Anda di halaman 1dari 45

FISIKA DASAR 5

“Fisika Nuklir Eksperimental dan Terapan”

Oleh:

IDA AYU MADE MEDAYANI 1713021013

NI PUTU ARIS SETYAWATI 1713021042

Semester/Kelas: III/A

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2018
PRAKATA

Om Swastyastu,
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat karunia yang telah diberikan, makalah yang berjudul “Fisika Nuklir
Eksperimental dan Terapan” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
mendukung, baik berupa bimbingan, doa, dan maupun materiil yang diberikan
guna membantu penyelesaian makalah ini. Terima kasih kepada rekan-rekan
semester kelas 3 A yang telah memberikan banyak dukungan kepada penulis.
Tidak lupa pula, ucapan terima kasih kepada orang tua yang telah memberikan
doa dan restu serta dukungan materiil kepada penulis. Terima kasih pula kepada
para penulis yang tulisannya dikutip sebagai bahan rujukan dalam makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis menerima dengan terbuka saran dan kritik konstruktif untuk
menjadikan makalah ini lebih baik di kemudian hari. Semoga makalah ini
bermanfaat untuk pembaca.
Om Santih, Santih, Santih, Om

Singaraja, Desember 2018

Penulis
DAFTAR ISI

PRAKATA...................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 2

1.3 Tujuan Penulisan................................................................... 2

1.4 Manfaat ................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Reaksi Nuklir ........................................................................ 4

2.2 Reaktor Nuklir ...................................................................... 11

2.3 Detektor Radioaktif .............................................................. 17

2.4 Perekam Jalur Partikel Acak ................................................ 27

2.5 Jenis-Jenis Akselerator.......................................................... 29

2.6 Cincin Penyimpanan (Storage Rings) dan Tiang Penabrak

(Colliding Beams).................................................................. 37

BAB III PENUTUP

3.1. Simpulan ......................................................................... 40


3.2. Saran ............................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Awalnya, penjelasan mengenai fisika nuklir dibahas dalam fisika atom,
teori relativitas, dan teori kuantum dalam permulaan abad ke-20. Kemajuan
awal utama meliputi penemuan radioaktivitas (1898), penemuan inti atom
dengan menginterpretasikan hasil hamburan partikel alfa (1911), identifikasi
isotop dan isobar (1911), pemantapan hukum-hukum pergeseran yang
mengendalikan perubahan-perubahan dalam nomor atom yang menyertai
peluruhan radioaktivitas (1913), produksi transmutasi nuklir karena
penembakan dengan partikel alfa (1919) dan oleh partikel-partikel yang
dipercepat secara artifisial (1932), formulasi teori peluruhan beta (1933),
produksi inti-inti radioaktif oleh partikel-partikel yang dipercepat (1934), dan
penemuan fissi nuklir (1938).
Fisika nuklir adalah ilmu tentang inti atom serta perubahan-perubahan
pada inti atom (Beiser, 2003). Dalam fisika nuklir, sebuah reaksi nuklir
adalah sebuah proses di mana dua nuklei atau partikel nuklir bertubrukan,
untuk memproduksi hasil yang berbeda dari produk awal. Pada prinsipnya
sebuah reaksi dapat melibatkan lebih dari dua partikel yang bertubrukan,
tetapi kejadian tersebut sangat jarang. Bila partikel-partikel tersebut hanya
bertabrakan dan berpisah tanpa mengalami perubahan (kecuali mungkin
dalam level energi), proses ini disebut tabrakan dan bukan sebuah reaksi.
Belum banyak masyarakat, terutama masyarakat ilmiah yang mengetahui
pasti tentang fisika nuklir sebenarnya. Aplikasi terestrial paling penting dari
fisika nuklir dan beberapa metode eksperimental yang digunakan untuk
mendeteksi partikel nuklir dan untuk mempelajari reaksi nuklir. Fisika dasar
fisi nuklir dan reaksi nuklir saat ini memiliki aplikasi yang paling menonjol
dan berpengaruh (Cooper, 2009). Fisi menyediakan energi dalam reaktor
nuklir dan beberapa energi dalam senjata atom. Reaktor nuklir menerapkan
reaksi fisi untuk produksi listrik berguna dan nuklida baru.
Berdasarkan hal tersebut, maka dipandang perlu untuk menyusun makalah
yang berjudul “Fisika Nuklir Eksperimental dan Terapan”. Dalam
makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai reaksi nuklir, reaktor nuklir,
detektor radioaktif, perekam jalur partikel acak, jenis-jenis akselerator linear,
dan cincin penyimpanan (storage rings) dan tiang penabrak (colliding
beams).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan reaksi nuklir?
1.2.2 Apakah yang dimaksud dengan reaktor nuklir?
1.2.3 Bagaimanakah prinsip detektor radioaktif?
1.2.4 Bagaimanakah prinsip perekam jalur partikel acak?
1.2.5 Apa sajakah jenis-jenis akselerator?
1.2.6 Bagaimana prinsip cincin penyimpanan (storage rings) dan tiang
penabrak (colliding beams)?

1.3 Tujuan Penulisan


Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Untuk mendeskripsikan reaksi nuklir.
1.3.2 Untuk mendeskripsikan reaktor nuklir.
1.3.3 Untuk mendeskripsikan prinsip detektor radioaktif.
1.3.4 Untuk mendeskripsikan prinsip perekam jalur partikel acak.
1.3.5 Untuk mendeskripsikan jenis-jenis akselerator.
1.3.6 Untuk mendeskripsikan prinsip cincin penyimpanan (storage rings)
dan tiang penabrak (colliding beams).
1.4 Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut.
1.4.1 Bagi Penulis
Pembuatan makalah ini, diharapkan mampu memberikan
pengalaman bagi penulis dalam penyusunan makalah, serta
pemahaman lebih kepada penulis tentang konsep fisika nuklir
eksperimental dan terapan.
1.4.2 Bagi Pembaca
Pembuatan makalah ini diharapkan mampu memberikan informasi
serta menjadi referensi mengenai konsep fisika nuklir eksperimental
dan terapan kepada pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Reaksi Nuklir


Dalam fisika nuklir, sebuah reaksi nuklir adalah sebuah proses di
mana dua nuklei atau partikel nuklir bertubrukan, untuk memproduksi
hasil yang berbeda dari produk awal. Pada prinsipnya sebuah reaksi dapat
melibatkan lebih dari dua partikel yang bertubrukan, tetapi kejadian
tersebut sangat jarang (Krane, 1992). Bila partikel-partikel tersebut
bertabrakan dan berpisah tanpa berubah (kecuali mungkin dalam level
energi), proses ini disebut tabrakan dan bukan sebuah reaksi.
Dikenal dua reaksi nuklir, yaitu reaksi fusi dan reaksi fisi. Reaksi fusi
adalah reaksi peleburan dua atau lebih inti atom menjadi atom baru dan
menghasilkan energi, juga dikenal sebagai reaksi yang bersih. Reaksi fisi
adalah reaksi pembelahan inti atom akibat tubrukan inti atom lainnya, dan
menghasilkan energi dan atom baru yang bermassa lebih kecil, serta
radiasi elektromagnetik. Reaksi fusi juga menghasilkan radiasi sinar alfa,
beta dan gamma yang sangat berbahaya bagi manusia. Contoh reaksi fusi
nuklir adalah reaksi yang terjadi di hampir semua inti bintang di alam
semesta (Krane, 1992). Senjata bom hidrogen juga memanfaatkan prinsip
reaksi fusi tak terkendali. Contoh reaksi fisi adalah ledakan senjata nuklir
dan pembangkit listrik tenaga nuklir.
Unsur yang sering digunakan dalam reaksi fisi nuklir adalah Plutonium
dan Uranium (terutama Plutonium-239, Uranium-235), sedangkan dalam
reaksi fusi nuklir adalah Lithium dan Hidrogen (terutama Lithium-6,
Deuterium, Tritium).
2.1.1. Reaksi Fisi
Reaksi fisi nuklir atau sering disingkat reaksi fisi adalah reaksi
pembelahan inti berat menjadi dua buah inti lain yang lebih ringan. Karena
energi ikat pernukleon inti yang lebih ringan lebih besar dibandingkan
dengan energi ikat pernukleon inti yang berat, maka dalam reaksi ini akan
dibebaskan energi. Contoh reaksi fisi:
Inti atom isotop uranium-235 ditembak dengan netron lambat. Dalam
reaksi awal terbentuk terlebih dahulu uranium-235 yang tidak stabil dan
segera meluruh. Peluruhan uranium yang tidak stabil ini pecah menjadi
dua inti yang lebih ringan. Hasil belah fisi menjadi dua grup: inti ringan
dengan nomer massa 80-100 dan inti berat dengan nomer massa 125-155.
Banyak sekali pasangan yang bisa dihasilkan dalam reaksi ini. Isotop hasil
belah yang probabilitasnya paling besar adalah inti yang memiliki nomor
massa 95 dan 139, yakni 6.4% .

Gambar 1. Distribusi Hasil Belah Fisi

Pasangan ini dinamakan fragmen fisi primer. Selain fragmen fisi


primer, juga dihasilkan nuetron cepat setelah reaksi langsung. Rata-rata
dalam reaksi nuklir itu akan dihasilkan 2-3 nuetron cepat.
Produksi fisi primer (dalam hal ini, misalnya La dan Br) yang juga
merupakan inti tidak stabil yang kelebihan nuetron dan akan meluruh
menjadi produk yang stabil. Inti yang dihasilkan dalam reaksi ini disebut
produk fisi.
Energi yang dihasilkan dalam reaksi inti ini sangat besar. Selisih
energi ikat antara energi ikat sebelum reaksi dan sesudah reaksi sekitar 0.9
MeV pernukleon. Karena nukleon yang terlibat sebanyak 236, maka akan
diperoleh energi sebesar sekitar 200 MeV setiap kali terjadi reaksi nuklir.
Pada umumnya, setiap reaksi yang berbeda memiliki energi yang berbeda
pula.

Gambar 2. Pembebasan Energi pada Reaksi Fisi


Gambar di atas merupakan proses reaksi fisi nuklir ketika neutron
menyerang sebuah uranium-235 inti. Barium-141 dan kripton-92 hanya
dua dari banyak kemungkinan produk dari reaksi fisi. Bahkan, para
ilmuwan telah mengidentifikasi lebih dari 200 isotop produk yang berbeda
dari reaksi fisi dari inti uranium-235.
2.1.1.1. Distribusi Energi Fisi
Distribusi energi rata-rata yang dilepaskan tiap fisi Uranium-235
ditunjukkan dalam Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Distribusi Energi Setelah Fisi Uranium-235
Energi Langsung dari Fisi Energi Tunda dari Fisi
Energi kinetik untuk hasil fisi 167 MeV Partikel beta dari hasil Fisi 7 MeV
Energi kinetik untuk netron 5 MeV
Sinar gamma dari hasil Fisi 6 MeV
Energi langsung sinar 5 MeV
Gamma - Neutrino-neutrino 10 MeV
Energi sinar Gamma 10 MeV
Energi Total Tunda 23 MeV
dari tangkapan radiatif -
Energi total langsung 187 MeV

Semua energi dilepaskan, dengan pengecualian energi nuetrino yang


diubah menjadi panas yang melewati beberapa proses. Hasil belah fisi
bermuatan positif dan memiliki energi kinetik yang tinggi, menyebabkan
ionisasi pada atom-atom sekitar. Dalam proses ionisasi ini, energi kinetik
ditransfer ke atom-atom bahan material di sekitarnya dan menghasilkan
kenaikan temperature (Sears dan Zemansky, 1994). Partikel beta dan sinar
gamma juga menaikkan suhu melalui proses ionisasi. Sementara netron-
netron hasil fisi berinteraksi dengan atom-atom material di sekitanya dan
kehilangan energi lewat hamburan elastik.
Pembelahan inti selalu menghasilkan energi kira-kira 200 MeV pada
setiap pembelahan inti. Namun, sekitar tujuh persen (13 MeV) dilepaskan
tertunda beberapa saat setelah fisi berlangsung. Saat reaktor dimatikan,
fisi-fisi sesungguhnya berhenti, namun beberapa energi masih dilepaskan
dari peluruhan hasil fisi. Panas yang dihasilkan oleh energi peluruhan di
namakan panas peluruhan. Panas peluruhan yang dihasilkan cukup
signifikan, sehingga harus dilengkapi suatu sistem untuk menjaga reaktor
tetap dingin saat setelah reaktor dimatikan.
Contoh:
Dalam suatu rangkaain proses uranium-235 membentuk uranium 236 yang
kemudian mengalami fisi. Fisi tersebut selanjutnya menghasilkan
peluruhan-peluruhan berikutnya. Jika hasil fisi awal adalah dan

.
A) Ilustrasikan proses yang dijalani hingga menjadi inti stabil akhir
B) Tentukan energi yang dilepas.
Penyelesaian:

A. Proses awalnya

kemudian memulai peluruhan beta :

adalah inti stabil. memulai peluruhan beta

adalah inti stabil. Sehingga reaksi totalnya kemudian


menjadi:

B. Karena massa e dan v terlalu kecil, maka bisa diabaikan, sehingga


didapatkan bahwa:
2.1.1.2. Reaksi Berantai

Dari reaksi pembelahan inti dapat dilihat bahwa setiap pembelahan


inti oleh satu netron menghasilkan dua sampai empat netron. Setelah satu
atom Uranium-235 mengalami pembelahan, netron hasil pembelahan
dapat digunakan untuk pembelahan atom Uranium-235 yang lain dan
seterusnya sehingga dapat menghasilkan reaksi rantai. Dengan kata lain,
apabila dalam suatu bahan neutron tidak dikendalikan, netron hasil
pembelahan fisi sebelumnya akan menumbuk uranium berikutnya
sehingga menghasilkan reaksi fisi serupa. Dalam reaksi ini dihasilkan
netron yang semakin banyak sehingga reaksi akan terus berantai. Reaksi
demikian dinamakan reaksi berantai. Energi yang dihasilkan sangat
besar.
Bahkan, energi yang luar biasa dari sebuah bom atom adalah hasil dari
sebuah reaksi berantai yang tidak terkendali (Sears dan Zemansky, 1994).
Sebaliknya, pembangkit listrik tenaga nuklir menggunakan reaksi
berantai terkendali. Energi yang dilepaskan dari inti dalam bahan bakar
uranium yang digunakan untuk menghasilkan energi listrik. Sebuah
bahan bakar umum adalah uranium fisi (IV) oksida (UO2) terbungkus
dalam batang tahan korosi. U-238 adalah isotop yang paling melimpah
(99%) dari uranium. U-235, yang membuat naik 0.7% dari uranium alam,
memiliki sifat yang langka untuk bisa menjalani induksi fisi, U-235
menjalani fisi atom bila terkena neutron. Bahan bakar yang digunakan
dalam pembangkit listrik tenaga nuklir diperkaya mengandung 3%
uranium-235, jumlah yang diperlukan untuk mempertahankan reaksi
berantai, dan disebut uranium yang diperkaya. Batang tambahan, sering
dibuat dari cadmium atau boron, mengontrol proses fisi dalam reaktor
dengan menyerap neutron dilepaskan selama reaksi.
Dalam bom nuklir, netron cepat ini sengaja tidak dikendalikan
sehingga menghasilkan ledakan yang sangat dasyat. Namun, pada reaktor
nuklir (PLTN), netron cepat dikendalikan, sehingga tidak terlalu banyak
netron yang terlibat dalam reaksi inti. Berikut ini adalah perbandingan
reaksi berantai terkontrol dan tidak terkontrol.
(a) (b)
Gambar 3. reaksi berantai (a) tak terkontrol dan (b) terkontrol

2.1.2. Reaksi Fusi


Reaksi fusi adalah reaksi penggabungan dua buah inti ringan menjadi
inti yang lebih berat dan disertai dengan pelepasan energy (Cooper, 2009).
Namun, untuk mencapai hal ini secara terkendali sangat tidak mudah. Ini
karena inti bermuatan listrik positif dan bertolakan satu sama lain dengan
kuat jika dipaksa bersatu. Karena itu, sebuah gaya yang cukup kuat
diperlukan untuk mengatasi gaya repulsif di antara mereka agar fusi
terjadi. Energi kinetik yang dibutuhkan ini setara dengan temperatur
sekitar 20-30 juta 0C (dalam orde K). Karena pada reaksi fusi
diperlukan energi yang sangat besar dan pada suhu yang sangat tinggi
sehingga reaksi fusi disebut juga reaksi termonuklir. Contoh reaksi fusi
adalah reaksi yang terjadi pada Matahari dan bintang serta pada bom
hidrogen.
Reaksi fusi terjadi di matahari sepanjang waktu. Panas dan sinar yang
datang dari matahari adalah hasil fusi antara hidrogen dan helium, dan
energi dilepaskan sebagai ganti materi yang hilang selama perubahan ini.
Setiap detik, matahari mengubah 564 juta ton hidrogen menjadi 560 juta
ton helium. 4 juta ton sisa materi diubah menjadi energi.
Proses fusi yang terjadi di bagian dalam Matahari melalui beberapa
tahapan dengan hasil akhir empat buah proton ( ) bergabung
membentuk sebuah inti helium ( ). Karena Matahari disusun oleh

hidrogen biasa ( ), maka pertama kali hidrogen perlu diubah menjadi

deuterium ( ), ini terjadi menurut reaksi:

(0.42 MeV)
Begitu kita memiliki , reaksi berikut dapat terjadi:
(5.49 MeV)

diikuti oleh:
(12.86 MeV)
Perhatikan bahwa kedua reaksi pertama harus terjadi dua kali agar
dapat menghasilkan dua inti yang kita perlukan dalam reaksi ketiga.
Hasil akhir tahapan proses ini, yang disebut rantai proton-proton, adalah
empat buah proton yang bergabung membentuk sebuah inti

ditambah dengan dua positron, dua neutrino, dan dua sinar gamma. Kita
dapat menulis hasil akhir sebagai:

2.2. Reaktor Nuklir


Reaktor nuklir adalah alat tempat terjadinya reaksi inti berantai baik
fisi atau fusi yang terkendali. Hingga saat ini hanya reaktor fisi yang telah
beroperasi.

Gambar 4.
skema Reaktor nuklir

Keterangan :
1. Bahan bakar
2. Teras reaktor
3. Moderator
4. Batang kendali
5. Pompa pemindah
6. Generator uap
7. Shielding (perisai)

2.2.1. Komponen Reaktor Nuklir


Pada setiap jenis reaktor, terdapat delapan komponen-komponen
utama yang dimiliki pada umumnya. Dari delapan komponen berikut 6
komponen berada pada suatu lokasi, yaitu Teras Reaktor, sedangkan untuk
perangkat bejana dan perisai reaktor serta perangkat penukar panas. Teras
Reaktor yaitu suatu tempat dimana reaksi berantai tersebut
berlangsung.diantaranya:
1)Bahan bakar nuklir
Terdapat dua jenis bahan bakar nuklir, yaitu bahan fisil dan fertil.
 Bahan Fisil
Bahan fisil adalah suatu unsur atau atom yang langsung dapat
memberikan reaksi pembelahan apabila dirinya menangkap neutron.
Contoh : , , ,
 Bahan Fertil
Bahan fertil adalah suatu unsur atau atom yang setelah menangkap
neutron tidak dapat langsung membelah, tetapi membentuk bahan
fisil.
Contoh : ,
Kenyataannya, sebagian besar bahan bakar nuklir yang berada di
alam adalah bahan fertil. Elemen bakar reaktor nuklir dibuat dengan
kadar isotop fisilnya lebih besar dari kondisi alamnya, isotop demikian
disebut isotop yang diperkaya, sedangkan untuk kadar isotop fisil yang
lebih kecil dari kondisi alamnya disebut isotop yang susut kadar.
2)Teras Reaktor, di dalamnya terdapat elemen bahan bakar yang
membungkus bahan bakar.
3)Moderator
Moderator berfungsi untuk menurunkan energi neutron, dari energi
tinggi ke energi termik dengan cara memperlambat neutron. Oleh karena
itu, moderator juga berguna sebagai pendingin.
4)Perangkat batang kendali atau kontrol
Batang kendali berfungsi sebagai pengendali jalannya operasi reaktor
agar laju pembelahan atau populasi neutron di dalam teras reaktor dapat
diatur sesuai dengan kondisi operasi yang dikehendaki. Selain itu,
batang kendali juga berfungsi untuk memadamkan reaktor atau
menghentikan reaksi pembelahan. Bahan batang kendali adalah material
yang mempunyai tampang lintang serapan neutron yang sangat besar,
dan tampang lintang hamburan yang kecil.
Dalam reaktor dikenal faktor pengali (k), yaitu perbandingan jumlah
neutron yang dihasilkan setiap siklus dengan jumlah neutron pada awal
siklus untuk:
k = 1, operasi reaktor dalam keadaan kritis,
k > 1, operasi reaktor dalam keadaan super kritis,
k < 1, operasi reaktor dalam keadaan subkritis.
Bahan batang kendali, antara lain Boron, Cadmium, Gadolinium,
dan lain-lain. Prinsip kerja pengaturan operasi adalah dengan jalan
memasukkan dan mengeluarkan batang kendali ke dan dari teras reaktor.
5)Pendingin Reaktor (generator uap)
Pendingin reaktor berfungsi sebagai sarana pengambilan panas hasil fisi
dari dalam elemen bakar untuk dipindahkan atau dibuang ke tempat lain
atau lingkungan melalui perangkat penukar panas. Bahan yang baik
sebagai pendingin adalah fluida yang koefisien perpindahan panasnya
sangat bagus, memiliki tampang lintang serapan neutron yang kecil, dan
tampang lintang hamburan yang besar serta tidak korosif. Contohnya,
, , Na cair, gas He, dan lainnya.
6)Perangkat Detektor
Detektor adalah komponen penunjang yang mutlak diperlukan di dalam
reaktor nuklir. Semua informasi tentang kejadian fisis di dalam teras
reaktor, yang meliputi popularitas neutron, laju pembelahan, suhu dan
lain-lain hanya dapat dilihat melalui detektor yang dipasang di dalam
teras.
7)Reflektor
Neutron yang keluar dari pembelahan bahan fisil, berjalan dengan
kecepatan tinggi ke segala arah. Karena tidak bermuatan listrik maka
gerakan neutron tersebut bebas menembus medium dan tidak berkurang
bila tidak menumbuk inti atom medium.
Sebagian neutron tersebut dapat lolos keluar dari teras reaktor, atau
hilang dari sistem. Kondisi demikian termasuk merugikan. Untuk
mengurangi kejadian tersebut, maka sekeliling teras reaktor dipasang
bahan pemantul neutron yang disebut Reflektor, sehingga neutron-
neutron yang lolos akan bertahan dan dikembalikan ke dalam teras
untuk dimanfaatkan lagi pada proses fisi berikutnya. Bahan reflektor
yang baik adalah unsur-unsur yang mempunyai tampang lintang
hamburan neutron yang besar, dan tampang lintang serapan yang sekecil
mungkin serta tidak korosif. Contohnya adalah Berilium, Grafit, Parafin,
, .
8)Perangkat Bejana dan Perisai Reaktor
Bejana atau tangki reaktor berfungsi untuk menampung fluida pendingin
agar teras reaktor selalu terendam di dalamnya. Bejana tersebut harus
kuat menahan beban dan tidak korosif bila berinteraksi dengan
pendingin atau benda lain di dalam teras. Contoh bahan bejana reaktor
yaitu Aluminium dan Stainless stell.
Perisai reaktor berfungsi untuk menahan atau menghambat atau
menyerap radiasi yang lolos dari teras reaktor agar tidak menerobos
keluar sistem reactor (Krane, 1992). Pada umumnya perisai yang
digunakan adalah lapisan beton berat.
9)Perangkat Penukar Panas
Perangkat penukar panas (Heat Exchanger) merupakan komponen
penunjang yang berfungsi sebagai sarana pengalihan panas dari
pendingin primer, yang menerima panas dari elemen bakar, untuk
diberikan pada fluida pendingin yang lain (sekunder). Dengan sistem
pengambilan panas tersebut maka integritas komponen teras akan selalu
terjamin. Pada jenis reaktor tertentu, terutama PLTN heat exchanger
juga berfungsi sebagai fasilitas pembangkit uap.

Gambar 5. skema lain reaktor nuklir

2.2.2. Reaktor Fisi dan Fusi


2.2.2.1. Reaktor Fisi
Reaktor fisi merupakan instalasi yang menghasilkan daya panas secara
konstan dengan memanfaatkan reaksi fisi berantai. Prinsip kerja reaktor
nuklir adalah reaksi fisi berantai di mana sebuah neutron lambat yang
ditembakkan ke bahan bakar reaktor yang mengandung Uranium-235.
Inti U-235 akan menyerap energi neutron tersebut sehingga terjadi reaksi
fisi yang menghasilkan rata-rata 2.5 neutron cepat. Umumnya reaktor fisi
didesain untuk tetap dalam keadaan kritis sehingga terjadi superkritis,
maka batang kendali dimasukkan ke dalam teras untuk menyerap
neutron, agar neutron yang dihasilkan tidak berlebih. Jika terlalu banyak
maka terjadi subkritis, dan batang kendali harus ditarik dari dalam teras
agar reaktor tidak mengalami suhu down (mati).
2.2.2.2. Reaktor Fusi
Reaktor fusi adalah suatu instalasi untuk mengubah energi yang
terjadi pada reaksi fusi menjadi energi panas atau listrik yang mudah
dimanfaatkan (Beiser, 2003). Reaksi fusi merupakan reaksi
penggabungan inti atom ringan, misalnya reaksi antara deuterium dan
tritium. Reaktor fisi nuklir dapat dikendalikan dalam reaktor nuklir,
sedangkan reaksi fusi nuklir dapat dikendalikan dalam suatu reaktor
nuklir tetapi dengan syarat tertentu.
Terdapat dua syarat untuk mengendalikan fusi:
1) Suhu harus sangat tinggi (dalam orde ). Pada suatu suhu
tertentu disebut suhu pembakaran (ignition temperature), proses fusi
akan berlangsung sendiri.
2) Pada suhu sangat tinggi, semua atom terionisasi habis membentuk
suatu plasma (sejenis gas yang disusun oleh partikel-partikel
bermuatan seperti dan ). Plasma panas ini harus ditahan
dalam selang waktu yang cukup lama agar tumbukan antar ion dapat
menyebabkan fusi. Namun, tidak ada wadah fisik yang dapat
menampung plasma panas ini.
Dalam rangka mewujudkan reaktor fusi nuklir, beberapa Negara
sedang berusaha mengembangkan prinsip TOKAMAK yang awalnya
dikembangkan oleh Uni Soviet. Tokamak merupakan akronim dalam
bahasa Rusia yang berarti “kamar magnetik toroida” (toroidal magnetic
chamber). Fungsi dasar tokamak adalah sebagai alat pemicu untuk
berlangsungnya reaksi fusi yang memerlukan suhu sangat tinggi.
2.2.3. Macam-Macam Reaktor Nuklir
a) Reaktor Daya
Pada reaktor daya, panas hasil reaksi fisi dimanfaatkan untuk
menghasilkan uap yang bersuhu tinggi dan bertekanan tinggi untuk
memutar turbin dalam sistem PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir).
Teknologi yang memanfaatkan energi nuklir disebut teknologi nuklir. Jadi
reaktor daya berguna sebagai penyedia sumber tenaga listrik.
b) Reaktor Penelitian
Pada reaktor penelitian, yang diutamakan adalah pemanfaatan neutron
hasil pembelahan untuk berbagai penelitian dan iradiasi serta produksi
radioisotop. Panas yang ditimbulkan telah dirancang sekecil mungkin
sehingga panas tersebut dapat dibuang ke lingkungan. Pengambilan panas
pada reaktor penelitian dilakukan dengan sistem pendingin, yang terdiri
atas sistem pendingin primer dan sistem pendingin sekunder. Reaktor
penelitian berguna untuk penelitian dibidang sains (fisika, kimia, biologi)
serta teknologi terapan.
c) Reaktor Produksi Isotop
Reaktor produksi isiotop, yaitu reaktor yang dipergunakan untuk
memproduksi isotop radioaktif, yang akan dipergunakan dalam bidang
kedokteran, pertanian, industri, dan sebagainya (Reynaldo, 2001).

2.3. Detektor Radioaktif


Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang bila
dikenai radiasi akan menghasilkan tanggapan mengikuti mekanisme yang
telah dibahas sebelumnya. Suatu bahan yang sensitif terhadap suatu jenis
radiasi belum tentu sensitif terhadap jenis radiasi yang lain. Sebagai contoh,
detektor radiasi gamma belum tentu dapat mendeteksi radiasi neutron.

2.3.1. Jenis Detektor


Terdapat banyak jenis detektor, namun dalam hal ini hanya akan
dibahas tiga jenis detektor pada umumnya, yaitu detektor isian gas,
detektor sintilasi, dan detektor semikonduktor.
A) Detektor Isian Gas
Detektor isian gas adalah detektor yang paling sering digunakan untuk
mengukur radiasi. Detektor ini terdiri dari dua elektroda, positif dan
negatif, serta berisi gas di antara kedua elektrodanya. Elektroda positif
disebut sebagai anoda, yang dihubungkan ke kutub listrik positif,
sedangkan elektroda negatif disebut sebagai katoda, yang dihubungkan ke
kutub negatif. Kebanyakan detektor ini berbentuk silinder dengan sumbu
yang berfungsi sebagai anoda dan dinding silindernya sebagai katoda
sebagaimana berikut.

Gambar 6. Detektor isian gas

Radiasi yang memasuki detektor akan mengionisasi gas dan


menghasilkan ion-ion positif dan ion-ion negatif (elektron). Jumlah ion
yang akan dihasilkan tersebut sebanding dengan energi radiasi dan 
berbanding terbalik dengan daya ionisasi gas. Daya ionisasi gas berkisar
dari 25 eV sampai dengan 40 eV. Ion-ion yang dihasilkan di dalam
detektor tersebut akan memberikan kontribusi terbentuknya pulsa listrik
ataupun arus listrik.
Gambar 7. Pergerakan ion

Ion-ion primer yang dihasilkan oleh radiasi akan bergerak menuju


elektroda yang sesuai. Pergerakan ion-ion tersebut akan menimbulkan
pulsa atau arus listrik. Pergerakan ion tersebut di atas dapat berlangsung
bila di antara dua elektroda terdapat cukup medan listrik. Bila medan
listriknya semakin tinggi maka energi kinetik ion-ion tersebut akan
semakin besar sehingga mampu untuk mengadakan ionisasi lain.
Ion-ion yang dihasilkan oleh ion primer disebut sebagai ion sekunder.
Bila medan listrik di antara dua elektroda semakin tinggi maka jumlah ion
yang dihasilkan oleh sebuah radiasi akan sangat banyak dan disebut proses
‘avalanche’ (Cooper, 2009).
Terdapat tiga jenis detektor isian gas yang bekerja pada daerah yang
berbeda yaitu detektor daerah ionisasi, detektor proporsional, dan detektor
Geiger Mueller (GM). Perhatikanlah kurva berikut untuk memahami jenis-
jenis detector gas.

Gambar 8.
Kurva
karakteristik gas

1) Detektor Daerah Ionisasi (Ionization chamber)


Sebagaimana terlihat pada Gambar 8 jumlah ion yang dihasilkan di
daerah ini relatif sedikit sehingga tinggi pulsanya rendah, bila
menerapkan pengukuran model pulsa, sangat rendah. Oleh karena itu,
biasanya, pengukuran yang menggunakan detektor ionisasi menerapkan
cara arus. Bila akan menggunakan detektor ini dengan cara pulsa maka
dibutuhkan penguat pulsa yang sangat baik. Keuntungan detektor ini
adalah dapat membedakan energi yang memasukinya dan tegangan
kerja yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi. 
2) Detektor Proporsional
Dibandingkan dengan daerah ionisasi sebelumnya, jumlah ion yang
dihasilkan di daerah proporsional ini lebih banyak sehingga tinggi
pulsanya akan lebih tinggi. Detektor ini lebih sering digunakan untuk
pengukuran dengan cara pulsa. Terlihat pada kurva karakteristik di atas
bahwa jumlah ion  yang dihasilkan sebanding dengan energi radiasi,
sehingga detektor ini dapat membedakan energi radiasi. Akan tetapi,
yang merupakan suatu kerugian, jumlah ion atau tinggi pulsa yang
dihasilkan sangat dipengaruhi oleh tegangan kerja dan daya tegangan
untuk detektor ini harus sangat stabil. 
3) Detektor Geiger Mueller (GM)
Jumlah ion yang dihasilkan di daerah ini sangat banyak, mencapai
nilai satu rasinya, sehingga pulsanya relatif tinggi dan tidak
memerlukan penguat pulsa lagi. Kerugian utama dari detektor ini ialah
tidak dapat membedakan energi radiasi yang memasukinya, karena
berapapun energinya jumlah ion yang dihasilkannya sama dengan nilai
saturasinya. Detektor ini merupakan detektor yang paling sering
digunakan, karena dari segi elektonik sangat sederhana, tidak perlu
menggunakan rangkaian penguat. Sebagian besar peralatan ukur
proteksi radiasi, yang harus bersifat portabel, terbuat dari detektor
Geiger Mueller.

B) Detektor Sintilasi
Detektor sintilasi selalu terdiri dari dua bagian yaitu bahan sintilator
dan photomultiplier. Bahan sintilator merupakan suatu bahan  padat, cair
maupun gas, yang akan menghasilkan percikan cahaya bila dikenai radiasi
pengion. Photomultiplier digunakan untuk mengubah percikan cahaya
yang dihasilkan bahan sintilator menjadi pulsa listrik. Mekanisme
pendeteksian radiasi pada detektor sintilasi dapat dibagi menjadi dua
tahap, yaitu:
 proses pengubahan radiasi yang mengenai detektor menjadi percikan
cahaya di dalam bahan sintilator; dan
 proses pengubahan percikan cahaya menjadi pulsa listrik di dalam
tabung photomultiplier.
a. Bahan Sintilator
Proses sintilasi pada bahan ini dapat dijelaskan dengan Gambar 9.
Di dalam kristal bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang
dinamakan sebagai pita valensi dan pita konduksi yang dipisahkan
dengan tingkat energi tertentu. Pada keadaan dasar, ground state,
seluruh elektron berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi
kosong. Ketika terdapat radiasi yang memasuki kristal, terdapat
kemungkinan bahwa energinya akan terserap oleh beberapa elektron di
pita valensi, sehingga dapat meloncat ke pita konduksi. Beberapa saat
kemudian elektron-elektron tersebut akan kembali ke pita valensi
melalui pita energi bahan aktivator sambil memancarkan percikan
cahaya.

Gambar 9. Proses sintilasi


Jumlah percikan cahaya sebanding dengan energi radiasi diserap
dan dipengaruhi oleh jenis bahan sintilatornya. Semakin besar
energinya semakin banyak percikan cahayanya. Percikan-percikan
cahaya ini kemudian ditangkap oleh photomultiplier. Beberapa contoh
bahan sintilator yang sering digunakan sebagai detektor radiasi, antara
lain kristal NaI(Tl), kristal ZnS(Ag), kristal LiI(Eu), dan Sintilator
Organik.
b. Sintilator Cair (Liquid Scintillation)
Detektor ini sangat spesial dibandingkan dengan jenis detektor
yang lain karena berwujud cair. Sampel radioaktif yang akan diukur
dilarutkan dahulu ke dalam sintilator cair ini sehingga sampel dan
detektor menjadi satu kesatuan larutan yang homogeny (Reynaldo,
2001). Secara geometri pengukuran ini dapat mencapai efisiensi 100 %
karena semua radiasi yang dipancarkan sumber akan ditangkap oleh
detektor. Metode ini sangat diperlukan untuk mengukur sampel yang
memancarkan radiasi b berenergi rendah seperti tritium dan C14.

Gambar 10. Sintilator cair


Masalah yang harus diperhatikan pada metode ini
adalah quenching yaitu berkurangnya sifat transparan dari larutan
(sintilator cair) karena mendapat campuran sampel. Semakin pekat
konsentrasi sampel maka akan semakin buruk tingkat transparansinya
sehingga percikan cahaya yang dihasilkan tidak dapat mencapai
photomultiplier.
c. Tabung Photomultiplier
Tabung photomultiplier ini berfungsi untuk mengubah percikan
cahaya tersebut menjadi berkas elektron, sehingga dapat diolah lebih
lanjut sebagai pulsa atau arus listrik. Tabung photomultiplier terbuat
dari tabung hampa yang kedap cahaya dengan photokatoda yang
berfungsi sebagai masukan pada salah satu ujungnya dan terdapat
beberapa dinode untuk menggandakan elektron seperti terdapat pada
Gambar 10. Photokatoda yang ditempelkan pada bahan sintilator, akan
memancarkan elektron bila dikenai cahaya dengan panjang
gelombang yang sesuai. Elektron yang dihasilkannya akan diarahkan,
dengan perbedaan potensial, menuju dinode pertama. Dinode tersebut
akan memancarkan beberapa elektron sekunder bila dikenai oleh
elektron.
Elektron-elektron sekunder yang dihasilkan dinode pertama akan
menuju dinode kedua dan dilipatgandakan kemudian ke dinode ketiga
dan seterusnya sehingga elektron yang terkumpul pada dinode terakhir
berjumlah sangat banyak. Dengan sebuah kapasitor kumpulan elektron
tersebut akan diubah menjadi pulsa listrik.

Gambar 11. Tabung photomultiplier

C) Detektor Semikonduktor
Bahan semikonduktor, yang diketemukan relatif lebih baru
daripada dua jenis detektor di atas, terbuat dari unsur golongan IV pada
tabel periodik yaitu silikon atau germanium. Detektor ini mempunyai
beberapa keunggulan yaitu lebih efisien dibandingkan dengan detektor
isian gas, karena terbuat dari zat padat, serta mempunyai resolusi yang
lebih baik daripada detektor sintilasi.
Gambar 12. Perbandingan tingkat energi pita konduksi bahan isolator dan
semikonduktor

Pada dasarnya, bahan isolator dan bahan semikonduktor tidak dapat


meneruskan arus listrik. Hal ini disebabkan semua elektronnya  berada di
pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Perbedaan tingkat energi
antara pita valensi dan pita konduksi di bahan isolator sangat besar
sehingga tidak memungkinkan elektron untuk berpindah ke pita konduksi (
> 5 eV ) (Beiser, 2003) seperti terlihat di atas. Sebaliknya, perbedaan
tersebut relatif kecil pada bahan semikonduktor ( < 3 eV ) sehingga
memungkinkan elektron untuk meloncat ke pita konduksi bila mendapat
tambahan energi.
Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh
bahan sehingga beberapa elektronnya dapat berpindah dari pita valensi ke
pita konduksi. Bila di antara kedua ujung bahan semikonduktor tersebut
terdapat beda potensial maka akan terjadi aliran arus listrik. Jadi pada
detektor ini, energi radiasi diubah menjadi energi listrik.

Gambar 13. Rangkaian listrik detektor semikonduktor


Sambungan semikonduktor dibuat dengan menyambungkan
semikonduktor tipe N dengan tipe P (PN junction). Kutub positif dari
tegangan listrik eksternal dihubungkan ke tipe N sedangkan kutub
negatifnya ke tipe P seperti terlihat pada Gambar 12. Hal ini menyebabkan
pembawa muatan positif akan tertarik ke atas (kutub negatif) sedangkan
pembawa muatan negatif akan tertarik ke bawah (kutub positif), sehingga
terbentuk (depletion layer) lapisan kosong muatan pada sambungan
PN. Dengan adanya lapisan kosong muatan ini maka tidak akan terjadi
arus listrik. Bila ada radiasi pengion yang memasuki lapisan kosong
muatan ini maka akan terbentuk ion-ion baru, elektron dan hole, yang akan
bergerak ke kutub-kutub positif dan negatif. Tambahan elektron dan hole
inilah yang akan menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus listrik.
Oleh karena daya atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan
ion-ion ini lebih rendah dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka
jumlah ion yang dihasilkan oleh energi yang sama akan lebih banyak. Hal
inilah yang menyebabkan detektor semikonduktor sangat teliti dalam
membedakan energi radiasi yang mengenainya atau disebut mempunyai
resolusi tinggi. Sebagai gambaran, detektor sintilasi untuk radiasi gamma
biasanya mempunyai resolusi sebesar 50 keV, artinya, detektor ini dapat
membedakan energi dari dua buah radiasi yang memasukinya bila kedua
radiasi tersebut mempunyai perbedaan energi lebih besar daripada 50 keV.
Sedang detektor semikonduktor untuk radiasi gamma biasanya
mempunyai resolusi 2 keV. Jadi, terlihat bahwa detektor semikonduktor
jauh lebih teliti untuk membedakan energi radiasi.
Kelemahan dari detektor semikonduktor adalah harganya lebih mahal,
pemakaiannya harus sangat hati-hati karena mudah rusak dan beberapa
jenis detektor semikonduktor harus didinginkan pada temperatur Nitrogen
cair sehingga memerlukan dewar yang berukuran cukup besar.  

2.3.2 Karakteristik Detektor

Setiap radiasi akan diubah menjadi sebuah pulsa listrik dengan


ketinggian yang sebanding dengan energi radiasinya. Hal tersebut
merupakan fenomena yang sangat ideal karena pada kenyataannya
tidaklah demikian. Terdapat beberapa karakteristik detektor yang
membedakan satu jenis detektor dengan lainnya yaitu efisiensi, kecepatan,
dan resolusi.
 Efisiensi detektor adalah suatu nilai yang menunjukkan perbandingan
antara jumlah pulsa listrik yang dihasilkan detektor terhadap jumlah
radiasi yang diterimanya. Nilai efisiensi detektor sangat ditentukan
oleh bentuk geometri dan densitas bahan detektor. Bentuk geometri
sangat menentukan jumlah radiasi yang dapat 'ditangkap' sehingga
semakin luas permukaan detektor, efisiensinya semakin tinggi.
Sedangkan densitas bahan  detektor mempengaruhi jumlah radiasi
yang dapat berinteraksi sehingga menghasilkan sinyal listrik. Bahan
detektor yang mempunyai densitas lebih rapat akan mempunyai
efisiensi yang lebih tinggi karena semakin banyak radiasi yang
berinteraksi dengan bahan.
 Kecepatan detektor menunjukkan selang waktu antara datangnya
radiasi dan terbentuknya pulsa listrik. Kecepatan detektor berinteraksi
dengan radiasi juga sangat mempengaruhi pengukuran karena bila
respon detektor tidak cukup cepat sedangkan intensitas radiasinya
sangat tinggi maka akan banyak radiasi yang tidak terukur meskipun
sudah mengenai detektor.
 Resolusi detektor adalah kemampuan detektor untuk membedakan
energi radiasi yang berdekatan. Suatu detektor diharapkan mempunyai
resolusi yang sangat kecil (high resolution) sehingga dapat
membedakan energi radiasi secara teliti. Resolusi detektor disebabkan
oleh peristiwa statistik yang terjadi dalam proses pengubahan energi
radiasi, noise dari rangkaian elektronik, serta ketidak-stabilan kondisi
pengukuran.
2.4. Perekam Jalur Partikel Acak
Terdapat beberapa perangkat berbeda yang dapat digunakan untuk
menampilkan jejak partikel bermuatan submikroskopik. Partikel acak ini
sering melewati atau menerobos medan magnet yang dilaluinya. Kemudian
dapat diterapkan persamaan ke partikel acak yang akan
diukur, sehingga akan diperoleh informasi tentang unsur partikel dan
momentum.
Suatu Emulsi nuklir hanya lebih tebal dan lebih sensitif dibandingkan
dengan emulsi fotografi yang digunakan dalam film kamera biasa. Bagian
dari partikel bermuatan mengekspos butiran emulsi sepanjang jalurnya
(Sears dan Zemansky, 1994). Emulsi ini kemudian dikembangkan dan
diperiksa dengan mikroskop. Karena ringan dan sederhanaan, emulsi nuklir
sering digunakan untuk roket atau ballon ketinggian penelitian sinar kosmik.
Secara konseptual, track detektor plastik mirip dengan emulsi nuklir.
Beberapa plastik mudah rusak oleh berlalunya partikel bermuatan energik
ion terutama berat. Cetak etsa kimia dapat yang digunakan untuk
memperbesar kawasan yang rusak, membuat mereka terlihat jelas. Ukuran
masing-masing lubang etch dihasilkan tergantung pada biaya dan energi,
sehingga lembar ditumpuk dari plastik ini dapat digunakan sebagai track
detektor.
Ruang awan (cloud chamber), pertama kali dikembangkan oleh CTT
Wilson pada tahun 1911, Hal ini diawali atau didasari dengan countainer
yang diisi dengan suatu uap jenuh. Ketika unsur partikel bergerak melalui
uap jenuh, hal itu menciptakan ion di sepanjang jalur yang dilewatinya. Ion-
ion kemudian bertindak sebagai pusat kondensasi berupa tetesan cairan.
Terlihat pada gambar 13 mengenai jalur tetesan cairan, bukan partikel itu
sendiri (Efek ini seperti melihat costrail pesawat terbang tinggi tetapi tidak
bisa melihat pesawat itu sendiri). Donald Glaser kemudian mengembangkan
ruang bumble pada tahun 1952 untuk mempelajari interaksi energi tinggi.
Hal ini diawali atau didasari oleh sebuah wadah yang diisi dengan cairan
superheated (panas). Cairan tiga kali lipat lebih padat dibandingkan dengan
uap dalam ruang awan. Partikel berenergi tinggi, jauh lebih mungkin untuk
berinteraksi dalam ruangan. Ketika partikel bermuatan bergerak melalui
cairan superheated, menciptakan ion di sepanjang jalur yang dilewati.
Penambahan energi lokal menyebabkan volume mengecil ketika mendidih.
Di bawah ini merupakan dua buah jenis kamar yaitu could chamber dan
buble chamber. Dalam kedua jenis kamar, partikel pengion meninggalkan
trek melalui jalur stabil. Di ruang awan, trek cairan dalam uap. Dalam ruang
gelembung, trek uap dalam cairan.

Gambar 14. Jalur tetesan cairan

Dalam ruang percikan dan ruang streamer medan listrik yang tinggi
diatur dalam gas sehingga gas hampir siap untuk memecah dan
memproduksi. Partikel bermuatan melalui jalur menciptakan pasangan ion
dalam gas. Pasangan ion ini kemudian berterbangan, menciptakan percikan
sepanjang jalur partikel. Posisi bunga api dapat dideteksi fotografi atau
elektronik dan digunakan untuk mempelajari track.
Gambar 15. Streamer Chamber Photograh

Sebuah ruang hanyut, diwakili dalam gambar 6.7, berisi array berjarak dekat
(beberapa mm terpisah) kabel dan gas bertekanan rendah. Partikel
bermuatan gas dan ion akan melayang ke kabel dan menyimpan muatan
mereka. Daya gerak yang dikumpulkan dan waktu informasi dari masing-
masing kawat diproses pada komputer untuk merekonstruksi lintasan.

2.5. Jenis-Jenis Akselerator


Untuk dapat mempercepat partikel, sekarang ini telah banyak
dikembangkan mesin yang dapat melontarkan partikel yang panjang
gelombangnya lebih kecil daripada jari-jari hadron yaitu sekitar 10-15 m
sehingga momentum p=h/l haruslah beberapa ratus MeV/c. Mesin ini
dikenal dengan akselelator partikel. Partikel dipercepat melalui interaksi
elektromagnetiknya, sehingga hanya partikel bermuatan dan stabil yang
dapat dipercepat.
Pemercepat partikel yang digunakan dalam fisika nuklir untuk
mendapatkan batas atau energi resonansi yang diperlukan untuk beberapa
reaksi nuklir dan untuk mendapatkan momentum yang tinggi (dan sesuai de
Broglie terkait panjang gelombang kecil) diperlukan untuk melihat struktur
kecil. Pemercepat juga digunakan untuk implantasi ion untuk doping secara
selektif semikonduktor, untuk paduan dengan jumlah menit dari unsur
radioaktif, untuk survei hidrokarbon sekitar poros dengan baik, untuk
produksi isotop medis dan untuk radiasi secara selektif, untuk mengubah
sifat-sifat plastik, untuk radioaktif berpasangan, dan untuk banyak tujuan
lain (Reynaldo, 2001). Di hampir saat adanya pemercepat, partikel
bermuatan bergerak dalam vakum yang sangat baik, serendah 10-13 atmosfer.
Jika tidak, mereka akan kehilangan energi, tersebar di arah yang berbeda,
atau bahkan diserap pada tabrakan sebelum mencapai sasaran yang dituju
oleh mereka. pemercepat linier mempercepat partikel muatan dalam garis
lurus. Percepatan hasil dari gaya yang diberikan oleh medan listrik. Dalam
pemercepat Cockroft-Walton, medan listrik disediakan oleh perbedaan
potensial yang besar. Sebuah partikel perubahan q bergerak melalui
penurunan V potensial dapat mendapatkan energi kinetik:

KE = qV

Gambar 16. Akselerator Van de Graff

Pada tahun 1929, Robert de Graaff J.Van menciptakan sebuah generator


elektrostatik, yang sekarang disebut pemercepat Van de Graaff. Ia
menggunakan bel yang bergerak untuk membawa muatan ke bagian dalam
konduktor berongga. Semua kelebihan muatan berada pada permukaan
konduktor listrik (kecuali muatan yang terisolasi dari permukaan). Oleh
karena itu, muatan yang dibawa ke dalam secara cepat dilakukan pada
permukaan permukaan luar konduktor. Kemudian kelebihan muatan, medan
listrik eksternal, dan beda potensial membangun dan hanya dibatasi oleh
sifat isolasi dari lingkungan. Perbedaan potensial 30 MV bahkan mungkin
lebih. Pada seiring pengaplikasian pemercepat Van de Graff, ion yang
pertama muatan negatif dan dipercepat menuju konduktor bermuatan positif.
Di dalam elektron konduktor yang melepas untuk membuat ion yang
bergerak positif. Percepatan ion kemudian berlanjut, tetapi jauh dari
konduktor bermuatan positif.
Agar partikel dapat dipercepat maka partikel harus dilewatkan pada
medan listrik yang sangat besar, medan listrik kecil yang membentuk garis,
atau medan listrik yang kecil tetapi berkali-kali.
(1) Akselerator DC
Akselelator ini dikenal dengan akselelator DC, contohnya tabung katoda
(Cooper, 2009). Namun, partikel dalam tabung katoda, hanya dipercepat
dengan energi sekitar 20 KeV sedangkan untuk menghasilkan partikel baru
dibutuhkan puluhan giga elektron volt. Untuk mendapatkan energi yang
demikian besarnya dibutuhkan medan listrik yang sangat besar, dan ini
sukar diwujudkan karena keterbatasan teknologi.
(2) Akselerator Linear
Untuk mendapatkan energi yang kebih bear maka partikel dilewatkan
melalui banyak medan listrik kecil yang membentuk garis atau lebih dikenal
dengan akselelator linear (Linac = Linear Accelelator). Tetapi akselelator ini
membutuhkan banyak kavitas RF dan lintasan yang panjang.
Gambar 17. Akselerator Linear

Sebuah akselerator linear (LINAC) terdiri dari serangkaian silinder


konduktor koaksial (tabung driff), seperti digambarkan pada Gambar 15.
Silinder secara bergantian terhubung ke sumber tegangan berosilasi. Medan
listrik di dalam konduktor akan hampir nol, tetapi antara konduktor itu akan
selalu berada dalam arah yang diperlukan untuk mempercepat partikel
Charge. Misalnya, agar proton meninggalkan sumber ion. Tabung Drift 1
dibuat negatif, menarik proton ke dalam silinder. Sementara itu, muatan
pada Tabung Drift 1 dibuat positif dan pergeseran tabung 2 menjadi negatif,
sehingga proton lebih dipercepat antara 1 dan 2. Kemudian tabung 2 dibuat
positif dan tabung 3 negatif. Proses ini berlangsung terus sampai akhir.
Tabung hanyut dirancang dengan meningkatnya panjang untuk
mengimbangi peningkatan kecepatan, namun panjang mereka segera
mendekati nilai konstan sebagai pendekatan V partikel rendah massa
dibebankan, seperti elektron dan positron, biasanya dipercepat hingga energi
tinggi dalam perjalanan gelombang akselerator linier. Jenis pemercepat
linier pada dasarnya adalah, berongga, dievakuasi konduktor, atau panduan
gelombang panjang. Dirancang sedemikian rupa sehingga gelombang
elektromagnetik merambat tabung memiliki komponen medan paralel listrik
untuk porosnya.
Medan listrik ini mempercepat partikel muatan. Pandu gelombang ini
juga dirancang sedemikian rupa sehingga kecepatan gelombang
elektromagnetik (yang kurang dari nilai vakum bebas c) sesuai dengan
kecepatan bertambah banyak dari partikel. Dengan Stanford Linier
Accelerator Center (SLAC) memiliki perjalanan gelombang linier
akselerator selama tiga kilometer (dua mil) panjang. Pada dasarnya MHz
pandu gelombang 2856, mempercepat elektron dan positron dengan energi
agar telah melampaui 50 GeV. Seperti surfboarders naik gelombang,
elektron adalah akselerator ini naik gelombang elektromagnetik ke pandu
gelombang.

Gambar 18. cara kera Linac


(3) Akselerator Siklis
Alternatif lain adalah partikel dilewatkan melalui medan listrik yang
kecil tetapi berkali-kali atau lebih dikenal dengan akselelator melingkar
(sinkrotron) yaitu medan listrik disusun dengan lintasan melingkar dengan
medan magnet ditempatkan di cincinnya.
Akselerator melingkar melakukan kerja yang sama dengan yang
dilakukan linacs (Linear Accelerator). Pada akselerator melingkar, partikel-
partikel terdorong sepanjang track yang melingkar berkali-kali. Pada tiap
jalur, medan magnetik diperkuat sehingga partikel beam akan dipercepat
secara berurutan.
Siklotron merupakan salah satu jenis akselerator melingkar dan
digunakan untuk mempercepat partikel bermuatan listrik. Siklotron
berbentuk melingkar dengan menggunakan medan magnetik dalam menjaga
agar ion-ion bermuatan (biasanya proton) bergerak dalam lintasan.

Gambar 19.
Siklitron

Prinsip Kerja Siklotron


Siklotron terdiri atas dua "de" atau bilik logam berongga berbentuk-D.
Partikel-partikel bermuatan dimasukkan ke bagian tengah. Sebuah medan
magnet yang tegak lurus dengan D-nya menyebabkan partikel beredar
dalam suatu lingkaran kecil. De-nya terus diberi tegangan listrik dengan
tegangan yang berbeda-beda. Sementara di dalam salah satu De-nya sebuah
partikel bergerak dengan kelajuan tetap karena seluruh de mendapat
tegangan listrik yang sama. Tetapi ketika melewati celah, partikel tersebut
akan mendapat dorongan dari perbedaan tegangan listrik. Saat partikel
tersebut bergerak dalam jalur setengah lingkaran di dalam de itu, tegangan
listriknya akan membalik, agar ketika partikel itu menghantam celah lagi, ia
akan mendapatkan dorongan lagi. Akibatnya, partikel-partikel tersebut
bergerak secara spiral ke arah luar, semakin cepat dan cepat, setiap kali
mendapatkan dorongan kecil dari medan listrik. Pada tahun 1939, sebuah
siklotron berdiameter 1.5 meter telah dibangun yang dapat memberikan
energi kepada partikel-partikel dari satu dorongan 19 juta volt.
Misalkan ada proton-proton bergerak dalam dua bidang setengah
lingkaran yang terpisah oleh suatu celah (dee). Setiap kali proton-proton
lewat melintasi celah di antara kedua bidang setengah lingkaran, suatu
tegangan diberikan pada proton-proton yang akan mempercepat proton-
proton. Percepatan ini meningkatkan kelajuan proton-proton dan juga jari-
jari kelengkungan lintasan proton-proton. Sekali proton tersebut berada di
dalam dee, maka proton disaring dari medan listrik oleh dinding logam dee,
medan magnet tidak disaring sehingga proton tersebut membelok berbentuk
lingkaran yang jari-jarinya yang bergantung pada kecepatan.

Gambar 20. Siklotron dilihat dari atas

Setelah beberapa putaran, proton-proton memperoleh energi kinetik


tinggi (dalam orde 10 atau 20 MeV per satuan muatan listrik) dan tiba pada
sisi terluar siklotron. Proton-proton kemudian dapat menumbuk suatu
sasaran yang ditempatkan di dalam siklotron atau meninggalkan siklotron
dengan bantuan “magnet pembelok” dan diarahkan ke suatu sasaran
eksternal. Tegangan yang diberikan ke kedua bidang setengah lingkaran
untuk menghasilkan percepatan haruslah bolak-balik. Ketika proton-proton
sedang bergerak ke kanan melintasi celah, bidang yang kanan haruslah
negatif dan yang kiri positif (medan listrik E berarah dari polaritas + ke
polaritas – dan untuk muatan positif seperti proton, besar gaya pemercepat F
= q E dan searah dengan arah medan listrik E).
Medan magnetik B, yang diberikan oleh sebuah elektromagnet besar,
berarah masuk dalam bidang kertas. A adalah sumber ion. Garis-garis gaya
menunjukkan medan listrik dalam celah. Setengah siklus berikutnya,
proton-proton bergerak ke kiri melintasi celah, sehingga bidang kiri
haruslah negatif supaya medan listrik pada celah tetap berfungsi
mempercepat proton-proton.
Partikel bermuatan yang bergerak dengan kecepatan v tegak lurus
terhadap medan magnetik B menempuh lintasan melingkar dengan jari-jari
r. Gaya sentripetal penyebab gerak melingkar berasal dari gaya Lorentz,
sehingga diperoleh:

momentum partikel bermuatan dapat dirumuskan sebagai berikut:

kecepatan partikel bermuatan yaitu:

waktu yang diperlukan untuk satu putaran lengkap adalah priode T, di


mana:

Frekuensi f, dari tegangan bolak-balik yang diberikan harus sama dengan


frekuensi proton-proton yang bergerak melingkar. Dengan demikian,
frekuensi siklotron adalah

Keterangan:
f = frekuensi siklotron (Hz)
q = muatan proton (1.6 x 10-19 C)
m = massa proton (1.67 x 10-27 kg)
B = induksi magnetik yang dihasilkan pasangan magnet (Wb/m2 atau T)

Frekuensi dari tegangan bolak-balik yang diberikan tidak bergantung


pada jari-jari r. Oleh karena itu, frekuensi tidak harus diubah ketika
partikel (proton) mulai dari sumber dan dipercepat untuk menempuh jari-
jari yang makin lama makin besar. Energi kinetik yang diperlukan proton-
proton sama dengan energi yang akan diperoleh proton-proton jika proton-
proton dipercepat melalui beda potensial yang cukup besar. Energi kinetik
maksimum partikel bermuatan (proton) ketika keluar dari siklotron, yaitu:

2.6. Cincin Penyimpanan (Storage Rings) dan Tiang Penabrak (Colliding


Beams)
Masing-masing pulsa output dari akselerator dapat ditempatkan dalam
sebuah cincin melingkar di mana energi bersih tidak meningkat lebih lanjut.
Cincin ini, disebut cincin penyimpanan, mengandung medan magnet untuk
menjaga partikel bergerak dalam lingkaran (Beiser, 2003).
Sinar partikel dipercepat yang bertumbukan dapat menghasilkan lebih
banyak energi (misalnya, untuk membuat partikel baru) dibandingkan
dengan tumbukan yang terjadi ketika suatu partikel sedang beristirahat.
Untuk memahami fenomena ini, dengan mengingat bahwa fenomena yang
lebih klasik, bahwa tumbukan sepenuhnya elastis dari partikel bermassa m
yang bergerak dengan kecepatan v dengan partikel identik saat istirahat.
Berdasarkan prinsip Hukum kekekalan momentum linier, setelah tumbukan

dua partikel akan bergerak bersama pada kecepatan . Oleh karena itu,

energi kinetik diubah menjadi bentuk energi lainnya dalam tumbukan, lalu
hanya satu-setengah energi kinetik awal yang telah dikonversi ke beberapa
jenis energi lainnya, dimana:

Di sisi lain, jika dua partikel dengan momentum yang sama dan dating
dari arah yang berlawanan bertumbukan dan tetap bersama-sama, maka
mereka semua energi kinetik awal diubah menjadi jenis energi lainnya.
Jadi, jika ingin mengkonversi 1 MeV dari KE ke dalam beberapa bentuk
lain dari energi, bisa dilakukan dengan menabrakkan partikel istirahat
dengan 2MeV partikel yang sama massa-nya. Atau bisa melakukannya

dengan dua partikel MeV dengan massa sama dalam tabrakan. Alih-

alih membutuhkan akselerator 2MeV, kita bisa menggunakan MeV

akselerator dan beberapa trik. MeV / 2MeV = , partikel dalam

balok bertabrakan hanya perlu seperempat dari energi kinetik dari partikel
membombardir target tetap dalam kasus klasik. Dalam kasus relativitas,
rasio ini menurun dengan cepat di bawah seperempat dengan
meningkatnya energi yang dibutuhkan akselerator. Oleh karena itu, ada
yang telah diubah dan yang baru dirancang dan dibangun, untuk
memberikan tumbukan dan energi yang lainnya, akan lebih bijaksana
memerlukan akselerator dengan energi yang jauh lebih tinggi untuk
tabrakan tetap sasaran.
Untuk memperlihatkan perbedaan ini, kita dapat penggunakan
persamaan sebagai berikut:

Dimana, KEth adalah energi kinetik minimum yang diperlukan untuk


membuat reaksi terjadi ketika negatif dan partikel target
diam. Massa partikel target sebesar mX. Total massa diam semua partikel
sebelum reaksi adalah , dan massa total sisa semua partikel setelah
ini adalah .
Berdasarkan fakta fisika yang harus memberikan antiproton 2130
TEV untuk memperoleh peningkatan energi 1,998 TeV. Antiproton
tersebut akan membutuhkan akselerator melingkar kira-kira ukuran bulan.
Atau antiproton 0,999 TEV bisa berbenturan kepala pada dengan dan
memusnahkan proton 0,999 TeV, seperti dalam dilakukan di Fermilab.
Dari sudut pandang yang positif proton dipercepat searah jarum jam, dan
antiproton negatif dipercepat berlawanan dengan arah jarum jam, tetapi
balok disimpan terpisah kecuali titik tumbukan yang ditunjuk.
Tabrakan antara partikel-partikel subatom dapat dibuat jauh lebih kuat
jika dua berkas partikel dapat dibuat saling melindas dari depan, daripada
menembakkan sebuah berkas ke sebuah sasaran diam. Collider (penabrak)
adalah akselerator raksasa untuk menyimpan sekumpulan partikel,
berputar-putar selama berjam-jam. Misal, seberkas elektron bisa berputar
ke satu arah, terpisah dari seberkas positron yang berputar ke arah lain.
Ketika sudah ada cukup partikel dan partikel itu telah mempunyai cukup
energi, kedua berkas itu dibuat bertabrakan secara frontal.
Tiang penumbuk (Colliding Beams) memiliki kelemahan utama,
dimana dengan kemungkinan agak kecil bahwa partikel kecil dari satu
balok low-density benar-benar akan bertumbukan frontal dengan partikel
kecil dari yang lain, dengan kata lain kesetaraan balok lemah. Oleh karena
itu, jumlah reaksi yang akan terjadi per detik nit per unit cross section.
Dimana, hasil bagi laju reaksi dengan lintasan disebut luminositas. Tujuan
desain untuk superkonduktor super Collider (SSC) adalah luminositas 10 37
s-1 m-2.
Ukuran besar SC menunjukkan bahwa energi yang lebih tinggi
mungkin akan memerlukan desain yang sangat berbeda. Desain akselerator
yang menggunakan daya tinggi sinar laser sedang dipertimbangkan,
mungkin dalam sambungan dengan plasma. Baris lain penelitian
mengeksplorasi penggunaan medan listrik dari arus tinggi, balok rendah
energi partikel bermuatan untuk mempercepat sinar saat kedua rendah ke
energi tinggi, seperti transformator step up.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.1.1. Terdapat dua reaksi nuklir, yaitu reaksi fisi nuklir adalah reaksi
pembelahan inti berat menjadi dua buah inti lain yang lebih ringan.
Sedangkan Reaksi fusi adalah reaksi penggabungan dua buah inti
ringan menjadi inti yang lebih berat dan disertai dengan pelepasan
energi.
3.1.2. Reaktor nuklir adalah alat tempat terjadinya reaksi inti berantai baik fisi
atau fusi yang terkendali. Macam reaktor nuklir yaitu reaktor daya,
reaktor penelitian, dan reaktor produksi isotop.
3.1.3. Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi.
3.1.4. Kita dapat menggunakan beberapa perangkat yang berbeda untuk
menampilkan jejak partikel bermuatan submikroskopik. Partikel acak
ini sering melewati atau menerobos medan magnet yang dilaluinya.
Persamaan diterapkan ke partikel acak yang diukur,
akan memperoleh informasi tentang unsure partikel dan momentum.
3.1.5. Suatu partikel dapat dipercepat dengan dilewatkan melalui banyak
medan \ listrik kecil yang membentuk garis atau lebih dikenal dengan
akselelator linear (Linac). Pada akselerator melingkar partikel terdorong
sepanjang track yang melingkar berkali-kali. Pada tiap jalur, medan
magnetik diperkuat sehingga partikel beam akan dipercepat secara
berurutan.
3.1.6. Untuk mengumpulkan peningkatan jumlah partikel dipercepat, masing-
masing pulsa output dari akselerator dapat ditempatkan dalam sebuah
cincin melingkar di mana energi bersih tidak meningkat lebih lanjut.

3.2. Saran
Untuk itu kita harus dapat terus mengembangkannya khususnya dalam
bidang fisika nuklir. Kita sebagai calon pendidik mempelajari eksperimental
dan terapan dari fisika nuklir sehingga dapat bermanfaat nanti dalam bidang
pendidikan atau pun lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Beiser, A. 2003. Konsep Fisika Modern Edisi Keempat. Erlangga: Jakarta.


Cooper, C. 2009. Materi Fisika! Fisika Nuklir Volume 10. Bandung: Pakar Raya
Krane, K.S. 1992. Fisika Modern (Cetakan I, terjemahan oleh Hans J. Wospakrik
& Sofia Niksolihin). Jakarta: Universitas Indonesia.
Reynaldo, M.F. 2001. “Radioaktivitas”. Dalam http://Radioaktivitas.pdf. Diakses
pada tanggal 3 Oktober 2014.
Sears dan Zemansky. 1994. Fisika untuk Universitas 3, Optika–Fisika Atom. Bina
Cipta: Bandung.

Anda mungkin juga menyukai