Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN

OTITIS MEDIA AKUT


DOSEN PENGAMPU : Arifudin SST,M.Kes

KELOMPOK I

POLTEKKES KEMENKES PALU JURUSAN KEPERAWATAN


PRODI D III KEPERAWATAN
2022

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil alamin, Segala puji bagi Allah SWT, berkat rahmat dan
karunia-Nya, penyusunan makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas mata kuliah KMB II. Dalam penyusunan makalah , kami selaku penulis
banyak mendapat bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak

Semoga semua amal kebaikannya diterima dan dapat imbalan pahala dari Allah
SWT. Dalam penyusunan makalah ini kami mengharap kritik dan saran untuk perbaikan di
masa yang akan datang.

Semoga makalah ini bermanfaat untuk masyarakat pada umumnya.

2
DAFTAR ISI

JUDUL ……………………………………………………………………………….………..

KATA PENGANTAR …………………………..…………………………………...............

DAFTAR ISI ………………………………………………………….....................................

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………..

A. Latar belakang ………………………………………………..........................4


B. Rumusan masalah………..……..……………………………..........................4
C. Tujuan…………………………………………………………………………4
D. Manfaat……………………………………………………………………….4

BAB II TINJAUAN TEORI …………………………………………….............................

A. Pengertian difteria ………………………………………………….…………5


B. Etiologi…...……………………………………………………………………5
C. Patofisiologi…………………………………………………………………...5
D. Tanda dan gelaja (manefestasi klinis) …………………………………….…..6
E. Komplikasi …………………………………………………………………....7
F. Pemeriksaan diagnostic…. ……………………………………………………7
G. penatalaksanaan……………………………………………………………….8

BAB III TINJAUAN KASUS ………………………………………………………………

A. Pengkajian …………………………………………………………….…….13
B. Pemeriksaan fisik ……………………………………………………….…..15
C. Diagnosa………………………………………………………………….….15
D. Intervensi dan rasional……………………………………………………….15
E. Evaluasi ………………………………………………………………….…..19
F. Discharge pleaning………………………………………………………..….19

BAB IV PENUTUP ………………………………………………………………………...

A. Kesimpulan ………………………………………………………………....20
B. Saran……………………………………………………………………...….20

REFERENSI …………………………………………………………………………………

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Otitis media juga merupakan salah satu penyakit langganan anak. Prevalensi terjadinya
otitis media di seluruh dunia untuk usia 10 tahun sekitar 62 % sedangkan anak-anak berusia 3
tahun sekitar 83 %.
Mengingat masih tingginya angka otitis media pada anak-anak, maka diagnosis dini yang
tepat dan pengobatan secara tuntas mutlak diperlukan guna mengurangi angka kejadian
komplikasi dan perkembangan penyakit menjadi otitis media kronis.

B. RUMUSAN MASALAH
1) Apa yang dimaksud dengan OMA?
2) Bagaimana Etiologi pada OMA?
3) Bagaimana patofisiologi pada OMA?
4) Bagaimana manifestasi klinis pada OMA?
5) Bagaimana pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan pada OMA?
6) Bagaimana komplikasi dan prognosis pada OMA?
7) Bagaimana asuhan keperawatan pada OMA?
C. TUJUAN
Tujuan Umum : Menjelaskan asuhan keperawatan dengan klien OMA
Tujuan khusus : Menjelaskan Konsep dasar dari penyakit OMA

1. Menjelaskan definisi dari penyakit OMA


2. Menjelaskan etiologi dari penyakit OMA
3. Menjelaskan patofisiologi OMA
4. Menjelaskan manifestasi klinis OMA
5. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan pada OMA
6. Menjelaskan komplikasi dan prognosis pada OMA

D. MANFAAT
Manfaat yang dapat diambil sebagai berikut :
1. Mengetahui Penatalaksaan pada klien Otitis Media Akut
2. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien Otitis Media Akut

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Otitis media adalah infeksi atau inflamasi pada telinga tengah (mediastore,2009 )
Otiitis media akut adalah proses infeksi yang ditentukan oleh adanya cairan di telinga atau
gangguan dengar, serta gejala penyerta lainnaya tergantung berat ringannya penyakit, antara
lain : demam, iritabilitas, letargi, anoreksia, vomiting, bulging hingga perforasi membrana
tympani yang dapat diikuti dengan drainase purulen.
Otitis media akut adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri pada ruang udara
pada tulang temporal (CMDT, edisi 3 , 2004 )

B. ETIOLOGI
1. Disfungsi atau sumbatan tuba eutachius merupakan penyebab utama dari otitis media
yan menyebabkan pertahan tubuh pada silia mukosa tuba eutachius
terganggu,sehingga pencegahaan invasi kuman ke dalam telingah tengah juga akan
terganggu.
2. ISPA inflamasi jaringan di sekitarnya ( misalnya : sinusitis,hipertrofi adenoid), atau
reaksi alergi(misalkan rhitis alergia). Pada anak-anak sering terserang ISPA ,makin
besar kemungkinan terjadinya otitis media akut. Pada bayi, OMA dipermudah karena
tuba eutachiusnya pendek,lebar, dan letaknya agak horizontal.
3. Bakteri-bakteri umum yang ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab adalah
streptococcus pnemuniae,haemophylus influenza, moraxella catarrhalis, dan bakteri
pirogenik lain,seperti streptoccus hemolyticus,staphyloccus aureus, E.colli,
pnemuniae vulgaris.
4. Kebiasaan Penggunaan benda keras(jepit rambut/korek api) untuk mengeluarkan
kotoran dari dalam telinga.

C. PATOFISIOLOGI
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas yang menyebar ke
telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka
dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar
saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih

5
untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan
diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Jika lendir
dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan
tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam
tidak dapat bergerak bebas. Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat,
cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena
tekanannya. Otitis media akut yang berlansung selama lebih dari 2 bulan dapat berkemban
menjadi otitis media supuratif kronis apabila factor higine kurang diperhatikan, terapi yang
terlambat, pengobatan tidak adekuat, dan adanya daya tahan tubuh yang kurang baik.

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis OMA secara umum :
1. Biasanya gejala awal berupa sakit telingah tengah yang berat dan menetap.
2. Biasa tergantung gangguan pendengaran yang bersifat sementara.
3. Pada anak kecil dan bayi dapat mulai muntah,dan demam sampai 39,50 c, gelisah,
susah tidur,kejang,memengang telinga yang sakit.
4. Gendang telinga mengalami peradangan yang menonjol.
5. Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu berubah menjadi cairan
jernih dan akhirnya berupah nanah(jika gendang telinga robek).
6. Membrane timpani merah,sering menonjol tanpa tonjolan tulang yang dapat
dilihat.
7. Keluhan nyeri telinga(otalgia), atau rewel dan menarik-narik telinga pada anak
yang belum dapat berbicara.
8. Anoreksia(umum).
9. Limfadonepati servikal anterior.

Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur
pasien. Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah :

1. Stadium oklusi tuba Eustachius


Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam
telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi.
2. Stadium hiperemis (presupurasi)

6
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh
membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk
mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
Membrana timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada
mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat
purulen di kavum timpani. Di tempat ini akan terjadi ruptur.
4. Stadium perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi,
dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah
ke telinga luar.
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali.
Bila terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. Disebut otitis media
supuratif kronik (OMSK) bila berlangsung lebih 1,5 atau 2 bulan. Biasanya terdapat
riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada orang dewasa, didapatkan juga gangguan
pendengaran berupa rasa penuh atau kurang dengar.Pada bayi dan anak kecil gejala
khas otitis media anak adalah suhu tubuh yang tinggi (> 39,5 derajat celsius), gelisah,
sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, diare, kejang, dan kadang-kadang memegang
telinga yang sakit.
E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang serius adalah:
 Infeksi pada tulang di sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis)
 Labirintitis (infeksi pada kanalis semisirkuler)
 Tuli       
 Peradangan pada selaput otak (meningitis)
 Abses Otak

Tanda-tanda terjadinya komplikasi:

 Sakit kepala
 Tuli yang terjadi secara mendadak
 Vertigo (perasaan berputar)
 Demam dan menggigil.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar

7
2. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpany
3. Kultur dan uji sensitifitas: dilakukan bila dilakukan timpanosesntesis (Aspirasi
jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani)
G. PENATALAKSANAAN

Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal


ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan
lokal atau sistemik, dan antipiretik.

1. Stadium Oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif
di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 % untuk anak < 12
tahun atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa.
Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman
2. Stadium Presupurasi

Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah
terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotik
golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan
asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung,
gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal
selama 7 hari.

3. Stadium Supurasi

Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran
timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.

4. Stadium Perforasi

Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga
H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret
akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.

8
5. Stadium Resolusi

Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi
menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap, mungkin telah
terjadi mastoiditis.

a.   Pemberian Antibiotik

1. OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya.


2. Sekitar 80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan antibiotik
tidak
3. mengurangi komplikasi yang dapat terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran.
4. Observasi dapat dilakukan pada sebagian besar kasus. Jika gejala tidak membaik
dalam 48-72 jam atau ada perburukan gejala, antibiotik diberikan.

American Academy of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat


diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut:

Usia Diagnosis pasti Diagnosis meragukan


< 6 bln Antibiotik Antibiotik
6 bln – 2 th Antibiotik Antibiotik jika gejala
berat, observasi jika
gejala ringan
 2 thn Antibiotik jika gejala Observasi
berat, observasi jika
gejala ringan

Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam <39°C
dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang – berat atau
demam 39°C.

Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam
bulan – dua tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada

9
anak di atas dua tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-up harus dipastikan dapat
terlaksana. Analgesia tetap diberikan pada masa observasi.

British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk


menerapkan observasi ini.10 Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan terutama pada
anak tanpa gejala umum seperti demam dan muntah.

Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar
anak adalah amoxicillin.

 Sumber seperti AAFP (American Academy of Family Physician) menganjurkan


pemberian 40 mg/kg berat badan/hari pada anak dengan risiko rendah dan 80
mg/kg berat badan/hari untuk anak dengan risiko tinggi.
 Risiko tinggi yang dimaksud antara lain adalah usia kurang dari dua tahun,
dirawat sehari-hari di daycare, dan ada riwayat pemberian antibiotik dalam tiga
bulan terakhir.
 WHO menganjurkan 15 mg/kg berat badan/pemberian dengan maksimumnya 500
mg.
 AAP menganjurkan dosis 80-90 mg/kg berat badan/hari.6 Dosis ini terkait
dengan meningkatnya persentase bakteri yang tidak dapat diatasi dengan dosis
standar di Amerika Serikat. Dokumentasi adanya bakteri yang resisten terhadap
dosis standar harus didasari hasil kultur dan tes resistensi terhadap antibiotik.
 Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam.
 Dalam 24 jam pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai
terjadi perbaikan. Jika pasien tidak membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada
penyakit lain atau pengobatan yang diberikan tidak memadai. Dalam kasus
seperti ini dipertimbangkan pemberian antibiotik lini kedua. Misalnya:
 Pada pasien dengan gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan
Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, antibiotik yang kemudian
dipilih adalah amoxicillin-clavulanate. Sumber lain menyatakan pemberian
amoxicillin-clavulanate dilakukan jika gejala tidak membaik dalam tujuh hari
atau kembali muncul dalam 14 hari.

 Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin


seperti cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime.

10
 Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau
clarithromycin.
 Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau sulfamethoxazole-
trimethoprim.
 Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak membaik
dengan amoxicillin.
 Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan yang
diambil adalah ceftriaxone selama tiga hari.
 Perlu diperhatikan bahwa cephalosporin yang digunakan pada OMA umumnya
merupakan generasi kedua atau generasi ketiga dengan spektrum luas. Demikian
juga azythromycin atau clarythromycin. Antibiotik dengan spektrum luas,
walaupun dapat membunuh lebih banyak jenis bakteri, memiliki risiko yang lebih
besar. Bakteri normal di tubuh akan dapat terbunuh sehingga keseimbangan flora
di tubuh terganggu. Selain itu risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap
antibiotik akan lebih besar.  
 Pemberian antibiotik pada otitis media dilakukan selama sepuluh hari pada anak
berusia di bawah dua tahun atau anak dengan gejala berat.
 Pada usia enam tahun ke atas, pemberian antibiotik cukup 5-7 hari. Di Inggris,
anjuran pemberian antibiotik adalah 3-7 hari atau lima hari.
 Tidak adanya perbedaan bermakna antara pemberian antibiotik dalam jangka
waktu kurang dari tujuh hari dibandingkan dengan pemberian lebih dari tujuh
hari. Pemberian antibiotik dalam waktu yang lebih lama meningkatkan risiko efek
samping dan resistensi bakteri.

b.    Pemberian Analgesia/pereda nyeri

 Penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri (analgesia).


 Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana seperti
paracetamol atau ibuprofen.
 Namun perlu diperhatikan bahwa pada penggunaan ibuprofen, harus dipastikan
bahwa anak tidak mengalami gangguan pencernaan seperti muntah atau diare
karena ibuprofen dapat memperparah iritasi saluran cerna. 

c.   Obat lain

11
 Pemberian obat-obatan lain seperti antihistamin (antialergi) atau dekongestan
tidak memberikan manfaat bagi anak.
 Pemberian kortikosteroid juga tidak dianjurkan.
 Myringotomy (myringotomy: melubangi gendang telinga untuk mengeluarkan
cairan yang menumpuk di belakangnya) juga hanya dilakukan pada kasus-kasus
khusus di mana terjadi gejala yang sangat berat atau ada komplikasi.
 Cairan yang keluar harus dikultur.
 Pemberian antibiotik sebagai profilaksis untuk mencegah berulangnya OMA
tidak memiliki bukti yang cukup.

12
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
 KASUS
An. K berusia 12 tahun masuk di ruang perawatan THT  dengan keluhan keluar cairan
putih dari telinga kanan yang disertai dengan demam dan nyeri telinga . Orang tua
pasien mengatakan anaknya memiliki riwayat batuk dan pilek yang sering berulang
dan dua hari terakhir tiba-tiba keluar cairan bening dari telinga kiri dengan konsistensi
kenyal. berdasarkan hasil pemeriksaan fisik , didapatkan nyeri pada pergerakan
aurikula , terdapat edema dan serumen kental pada MAE serta terdapat perforasi pada
membrane timpani telinga kanan , tes rinne (-) ,tes weber : lateralisasi kekanan , dan
pada tes bisik , pasien tidak dapat mendengarkan suara berfrekuensi rendah . TTV :
120/80mmHg , N : 110x / menit , P : 20x/menit , S : 39ºC. keluarga  pasien
mengatakan harus bebicara dengan nada tinggi pada klien , karena klien kadang tidak
nyambung bila diajak berbicara dengan suara yang rendah . Klien merasa cemas,
menarik dan malu pada lingkungan karena penyakitnya menimbulkan bau.

1. Biodata
Nama : An.K
Umur : 10 Thn
Jenis kelamin :Laki-laki
2. Keadaan Umum
a. Tanda tanada Vital
1) Tekanan Darah :120/80
2) NAdi : 110x/menit
3) Pernafasan : 20x/menit
4) Suhu : 39oC
3. Pola kesehatan
a. Pola Presepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
1) Keluhan Utama : Nyeri pada telinga
2) Riwayat penyakit sekarang : keluar cairan putih ditelinga kanan klien disertai
dengan demam dan nyeri pada telinga.
3) Riwayat penyakit dahulu : orant tua pasien mengatakan anaknya memiliki
riwayat batuk dan pilek yang sering berulang.

13
4) Riwayat kesehatan keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita atau
mengalami gangguan pengdengaran dan penyakit turunan.
b. Pola Aktivitas Dan Latihan
1) Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien selalu berolahraga/bermain di luar
rumah bersama dengan teman-temanya dan setiap hari pasien selalu pergi ke
sekolah
2) Keadaan sejak sakit
Pasien mengatakan sejak sakit pasien jarang bermain diluar rumah dan jarang
masuk sekolah. Pasien selalu diantar oleh orang tuanya bila ke sekolah.
c. Pola Tidur dan Istirahat
1) Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan tidur siang selama 1 jam/hari dan tidur malam 8 jam/hari.
Pasien mengatakan sebelum tidur biasanya nonton televisi terlebih dahulu.

2) Keadaan sejak sakit


Pasien mengatakan tidak dapat tidur nyenyak seperti sebelumnya dikarenakan
nyeri pada telinganya disertai flu dan batuk yang selalu menyerangnya.
d. Pola presepsi dan Kognitif
1) Sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit tidak mengalami gangguan pendengaran
maupun penglihatan
2) Sejak sakit
Pasien mengatakan sejak sakit Pasien tidak mampu mendengar suara yang
rendah dan sering tidak nyambung saat di ajak bicara.
Tanpak ada nanah ditelinga pasien
e. Pola konsep diri
1) Sejak sakit
Pasien mengatakan sejak sakit pasien malu dengan orang disekitarnya
dikarenakan telinga pasien mengeluarkan cairan yang berbau dan
pasien tidak mampu mendengar pembicaraan yang berfrekuensi
rendah.
f. Pola mekanisme koping dan stress
1)keadaan sejak sakit :

14
Pasien tampak gelisah dan sedih dikarenakan nyeri pada telinganya dan pasien
tampak bertanya-tanya pada orang tua dan perawat tentang penyakitnya
C. PEMERIKSAAN FISIK.
PENDENGARAN
1) Membrane tympany : terdapat perforasi di telinga kanan
2) Tes rinne : (-)
3) Tes webber : laterisasi kanan
4) Tes bisik : pasien tidak dapat mendengarkan suara berfrekuensi rendah
5) Nyeri pada aurikula

UJI SARAF KRANIAL


1) N VIII : tidak berfungsi dengan baik

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri b/d Proses inflamasi pada jaringan telinga tengah
2) Gangguan komunikasi b/d Efek kehilangan pendengaran
3) Resiko tinggi cedera b/d vertigo
4) Cemas b/d nyeri yang semakin memberat

D. INTERVENSI DAN RASIONAL


1) Nyeri b/d Proses inflamasi pada jaringan telinga tengah
Tujuan : Penurunan rasa nyeri
Kriteria hasil : Klien mengungkapkan bahwa nyeri berkurang, klien mampu
melakukan metode pengalihan suasana
a. Intervensi : selidiki keluhan nyeri,perhatikan lokasi, intensitas(skala 0/10 ) dan
factor pemberat atau penghilang
rasional : membantu mengidentifikasi intervensi yang tepat dan mengevaluasi
keefektifan analgesic.
b. Intervensi : Alihkan perhatian klien dengan menggunakan teknik-teknik relaksasi,
relaksasi seperti menerik nafas panjang.
Rasional : Metode pengalihan suasana dengan melakukan relaksasi bisa
mengurangi nyeri yang diderita klien.
c. Intervensi : Atur posisi klien

15
Rasional : Posisi yang sesuai akan membuat klien merasa nyaman.
d. Intervensi : beri informasi kepada klien dan keluarga tentang nyeri yang dirasakan.
Rasional : informasi yang cukup dapat menurangi kecemasan yang dirasakan oleh
klien dan keluarga.
e. Intervensi : Kolaborasi, beri analgesik sesuai indikasi
f. Rasional : Analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif pada pasien untuk 
mengurangi sensasi nyeri dari dalam.
2) Gangguan komunikasi b/d Efek kehilangan pendengaran.
Tujuan : Gangguan komunikasi berkurang / hilang
Kriteria hasil : Klien memakai alat bantu dengar ( jika sesuai ), menerima pesan
melalui metode pilihan ( misal: komunikasi lisan, bahasa lambang,
berbicara dengan jelas pada telinga yang baik
Intervensi : Dapatkan apa metode komunikasi yang diinginkan dan catat pada
rencana perawatan metode yang digunakan oleh staf dan klien,
seperti : tulisan, berbicara, bahasa isyarat.
Rasional : Dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan oleh klien
maka metode yang akan digunakan dapat disesuaikan dengan
kemampuan dan keterbatasan klien
Intervensi : Pantau kemampuan klien untuk menerima pesan secara verbal.

a. Jika ia dapat mendengar pada satu telinga, berbicara dengan


perlahan dan jelas langsung ke telinga yang baik

- Tempatkan klien dengan telinga yang baik berhadapan dengan


pintu

- Dekati klien dari sisi telinga yang baik

b. Jika klien dapat membaca ucapan:

- Lihat langsung pada klien dan bicaralah lambat dan jelas

- Hindari berdiri di depan cahaya karena dapat menyebabkan klien


tidak dapat membaca bibir anda

c. Perkecil distraksi yang dapat menghambat konsentrasi klien

16
- Minimalkan percakapan jika klien kelelahan atau gunakan
komunikasi tertulis

- Tegaskan komunikasi penting dengan menuliskannya

d. Jika ia hanya mampu berbahasa isyarat, sediakan penerjemah.


Alamatkan semua komunikasi pada klien, tidak kepada penerjemah.
Jadi seolah-olah perawat sendiri yang langsung berbicara pada klien
dengan mengabaikan keberadaan penerjemah

Rasional : Pesan yang ingin disampaikan oleh perawat kepada klien dapat
diterima dengan baik oleh klien.

Intervensi : Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan


pemahaman

a. Bicara dengan jelas menghadap individu

b. Ulangi jika kilen tidak memahami seluruh isi pembicaraan

c. Gunakan rabaan dan isyarat untuk meningkatkan komunikasi

d. Validasi pemahaman individu dengan mengajukan pertanyaan yang


memerlukan jawaban lebih dair ya dan tidak

Rasional : Memungkinkan komunikasi dua arah antara perawat dengan klien


dapat berjalan dengan baik dan klien dapat menerima pesan perawat
secara tepat.

3) Resiko tinggi cedera b/d Vertigo


Tujuan : Resiko cedera tidak terjadi
Kriteria hasil : Klien bisa dari cedera yang berkaitan dengan ketidakseimbangan
dan/atau jatuh.
Intervensi : Ajarkan atau tekankan terapi vestibuler/keseimbangan sesuai
ketentuan.
Rasional : Latihan mempercepat kompensasi labirintin, yang dapat mengurangi
vertigo dan gangguan cara jalan.

17
Intervensi : Berikan atau ajari cara pemberian, obat antivertigo dan/atau obat
penenang vestibuler; beri petunjuk pada pasien mengenai efek
sampingnya.
Rasional : Menghilangkan gejala akut vertigo
Intervensi : Dorong pasien unutk berbaring bila merasa pusing; dengan pagar
tempat tidur dinaikkan.
Rasional : Mengurangi kemungkinan jatuh dan cedera.

4) Cemas b/d nyeri yang semakin memberat


Tujuan : Rasa Cemas klien akan berkurang/hilang.
Criteria hasil : klien mampu mengungkapkan ketakutan / kekawatirannya.
Respon klien tampak tersenyum
a. Intervensi : berikan informasi kepada klien seputar kondisinya dan gangguan yang
di alaminya
Rasional :menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan
efektif tanpa menggunakan alat khusus,sehingga dapat mengurangi
cemasnya.
b. Intervensi :diskusikan dengan klien mengenai kemungkinan kemajuan dan fungsi
pendengarannya untuk mempertahankan harapan klien dalam berkomunikasi.
Rasional :harapan-harapan yang tidak realistis tidak dapat mengurangi
kecemasan, justru malah menimbulkan ketidakpercayaan klien terhadap perawat.
c. Intervensi : berikan informasi mengenai kelompok yang juga pernah mengalami
gangguan seperti yang dialami klien untuk memberikan dukungan kepada klien.
Rasional : memungkinkan klien untuk memilih metode komunikasi yang paling
tepat untuk kehidupannya sehari-hari disesuaikan dengan tingkat keterampilannya
sehingga mengurangi rasa cemas dan frustasinya.
d. Intervensi :berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-alat yang tersedia
yang dapat membantu klien.
Rasional : dukungan dari beberapa orang yang memiliki pengalaman yang sama
akan sangat membantu klien.

18
E. EVALUASI
 Nyeri teratasi
 Pasien mampu berkomunikasi dengan baik
 Vertigo pasien teratasi
 Pasien mengerti dan memahami tentang penyakitnya.

F. DISCHARGE PLEANNIG
Karena OMA lebih sering terjadi pada anak-anak dan sering terjadi berulang maka
perawat sebagai Community Organizing memberikan penyuluhan yang berhubungan
dengan penyakit OMA. Beberapa hal yang dapat megurangi risiko OMA yaitu:

 Pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak


 Pemberian ASI minimal selama 6 bulan
 Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring
 Penghindaran pajanan terhadap asap rokok.
 Penghindaran pengeluaran mucus (ingus) dengan paksaan/tekanan yang berlebihan.
 Jangan mengorek-ngorek liang telinga terlalu kasar karena dapat merobek membran
timpani
 Jika ada benda asing yang masuk, datanglah ke dokter untuk meminimalisasi
kerusakan telinga yang terjadi
 Jauhkan telinga dari suara keras
 Menonton televise dan mendengarkan musik dengan volume normal
 Lindungi telinga selama penerbangan
 Mengunyah permen karet ketika pesawat berangkat dan mendarat dapat mencegah
terjadinya perforasi membran timpani

19
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Dalam kasus ini , pada awalnya pasien mengalami infeksi saluran pernapasan atas
(ISPA) dan tonsilitis. Akan tetapi, karena adanya perluasan infeksi di daerah auries media,
maka pasien akan mengalami otitis meda akut. Otitis media akut yang tidak diobati secara
tuntas dapat berlanjut menjadi Otitis media Kronik yang ditandai denagn adanya perforasi
pada membran tympani.

B. SARAN

Hendaknya dilakukan uji kultur pada pasien untuk mengetahui jenis bakteri yang
menginfeksi dan untuk pemberian antibiotik yang tepat.

20

Anda mungkin juga menyukai