapkan tarif harga
pemanfaatan infrastruktur pasif dengan
mempertimbangkan ef,rsiensi nasional, kondisi pasar,
dampak positif keekonomian, dan kepentingan
masyarakat.
(6) Dalam hal harga pemanfaatan infrastruktur pasif tidak
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dan ayat (5), Menteri menetapkan tarif batas
atas harga pemanfaatan yang wajib dipenuhi penyedia
infrastruktur pasif.

Bagian Kedelapan
Penyewaan dan/ atau Penggunaan
Jaringan Telekomunikasi

Pasal 23
(1) Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dapat
menyewakan Jaringan Telekomunikasinya kepada
penyelenggara Telekomunikasi lain dan non-
penyelen ggar a Telekomun ikasi.
(2) Penyewaan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan
kesepakatan secara adil, wajar, dan non-diskriminatif.
(3) Selain penyewaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Jaringan Telekomunikasi dapat digunakan oleh
penyelen ggara j asa Telekomunikasi.
(4) Penggunaan Jaringan Telekomunikasi oleh
penyelenggara jasa Telekomunikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) berupa penggunaan Jaringan
Telekomunikasinya untuk keperluan sendiri.
(5) Penyewaan .

SK No 086895 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-24-
(5) Penyewaan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan/atau penggunaan
Jaringan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) berupa kapasitas Jaringan Telekomunikasi
dan/atau sistem jaringanl sistem pendukung lainnya.

Pasal 24
Penyewaan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 wajib dimuat dalam perjanjian
tertulis.

Bagian Kesembilan
Pemanfaatan Infrastruktur
Pe nyelen ggaraan Telekomunikasi

Pasal 25
(1) Pelaku Usaha yang memiliki infrastmktur pasif yang
dapat digunakan untuk keperluan Telekomunikasi
wajib membuka akses pemanfaatan infrastruktur pasif
dimaksud kepada penyelen ggar a Telekomunikasi.
(2) Pemanfaatan infrastruktur pasif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kerja
sama para pihak secara adil, wajar, dan non-
diskriminatif.
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (21harus
menjamin kesinambungan kualitas layanan.

Pasal 26
(1) Pelaku Usaha yang memiliki infrastruktur aktif di
bidang Telekomunikasi dan/atau Penyiaran dapat
membuka akses pemanfaatan infrastruktur dimaksud
kepada penyelenggara Telekomunikasi berdasarkan
kesepakatan melalui kerja sama para pihak dengan
mempertimbangkan persaingan usaha yang sehat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Pelaku. . .

SK No 086894 A
PRESIDEN
REPUALIK INDONESIA

-25-
(2) Pelaku Usaha yang memiliki infrastruktur aktif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk bidang
Telekomunikasi merupakan penyelenggara Jaringan
Telekomunikasi.
(3) PenyelenggaraJaringan Telekomunikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat menyewakan kapasitas
jaringan.

Bagian Kesepuluh
Tarif Penyelenggaraan Jaringan dan/atau
Jasa Telekomunikasi

Pasal 27
(1) Tarif Penyelenggaraan Telekomunikasi terdiri atas tarif
penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi dan tarif
penyelenggaraan jasa Telekomunikasi.
(2) Susunan tarif Penyelenggaraan Telekomunikasi terdiri
atas jenis dan struktur tarif.

Pasal 28
(1) Jenis tarif penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi
terdiri atas:
a. tarif sewa jaringan; dan
b. biaya Interkoneksi.
(21 Jenis tarif penyelenggaraan jasa Telekomunikasi
terdiri atas:
a. tarif jasa teleponi dasar;
b. tarif jasa nilai tambah teleponi; dan
c. tarif jasa multimedia.

Pasal 29
(1) Struktur tarif penyelenggaraan Jaringan
Telekomunikasi terdiri atas:
a. tarif aktivasi; dan
b. tarif

SK No 086893 A
PRESIOEN
REPUBLIK INDONESIA

-26-
b. tarif pemakaian.
(2) Struktur tarif penyelenggaraan jasa Telekomunikasi
terdiri atas:
a. tarif aktivasi;
b. tarif berlangganan bulanan; dan
c. tarif penggunaan.

Pasal 30
(1) Besaran tarif penyelenggaraan Jaringan
Telekomunikasi dan/atau jasa Telekomunikasi
ditetapkan oleh penyelenggara Jaringan
Telekomunikasi dan/atau jasa Telekomunikasi
berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Menteri.
(21 Menteri dapat menetapkan tarif batas atas dan latau
tarif batas bawah Penyelenggaraan Telekomunikasi
dengan memperhatikan kepentingan masyarakat dan
persaingan usaha yang sehat.

Bagian Kesebelas
Jual Kembali Jasa Telekomunikasi

Pasal 31
(1) Jual Kembali Jasa Telekomunikasi dapat dilaksanakan
untuk jasa:
a. teleponi dasar;
b. nilai tambah teleponi; dan/atau
c. multimedia.
(2) Jual kembali jasa teleponi dasar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a termasuk namun tidak
terbatas pada jasa teleponi dasar yang menggunakan
teknologi protokol internet.

(3) Jual

SK No 086892A
PRE S IDEN
REPUALIK INDONESIA

-27 -

(3) Jual kembali jasa nilai tambah teleponi sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf b termasuk namun tidak
terbatas pada jasa nilai tambah teleponi layanan
konten pesan pendek premium (SMS premium).
(4) Jual kembali jasa multimedia sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c termasuk namun tidak terbatas
pada jasa multimedia layanan akses internet.
(5) Jual Kembali Jasa Telekomunikasi dilaksanakan
berdasarkan pola kerja sama yang disepakati dan
dapat dituangkan dalam perjanjian kerja sama antara
penyelenggara jasa Telekomunikasi dengan pelaksana
Jual Kembali Jasa Telekomunikasi.
(6) Menteri dapat memfasilitasi pelaksanaan Jual Kembali
Jasa Telekomunikasi untuk meningkatkan
aksesibilitas layanan Telekomunikasi.

Bagian Kedua Belas


Interkoneksi

Pasal 32
(1) Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi wajib
menj amin tersedianya Interkoneksi.
(2) Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan menggunakan teknologi yang
di sepakati oleh penyelen ggar a Telekomunikasi.

Bagian Ketiga Belas


Kewajiban Pelayanan Universal

Pasal 33
(1) Menteri mengatur ketersediaan layanan
Telekomunikasi pada wilayah pelayanan universal
Telekomunikasi dalam rangka transformasi digital
nasional.

(2) Ketersediaan

SK No 086891 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-28-
(21 Ketersediaan layanan Telekomunikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. penyediaan infrastruktur Telekomunikasi untuk
dimanfaatkan oleh penyelenggara Jaringan
Telekomunikasi dan/atau penyelenggara jasa
Telekomunikasi dalam menyediakan layanan
Telekomunikasi di wilayah pelayanan universal
Telekomunikasi; dan/ atau
b. pembiayaan penyediaan layanan Telekomunikasi
di wilayah pelayanan universal Telekomunikasi
oleh penyelenggara Jaringan Telekomunikasi
dan/ atau penyelenggara jasa Telekomunikasi.
(3) Penyediaan infrastruktur Telekomunikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (21huruf a termasuk
namun tidak terbatas pada penyediaan infrastruktur
pasif dan/atau infrastruktur aktif untuk dimanfaatkan
oleh penyelenggara Jaringan Telekomunikasi
dan/atau penyelenggara jasa Telekomunikasi dalam
menyediakan layanan Telekomunikasi di wilayah
pelayanan universal Telekomunikasi.
(4) Untuk mengoptimalkan pemanfaatan layanan
Telekomunikasi pada wilayah pelayanan universal
Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Menteri dapat melaksanakan pemberdayaan ekosistem
teknologi informasi dan komunikasi.
(5) Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau
penyelenggara jasa Telekomunikasi wajib memberikan
kontribusi kewajiban pelayanan universal dalam
bentuk dana berdasarkan persentase tertentu dari
pendapatan kotor penyelenggaraan Telekomunikasi
dan/atau kontribusi lainnya.

(6) Dalam .

SK No 086890A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-29-
(6) Dalam hal dana yang diperoleh dari kontribusi
kewajiban pelayanan universal sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) tidak mencukupi untuk menyediakan
Iayanan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Menteri dapat menggunakan dana lain yang
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara atau sumber lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(7) Besaran kontribusi kewajiban pelayanan universal
dalam bentuk dana sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah mengenai
Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Bagian Keempat Belas


Standar Teknis Alat Telekomunikasi
dan/ atau Perangkat Telekomunikasi

Pasal 34
(1) Setiap Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat
Telekomunikasi yang dibuat, dirakit, dimasukan,
untuk diperdagangkan dan/atau digunakan di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib memenuhi
Standar Teknis.
(2) Pemenuhan Standar Teknis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibuktikan dengan Sertifikat.

Pasal 35
(1) Kewajiban Sertifikat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 ayat (2) dikecualikan untuk Alat
Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi
yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. merupakan

SK No 086889 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-30-
a. merupakan barang bawaan danf atau barang
yang dikirim melalui Penyelenggara Pos, yang
digunakan untuk keperluan sendiri, tidak
diperdagangkan, dan/atau tidak untuk tujuan
komersial berupa Alat Telekomunikasi dan/atau
Perangkat Telekomunikasi di sisi pelanggan,
dengan jumlah paling banyak 2 (dua) unit, dengan
merek dan model/tipe yang sama maupun
berbeda;
b. digunakan untuk keperluan penelitian dan
pengembangan, keperluan penanganan bencana
alam, dan/atau keperluan uji coba teknologi
Telekomunikasi, informatika, dan Penyiaran,
dengan ketentuan:
1. tidak untuk diperdagangkan dan/atau tidak
untuk tujuan komersial;
2. wajib memiliki ISR, dalam hal menggunakan
Spektrum Frekuensi Radio; dan
3. jangka waktu penggunaan paling lama 1
(satu) tahun dan dapat diperpanjang oleh
Menteri berdasarkan hasil evaluasi;
c. digunakan sebagai sampel uji dalam rangka
pengujian Alat Telekomunikasi dan/atau
Perangkat Telekomunikasi;
d. digunakan untuk keperluan pertahanan dan
keamanan oleh kementerian/lembaga yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pertahanan atau keamanan negara, yang
memiliki spesifikasi khusus serta tidak
diperjualbelikan untuk umum;
e. digunakan untuk perwakilan diplomatik dengan
memperhatikan asas timbal balik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. digunakan sebagai sarana untuk mengukur AIat
Telekomunikasi dan/atau Perangkat
Telekomunikasi; dan
g.Alat...

SK No 086888 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-31 -

g. Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat


Telekomunikasi lainnya yang ditetapkan oleh
Menteri.
(2) Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat
Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilarang menimbulkan gangguan yang merugikan
terhadap Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat
Telekomunikasi lainnya.
(3) Dalam hal setelah jangka waktu penggunaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 3
berakhir, Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat
Telekomunikasi:
a. diekspor kembali keluar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
b. dimusnahkan; atau
c. dalam hal tetap akan dipergunakan, wajib
memiliki Sertifikat.
(41 Pelaksanaan ekspor kembali sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a dilaporkan kepada Menteri
dengan melampirkan surat pemberitahuan ekspor
barang yang dikeluarkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan.

Pasal 36
(1) Standar Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (1) ditetapkan untuk:
a. melindungi masyarakat dari kemungkinan
kerugian yang ditimbulkan akibat pemakaian Alat
Telekomunikasi dan/atau Perangkat
Telekomunikasi;
b. mencegah saling mengganggu antara Alat
Telekomunikasi dan/atau Perangkat
Telekomunikasi; dan

c.menjamin...

SK No 086887 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-32-
c. menjamin keterhubungan dalam Jaringan
Telekomunikasi.
(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a sampai dengan huruf c, Standar Teknis juga
ditetapkan untuk mendorong berkembangnya
industri, inovasi, dan rekayasa teknologi
Telekomunikasi nasional.

Pasal 37
(1) Menteri menetapkan Standar Teknis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1).
(2) Perumusan Standar Teknis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. adopsi standar internasional atau standar
regional;
b. adaptasi standar internasional atau standar
regional; atau
c. hasil pengembangan industri, inovasi, dan
rekayasa teknologi Telekomunikasi nasional.
(3) Dalam hal tertentu, Menteri dapat menyetujui
penggunaan standar internasional untuk Alat
Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi
yang belum memiliki Standar Teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).

Pasal 38
(1) Menteri menerbitkan Sertilikat Alat Telekomunikasi
danf atau Perangkat Telekomunikasi yang telah
memenuhi Standar Teknis berdasarkan hasil
pengujian untuk setiap tipe dan negara asal
pembuatan Alat Telekomunikasi danf atau Perangkat
Telekomunikasi.

(2) Pengujian

SK No 086886 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-33-
(21 Pengujian Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat
Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh laboratorium uji yang ditetapkan
oleh Menteri sebagai balai uji Alat Telekomunikasi
dan/ atau Perangkat Telekomunikasi.
(3) Laboratorium uji sebagaimana dimaksud pada ayat (21
wajib memiliki akreditasi dari lembaga yang
berwenang.
(4) Penerbitan Sertifikat serta pengujian Alat
Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 39
(1) Setiap Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat
Telekomunikasi yang menggunakan Spektrum
Frekuensi Radio dan sengaja didesain untuk:
a. memblokir, mengacaukan/mengacak, dan/atau
mengganggu penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio yang berrzin; atau
b. menimbulkan gangguan elektromagnetik kepada
masyarakat dan/atau Penyelenggaraan
Telekomunikasi,
dilarang dibuat, dirakit, dimasukkan untuk
diperdagangkan dan/atau digunakan di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(21 Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan bagi penggunaan Alat Telekomunikasi
dan/atau Perangkat Telekomunikasi untuk
kepentingan negara.
(3) Penggunaan AIat Telekomunikasi dan/atau Perangkat
Telekomunikasi untuk kepentingan negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
mendapatkan persetujuan Menteri.

Pasal 40

SK No 086885 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-34-
Pasal 40
(1) Menteri dapat melakukan saling pengakuan laporan
hasil uji Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat
Telekomunikasi dengan negara lain.
(2) Saling pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 4 1
(1) Dalam penilaian kesesuaian Standar Teknis Alat
Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi,
dikenakan biaya Sertifikat.
(21 Biaya Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
besarannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal42
(1) Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat
Telekomunikasi yang telah memperoleh Sertifikat
wajib diberi label.
(2) Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
informasi:
a. identitas pelaku usaha;
b. nomor Sertifikat; dan
c. tanda peringatan larangan melakukan perubahan
yang menyebabkan Alat Telekomunikasi
dan/atau Perangkat Telekomunikasi tidak sesuai
dengan Standar Teknis yang ditetapkan.
(3) Ketentuan mengenai label sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Bagian

SK No 086884A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-35-
Bagian Kelima Belas
Sanksi Administratif dan
Pendelegasian Kewenangan Mengatur

Pasal 43
(1) Dalam hal terdapat ketidaksesuaian dan/atau
pelanggaran atas ketentuan Pasal 13, Pasal 14, Pasal
20 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 22 ayat (6), Pasal
24, Pasal 25 ayat (1), Pasal 3O ayat (1), Pasal 32 ayat
(1), dan/atau Pasal 33 ayat (5), Menteri mengenakan
sanksi administratif kepada Pelaku Usaha berupa:
a. teguran tertulis;
b. pengenaan denda administratif;
c. penghentian sementara kegiatan berusaha;
d. pemutusan akses;
e. daya paksa polisional;
f. pencabutan layanan; dan/atau
g. pencabutan Perizinan Berusaha.
(2) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dalam
jangka waktu masing-masing paling lama 1 (satu)
bulan.
(3) Pengenaan sanksi administratif berupa teguran
tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mempertimbangkan tanggapan dan/atau keberatan
tertulis dari Pelaku Usaha.
(4) Pencabutan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf f merupakan pencabutan jenis
penyelenggaraan tertentu yang tercantum dalam
Perizinan Berusaha pada kegiatan usaha
penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi atau
kegiatan usaha penyelenggaraan jasa Telekomunikasi
sesuai dengan jenis penyelenggaraan yang
dilanggarnya dan tidak berakibat pada pencabutan
jenis penyelenggaraan yang lain.
(5) Pengenaan . .

SK No 086883 A
PRESIDEN
FIEPUBLIK INDONESIA

-36-
(5) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara
berjenjang.

Pasal 44
Ketentuan lebih lanjut jika diperlukan mengenai
Penyelenggaraan Telekomunikasi diatur dengan Peraturan
Menteri.

BAB IV
PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO

Pasal 45
(1) Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio wajib terlebih
dahulu mendapatkan izin penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio dari Menteri.
(21 lzin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. IPFR;
b. ISR; dan
c. Izin Kelas.
(3) Menteri menetapkan izin penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio berdasarkan hasil analisis teknis.
(41 Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara
perizinan penggunaan Spektrum Frekuensi Radio serta
ketentuan operasional penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 46
(1) IPFR berlaku untuk jangka waktu paling lama 10
(sepuluh) tahun.
(2) IPFR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali dengan jangka waktu paling
lama 10 (sepuluh) tahun berdasarkan hasil evaluasi.

(3) Jangka...

SK No 086882 A
PRES IDEN
REPUBLIK lNDONESIA

-37 -

(3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dan ayat (2) diberikan dengan pertimbangan:
a. perencanaan penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio di masa depan;
b. penyamaan masa laku IPFR dan/atau jatuh
tempo pembayaran BHP Spektrum Frekuensi
Radio untuk IPFR;
c. sebagai hasil pengalihan hak penggunaarl
Spektrum Frekuensi Radio; atau
d. pertimbangan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

PasaL 47
(1) ISR berlaku untuk jangka waktu paling lama 5 (lima)
tahun.
(21 ISR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali dengan jangka waktu paling
lama 5 (tima) tahun.
(3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diberikan dengan pertimbangan:
a. perencanaan penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio di masa depan;
b. penyamaan masa laku ISR dan/atau jatuh tempo
pembayaran BHP Spektrum Frekuensi Radio
untuk ISR;
c. penggunaan Spektrum Frekuensi Radio yang
bersifat sementara untuk jangka waktu paling
lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang
berdasarkan evaluasi; atau
d. pertimbangan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal48...

SK No 086881 A
PRESIDEN
FIEPUBLIK INDONESIA

-38-
Pasal 48
(1) Dalam hal pemegang tzin penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio yang telah habis masa
perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
46 ayat (21 atau Pasal 47 ayat (2)', bermaksud
menggunakan Spektrum Frekuensi Radio untuk masa
laku berikutnya, dapat mengajukan permohonan baru
izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio.
(21 Proses permohonan baru izin penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan melalui mekanisme evaluasi sesuai
dengan ketentuan peraturan perurndang-undangan.
(3) Pemegangizin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan
prioritas dalam permohonan baru izin penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud
pada ayat l2l dengan memperhatikan:
a. pemenuhan kewajiban penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio;
b. pemenuhan kewajiban Penyelenggaraan
Telekomunikasi atau penyelenggaraan Penyiaran;
dan
c. perencanaan penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio.
(41 BHP Spektrum Frekuensi Radio untuk izin
penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan penyesuaian dengan
nilai keekonomian pita frekuensi radio pada saat
diajukannya permohonan baru izin penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio.

Pasal 49
(1) Menteri dapat menetapkan penggunaan bersama
Spektrum Frekuensi Radio.

(2) Penggunaan

SK No 086880 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-39-
(2) Penggunaan bersama Spektrum Frekuensi Radio
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
melalui izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio
yang diberikan kepada masing-masing pengguna
Spektrum Frekuensi Radio dalam bentuk:
a. IPFR; atau
b. ISR.
(3) Penggunaan bersama Spektrum Frekuensi Radio
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan prinsip efisiensi penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio dan tidak menimbulkan gangguan
yang merugikan.
(41 Penggunaan bersama Spektrum Frekuensi Radio
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui pembedaan waktu, wilayah, dan/ atau
teknologi.

Pasal 50
(1) Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi pemegangizin
penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dapat
melakukan kerja sama penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio untuk penerapan teknologi baru
dengan penyelenggara Jaringan Telekomunikasi
lainnya dan/atau penyelenggara Telekomunikasi
khusus.
(21 Teknologi baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merujuk pada teknologi Telekomunikasi yang
implementasinya di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dilakukan setelah pemberlakuan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja.
(3) Spektrum Frekuensi Radio yang dapat dikerjasamakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pita
frekuensi radio yang telah ditetapkan hak
penggunaannya dalam bentuk IPFR.
(4) Kerja sama penggunaan Spektrum Frekuensi Radio
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan tujuan:
a. optimalisasi. . .

SK No 086879 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-40-
a. optimalisasi penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio;
b. efisiensi biaya pembangunan infrastruktur
Telekomunikasi yang menggunakan Spektrum
Frekuensi Radio;
c. memperluas cakupan wilayah yang terlayani oleh
layanan Telekomunikasi;
d. peningkatan kualitas layanan Telekomunikasi;
e. menghadirkan layanan Telekomunikasi baru;
f. membuat harga layanan Telekomunikasi lebih
terjangkau bagi masyarakat; dan/ atau
g. pemenuhan kebutuhan terhadap kepentingan
nasional.
(5) Kerja sama penggunaan Spektrum Frekuensi Radio
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan prinsip persaingan usaha yang sehat dan
non-diskriminatif.
(6) Kerja sama penggunaan Spektrum Frekuensi Radio
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) wajib
mendapatkan persetujuan dari Menteri berdasarkan
hasil evaluasi.
(71 Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
mempertimbangkan tujuan kerja sama penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dan prinsip kerja sama penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud
pada ayat (5).

Pasal 51
(1) Permohonan persetujuan kerja sama penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (6) dapat diajukan oleh
penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau
penyelenggara Telekomunikasi khusus yang
memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a.tidak...

SK No 086878 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-4r-
a. tidak memiliki kewajiban pembayaran
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang terutang
kepada Kementerian;
b.bagipenyelenggaraJaringanTelekomunikasi,
telah memenuhi kewajiban pembangunan
penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi paling
sedikit {O"t (lima puluh persen) dari seluruh
kewajibanpembangunan5(lima)tahunansesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan/atau
c. ketentuan lain yang ditetapkan oleh Menteri
dengan mempertimbangkan kepentingan umum
dan/atau optimalisasi penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio.
(2) Penyelenggara Telekomunikasi khusus sebagaimana
dimlksud pada ayat (1) merupakan instansi
pemerintah atau badan hukum Indonesia yang telah
memenuhi ketentuan perizinan penyelenggaraan
Telekomunikasi khusus.
(3)KerjaSamapenggunaanSpektrumFrektr.ensiRadio
seblgaimana- dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1)
dilaksanakan dalam bentuk:
a. penggunaan pita frekuensi radio yang h*
penggunaannya telah ditetapkan kepada
p."y.t"" gg ri Telekomunikasi lain sebagai
pemegang IPFR; dan/ atau
b. penggunaan pita frekuensi radio hasil
penggabungan dari beberapa pita frekuensi radio
yang telah ditetapkan hak penggunaannya
i<epada 2 (dua) atau lebih pemegang IPFR'
(4) Selain bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Menteri dapat menetapkan bentuk kerja sama
penggunaan Spektrum Frekuensi Radio lainnya
a."g." memperhatikan perkembangan teknologi'
(5) Kerja sama penggunaan Spektrum Frekuensi Radio
seblgaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dilaksanakan:

a. di

SK No 086930A
PRE S IDEN
REPUBLIK INDONESTA

-42-
a. di seluruh wilayah layanan dan sebagian pita
frekuensi radio yang tercantum dalam IPFR;
b. di seluruh wilayah layanan dan seluruh pita
frekuensi radio yang tercantum dalam IPFR;
c. di sebagian wilayah layanan dan sebagian pita
frekuensi radio yang tercantum dalam IPFR; atau
d. di sebagian wilayah layanan dan seluruh pita
frekuensi radio yang tercantum dalam IPFR'

Pasal 52
(1) Jangka waktu bentuk kerja sama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3) huruf a
dilaksanakan dengan ketentuan tidak melebihi masa
laku IPFR Yang dikerjasamakan.
(21 Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio untuk bentuk
kerji sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
1S; huruf a dilaksanakan dengan ketentuan tidak
"y"t
mengurangi kewajiban pembangunan Jaringan
Telekomunikasi Pemegang IPFR.

Pasal 53
(1) Jangka waktu bentuk kerja sama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3) huruf b
dilaksanakan dengan ketentuan tidak melebihi masa
laku IPFR yang dikerjasamakan dengan mengikuti
masa laku IPFR Yang Paling Pendek.
(21 Penggunaan spektrum Frekuensi Radio untuk bentuk
kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
ayat (3) huruf b dilaksanakan dengan ketentuan:
a. pengguna layanan dari masing-masing pemegang
ipf'n yang melakukan kerja sama mendapatkan
peningkatan kualitas laYanan; dan
b. tidak mengurangi kewajiban pembangunan
Jaringan Telekomunikasi setiap pemegang IPFR'

Pasal54...

SK No 086929 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-43-
Pasal 54
(1) Menteri melaksanakan pengawasan dan pengendalian
terhadap pelaksanaan kerja sama penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (1) paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun.
(21 Dalam hal berdasarkan hasil pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat
ketidlksesuaian atas tujuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (41 danlatau prinsip sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (5), penyelenggara
Telekomunikasi yang melakukan kerja sama
penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dikenai sanksi
administratif berupa:
a. teguran tertulis;
b. denda administratif; dan/atau
c. pencabutan persetujuan kerja sama penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio.
(3) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dengan
tenggang waktu 14 (empat belas) hari kalender.
(4) Dalam hal penyelenggara Telekomunikasi yang dikenai
teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
sampai dengan batas waktu teguran tertulis ketiga
belum menyesuaikan dengan prinsip dan/atau tujuan
kerja sama penggunaan Spektrum Frekuensi Radio,
dikenai sanksi denda administratif.
(s) Dalam hal penyelenggara Telekomunikasi yang dikenai
sanksi denda administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) sampai dengan batas waktu 30 (tiga
puluh) hari kalender sejak dikenai sanksi denda
i"tratif, tidak membayar denda administratif
"d-it
dan/atau belum menyesuaikan dengan prinsip
dan/atau tujuan kerja sama penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio, dikenai sanksi pencabutan
persetujuan kerja sama penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio.

(6) Denda

SK No 086928 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-44-
(6) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
besarannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 55
(1) Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi pemegangizin
penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dapat
melakukan pengalihan hak penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio kepada penyelenggara Jaringan
Telekomunikasi lainnYa.
(2) Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud
p"aa ayat (1) merupakan pita frekuensi radio yang
ielah ditetapkan hak penggunaannya dalam bentuk
IPFR.
(3) Pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan berdasarkan prinsip:
a. persaingan usaha Yang sehat;
b. non-diskriminatif; dan
c. pelindungan konsumen.

Pasal 56
(1) Permohonan persetujuan pengalihan hak penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55 ayat (1) dapat diajukan oleh
penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. tidak memiliki kewajiban pembayaran
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang terutang
kepada Kementerian;
b. telah memenuhi kewajiban pembangunan
penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi paling
sedikit 50% (lima puluh persen) dari seluruh
kewajiban pembangunan 5 (lima) tahunan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan/atau

c. ketentuan

SK No 086927 A
PRES I DEN
REPUBLIK INDONESIA

-45-
c. ketentuan lain yang ditetapkan oleh Menteri
dengan mempertimbangkan kepentingan umum
dan/atau optimalisasi penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio.
(21 Pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1)
dilaksanakan dalam bentuk:
' a. pemegang IPFR mengalihkan hak penggunaan
pita frekuensi radio kepada penyelenggara
Jaringan Telekomunikasi lain; atau
b. 2 (dua) atau lebih pemegang IPFR saling
melakukan pengalihan hak penggunaan pita
frekuensi radio sesuai IPFR yang telah ditetapkan
kepada masing-masing pemegang IPFR'
(3) Pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio dengan bentuk sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a dilaksanakan dengan tujuan:
a. optimalisasi manfaat dari penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio; dan/atau
b. peningkatan kinerja sektorTelekomunikasi'
(4) Pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio dengan bentuk sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b dilaksanakan dengan tujuan yang
sama dengan tujuan kerja sama penggunaan
spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 aYat (4).
(5) Pengalihan hak penggunaan spektrum Frekuensi
Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1)
mengakib^ik"., IPFR dicabut dari pemegang izin
penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan
ait.t"pt kepada penerima pengalihan hak
"t Spektrum Frekuensi Radio'
penggunaan
(6) Pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1)
dilaksanakan dengan ketentuan:

a. dapat

SK No 086926 A
PRES IDEN
REPUBLIK ]NDONESIA

-46-
a. dapat dilakukan untuk seluruh pita frekuensi
radio atau sebagian pita frekuensi radio yang
tercantum dalam IPFR;
b. tidak mengubah masa laku IPFR yang dialihkan;
dan
c. kewajiban yang melekat pada pita frekuensi radio
yang dialihkan, termasuk namun tidak terbatas
pada kewajiban pembayaran BHP Spektrum
Frekuensi Radio, menjadi beralih kepada
penerima pengalihan hak penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio.
17t Dalam kral2 (dua) atau lebih badan hukum pemegang
IPFR melakukan penggabungan atau peleburan badan
hukum, pengalihan hak penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio dapat ditakukan untuk seluruh pita
frekuensi radio.

Pasal 57
(1) Pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1)
wajib mendapatkan persetujuan dari Menteri
berdasarkan hasil evaluasi.
(21 Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempertimbangkan prinsip pengalihan hak
penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) dan tujuan
pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3)
dan/atau ayat (4).
(3) Menteri melaksanakan pengawasan dan pengendalian
terhadap pelaksanaan pengalihan hak penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio.

(4) Dalam

SK No 086925 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-47 -

(4) Dalam hal berdasarkan hasil pengawasan


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdapat
ketidaksesuaian atas prinsip sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55 ayat (3) dan/atau tujuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3) dan/atau ayat (4),
penyelen ggara Telekomunikasi yang melakukan
pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio dikenai sanksi administratif berupa:
a. teguran tertulis; dan
b. pencabutan persetujuan pengalihan hak
penggunaan Spektrum Frekuensi Radio.
(s) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
hurrf a diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dengan
tenggang waktu 14 (empat belas) hari kalender.
(6) Dalam hal penyelenggara Telekomunikasi yang dikenai
teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
sampai dengan batas waktu teguran tertulis ketiga
belum menyesuaikan dengan prinsip dan/atau tujuan
pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio, dikenai sanksi administratif pencabutan
persetujuan pengalihan hak penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio.

Pasal 58
(1) Menteri dapat melakukan optimalisasi penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio terhadap izin penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio yang telah ditetapkan.
(2t Optimalisasi penggunaan Spektrum Frekuensi Radio
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
melalui:
a. migrasi;
b. refarming;
c. pencabutanizinpenggunaan Spektrum Frekuensi
Radio; dan/atau
d. bentuk lain yang ditetapkan oleh Menteri.

(3) Menteri

SK No 086924 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-48-
(3) Menteri memberitahukan rencana pelaksanaan
optimalisasi penggunaan Spektrum Frekuensi Radio
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada
peme ga., g izin pen ggunaan S pektrum Frekuensi Radio'

Pasal 59
(1) Pemegan g izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio
wajib membayar BHP Spektrum Frekuensi Radio.
(2t Menteri menetapkan besaran BHP Spektrum
Frekuensi Radio dengan memperhatikan:
a. jenis penggunaan Spektrum Frekuensi Radio;
b. lebar pita frekuensi radio;
c. lebar kanal frekuensi radio;
d. luas cakupan;
e. lokasi;
f. nilai ekonomi Spektrum Frekuensi Radio;
g. minat pasar; dan/atau
h. tingkat inflasi.
(3) Besaran BHP Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana
dimaksud pada ayat (21 dapat disesuaikan dalam hal
terdapat:
a. optimalisasi penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio; dan/atau
b. pembebanan kepentingan nasional kepada
pemegang izin penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio.
(4) Kewajiban BHP Spektrum Frekuensi Radio mulai
dikenakan pada saat izin penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio diterbitkan.
(s) BHP Spektrum Frekuensi Radio dibayar di muka setiap
tahun.

Pasal 60

SK No 086923 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-49-
Pasal 60
(1) Kewajiban pembayaran BHP Spektrum Frekuensi
Radio untuk bentuk kerja sama penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal
51 ayat (3) huruf a hanya dikenakan kepada
peny.l".rggara Telekomunikasi yang menjadi
pemegang IPFR.
(2t Kewajiban pembayaran BHP Spektrum Frekuensi
Radio untuk bentuk kerja sama penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal
51 ayat (3) huruf b dikenakan kepada setiap
penyelenggara Telekomunikasi pemegang IPFR yang
melakukan kerja sama dengan besaran yang
ditetapkan sesuai IPFR masing-masing.
(3) Besaran BHP Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana
dimaksud pada ayat (21 dapat disesuaikan
berdasarkan jenis layanan atau penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio sebagai hasil kerja sama penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 ayat (3) huruf b.

Pasal 61
(1) BHP Spektrum Frekuensi Radio merupakan
Penerimaan Negara Bukan Pajak.
(21 BHP Spektrum Frekuensi Radio yang telah dibayarkan
ke kas negara tidak dapat ditarik kembali.

Pasal 62
Kewajiban membayar BHP Spektrum Frekuensi Radio
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1)
dikecualikan untuk penggunaan Spektrum Frekuensi Radio
meliputi:
a. Telekomunikasi khusus untuk keperluan pertahanan
dan keamanan negara;

b. Telekomunikasi .

SK No 086922 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-50-
b. Telekomunikasi khusus untuk keperluan dinas
khusus;
c. Telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi
pemerintah yang digunakan oleh perwakilan negara
asing di Indonesia ke dan/atau dari negara asal
berdasarkan asas timbal balik;
d. penelitian, uji coba teknologi, danf atau uji coba Alat
lelekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi
atau Penyiaran yang tidak bersifat komersial yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah dan/atau
lembaga pendidikan dan pelatihan dalam negeri;
e. kegiatan kenegaraan;
f. kegiatan tanggap darurat penanggulangan bencana;
dan/atau
g. penggunaan Spektrum Frekuensi Radio berdasarkan
Izin Kelas.

Pasal 63
(1) lzin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dapat
diathiri sebelum berakhir masa laku sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 -
(21 Pengakhiran masa laku izin penggunaan Spektrum
Freliuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan atas dasar:
a. pencabutanizinpenggunaan Spektrum Frekuensi
Radio; atau
b. -Spektr
permoum honan penghentian izin penggunaan
Frekuensi Radio oleh pemegang izin
penggunaan Spektrum Frekuensi Radio.
(3) Pengakhiran izin penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghapuskan kewajiban pelunasan BHP Spektrum
Frekuensi Radio yang terutang.

Pasal64...

SK No 086921 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-51 -

Pasal 64
(1) Pengakhiran masa laku izin penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio atas dasar pencabutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf a dilakukan
karena:
a. ain Penyelenggaraan Telekomunikasi atau IPP
telah berakhir atau dicabuU
b. penggunaan Spektrum Frekuensi Radio tidak
optimal;
c. terdapat kepentingan umum yang lebih besar;
d. perubahan perencanaan penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio secara nasional;
e. mengalihkan izin penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio tanpa persetujuan Menteri;
f. tidak melaksanakan kegiatan pemancaran
layanan sesuai ISR paling sedikit selama 12 (dua
belas) bulan berdasarkan hasil monitoring
Spektrum Frekuensi Radio sebanyak 3 (tiga) kali;
g. umur masa pakai satelit berakhir, untuk ISR
satelit;
h. melanggar parameter teknis sebagaimana
ditetapkan dalam ISR; dan/atau
i. melanggar ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(21 Tata cara permohonan penghentian izin penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 63 ayat (2) huruf b dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan'

Pasal 65

SK No 086920A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-52-
Pasal 65
(1) Menteri menetapkan penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio yang tidak optimal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 64 ayat (1) huruf b berdasarkan evaluasi
dengan memperhatikan pemenuhan terhadap
kewajiban yang telah ditetapkan kepada pemegangizin
penggunaan Spektrum Frekuensi Radio.
(21 Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi aspek:
a. penggelaranJaringanTelekomunikasi;
b. kualitas layanan Telekomunikasi yang
diselenggarakan;
c. operasional pemancaran stasiun radio
menggunakan pita frekuensi radio dan/atau
kanal frekuensi radio yang telah ditetapkan;
dan/atau
d. pembayaran BHP Spektrum Frekuensi Radio.

Pasal 66
(1) Rencana pengakhiran masa laku izin penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio atas dasar pencabutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf
a karena:
a. terdapat kepentingan umum yang lebih besar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (ll
huruf c; dan/atau
b. perubahan perencanaan penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio secara nasional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf d,
disampaikan kepada pemegang izin penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio paling lambat 2 (dua) tahun
sebelum pengakhiran masa laku izin penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio dilakukan.

(2) Dalam

SK No 086919 A
PFIES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-53-
(2) Dalam hal rencana pengakhiran masa laku izin
penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan kurang dari 2
(dua) tahun, Menteri dapat menetapkan ganti kerugian
kepada pemegang izin penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio.
(3) Ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat diberikan oleh Menteri atau oleh pengguna baru
pada Spektrum Frekuensi Radio yang dicabut.

Pasal 67
Ketentuan lebih lanjut jika diperlukan mengenai
penggunaan Spektrum Frekuensi Radio diatur dengan
Peraturan Menteri.

BAB V
PENYELENGGARAAN PENYIARAN
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 68
(1) Penyelenggaraan Penyiaran terdiri atas:
a.
jasa Penyiaran radio; dan
b.
jasa Penyiaran televisi.
(21 Jasa Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan oleh:
a. LPP;
b. LPS;
c. LPK; atau
d. LPB.
(3) LPP sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a
terdiri atas:
a. LPP Radio Republik Indonesia;
b. LPP Televisi Republik Indonesia; dan
c. LPP Lokal.
(4) Penyelenggaraan.

SK No 086918 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-54-
(4) Penyelenggaraan Penyiaran jasa Penyiaran_radio dan
jasa eenyiat"., televisi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat diselenggarakan melalui media:
a. terestrial;
b. satelit; dan/atau
c. kabel.
(5) Penyelenggaraan Penyiaran melalui media
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan
dengan memanfaatkan perkembangan teknologi'
(6) Ketentuan mengenai pemanfaatan perkembangan
teknologi dalam penyelenggaraan Penyiaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh
Menteri.
(7) Penyelenggaraan jasa Penyiaran radio dan jasa
Penyiaran- televisi secara digital melalui terestrial
meliputi:
a. layanan program siaran;
b. layanan multipleksing; dan/atau
c. layanan tambahan.
(8) Penyediaan layanan multipleksing sebagaimana
dimaksud pada ayat(7) huruf b berlaku untuk lembaga
Penyiaran y"ng menggunakan teknologi digital melalui
media terestrial.

Pasal 69
(1) LPP Lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat
c dapat didirikan di daerah provinsi atau
(3) huruf
kabupaten/kota dengan kriteria dan persyaratan
sebagai berikut:
a. belum ada stasiun Penyiaran Radio Republik
Indonesia dan/atau Televisi Republik Indonesia di
daerah tersebut;

b. tersedianya

SK No 086917 A
PRESIOEN
REPUBLIK INDONESIA

-55-
b. tersedianya Spektrum Frekuensi Radio
berdasarkan rencana induk penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio untuk keperluan
Penyiaran;
c. tersedianya sumber daya manusia yang
profesional dan sumber daya lainnya sehingga
LPP Lokal mampu melakukan paling sedikit 12
(dua belas) jam siaran per hari untuk radio dan 3
(tiga) jam siaran per hari untuk televisi dengan
materi siaran yang proporsional; dan
d. operasional siaran diselenggarakan secara
berkesinambungan.
(21 Kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dikecualikan untuk LPP Lokal yang
didirikan dengan menggunakan teknologi digital.

Pasal 70
(1) Penyelenggaraan Penyiaran yang diselenggarakan oleh
lembaga Penyiaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 68 ayat (2) wajib memenuhi ketentuan Perizinan
Berusaha untuk memperoleh IPP.
(2) Untuk memperoleh IPP, Pelaku Usaha harus
mengajukan uji laik operasi Penyiaran dan
memperoleh surat keterangan laik operasi Penyiaran.
(3) Sebelum pelaksanaan uji laik operasi Penyiaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (21, Pelaku Usaha
melaksanakan pembangunan dan f atau menyediakan
sarana dan prasarana Penyiaran.
(41 Dalam hal penyelenggaraan Penyiaran menggunakan
Spektrum Frekuensi Radio dan/atau satelit asing,
sebelum pelaksanaan uji laik operasi Penyiaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memenuhi
Perizinan Berusaha penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio dan/atau hak labuh satelit sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

(s) rPP

SK No 086916 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESlA

-56-
(5) IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
selama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang.

Pasal 71
(1) Perizinan Berusaha untuk penyelenggaraan Penyiaran
dengan media sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68
ayat (4) diberikan melalui mekanisme evaluasi.
(21 Permohonan Perizinan Berusaha untuk
penyelenggaraan Penyiaran melalui media terestrial
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (4) huruf
a untuk LPS dan LPB dapat diajukan setelah adanya
pengumuman peluang penyelenggaraan Penyiaran
oleh Menteri.
(3) Dalam hal pada 1 (satu) wilayah layanan siaran,
jumlah permohonan Perizinan Berusaha
penyelenggaraan Penyiaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (21 melebihi jumlah ketersediaan kanal
frekuensi radio dan/atau ketersediaan slot
multipteksing, Perizinan Berusaha diberikan melalui
mekanisme seleksi.

Pasal T2
(1) Penyelenggaraan Penyiaran dapat dilakukan dengan
cakupan wilayah siaran meliputi seluruh Indonesia,
regional, dan/atau lokal dengan terlebih dahulu
memperoleh persetujuan Menteri.
(21 Penyelenggaraan Penyiaran untuk cakupan wilayah
siaran meliputi seluruh Indonesia dapat dilakukan
oleh:
a. LPP Radio Republik Indonesia;
b. LPP Televisi Republik Indonesia;
c. LPS jasa Penyiaran televisi melalui media
terestrial untuk layanan program siaran;
d. LPS melalui media satelit; atau
e. LPB melalui media satelit dan/atau media kabel.

(3) Penyelenggaraan

SK No 086915 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESlA

-57 -

(3) Penyelenggaraan Penyiaran untuk cakupan wilayah


siaran regional dan/atau lokal dapat dilakukan oleh:
a. LPP Lokal;
b. LPS jasa Penyiaran radio melalui media terestrial;
c. LPS jasa Penyiaran televisi melalui media
terestrial untuk layanan program siaran;
d. LPS jasa Penyiaran televisi layanan multipleksing
media terestrial;
e. LPK; atau
f. LPB melalui media terestrial dan/atau kabel.
(4) Lembaga Penyiaran yang melaksanakan
penyelenggara€rn Penyiaran melalui media terestrial
dengan cakupan wilayah siaran meliputi seluruh
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf
a, huruf b, dan huruf c wajib memiliki cabang paling
sedikit di ibukota provinsi dan bersiaran di cakupan
wilayah siaran meliputi seluruh Indonesia sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) LPS yang melaksanakan penyelenggaraan Penyiaran
digital melalui media terestrial dengan cakupan
wilayah siaran meliputi seluruh Indonesia dan
regional, siarannya wajib memuat konten lokal paling
sedikit lOo/o (sepuluh persen) dari waktu siaran
keseluruhan per hari.
(6) Cakupan wilayah siaran meliputi seluruh Indonesia,
regional, dan/atau lokal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan mempertimbangkan:
a. kesehatan industri Penyiaran;
b. kemampuan dan kesiapan penyelenggara;
c. ketersediaan slot multipleksing; dan/atau
d. ketersediaan Spektrum Frekuensi Radio
berdasarkan rencana induk Spektrum Frekuensi
Radio untuk keperluan PenYiaran.

(7) LPS...

SK No 086914 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-58-
(7) LPS dapat menyelenggarakan layanannya dengan
sistem stasiun jaringan dengan jangkauan wilayah
siaran sampai dengan seluruh Indonesia, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. induk stasiun jaringan dan anggota stasiun
jaringan merupakan LPS yang terletak di ibukota
provinsi dan/ atau kabupaten/kota; dan
b. untuk kesamaan acara, siaran stasiun jaringan
dapat dipancarluaskan melalui stasiun relai ke
seluruh wilayah dalam 1 (satu) provinsi'

Pasal 73
setiap perrrbahan nama, alamat kantor, susunan pengurus,
dan/atau saham oleh lembaga Penyiaran harus dilaporkan
kepada Menteri paling lambat 1 (satu) bulan sejak
dilakukan perubahan.

Pasal 74
(1) Setiap perubahan kepemilikan saham baik langsung
*arprn tidak langsung pada LPS dan LPB wajib
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2t Perubahan kepemilikan saham LPS dilarang
mengakibatkan pelanggaran ketentuan:
a. kepemilikan asing;
b. pemusatan kePemilikan; atau
c. kepemilikan silang.
(3) Perubahan kepemilikan saham LPB dilarang
mengakibatkan pelanggaran ketentuan:
a. kepemilikan asing; atau
b. kepemilikan silang.

Pasal 75
Dalam menyelenggarakan siarannya, LPB wajib:

a. melakukan

SK No 086991 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-59-
a. melakukan sensor internal terhadap semua isi siaran
yang akan disiarkan dan/atau disalurkan;
b. menyediakan paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari
kapasitas saluran untuk menyalurkan program dari
LPP dan LPS; dan
c. menyediakan 1 (satu) saluran siaran produksi dalam
negeri berbanding 10 (sepuluh) saluran siaran
produksi luar negeri dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. dalam hal menyalurkan saluran siaran produksi 10
(sepuluh) atau lebih, perbandingan saluran siaran
produksi dalam negeri dan saluran siaran produksi
luar negeri 1 (satu) berbanding 1O (sepuluh) dengan
pembulatan angka ke atas; atau
2. dalam hal menyalurkan saluran siaran produksi
kurang dari 10 (sepuluh), menyediakan paling
sedikit 1 (satu) saluran siaran produksi dalam
negeri.

Pasal 76
(1) Radius siaran LPK jasa Penyiaran radio yang bersiaran
melalui media terestrial dibatasi maksimum 2,5 km
(dua koma lima kilometer) dari lokasi pemancar atau
dengan Effectiue Radiated Potaer (ERP) maksimum
46,99 (empat puluh enam koma sembilan sembilan)
dBm.
(2) Pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan untuk LPK yang bersiaran melalui
layanan muttipleksing siaran televisi digital terestrial.

Pasal 77
(1) LPP, LPS, LPK, dan LPB wajib membayar biaya
Perizinan Berusaha melalui kas negara.
(21 Besaran dan tata cara pembayaran biaya Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Bagian

SK No 086912 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-60-
Bagian Kedua
Migrasi Penyiaran Televisi Terestrial dari
Teknologi Analog ke Teknologi Digital

Pasal 78
(1) Penyelenggaraan Penyiaran jasa Penyiaran televisi
melalui media terestrial dilakukan dengan teknologi
digital melalui Penyelenggaraan Multipleksing.
(21 Penyelenggaraan Multipleksing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menggunakan Spektrum
Frekuensi Radio sebagai sumber daya alam terbatas
yang dikuasai oleh negara dan pengelolaannya
dilakukan oleh Menteri.
(3) Penyelenggaraan Penyiaran jasa Penyiarantelevisi
dengan teknologi digital melalui media terestrial
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui beberapa penyelenggara multipleksing dalam
jumlah terbatas.
(4) Jumlah penyelenggara multipleksing sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri.
(s) Penyelenggara multipleksing sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) terdiri atas:
a. LPP Televisi Republik Indonesia; dan
b. LPS jasa Penyiaran televisi.
(6) Penetapan LPP Televisi Republik Indonesia sebagai
penyelenggara multipleksing sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) huruf a dilakukan oleh Menteri tanpa
melalui evaluasi atau seleksi.
(71 Penetapan penyelenggara multipleksing untuk LPS
jasa Penyiaran televisi sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) huruf b dilakukan oleh Menteri melalui
evaluasi atau seleksi.
(8) Penetapan penyelenggara multipleksing melalui
evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat l7l berlaku
untuk LPS jasa Penyiaran televisi yang telah
melakukan investasi dan telah menyelenggarakan
multipleksing sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(9) Menteri...

SK No 086911 A
PRES IDEN
REPUBLIK lNDONESIA

-61 -

(9) Menteri melaksanakan seleksi penyelenggara


multipleksing untuk LPS jasa Penyiaran televisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (71 pada wilayah
layanan siaran yang belum ditetapkan penyelenggara
multipleksingnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(8).
(1O) Penetapan penyelenggara multipleksing berdasarkan
seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
mempertimbangkan penyelenggara yang telah
menyelenggarakan multipleksing sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(11) Menteri menetapkan penyelenggara multipleksing
melalui evaluasi atau seleksi berdasarkan
pertimbangan:
a. perlindungan kepentingan nasional;
b. pemerataan penyebaran informasi;
c. kesiapan infrastruktur multipleksing
penyelen ggar a Penyiaran ;

d. penetapan penyelenggara multipleksing yang telah


melakukan investasi sebelumnya;
e. perencanaan penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio dan/atau pencegahan interferensi Spektrum
Frekuensi Radio;
f. kesiapan ekosistem penyelenggaraan Penyiaran;
g. efisiensi industri Penyiaran;
h. perlindungan investasi; dan latau
i. persiapan penghentian siaran analog (Analog
Switch oIf/ ASo).

Pasal 79
Penyelenggara multipleksing melaksanakan layanan
program siaran sesuai dengan cakupan wilayah
Penyelenggaraan Multipleksingnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 80

SK No 086910 A
PRESIDEN
REPUBLIK lNDONESIA

-62-
Pasal 80
(1) Pelaku Usaha yang memiliki infrastruktur aktif di
bidang Telekomunikasi dan/atau Penyiaran dapat
membuka akses pemanfaatan infrastruktur dimaksud
kepada penyelenggara Penyiaran berdasarkan
kesepakatan melalui kerja sama para pihak dengan
mempertimbangkan persaingan usaha yang sehat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(21 Penyelenggara multipleksing dapat bekerja sama
dengan penyelenggara multipleksing lainnya dan/atau
penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dalam rangka
penggunaan bersama infrastruktur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 81
(1) LPP, LPS, dan/atau LPK menyediakan layanan
program siaran dengan menyewa slot multipleksing
kepada penyelenggara multipleksing.
(2) Dalam hal LPP Televisi Republik Indonesia atau LPS
jasa Penyiaran televisi menjadi penyelenggara
multipleksing, penyediaan program siaran dari LPP
Televisi Republik Indonesia atau LPS jasa Penyiaran
televisi tersebut disalurkan melalui slot
multipleksingnya sendiri.
(3) Penyelenggara multipleksing wajib memenuhi
permohonan penyewaan slot multipleksing dari LPP,
LPS, dan latau LPK sepanjang slot multipleksing masih
tersedia dan memenuhi syarat penyewaan slot
multipleksing yang ditetapkan oleh penyelenggara
multipleksing.
(4) Penyelenggara multipleksing wajib menetapkan syarat
penyewaan slot multipleksing yang memenuhi prinsip
keterbukaan akses dan non-diskriminatif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Mekanisme...

SK No 086909 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-63-
(5) Mekanisme penyewaan sisa slot multipleksing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3)
dilaksanakan berdasarkan pengumuman
Penyelenggaraan Multipleksing yang ditetapkan oleh
Menteri.
(6) Menteri dapat menetapkan pemanfaatan penggunaan
multipleksing dan/atau slot multipleksing yang tidak
dimanfaatkan oleh penyelenggara multipleksing.

Pasal 82
(1) Penghitungan tarif sewa slot multipleksing
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 yang
dilakukan oleh penyelenggara multipleksing wajib
mengacu pada formula tarif serta memperoleh
persetujuan Menteri untuk ditetapkan.
(21 Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan berdasarkan hasil evaluasi.

Pasal 83
(1) Penyelenggara multipleksing wajib mempublikasikan
pembukaan peluang kerja sama dan informasi
mengenai slot multipleksing yang dikelolanya untuk
disewakan kepada LPP, LPS , danf atau LPK.
(21 Informasi mengenai slot multipleksing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib memuat paling sedikit:
a. jenis layanan sewa slot multipleksing;
b. wilayah layanan siaran;
c. kapasitas slot multipleksing yang tersedia;
d. tarif sewa slot multipleksing yang dihitung
berdasarkan tata cara perhitungan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. kualitas layanan (qtalitg of seruice);

f. prosedur

SK No 086908 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-64-
f. prosedur penyediaan layanan sewa slot
multipleksing; dan
g. syarat penyewaan slot multipleksing.
(3) Informasi mengenai slot multipleksing sebagaimana
dimaksud pada ayat (21 wajib disampaikan secara
terbuka paling sedikit melalui situs web resmi dari
penyelen ggar a multiPleksin g.

Pasal 84
Menteri menetapkan penomoran penyelenggaraan
Penyiaran bagi lembaga Penyiaran setelah mendapatkan
IPP.

Pasal 85
(1) Pemerintah membantu penyediaan alat bantu
penerimaan siaran (set-top-box/ STB) kepada rumah
tangga miskin agar dapat menerima siaran televisi
secara digital melalui terestrial.
(21 Penyediaan alat bantu penerimaan siaran (set-top-
box/ STB) kepada rumah tangga miskin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berasal dari komitmen
penyelenggara multipleksing.
(3) Dalam hal penyediaan alat bantu penerimaan siaran
(set-top-box/ STB)sebagaimana dimaksud pada ayat (21
tidak mencukupi, dapat berasal dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan/atau
b. sumber lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Kriteria penerima alat bantu penerimaan siaran (set-
top-box/ STB) dan mekanisme pendistribusian alat
bantu penerimaan siaran (set-top-box/ STB) kepada
rumah tangga miskin sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

(5) Pengawasan .

SK No 086907 A
PFTES lDEN
REPUBLIK INDONESIA

-65-
(5) Pengawasan atas pelaksanaan pendistribusian alat
bantu penerimaan siaran (set-top-box/ STBI
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh
Menteri.

Bagian Ketiga
Sanksi Administratif dan
Pendelegasian Kewenangan Mengatur

Pasal 86
(1) Dalam hal terdapat ketidaksesuaian dan/atau
pelanggaran atas ketentuan Pasal 70 ayat (1), Pasal 70
ayat 1+;, Pasal 72 ayat (4), Pasal 72 ayat (5), Pasal 72
iyat (71, Pasal 74, Pasal75, Pasal 76 ayat (1), Pasal 77
ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 79, Pasal 81 ayat (3),
Plsal'81 ayat (4), Pasal 82 ayat (1), Pasal 83, dan/atau
Pasal 85 ayat (21, Menteri mengenakan sanksi
administratif kepada Pelaku Usaha berupa:
a. teguran tertulis;
b. pengenaan denda administratif;
c. penghentian sementara kegiatan berusaha;
d. daya paksa Polisional; dan/atau
e. pencabutanPerizinan Berusaha.
(21 Dalam hal terdapat ketidaksesuaian dan/atau
pelanggaran terkait dengan isi siaran, Komisi
benyiaian Indonesia mengenakan sanksi administratif
kepada lembaga PenYiaran beruPa:
a. teguran tertulis;
b. pengenaan denda administratif;
c. penghentian sementara mata acara yang
bermasalah setelah melalui tahapan tertentu;
d. pembatasan durasi dan waktu siaran; dan/atau
e. penghentian kegiatan siaran untuk waktu
tertentu.
(3) Selain. - .

SK No 086906 A
PRES I DEN
REPUBLIK INDONESIA

-66-
(3) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (2l,lembaga Penyiaran dapat dikenai sanksi
administratif berupa pencabutan Perizinan Berusaha
oleh Menteri berdasarkan rekomendasi Komisi
Penyiaran Indonesia setelah adanya putusan
pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap-
(4) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan ayat (2) huruf a diberikan paling banyak 3
(tiga) kali dalam jangka waktu masing-masing paling
lama 1 (satu) bulan.
(s) Pengenaan sanksi administratif berupa teguran
tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
mempertimbangkan tanggapan dan/atau keberatan
tertulis dari Pelaku Usaha dan/atau lembaga
Penyiaran.
(6) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (21, dan ayat (3) dapat
dilakukan secara berjenjang.

Pasal 87
Ketentuan lebih lanjut jika diperlukan mengenal
penyelenggaraan Penyiaran diatur dengan Peraturan
Menteri.

BAB VI
HAK MENDAHULUI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
SEKTOR POS, TELEKOMUNIKASI, DAN PENYIARAN

Pasal 88
Penerimaan Negara Bukan Pajak sektor Pos,
Telekomunikasi, dan Penyiaran terdiri atas:
a. biaya izinPenyelenggaraan Pos;
b. kontribusi LPU;
c. biaya hak Penyelenggaraan Telekomunikasi;
d. kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal
Telekomunikasi;

e.biaya...

SK No 086958 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-67 -

e. biaya Sertifikat;
f. biaya pengujian Alat Telekomunikasi dan/atau
Perangkat Telekomunikasi ;

g. biaya kalibrasi alat ukur;


h. BHP Spektrum Frekuensi Radio;
i. biaya IPP;
j. bunga;
k. denda administratif; dan
1. biayalkontribusi lain sesuai dengan ketentuan
peraturan Perundang-undangan'

Pasal 89
(1) Negara mempunyai hak mendahului untuk tagihan
Peierimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 88 atas harta wajib bayar'
(21 HakmendahuluiatasPenerimaanNegaraBukanPajak
*.U^g"i*ana dimaksud pada ayat (1) melebihi segala
hak mendahului lainnya, kecuali terhadap hak
mendahuluidaripihakyangdiaturdenganUndang-
Undang.

BAB VII
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 90
Menteri melakukan pengawasan dan pengendalian
Penyelenggaraan Pos, i'enyelenggaraan Telekomunikasi'
penggunaan Spektrum Frekuensi Radio' dan
p.tty.t"" ggaraan Fenyiaran sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 9 1

SK No 086957 A
PRES IDEN
FIEPUBLIK INDONESIA

-68-
Pasal 9 1
Pengawasan atas isi siaran dalam penyelenggaraan
eenliaran dilaksanakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia
*.".r.i dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal92
(1) Menteri melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
kualitas layanan (quality of seruice) dan/atau produk
layanan dari Pelraku Usaha yang mendapatkan
perizinan Berusaha di bidang Pos, Telekomunikasi,
dan/atau Penyiaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui sistem monitoring
Plnyelenggaraan Pos, Penyelenggaraan
telekomunikasi, dan penyelenggaraan Penyiaran
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi.
(3) Penyelenggara Pos, penyelenggara Telekomunikasi,
dan- penfelenggara Penyiaran wajib membuka akses
dan memberikan informasi yang diminta untuk
kepentingan monitoring dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21'
(4) Menteri dapat mengumumkan hasil monitoring dan
evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2).
(s) pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (S) dikenai sanksi administratif berupa:
a. teguran tertulis;
b. pengenaan denda administratif;
c. penghentian sementara kegiatan berusaha;
d. daya paksa Polisional; dan/atau
e. pencabutanPerizinan Berusaha'
(6) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huiuf a diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dalam
jangka waktu masing-masing paling lama 1 (satu)
bulan.

(7) Pengenaan

SK No 086956A
PRE S IDEN
REPUBLIK INDONESlA

-69-
(7) Pengenaan sanksi administratif berupa teguran
tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
mempertimbangkan tanggapan dan/atau keberatan
tertuiis dari Penyelenggara Pos, penyelenggara
Telekomunikasi, atau penyelenggara Penyiaran'
(8) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dapat dilakukan secara
berjenjang.

Pasal 93
Ketentuan lebih lanjut mengenai monitoring dan evaluasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 diatur dengan
Peraturan Menteri.

Pasal 94
Untuk kepentingan nasional termasuk namun tidak
terbatas pada bidang pendidikan, kesehatan, kebencanaan,
keamanan, dan kedaruratan, Menteri dapat membuat dan
menggunakan platform digital, pusat kontak (contact
cent6r1, aplikasi, dan/atau layanan lainnya dengan
melibatk", p.lu,ku Usaha di bidang Pos, Telekomunikasi,
penyiaran danf atau instansi lainnya sesuai dengan
,
ketentuan peratu ran pen rndang-undangan'

BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 95
(1) Pemerintah Pusat melakukan evaluasi atas
pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini dengan
memperhatikan perkembangan dan peningkatan
ekosistem investasi dan kegiatan berusaha dalam
rangka percepatan ciPta kerja.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh- Menteri yang dikoordinasikan oleh
menteri yang menyelenggarakan koordinasi,
sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian
dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang
perekonomian.

Pasa196...

SK No 086955 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-70-
Pasal 96
Dalam hal Peraturan Pemerintah ini memberikan pilihan
tidak mengatur, tidak lengkap, atau tidak jelas, dan/atau
adanya stignasi pemerintahan, Menteri dapat melakukan
diskrlsi ,nt,rk mengatasi persoalan konkret dalam
penyelenggaraar: urusan pemerintahan di bidang Pos,
Telekomunikasi, dan PenYiaran.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 97
(1) LPP, LPS, dan LPK jasa Penyiaran televisi:
a. dapat bersiaran secara analog dan siaran secara
aigitat secara bersamaan (simulcast) sampai
dengan waktu penghentian siaran televisi analog;
dan
b. selanjutnya wajib menghentikan siaran televisi
analog paling lambat tanggal 2 November 2022
pukul 24.OO Waktu Indonesia Barat serta
melaksanakan penyelenggaraan Penyiaran secara
digital melalui multipleksing, melakukan
p"i.y."r^ian IPP, d'an mengembalikan ISR untuk
televisi analog kePada Menteri.
(2t Ketentuan lebih lanjut mengenai penghentian siaran
analog sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(3) LPP, LPS, dan LPK jasa Penyiaran televisi yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dikenai sanksi administratif berupa
pencabutan ISR untuk televisi analog.

Pasal 98
Menteri menetapkan tahapan proses pelaksanaan
penghentian penyelenggaraarl layanan transmisi televisi
i..r[", sistem Penyiaran terestrial dengan teknologi analog
dengan memperhatikan:
a. kecukupan cakupan siaran televisi pengganti sistem
Penyiaran terestrial dengan teknologi analog;
b. kecukupan penetrasi perangkat penerima siaran
p".rgg.rrti sisiem Penyiaran terestrial dengan teknologi
analog; dan
c.kecukupan...
SK No 086954A
. PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-7t-
c kecukupan pemahaman masyarakat tentang tanggal
berakhirnya siaran televisi dengan sistem Penyiaran
terestrial dengan teknologi analog.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 99
Ketentuan pelaksanaan yang diatur dalam Peraturan
pemerintah ini tidak berlaku bagi Pelaku usaha atau pihak
yang telah mendapatkan Perizinan Berusaha, izit:.,
dan/atau persetujuan sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini kecuali ketentuan tersebut lebih
menguntungkan bagi pemegang Perizinan Berusaha, izirt,
dan/ atau persetujuan dimaksud.
Pasal 10O
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku,
Perizinan Berusaha , izirt, dan/atau persetujuan yang sudah
terbit, masih tetap berlaku sampai dengan berakhirnya
Perizinan Berusaha, izin, dan / atau persetujuan dimaksud.

Pasal 101
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
a. Pasal 26, Pasal 28, Pasal 29,Pasal 34 sampai dengan
Pasal 37, Pasal 47 ayat (1), Pasal 51 sampai dengan
Pasal 54, Pasal 61, dan Pasal 71 sampai dengan Pasal
77 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000
tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran
Negara Repubtik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107,
Tambahan l,embaran Negara Republik Indonesia
Nomor 398O);
b. Pasal 1 angka 13, Pasal 8 ayat (2), Pasal lO ayat (2),,
Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 19 sampai dengan
Pasal 25, Pasal 27 sampai dengan Pasal 31, dan Pasal
35 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 20OO
tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan
Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2OO0 Nomor 1O8, Tambahan l,embaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3981);
c. Pasal

SK No 086953 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONES]A

-72-
c Pasal 7 ayat (a) dan Pasal 13 Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraarl
Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2OO5 Nomor 28,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor aa85l;
d Pasal 1 angka 2, Pasal 2, Pasal 11 ayat (1), Pasal 35,
dan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun
2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga
Penyiaran Swasta (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 127, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a566);
e Pasal I angka 2, Pasal 2, dan Pasal 5 Peraturan
Pemerintah Nomor 51 Tahun 2005 tentang
Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran
Komunitas (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor a567);
f Pasal I angka 2, Pasal 11 ayat (1), dan Pasal 12
Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2005 tentang
Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran
Berlangganan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor l2g,Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor a568);
g Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2Ol3
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38
Tahun 2OO9 tentang Pos (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 38, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5403),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 1O2
pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua
peraturan perundang-undangan yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah
mengenai Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran dinyatakan
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 103
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar

SK No 086952A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-73-
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam L,embaran Negara RePublik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Februari 2O2L

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

JOKO WIDODO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Februari2O2T

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA,

ttd

YASONNA H. LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2O2I NOMOR 56

Salinan sesuai dengan aslinYa


KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Deputi Bidang Perundang-undangan dan
strasi Hukum,

Silvanna Djaman

SK No 086951 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 46 TAHUN 2O2I
TENTANG
POS, TELEKOMUNIKASI, DAN PENYIARAN

I UMUM
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
lg45 mengamanatkan bahwa tujuan pembentukan Negara Republik
Indonesia adalah mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur,
yang merata, baik materiel maupun spiritual. Sejalan dengan tujuan
i.r"Ibrt, Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun lg45 menentukan bahwa "setiap orang berhak untuk berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
*.rrgoLh, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluian yang tersedia.", oleh karena itu negara perlu melakukan berbagai
upaya .t"r- tindakan untuk memenuhi hak-hak warga negara untuk
Uirt<omunikasi dan memperoleh informasi. Pemenuhan hak untuk
berkomunikasi dan memp"rol"h informasi pada prinsipnya merLlpakan salah
satu aspek penting dalam pembangUnan nasional yang dilaksanakan dalam
kerangka transformasi digital Indonesia.
Transformasi digital Indonesia akan membawa Indonesia menjadi
bangsa yang lebih tangguh di masa depan, dengan fokus pada:
a. percepatan perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital dan
penyediaan laYanan internet;
b. percepatan perluasan dan peningkatan layanan Pos dan logistik dalam
mendukung ekonomi digital dan layanan keuangan yang inklusif;
c. penyiapan road.map transformasi digital di sektor-sektor strategis, baik
p"a" pemerintahan, layanan publik, bantuan sosial, pendidikan,
".kto.
kesehatan, perdagangan, industri, maupun Penyiaran;
d. percepatan integrasi pusat data nasional;
e. penyiapan kebutuhan sumber daya manusia talenta digital; dan
f. penyiapan yang berkaitan dengan regulasi terkait skema pendanaan dan
pembiayaan transformasi digital nasional.

Sektor

SK No 086950A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-2-
Sektor pos, Telekomunikasi dan Penyiaran memiliki nilai sangat
strategis karena menjadi pilar utama pada saat Indonesia memasuki
transf6rmasi digital dan *.rri^di tulang punggung ekonomi digital nasional.
Melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2o2o tentang cipta Kerja serta
peraturan Pemerintah ini, ada 3 (tiga) hal fundamental yang mempengaruhi
percepatan transformasi digital Indonesia, yakni menembus kebuntuan
iegulasi implementasi penghentian siaran analog dan beralih ke digital
(inalog Suitch 061/A5C/I paling lambat tanggal 2 November 2022'
pencejahan inefisilnsi Spettrum Frekuensi Radio, dan optimalisasi
infrastruktur pasif.
Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan transformasi digital
Indonesia dan ekonom-i digit.t dimaksud, diperlukan perubahan dan
penyempurnaan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 38
Tahun 2oog tentang Pos, Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OO2 tentang
Penyiaran. Perubahan peraturan pelaksanaan tersebut merupakan bagian
dari amanat Undang-undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang cipta Kerja
yang mengubah ketiga Undang-Undang tersebut'
Peraturan Pemerintah ini meliputi pengaturan terkait:
a. PenyelenggaraanPos;
b. Penyelenggaraan Telekomunikasi;
c. Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio; dan
d. Penyelenggaraan PenYiaran.

II. PASAL DEMI PASAL


Pasal 1

Cukup jelas.
Pasal 2
CukuP jelas.
Pasal 3
CukuP jelas.
Pasal 4
CukuP jelas.
Pasal 5
CukuP jelas'
Pasal6...

SK No 086949 A
PRES IOEN
REPUELIK INDONESIA

-3-
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
CukuP jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11

Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
CukuP jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "penyelenggara jaringan tela-n
lokal berbasis circuit stttitclLed" termasuk yang telah
mengembangkan jaringannya menggunakan teknologi
lain berbasis Protokol internet.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
CukuP jelas.
Huruf e

Cukup jelas.
Huruf f . .

SK No 086948 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-4-
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 13
Pembangunan dan / atau penyediaan layanan Telekomunikasi bersifat
nasional.
Pada prinsipnya penetapan kewajiban pembangunan dan/atau
penyediaan layanan tidak menghilangkan hak untuk membangun
dan/atau menyediakan layanan di daerah lain.
Pasal 14
Yang dimaksud dengan "standar kualitas Penyelenggaraan
Telekomunikasi" adalah termasuk namun tidak terbatas pada kualitas
Jaringan Telekomunikasi, jasa Telekomunikasi, dan penanganan
keluhan pelanggan.
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kegiatan usaha melalui internet" adalah
Ouer-The-Top (OTT) dalam bentuk substitusi layanan
Telekomunikasi, platform layanan konten audio dan/atau visual,
dan/atau layanan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

Ayat (2)

SK No 086947 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDON.ESIA

-5-
Ayat (2)
Hurrrf a
Yang dimaksud dengan "substitusi layanan
Telekomunikasi" adalah berupa layanan yang dapat
menggantikan layanan jasa Telekomunikasi antara lain
komunikasi dalam bentuk pesan pendek, panggilan
suara, panggilan video, konferensi video (uideo conference),
percakapan daring, danf atau pengiriman dan penerimaan
data.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "platform layanan konten audio
dan/atau visual" antara lain penyediaan semua bentuk
informasi digital yang terdiri dari tulisan, suara, gambar,
animasi, musik, video, film, permainan (game), atau
kombinasi dari sebagian dan/atau semuanya termasuk
dalam bentuk yang dialirkan (streaming) atau diunduh
(download).
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Pengelolaan trafik dilakukan dalam rangka pemenuhan kualitas
layanan kepada penggunanya sesuai dengan prinsip persaingan
usaha yang sehat dan/atau untuk kepentingan nasional.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17

SK No 086946 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-6-
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
CukuP jelas.
Ayat (2)
CukuP jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "Pemerintah Pusat dan/atau
pemerintah Daerah" adalah termasuk antara lain Badan
Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah.
Huruf b
CukuP jelas.
Huruf c
CukuP jelas.
Huruf d
CukuP jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)

SK No 086945 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-7
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
yang dimaksud dengan "infrastruktur pasi{" termasuk tetapi
tidak terbatas pada gorong-gorong (duct), menara, tiang, lubang
kabel (manhoti), dan lain-lain yang dapat digunakan untuk
penggelaran Jaringan Telekomunikasi.
Ayat (2)
CukuP jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
yang dimaksud dengan "infrastruktur aktif" merupakan
perangkat aktif Telekomunikasi yang dapat digunakan dalam
*erry"di"ku.., layanan Telekomunikasi, misalnya perangkat
Radio Access Netw ork (RAN) .
Ayat (2)
CukuP jelas.
Ayat (3)
CukuP jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal29...

SK No 086944 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-8-
Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 3O

Cukup jelas.

Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
CukuP jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (a)
CukuP jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Fasilitasi pelaksanaan Jual Kembali Jasa Telekomunikasi oleh
Menteri diperlukan dalam hal, antara lain, tidak tersedianya
infrastruktur jaringan danlatau jasa Telekomunikasi pada suatu
wilayah layanan, sehingga dibutuhkan upaya dari pelaksana
Juai Kembali Jasa Telekomunikasi untuk menyediakan
tambahan atau perluasan infrastruktur jaringan dan/atau jasa
Telekomunikasi yang dapat menjangkau masyarakat yang belum
terjangkau layanan Telekomunikasi.
Contohnya seperti juat kembali layanan akses internet yang
belum dapat diakses oleh komunitas di wilayah tertentu.

Pasal 32 .

SK No 086943 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-9-
Pasal 32
Cukup jelas

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas

Pasal 35
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "tidak untuk tujuan komersial"
adalah AIat Telekomunikasi dan/atau Perangkat
Telekomunikasi tidak digunakan untuk keperluan
penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi dan/ atau jasa
Telekomunikasi, atau penyelenggaraan Penyiaran.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c

Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3) .

SK No 086942A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-10-
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 36
Cukup jelas

Pasal 37
Cukup jelas

Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (21

Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "lembaga yang berwenang" adalah
lembaga yang mempunyai kewenangan melaksanakan kegiatan
pemberian akreditasi laboratorium uji.
Pengujian dilakukan terhadap sampel Alat Telekomunikasi
dan/atau Perangkat Telekomunikasi berdasarkan Standar
Teknis.
Ayat (a)
Cukup jelas.

Pasal 39
Cukup jelas

Pasal 4O
Cukup jelas

Pasal 41

SK No 086941 A
PFIES IDEN
REPUBLIK ]NDONES]A

- 11-
Pasal 41
Cukup jelas

Pasal 42
Cukup jelas.

Pasal 43
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (21

Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "analisis teknis" adalah perhitungan
parameter teknis antara lain daya pancar, lebar pita Spektrum
Frekuensi Radio, jenis Spektrum Frekuensi Radio, daerah
cakupan, arah pancaran, penguatan antena (gain antenna),
dan/ atau letak geografis.
Ayat (a)
Cukup jelas.

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal4T
Cukup jelas.

Pasal 48 .

SK No 086940A
PRES IOEN
REPUBLIK INDONESIA

-t2-
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Pemenuhan kewajiban penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio merupakan pemenuhan kewajiban selama masa
laku izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio 2 (dua)
periode masa laku izin sebelumnya.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "perencanaan penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio" adalah rencana penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio oleh pemegang izin danlatau
perencanaan penggunaan Spektrum Frekuensi Radio
yang ditetapkan oleh Menteri.
Ayat (a)
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 5O
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Contoh teknologi baru pada jaringan bergerak seluler adalah
International Mobile Telecommunications 2 02 0 (I MT- 2 02 0) .
Contoh teknologi baru untuk keperluan persinyalan kereta
adalah Global Sgstem fo, Mobile communications-Railway
(GSM-R).

Ayat(3) ...
SK No 086939 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-13-
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (a)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.

Pasal 51
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Kewajiban pembangunan 5 (lima) tahunan terhitung sejak
izin P enyelen ggaraan Telekomunikasi ditetapkan pe rtama
kalinya.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (a)
Cukup jelas.

Ayat (s)

SK No 086938 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-14-
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Ayat (1)
CukuP jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "migrasi" adalah proses
pemindahan pemegang izin penggunaan Spektrum
hrekuensi Radio dari Spektrum Frekuensi Radio yang
digunakan ke Spektrum Frekuensi Radio lain.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "refarming" adalah proses
penataan ulang pemegang izin penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio untuk mendapatkan penetapan
penggunaan Spektrum Frekuensi Radio yang saling
berdampingan (contiguous/ pada pita frekuensi radio yang
sama.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d. . .

SK No 086937 A
PRES IDEN
FIEPUBLIK INDONESIA

-15-
Huruf d
CukuP jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 59
Ayat (1)
BHP Spektrum Frekuensi Radio merupakan kompensasi atas
penggunaan Spektrum Frekuensi Radio yang merupakan
sumber daya alam terbatas sesuai dengan izin penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio yang diterima.
Di samping itu, BHP Spektrum Frekuensi Radio dimaksudkan
juga sebagai sarana pengawasan dan pengendalian agar
Spektrum Frekuensi Radio sebagai sumber daya alam terbatas
dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 6O
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Huruf a
CukuP jelas.

Huruf b. . .

SK No 086936A
PRES I OEN
REPUBLIK INDONESIA

-16-
Huruf b
Jenis penggunaan Spektrum Frekuensi Radio untuk keperluan
dinas khusus meliputi astronomi, pencarian dan pertolongan
(search and ResanelSAR), keselamatan penerbangan,
keselamatan pelayaran, meteorologi dan geofisika, dan
penginderaan jarak jauh.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "perwakilan negara asing' termasuk di
antaranya badan/organisasi dunia di bawah Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) dan organisasi resmi regional seperti
Association of Shoutheast Asian Nations (ASEAN).
Yang dimaksud dengan'asas timbal balik" adalah kesepakatan
bersama antara negara Indonesia dengan negara lain untuk
saling membebaskan biaya penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio untuk hubungan ke dan latau dari negara asal.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e

Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c

SK No 086935 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-17-
Huruf c
Yang dimaksud dengan "kepentingan umum" adalah
kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus
diwujudkan oleh Pemerintah dan digunakan sebesar-
besarnya untuk kemakmuran ralgrat. Kepentingan umum
tersebut mengacu antara lain pada Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN),
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN), dan/atau Rencana Strategis Kementerian.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67

Cukup jelas.
Pasal 68
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)

SK No 086934 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-18-
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (a)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "layanan program siaran" adalah
layanan rangkaian siaran mata acaradan/atau siaran iklan
yang disusun secara berkesinambungan dan/atau
terjadwal yang dipancarluaskan melalui sistem transmisi
untuk dapat diterima oleh masyarakat.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "layanan multipleksing" adalah
penyelenggaraan layanan dengan menggunakan
infrastruktur multipleksing yang menggabungkan
transmisi 2 (dua) program siaran atau lebih melalui slot
yang merupakan bagian dari kapasitas multipleksing untuk
dipancarkan melalui media terestrial dan diterima dengan
perangkat penerima siaran.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "layanan tambahan" adalah
layanan nilai tambah yang diselenggarakan dengan
memanfaatkan fitur pada sistem Penyiaran digital untuk
menyediakan layanan seperti data casting untuk informasi
cuaca, pendidikan, pasar modal, berita terkini, dan lain
sebagainya.
Ayat (8)
Penyediaan layanan multipleksing untuk jasa Penyiaran radio
yang menggunakan teknologi digital melalui media terestrial
mengikuti perkembangan teknologi yang pelaksanaannya
ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 69

SK No 086933 A
PRES IDEN
REPUBLIK ]NDONESIA

-19-
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (21

Yang dimaksud dengan "uji laik operasi Penyiaran" adalah


pengujian sistem secara teknis dan operasional.
Yang dimaksud dengan "surat keterangan laik operasi
Penyiaran" adalah pernyataan laik operasional Penyelenggaraan
Penyiaran.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (a)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal72
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "cakupan wilayah siaran seluruh
Indonesia" adalah seluruh wilayah Indonesia.
Yang dimaksud dengan "cakupan wilayah siaran regional"
adalah daerah setingkat provinsi.
Yang dimaksud dengan "cakupan wilayah siaran lokal" adalah
paling sedikit pada daerah setingkat kabupaten/kota.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat(4) ...
SK No 086932 A
PRES IOEN
REPUBLIK INDONESIA

-20-
Ayat (a)
Cakupan wilayah siaran seluruh Indonesia harus dipenuhi
secara bertahap bagi LPP Radio Republik Indonesia, LPP Televisi
Repubtik Indonesia, dan LPS jasa Penyiaran televisi melalui
media terestrial untuk layanan program siaran.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 73
Yang dimaksud dengan "perubahan saham" adalah perubahan jumlah
saham dan kepemilikan saham.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Huruf a
Cukup jelas.

. Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Angka 1
Yang dimaksud dengan "pembulatan angka ke atas',
contohnya untuk kapasitas 21 (dua puluh satu) saluran
berarti harus disediakan 3 (tiga) saluran siaran produksi
dalam negeri.
Angka 2
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal77
Cukup jelas.
Pasal 78. . .

SK No 086931 A
PRES IOEN
REPUBLIK INDONESIA

-21 -
Pasal 78
AYat (1)
CukuP jelas.
AYat (2)
CukuP jelas.
Ayat (3)
Yangdimaksuddengan"beberapa-penyelenggaramultipleks
ing
dalalm jumlah terbaias" adalah LpP T"l.uisi Republik Indonesia
sebagai penyelen ggara muttipleksing dan p9"tJ1p?n LPS yang
*.-"",,,hi syarat sebagai penyelenggara multipleksing.
Ayat (a)
CukuP jelas.
Ayat (5)
CukuP jelas.
Ayat (6)
CukuP jelas.
Ayat (7)
CukuP jelas.
Ayat (8)
CukuP jelas.
AYat (9)
CukuP jelas.
AYat (10)
CukuP jelas.
AYat (11)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
CukuP jelas.
Huruf c . .

SK No 087000 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-22-
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "investasi sebelumrlya" adalah
investasi infrastruktur multipleksing Penyiaran'
Hurrrf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Ayat (1)
CukuP jelas.
Ayat (2)
penggunaan bersama infrastruktur antara lain berupa menara
untrlf digunakan bersama oleh penyelenggara multipleksing
dan/atau penyelenggara Jaringan Telekomunikasi untuk
efektifitas dan efisiensi.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal83...

SK No 086999 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-23-
Pasal 83
CukuP jelas
Pasal 84
yang dimaksud dengan "penomoran" adalah kombinasi angka sebagai
identitas penyeleriggui^ Penyiaran yang-. digunakan - dalam
penyelen ggaraan j asi-eeryiaran televisi secara digital tere strial melalui
multiPleksing.
Pasal 85
CukuP jelas.
Pasal 86
CukuP jelas.
Pasal 87
CukuP jelas.
Pasal 88
CukuP jeIas.
Pasal 89
CukuP jelas'
Pasal 90
CukuP jelas.
Pasal 9 1
CukuP jelas.
Pasal 92
Ayat (1)
Yang dimaksud "monitoring dan evaluasi terhadap kualitas
laya"nan,' untuk penyelen gg ru n tidak termasuk
pengawasan isi -Penyiaran
y".rg dilak ukan Komisi Penyiaran
Indonesia. "i"i"r,
Ayat (2)
CukuP jelas.
AYat (3)
CukuP jelas.
Ayat(4) ...

SK No 086998 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-24-
AYat (a)
CukuP jelas'
Ayat (5)
CukuP jelas.
Ayat (6)
CukuP jelas.
AYat (7)
CukuP jelas.
AYat (8)
CukuP jelas.
Pasal 93
CukuP jelas.
Pasal 94
CukuP jelas.
Pasal 95
CukuP jelas.
Pasal 96
CukuP jelas.
Pasal 97
CukuP jelas.
Pasal 98
CukuP jelas.
Pasal 99
CukuP jelas.
Pasal 10O
CukuP jelas.
Pasal 1O1

CukuP jelas.
Pasal 102

SK No 086997 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-25-
Pasal 102
Cukup jelas.
Pasal 1O3

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6658

SK No 086996 A

Anda mungkin juga menyukai