Anda di halaman 1dari 26

ULANGAN TENGAH SEMESTER

MATA KULIAH PANCASILA

ARTIKEL YANG
MEMBAHAS TENTANG
POLITIK DAN
IDEOLOGI BANGSA
NAMA: ANNISA HASANAH
NIM: 2010125220052
NOMOR ABSEN: 26
KELAS: 1D PGSD

KEMENTRIAN DAN PENDIDIKAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

BANJARMASIN
ismail - [2010]
2020/2021 home
[Pick the date]
ARTIKEL 1

 Membumikan dan Mengglobalkan Ideologi Pancasila


 Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Membumikan dan Mengglobalkan
Ideologi Pancasila", Klik untuk
baca: https://www.kompas.com/tren/read/2020/10/08/135948465/membumikan-dan-
mengglobalkan-ideologi-pancasila.
 Editor : Heru Margianto

a. Isi artikel
BEBERAPA hari belakangan ini media massa dan media sosial ramai membahas isu
yang dilontarkan oleh pihak tertentu mengenai bahaya kebangkitan Partai Komunis
Indonesia (PKI). Isu tersebut segera mendapat respons publik secara luas karena muncul
berbarengan dengan momen peringatan Gerakan Tigapuluh September (Gestapu) PKI (30
September), Hari Kesaktian Pancasila (1 Oktober) dan Hari Tentara Nasional Indonesia
(TNI) (5 Oktober). Terlepas dari siapa yang melemparkan, apa latar belakang dan apa
pula tujuannya, isu kebangkitan PKI memang sangat sensitif bagi bangsa Indonesia.
Sebab, isu tersebut menyentuh memori historis yang memilukan, sekaligus menohok
sistem ketahanan nasional Indonesia. Salah satu elemen penting dalam sistem ketahanan
nasional adalah ketahanan ideologi. Bagi Indonesia, ideologi yang dimaksudkan tentu
saja ideologi Pancasila. Suryosumarto (1997: 34) menyebutkan bahwa ketahanan
nasional mengandung prinsip dasar pengejawantahan Pancasila dalam segenap aspek
kehidupan nasional. Berbicara tentang ideologi Pancasila, suka tidak suka, kita juga harus
merujuk pada pidato Ir Soekarno dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945. Dalam pidato tersebut ia
menegaskan bahwa Pancasila adalah satu-satunya ideologi yang mampu menyatukan
bangsa Indonesia. Selain itu, Pancasila dapat berperan dalam perdamaian dunia karena
menjadi ideologi penyeimbang antara sosialisme dan kapitalisme. Tantangan berat Secara
filosofis, ideologi Pancasila sudah mencapai titik finalnya. Artinya, rumusan Pancasila
yang ada sekarang paling ideal dan paling sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia yang
multikultural dan berbhineka dalam hal Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA).
Meski demikian, ideologi Pancasila tetap saja berada dalam tantangan yang berat.
Tantangan utama ketahanan ideologi Pancasila, bukan saja datang dari penyokong
ideologi yang bertentangan seperti komunisme, melainkan juga datang dari para
pendukungnya sendiri yang tak menghayati nilai-nilai Pancasila secara konsisten.
Tantangan lainnya adalah semakin banyak warga masyarakat yang terhanyut arus
globalisasi sehingga cenderung menghayati gaya hidup liberal seraya meninggalkan nilai-
nilai Pancasila. Harus diakui bahwa hingga sekarang nilai-nilai filosofis Pancasila belum
menjadi praktik hidup sehari-hari dari sebagian besar warga bangsa Indonesia. Berkenaan
dengan nilai ketuhanan (sila ke-1) misalnya, kita dapat menyaksikan bahwa pada satu sisi
semakin banyak warga merelativir, bahkan mengabaikan ajaran agamanya. Tetapi pada
sisi lain semakin banyak orang pula yang terpapar radikalisme agama. Sementara itu,
semakin banyak warga masyarakat yang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan (sila ke-2).
Hal ini tampak dalam angka kekerasan dalam rumah tangga yang meningkat. Juga, angka
kriminalitas pembunuhan dan aborsi yang cenderung bertambah dari tahun ke tahun.
Nilai persatuan yang dikandung oleh sila ke-3 Pancasila juga kian memudar. Hal ini
terbukti dari semakin meningkatnya kasus konflik antar kelompok masyarakat. Juga,
semakin maraknya ujaran kebencian yang dilontarkan melalui berbagai akun media
sosial. Nilai demokrasi Pancasila (sila ke-4) juga semakin dilemahkan oleh semakin
maraknya praktik politik uang dan politik identitas atau menjadikan etnis, suku, budaya,
agama atau yang lainnya sebagai alat politik. Sementara itu, nilai keadilan sosial (sila ke-
5) semakin tergerus oleh semakin maraknya praktik penyalahgunaan kekuasaan oleh
sejumlah oknum pejabat publik, di pusat ataupun di daerah. Membumikan Pancasila
Berhadapan dengan tantangan yang besar demikian, sudah semestinya seluruh warga
bangsa Indonesia tak boleh diam, berpangku tangan saja Sebaliknya, mereka harus
berusaha untuk semakin membumikan Pancasila melalui beberapa upaya nyata sebagai
berikut. Pertama, seluruh warga bangsa Indonesia harus meyakini bahwa kebhinekaan
adalah sebuah realitas; hadiah dari sang Maha Pencipta. Mereka harus memandang
kebhinekaan sebagai kekuatan atau keunggulan, bukan sebagai kelemahan atau
kekurangan. Berkenaan dengan itu, pada satu sisi mereka harus membangun soliditas
dengan memperkuat relasi ke dalam kelompoknya sendiri. Namun, pada sisi lain, mereka
juga harus mengatasi kecenderungan primordialisme dengan membangun relasi ke luar
(dengan kelompok yang lain), dengan menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai alat
perekat untuk mempertahankan integrasi dan kesatuan bangsa. Jika salah satu atau
keduanya diabaikan, maka secara perlahan namun pasti keutuhan dan ketahanan ideologi
Pancasila akan melemah. Kedua, seluruh warga bangsa Indonesia harus menjadikan nilai-
nilai Pancasila sebagai filter untuk menyaring segala hal yang masuk dari luar namun tak
selaras dengan nilai-nilai Pancasila. Sementara itu, mereka juga perlu bersikap terbuka
terhadap nilai-nilai positif dari bangsa lain dan belajar beradaptasi dengan dinamika
dunia akibat arus globalisasi. Ketiga, seluruh warga bangsa Indonesia juga perlu melalui
berbagai cara memperkenalkan dan membuktikan kepada bangsa-bangsa lain di dunia
bahwa (1) Pancasila mengandung nilai-nilai universal; dan (2) Pancasila adalah ideologi
yang dapat diadopsi dan oleh bangsa-bangsa di dunia guna membangun dunia yang lebih
beradab, damai dan sejahtera. Artinya, Pancasila adalah sumbangan bangsa Indonesia
bagi dunia, demi terciptanya dunia yang lebih manusiawi. Go global Sebagai bagian dari
masyarakat global, bangsa Indonesia seharusnya berbangga karena ideologi yang
dihayatinya mendapat pengakuan dari bangsa-bangsa lain. Ketika bertemu dengan Ketua
Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Megawati Soekarnoputri di
kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (3/5/2018) misalnya, Imam Besar
Al-Azhar Kairo, Mesir, Syekh Ahmad Muhammad Ath-Thayeb memuji ideologi
Pancasila. Menurut Ath-Thayeb, Ideologi Pancasila terbukti mampu menjaga kerukunan
dan mendukung keharmonisan antar warga masyarakat yang berbeda suku dan agama.
Karena itu Pancasila perlu diadopsi di negara lain yang mengalami konflik akibat
masalah ideologi. Sebelumnya, pada November 2010, dalam kuliah umumnya di
Universitas Indonesia, Presiden Amerika Serikat, Barack Obama mengatakan Pancasila
adalah falsafah yang inklusif, dan Bhinneka Tunggal Ika - kesatuan dalam keragaman -
adalah contoh Indonesia untuk dunia. Dengan ideologi tersebut Indonesia akan
memainkan peranan penting dalam abad ke-21 (Tempo.co, 11/11/ 2010). Empat hari
sebelumnya, Paus Benediktus XVI, dalam pidato pembukaan Konferensi Kerukunan
Antar Umat Beragama di Barcelona, Spanyol, menyebut Pancasila sebagai ideologi yang
relevan untuk masyarakat global dewasa ini (BBC News.com, 7/11/ 2010). Jadi, kita
semestinya berbangga dan bersyukur karena memiliki ideologi Pancasila. Pengakuan para
tokoh dunia seharusnya menjadi motivasi bagi kita untuk terus berjuang memperkokoh
ketahanan ideologi Pancasila. Bukan sebaliknya, mengacuhkan apalagi merongrong
ketahanan ideologi Pancasila.
b. Pendapat para ahli tentang artikel diatas
 Pro
-Presiden Amerika Serikat, Barack Obama mengatakan Pancasila adalah falsafah
yang inklusif, dan Bhinneka Tunggal Ika - kesatuan dalam keragaman - adalah
contoh Indonesia untuk dunia. Dengan ideologi tersebut Indonesia akan
memainkan peranan penting dalam abad ke-21 (Tempo.co, 11/11/ 2010).
-Menurut Ath-Thayeb, Ideologi Pancasila terbukti mampu menjaga kerukunan
dan mendukung keharmonisan antar warga masyarakat yang berbeda suku dan
agama. Karena itu Pancasila perlu diadopsi di negara lain yang mengalami konflik
akibat masalah ideologi.
-Paus Benediktus XVI, dalam pidato pembukaan Konferensi Kerukunan Antar
Umat Beragama di Barcelona, Spanyol, menyebut Pancasila sebagai ideologi
yang relevan untuk masyarakat global dewasa ini (BBC News.com, 7/11/ 2010).
 Kontra
-imam mengatakan “Jadi Pancasila dan agama dalam hal ini adalah nasionalisme
dan agama itu tetap satu sekarang ini. Ada pernyataan yang sudah baku, tetapi
kadang agak digoyang-goyang juga. Misalnya dalam undang-undang Islam bahwa
Islam atau muslim itu pasti nasionalis, itu pernyataan mapannya. Tapi kalau
dibuat sebaliknya bahwa yang nasionalis itu belum tentu Islam, itu benar. Karena
ada agama-agama lain selain Islam,” katanya.
Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/345999-dai-harus-membumikan-
pancasila-dalam-dakwah

c. Pendapat saya tentang artikel tersebut


Untuk membumikan dan mengarusutamakan ideologi Pancasila di dunia pendidikan
dengan mengembalikan pelajaran Pancasila di sekolah dan perguruan tinggi.
Pendidikan Pancasila menjadi faktor penentu dalam membumikan Pancasila karena
menyentuh langsung generasi muda sejak usia dini hingga dewasa. Kalangan generasi
muda disasar mengingat kerentanan mereka dalam menerima informasi dan upaya
mencegah agar jangan sampai mereka tergoda oleh ideologi lain yang ingin
menggantikan Pancasila.
Menanggapi pandangan bahwa nilai-nilai Pancasila ternyata cuma teori dan tidak
dilaksanakan dalam kehidupan keseharian dan bahkan cenderung diabaikan, termasuk
oleh pejabat publik, saya kemukakan bahwa hal tersebut merupakan fakta yang tidak
dapat diabaikan. Namun demikian, bukan berarti Pancasila tidak dapat diterapkan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia.
ARTIKEL 2

 'Saya Pancasila': Melawan ancaman ideologi bangsa


 Artikel ini telah tayang di https://www.bbc.com/indonesia/trensosial-40091809
 Editor : Christine Franciska, Heyder Affan
BBC Indonesia
a. Isi artikel
Gerakan 'Saya Pancasila' menggema di media sosial - sebuah pengingat yang dianggap
penting oleh berbagai kalangan untuk melawan arus perlawanan yang semakin nyata.

"Pancasila itu jiwa dan raga kita. Ada di aliran darah dan detak jantung kita, perekat
keutuhan bangsa dan negara," kata Presiden Joko Widodo dalam sebuah klip singkat di
Instagram.

Berlatar bendera merah putih, Jokowi mengakhiri video 34 detik itu dengan kalimat,
"Saya Jokowi, saya Indonesia, saya Pancasila."

'Memburu' pengguna medsos terkait Rizieq: Perlu dilakukan atau mesti ditindak tegas?
Afi Nihaya, remaja Banyuwangi yang dicerca dan dipuji karena bicara toleransi
Pernyataan kuat dari presiden ini muncul dua hari menjelang hari lahir Pancasila, 1 Juni,
seiring penyelenggaraan Pekan Pancasila, mulai tanggal 29 Mei-4 Juni mendatang.
Sejumlah kementerian dan pejabat pemerintah pun kompak menyematkan tagar 'Saya
Pancasila' dalam cuitan di akun media sosial.
"Pancasila adalah pelaksanaan nilai-nilai agama warga Indonesia dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. #SayaPancasila," kata Menteri Agama Lukman
Saifuddin.

Tagar itu telah digunakan lebih dari 38.000 kali, namun tanggapan pengguna media sosial
nyatanya tidak selalu mendukung. Dalam kicauan menteri agama di atas misalnya,
sejumlah orang membalas.

"Terapkan Pancasila menggunakan sistem Islam, agar nilai-nilai Pancasila dapat terwujud
dengan baik dan konsekuen," kata @AgusTrisa. "Pancasila. Ketuhanan yang maha esa.
Artinya esa apa? Satu. Kalau Tuhan nya lebih dari satu Pancasila bukan?" tanya yang
lain.

Memang terancam
Ancaman terhadap ideologi Pancasila amat nyata, kata pengamat politik LIPI,
Syamsuddin Haris. "Ancamannya sangat serius, sebab apa yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok radikal itu kan ingin membatalkan apa yang sudah disepakati oleh
pendiri bangsa," katanya.

Awal Mei lalu, pemerintah telah mengumumkan wacana pembubaran Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI) yang dianggap bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar.

Walau belum resmi dibubarkan, sejumlah perguruan tinggi di Indonesia mulai melarang
kegiatan yang diduga berafiliasi atau mendukung organisasi itu. Sementara HTI dengan
tegas memprotes tindakan ini karena dinilai bertentangan dengan hukum.

Syamsudin Haris menilai upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengingatkan kembali
semangat Pancasila adalah hal penting yang dilakukan.

"Pancasila memang terancam sebagai ideologi nasional bangsa. (Gerakan ini) penting,
sebab kalau tidak, maka kelompok-kelompok yang menamakan diri 'Bela Agama', 'Bela
Islam' menganggap Pancasila itu tidak penting malah mungkin digantikan dengan yang
lain," sambungnya.

Tapi tentu, lanjutnya, butuh upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi
ancaman tetapi tidak mudah. "Bahwa narasi Pancasila diulang-ulang, saya kita sifatnya
mengingatkan. Untuk jangka pendek, enggak ada yang bisa dilakukan kecuali itu. Dalam
jangka panjang butuh kerja keras, khususnya pendidikan."
'Paham kebangsaan memerlukan kedalaman'
Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid mengatakan Pekan Pancasila akan diisi
dengan sejumlah kegiatan termasuk pameran dokumen asli ketika para pendiri negara
mendiskusikan landasan negara, tujuan, cita-citanya.

"Karena selama ini orang dapat itu dari pelajaran sejarah tapi sudah dalam bentuk
rangkumannya saja," katanya kepada BBC Indonesia.

Ada banyak hal yang harus dilakukan selain kampanye 'Saya Pancasila', kata pengamat
politik LIPI.

Hilmar mengatakan agak aneh jika ada kelompok-kelompok yang mengatakan bahwa
pemikiran mereka tidak terwakili atau tidak 'nyambung' dengan Pancasila.

"Negara ini didirikan oleh para pendiri republik dengan pemikiran yang bermacam-
macam. Dan semuanya terwakili. Nah sekarang jika ada pemikiran yang tidak terwakili
dalam sejarah itu, harus kita tanya balik. Lah memang situ aliran pemikirannya dari mana
datangnya kok bisa tidak ada dalam sejarah pemikiran di republik ini?"

Dia menambahkan pameran ini adalah upaya untuk memberi akses pada publik sehingga
masyarakat bisa mengetahui langsung dan menilai sendiri perjalanan bangsa Indonesia.
"Yang paling penting yang ingin kita sampaikan bahwa paham kebangsaan itu
memerlukan kedalaman, kedalaman sejarah," papar Hilmar.

"Kalau pengetahuan yang mendalam ini kita punya, dengan segala macam lika-liku dan
nuansanya, kita menjadi bangsa yang bisa memandang masa lalu, masa kini, dan masa
depan dengan perspektif. Itu yang sekarang kita tidak punya. Dan menurut saya ini
meninggalkan kemanusiaan kita," lanjutnya.

Pada 2016 lalu, Jokowi melalui Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 telah
menetapkan hari lahir Pancasila sebagai hari libur nasional,
b. Pendapat para ahli tentang artikel di atas
 Pro
-Syamsudin Haris menilai upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengingatkan
kembali semangat Pancasila adalah hal penting yang dilakukan.
-"Pancasila adalah pelaksanaan nilai-nilai agama warga Indonesia dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. #SayaPancasila," kata
Menteri Agama Lukman Saifuddin.
 Kontra
-Syamsuddin Haris. "Ancamannya sangat serius, sebab apa yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok radikal itu kan ingin membatalkan apa yang sudah
disepakati oleh pendiri bangsa," katanya.

c. Pendapat saya tentang artikel tersebut


Sebagai warga negara Indonesia yang baik kita telah mengetahui bahwa ideologi negara
kita adalah Pancasila. Pembelajaran ini kita dapatkan dari Sekolah Dasar hingga Sekolah
Menengah Atas. Materi ini kita dapatkan dalam pelajaran kewarganegaraan, dimana kita
harus mengetahui segala ketentuan-ketentuan yang terdapat di Indonesia. Akan tetapi,
ilmu yang kita dapatkan saat di sekolah mengenai Pancasila hanya sedikit, karena kita
hanya diberikan gambaran umumnya saja oleh guru, akibatnya kita tidak memahami
betul nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Saat ini di Indonesia lagi dihebohkan
dengan banyaknya ormas yang anti Pancasila yang membuat pemerintah membubarkan
beberapa ormas yang anti terhadap ideologi bangsa ini. Di samping itu, maraknya
perselisihan antara suku, adat, ras, dan agama saat ini membuat terpecahnya Bhineka
Tunggal Ika di negara kita tercinta ini. Menurut saya kurangnya pengetahuan sejak dini
tentang arti Pancasila lah yang menyebabkan kurangnya rasa toleransi terhadap sesama
Bangsa Indonesia. Maka dari itu penanaman nilai Pancasila harus dimulai sejak dini agar
mengurangi atau bahkan tidak mengulangi kejadian yang mampu memecah persatuan
Indonesia dari bangsa sendiri. Hal yang terpenting harus dilakukan dalam menanamkan
nilai Pancasila ini dimulai dari usia dini hingga remaja.
ARTIKEL 3

 Politik Tanpa ideologi, Politik Tukang Obat


 Artikel ini telah tayang https://tirto.id/politik-tanpa-ideologi-politik-tukang-obat-ek6J
 Editor : Achmad MunjidPengajar Fakultas Ilmu Budaya, UGM
a. Isi artikel
Ideologi dalam politik itu mirip kompas moral yg menjadi petunjuk arah ke mana urusan
publik mau dibawa menurut prinsip-prinsip moral tertentu.

Liberalisme berkeyakinan bahwa kemerdekaan individu menjadi syarat mutlak bagi


kemakmuran ekonomi dan kedaulutan politik. Karena itu, semua urusan publik harus
diatur untuk menjamin kemerdekaan individu itu, termasuk jaminan kebebasan bicara,
kebebasan beragama, kepemilikan individual, dll. Negara tidak boleh ikut campur,
kecuali untuk memastikan tidak adanya pelanggaran hak individu yg satu oleh individu
lainnya. Dalam urusan ekonomi, pasar dan tangan-tangannya yang tak kelihatan menjadi
aturan main yang dianggap menjamin kemerdekaan invididu tadi. Tidak heran,
liberalisme kemudian identik dengan kapitalisme.

Sebaliknya, sosialisme berkeyakinan bahwa kemakmuran ekonomi dan kedaulatan politik


yg sesungguhnya hanya bisa dicapai secara bersama-sama dan itu berarti individu harus
tunduk kepada kepentingan kolektif. Kepentingan kolektif, negara, berdiri di atas semua
kepentingan anggota-anggotanya.
Tentu saja ada spektrum yang luas pada kedua ideologi tersebut, bahkan ada kombinasi
keduanya. Begitu juga, tak terhitung jumlah kombinasi antara salah satu atau kedua
ideologi tersebut dengan ideologi lain, termasuk dengan agama.

Makanya di Amerika Serikat yang semuanya menganut liberalisme/kapitalisme, sebagian


anggota Partai Demokrat misalnya, juga punya 'nuansa' sosialis. Ketika kapitalisme
menjadi ideologi arus utama di tengah masyarakat, sosialisme bisa digunakan sebagai cap
untuk menjatuhkan seseorang, atau sebaliknya, kekuatan untuk mengangkatnya. Obama
dituduh sosialis oleh kaum Republikan yang ingin menjatuhkannya, Bernie Sanders dan
Alexandria Ocasio-Cortez (AOC) 'mengaku' sosialis untuk meraup dukungan kalangan
tertentu. Padahal dua-duanya, ya, kapitalis juga.

Katakan saja Partai Republikan itu kapitalis puritan atau konservatif, sedang Demokrat
itu kapitalis liberal. Meski sama-sama kapitalis, arah kedua partai itu berbeda tajam
dalam banyak kebijakan publik yang penting: pendidikan, asuransi kesehatan, pajak,
kepemilikan/kontrol senjata, lapangan pekerjaan, imigrasi, dll. Perbedaan yang tajam itu
timbul sebagai akibat dari perbedaan corak ideologi, meski masih sama-sama
kapitalisme. Masing-masing punya kompas moral yang berbeda dalam melihat kenyataan
dan merancang kebijakan.

Kedua partai itu hanya bisa "bersatu" sebentar-sebentar dalam apa yang disebut sebagai
politik bipartisan jika yang menjadi pertaruhan adalah kepentingan nasional, seperti
misalnya perang melawan terorisme, krisis keuangan global, bencana alam dan hal-hal
serupa. Di luar itu, sulit sekali mereka melakukan kompromi.

Artinya, dalam berpolitik, dalam pebedaan pilihan kandidat dan partai, orang Amerika
dipandu oleh suatu corak ideologi tertentu sebagai kompas moral. Nilai apa yang
dipertaruhkan dan mau dibawa kemana kehidupan bersama yang menjamin
keberlangsungan nilai-nilai itu akan menjadi pertimbangan utama siapa kandidat yang
mereka pilih.

Masyarakat Indonesia berbeda. Makanya sejak debat capres tempi hari, seperti pernah
saya tulis, sebetulnya tidak ada perbedaan fundamental antara Jokowi dan Prabowo,
kecuali soal teknis kecil-kecil.

Perbedaan dasarnya, ya, cuma "pilih aku atau dia", kelompokku atau kelompok dia,
bukan "kenapa", "demi apa" dan "mau ke mana" memilih calon ini atau itu, karena
pijakan nilai fundamental atau ideologis memang tidak menjadi urusan penting.

Tanpa pijakan ideologi, orang saling berebut, saling mencaci dan mencerca lebih menurut
dasar “kita” atau “mereka” sebagai kerumunan. Siapapun yang mendapat giliran, arah
dan terutama perilakunya sama saja dengan mereka yang semula dijadikan lawan. Tidak
heran, meski banyak politisi yang kemarin kita dengar berkoar-koar dengan retorika “anti
Orba” tapi kemudian justru mengulang Orba ketika berkuasa. Sebab, yang diinginkan
memang adalah posisinya, ideologi tak jadi persoalan.

Makanya, ibarat keledai, kita cenderung berulang-ulang jatuh di lubang yang sama. Atau
lebih buruk dari keledai, binatang yang dianggap begitu bodoh dan keras kepala. Sebab,
dalam pepatah Suriah itu, bunyi asli kalimatnya adalah “Bahkan seekor keledai pun tak
pernah jatuh di lubang yang sama dua kali”!

Sebagai kelanjutan "politik aliran", tentu saja warna ideologis di kalangan publik masih
sangat nyata. Semangat Islamisme dan anti-Cina atau asing yang dipicu retorika
Prabowo, atau sentimen nasionalisme dan anti-radikalisme yang dipicu retorika Jokowi
terlihat jelas di tengah masyarakat. Bahkan, ia telah memakan banyak tumbal yang mahal
di sana-sini.

Tapi kombinasi antara de-ideologisasi politik warisan Orde Baru yang sengaja
menciptakan "massa mengambang" (floating mass) supaya gampang dimanipulasi dan
kemalasan serta kemiskinan visi elit politik kita mengenai arah yang mau dituju akhirnya
membuat ideologi itu tidak pernah benar-benar dipikirkan.

Politik kita adalah politik tanpa ideologi, tanpa kompas moral. Pemilihan pemimpin atau
wakil tingkat nasional pun jadi tidak lebih dari versi lebih besar dari pilihan lurah di
kampung-kampung. Orang-orang berkerumun memilih partai “jagung” atau “singkong”
tanpa tahu persis perbedaan mendasar arah yang hendak ditempuh para calon kelak,
mereka akan melakukan apa saja untuk meningkatkan kualitas kehidupan bersama,
dengan cara bagaimana, demi memperjuangkan nilai apa dan bagaimana mekanismenya
kalau janji itu tak pernah ditunaikan.

Tanpa benar-benar merumuskan pemahaman secara mapan, Pancasila lalu menjadi


tameng, atau lebih tepatnya eskapisme siapa saja dengan tafsir karet yang bisa ditarik-
tarik ke mana pun. Ia menjadi alat untuk melegitimasi apapun atau untuk menelikung
siapa saja. Kuncinya ada pada siapa yang sedang memagang kekuasaan.

Pancasila menjelma pseudo-ideologi yang tafsirnya sering dijadikan dogma, meski basis
atau pijakan penafsirannya sendiri tak pernah dirumuskan secara matang.

Karena tidak ada perbedaan fundamental itulah, maka enteng saja sekarang Jokowi
mengajak Prabowo dan Prabowo senang saja dirangkul Jokowi. Sebab, politik kita hari
ini adalah soal meraih kekuasaan, kebagian atau tidak.
Seperti para penjual kaki lima yang secara "sukarela tapi terpaksa" mau membayar "uang
keamanan", Jokowi berbagi kekuasaan dengan Prabowo supaya aman dari gangguan
mereka yang potensial mengganggu kestabilan kekuasaannya. Prabowo senang saja
menerima tawaran itu, karena orientasinya memang mendapat kekuasaan, bukan
berkuasa untuk memperjuangkan nilai tertentu atau visi tertentu yang berbeda dengan
lawan politiknya.

Menang untuk berkuasa. Kalau kalah tapi tetap bisa mendapat bagian kekuasaan, kenapa
tidak?

Di kalangan elit, ideologi hanya menjadi kembang-kembang, abang-abang lambe,


pemerah bibir, sebagai retorika. Seperti penjual obat di tengah pasar tradisional yang
berjanji berapi-api akan segera mempertunjukkan “atraksi hebat" untuk membuat orang
berkerumun dan membeli dagangannya, atau minimal menonton pertunjukannya.

Orang-orang yang mengira si penjual obat itu bicara sungguhan baru sadar kalau diri
mereka tertipu setelah akhirnya tahu bahwa atraksi hebat itu tidak pernah terjadi.
Celakanya, sebagian sudah terlanjur membeli, atau minimal kehilangan waktu dengan
berkerumun dan menunggu-nunggu.

Pasar sudah bubar. Pada pasaran berikutnya, tukang obat itu akan muncul lagi, dengan
janji yang sama atau sedikit berbeda, dengan pelaku dan penonton yang sama, atau
sedikit berbeda, dengan kekecewaan yang sama atau sedikit berbeda.

Hanya nasib mereka yang tak pernah berubah.

*) Opini kolumnis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian
tanggungjawab redaksi tirto.id.

b. Pendapat para ahli tentang artikel di atas


 Pro
-“Tanpa pijakan ideologi, orang saling berebut, saling mencaci dan mencerca
lebih menurut dasar “kita” atau “mereka” sebagai kerumunan. Siapapun yang
mendapat giliran, arah dan terutama perilakunya sama saja dengan mereka yang
semula dijadikan lawan,” papar Heri Gunawan
-“Orang-orang yang mengira si penjual obat itu bicara sungguhan baru sadar
kalau diri mereka tertipu setelah akhirnya tahu bahwa atraksi hebat itu tidak
pernah terjadi. Celakanya, sebagian sudah terlanjur membeli, atau minimal
kehilangan waktu dengan berkerumun dan menunggu-nunggu,” kata Wakil Ketua
Fraksi Gerindra pada DPR RI
- Obama dituduh sosialis oleh kaum Republikan yang ingin menjatuhkannya,
Bernie Sanders dan Alexandria Ocasio-Cortez (AOC) 'mengaku' sosialis untuk
meraup dukungan kalangan tertentu. Padahal dua-duanya, ya, kapitalis juga.

c. Pendapat saya tentang artikel tersebut


Ideologhi dalam partai politik itu sangat diprioritaskan, karena ideologi tersebut akan
menjadi panutan baik aktor-aktornya maupun para pendukungnya.
Ideologi telah terbang ke awang-awang, seperti dongengan pengantar tidur, dan partai
politik tidak lebih bertindak sebagai pendongeng yang tekun dan membosankan, namun
membayar orang-orang agar mau mendengarkan dongengan mereka.

Upaya membawa ideologi kembali ke parpol seperti membawa anak-anak ke museum


fosil hewan-hewan purbakala. Mereka terpesona namun mengetahui bahwa fosil-fosil itu
berasal dari masa kehidupan yang jauh di belakang dan tidak akan hidup lagi di masa
sekarang.

Padahal, melalui ideologi, memungkinkan terjadinya alih pengetahuan yang kemudian


bisa menjadi perangkat analitik masalah sosial. Wilayah sosial membutuhkan perangkat
analitik yang kaya dan mempertemukan satu titik permasalah ke titik permasalahan
lainnya. Ideologi bisa menjadi pegangan untuk menemukan dan dan mencari jalan keluar
dari kebuntuan-kebuntuan sistem sosial politik.
ARTIKEL 4

 Pemilu Singapura: Apakah partai oposisi akan ubah ranah politik di Singapura?
 Artikel ini telah tayangr di https://www.bbc.com/indonesia/dunia-53494832
a. Isi artikel
Singapura mungkin adalah salah satu negara terkaya dan "terpintar" dunia, namun
sejak merdeka ada satu hal yang baru terwujud sekarang, partai oposisi yang punya
kekuatan. Setelah hasil mengejutkan dalam pemilu baru-baru ini, suara-suara
perubahan bermunculan, tulis wartawan BBC Sharanjit Leyl.

Pada 10 Juli lalu, para pemilih yang memakai masker berdiri tertib mengantre di
tempat pemungutan suara. Pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi bercokol di benak
mereka.

Hasil pemilu tersebut kembali dimenangkan Partai Aksi Rakyat (PAP). Namun,
secara mengejutkan bagi banyak orang, suara yang diperoleh tergerus oleh kubu
oposisi.

Singapura masuk resesi, diprediksi yang terburuk sejak 1965


Singapura, negara yang maju dengan 'memaksa' warganya
Halimah Yacob, presiden Melayu pertama Singapura dalam 47 tahun, dipilih 'tak
demokratis'
Tanpa disangka, partai oposisi terbesar, Partai Pekerja, meraih hasil terbaik sepanjang
sejarah dengan merebut 10 kursi di parlemen.
Padahal, di Singapura, orang yang mendukung partai oposisi dipandang sedang
melancarkan protes. Dan, oleh sebab itu, anggota parlemen sejak dulu sangat jarang.
Kalaupun ada, suara mereka tidak banyak berpengaruh di parlemen.

Saat berkampanye pun, pemimpin Partai Pekerja, Pritam Singh, meyakinkan para
pemilih bahwa partai pimpinannya tidak punya ambisi untuk memerintah. Mereka
hanya ingin dapat menguatkan mekanisme kawal dan imbang (check and balance)
terhadap PAP.

Setelah Partai Pekerja mendulang kesuksesan, Perdana Menteri Lee Hsien Loong
memberi titel kepada Pritam Singh, Pemimpin Resmi Oposisi—pertama kalinya
pemimpin oposisi di Singapura dipandang cukup relevan untuk menyandang predikat
itu.

Dengan titel tersebut, Singh berhak mendapatkan pendanaan negara untuk


memperkerjakan staf dan pengeluaran lainnya, sehingga Partai Pekerja tampak
sebagai oposisi yang punya kekuatan.

Dalam pernyataan kepada BBC, Singh mengaku jumlah kursi yang diraih pihaknya di
parlemen masih sedikit dan "sangat jauh dari sepertiga jumlah kursi yang diperlukan
untuk memecahkan mayoritas super partai berkuasa di parlemen."

Bagaimanapun, peristiwa ini menandai perubahan besar pada ranah politik Singapura
dan bisa menjadi langkah menuju runtuhnya dominasi PAP.

Negara dengan satu partai?


Warga Singapura tidak pernah sekalipun merasakan masa ketika PAP absen dalam
kekuasaan. Partai itu memenangi setiap pemilu sejak Singapura diberikan hak
berkuasa secara mandiri oleh Inggris pada 1959.

Salah satu pendiri PAP adalah Lee Kuan Yew, sosok yang dianggap banyak orang
sebagai arsitek kesuksesan ekonomi Singapura.
Sedemikian eratnya hubungan PAP dengan "LKY", pada pemilu 2015 dukungan
untuk PAP meningkat pesat setelah mendiang tutup usia sesaat sebelum pemilu
berlangsung.

Putra "LKY", Lee Hsien Loong, adalah Perdana Menteri Singapura saat ini.
Walau dipuji karena dianggap menjadi kunci kesuksesan Singapura, PAP juga
dituding menerapkan kebijakan-kebijakan yang mengekang kebebasan publik, seperti
aturan terkait media dan aturan mengenai perkumpulan warga.

Jejak ayah kandung Lee Kuan Yew di Semarang


Kisah Singapura dengan program perumahan umum yang dianggap paling sukses di
dunia
Di balik predikat negara terbaik bagi ekspatriat, Singapura tawarkan lima keunikan
Undang-Undang "berita palsu" tahun lalu—yang memberi kewenangan pada
pemerintah untuk memerintahkan pengubahan unggahan online yang dianggap palsu
dan berbahaya bagi kepentingan publik—meningkatkan kerisauan mengenai
pembatasan kebebasan berekspresi serta penyensoran.

Saat pemilu lalu berlangsung, sejumlah media dan situs yang mengutip komentar dari
kandidat oposisi menjadi korban undang-undang tersebut.

Kemudian, meskipun politik Singapura memakai model pemilu legislatif ala Inggris
(sebuah partai hanya bisa mengajukan satu kandidat untuk satu wilayah), ada
berbagai perbedaan mencolok yang membuat partai oposisi sulit bersaing.

Wilayah-wilayah dengan jumlah pemilih yang banyak di Singapura tidak diwakili


satu anggota parlemen, tapi sebuah tim yang terdiri dari lima anggota parlemen—
disebut Kelompok Perwakilan Konstituensi (GRC).

Sistem itu diberlakukan pada 1988 lalu sebagai cara untuk memasukkan lebih banyak
perwakilan dari etnik Melayu, India, dan etnik lainnya di negara-kota yang
penduduknya mayoritas keturunan Tionghoa. Dengan begitu, sebuah parpol bisa
memajukan satu atau dua caleg dari etnik minoritas.

Akan tetapi, akhir-akhir ini partai oposisi tidak punya sumber daya manusia untuk
merekrut caleg yang punya kemampuan dan berpengalaman untuk bersaing di
wilayah dengan jumlah pemilih banyak.

Karenanya, ketika Partai Pekerja memenangi GRC Aljunied pada 2011, peristiwa itu
dianggap sebagai kemenangan mengejutkan dan terobosan bagi suara oposisi. Tahun
ini, mereka telah merebut wilayah besar lain.

Upaya itu tentu sangat mahal mengingat Singapura merupakan salah satu negara
dengan biaya hidup termahal di dunia.
Seorang caleg harus menyetor S$13.500 atau sekitar Rp143 juta untuk bisa bersaing
dalam pemilu. Agar bisa mendapatkan kembali uang itu, seorang caleg harus
melampaui seperdelapan dari total suara.

Perbedaan elektoral dari setiap wilayah pemilihan juga kerap diubah untuk
mencerminkan pertumbuhan penduduk. Partai-partai oposisi mengeluh bahwa hal ini
dilakukan tidak transparan dan manipulatif, sesuatu yang selalu dibantah pemerintah.

Di samping itu, ada tuduhan lama bahwa wilayah-wilayah yang dikuasai PAP
cenderung mendapat lebih banyak dana pembangunan dan perbaikan fasilitas
ketimbang daerah yang dikuasai oposisi sehingga pemilih pun enggan memilih
oposisi.

PAP menolak permintaan BBC untuk wawancara mengenai topik-topik ini.

Semua hal di atas dapat diartikan, kalaupun partai-partai oposisi bersikap vokal dan
aktif, hampir mustahil bagi mereka untuk bersaing dengan PAP.

'Situasi yang sangat janggal'


Kampanye Pritam Singh berpusat pada premis bahwa pemerintah lebih merespons
kerisauan masyarakat ketika kehilangan kursi, seperti pada 2011 saat PAP mengalami
kekalahan pemilu terburuk kemudian melakukan perubahan kebijakan di bidang
imigrasi—salah satu topik yang menjadi fokus banyak pemilih.

Kesuksesan Partai Pekerja dianggap banyak kaitannya dengan pemilih muda dan
pemilih perdana, yang berjumlah sepertiga dari seluruh pemilih serta yang dipandang
ingin melihat Singapura berkembang sebagai negara demokrasi.

Dugaan serangan PAP terhadap kandidat dari kubu oposisi diperkirakan juga
membuat para pemilih enggan memilih partai berkuasa tersebut..

Eugene Tan, pengamat politik sekaligus asisten profesor hukum di Singapore


Management University, berpendapat hasil pemilu menguatkan pandangan bahwa
para pemilih—terutama pemilih muda—mulai memandang dominasi satu partai
adalah "situasi yang sangat janggal bahkan tidak adil".

Insting PAP dalam "perburuan dominasi politik", papar Tan kepada BBC, "semakin
bertentangan dengan keyakinan para pemilih bahwa persaingan politik dan
keberagaman… adalah bahan penting bagi sistem tata pemerintahan yang kokoh".
Viswa Sadasivan, seorang akademisi dan blogger yang banyak menulis mengenai
politik, mengatakan pemilu lalu adalah sesuatu yang mengubah politik Singapura.

Seperti Eugene Tan, Viswa pernah menjabat "anggota parlemen yang


dinominasikan"—kursi di parlemen yang diberikan kepada individu-indvidu non-
partisan guna memberikan pandangan alternatif.

Jabatan ini diciptakan pada 1990, tatkala anggota parlemen dari kubu oposisi
terbilang sangat jarang dan PAP kerap memenangi pemilu sebelum hari-H lantaran
hampir semua kursi parlemen tidak diperebutkan dengan oposisi.

Hasil pemilu baru-baru ini, katanya kepada BBC, adalah "tamparan pada wajah PM
Lee Hsien Loong yang meminta mandat kuat dari rakyat".

Baik Tan maupun Sadasivan menilai bahwa masih banyak yang harus dibuktikan oleh
partai-partai oposisi setelah PAP mendominasi sekian lamanya.

Meski demikian, menurut Viswa, partai berkuasa akan mendapat tekanan untuk
meninjau ulang serta mencabut kebijakan-kebijakan dan praktik-praktik politik yang
tidak adil dan sistemik.
,
Viswa Sadasivan memprediksi kini akan lebih mudah mendengarkan 'suara-suara
kritis' di Singapura.

Tan mengatakan pemerintahan PAP mungkin akhirnya bisa menerima fakta bahwa
"persepsi publik" mengenai "medan persaingan yang tidak seimbang semakin
menjadi sumber keprihatinan para pemilih.

"Pada akhirnya ini melukai partai berkuasa," katanya.

Tan dan Viswa menilai, dengan suara yang lebih keras dari kubu oposisi, politik
harus mengambil sikap yang lebih kolaboratif—khususnya mengingat ekonomi yang
melesu.

Sebagian besar warga Singapura akhirnya bisa bersepakat, kubu manapun yang
mereka pilih, hasil pemilu lalu adalah pertanda demokrasi di negara mereka menuju
ke arah pendewasaan.

b. Pendapat para ahli tentang artikel diatas


 Kontra
-“pemimpin Partai Pekerja, Pritam Singh, meyakinkan para pemilih bahwa
partai pimpinannya tidak punya ambisi untuk memerintah. Mereka hanya
ingin dapat menguatkan mekanisme kawal dan imbang (check and balance)
terhadap PAP.”
-” Eugene Tan, pengamat politik sekaligus asisten profesor hukum di
Singapore Management University, berpendapat hasil pemilu menguatkan
pandangan bahwa para pemilih—terutama pemilih muda—mulai memandang
dominasi satu partai adalah "situasi yang sangat janggal bahkan tidak adil".”

 Pro
- Viswa Sadasivan, seorang akademisi dan blogger yang banyak menulis
mengenai politik, mengatakan pemilu lalu adalah sesuatu yang mengubah
politik Singapura.
- Sebagian besar warga Singapura akhirnya bisa bersepakat, kubu manapun
yang mereka pilih, hasil pemilu lalu adalah pertanda demokrasi di negara
mereka menuju ke arah pendewasaan.
-“Dengan kehadiran oposisi yang lebih kuat terhadap permintaan
akuntabilitas, Singapura berada dalam posisi yang lebih kuat untuk pulih dari
krisis,” ucap Low kepada Nikkei Asian Review.

c. Pendapat saya tentang artikel tersebut


Demokratisasi semacam ini sangat sehat bagi Singapura. Inilah yang dibutuhkan
Singapura pada periode ini: pertimbangan yang cermat akan berbagai alternatif dan
keragaman gagasan tentang bagaimana beradaptasi dengan masa depan yang penuh
gangguan pasca-pandemi.
ARTIKEL 5

 Komposisi kabinet Jokowi 2019 cermin 'pelanggengan' politik balas budi?


 Artikel ini telah tayang di https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-50135001
a. Isi artikel
Sebagian tokoh yang dianggap pernah berjasa dalam memenangkan pasangan
Jokowi-Ma'ruf Amin di pilpres lalu dipanggil ke istana untuk "mengisi posisi
menteri".

Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Fachry Ali,
menggambarkannya sebagai "politik balas budi" dan ia memandang ini adalah hal
yang lumrah dalam perpolitikan di Indonesia.

"Biasa-biasa saja, hal semacam itu," katanya kepada Muhammad Irham yang
melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Fachry menambahkan, standar etik terkait dengan politik balas budi ini terletak
pada tanggung jawab calon menteri terhadap pekerjaannya kelak.

Nadiem Makarim, Wishnutama, dan Erick Thohir: Para calon menteri muda di
kabinet Jokowi yang diharap membawa perubahan
Prabowo Subianto sanggupi jadi menteri Jokowi, oposisi akan 'makin lemah'
Nadiem Makarim, Erick Thohir, Wishnutama, Mahfud MD dipanggil ke istana
menjelang pengumuman kabinet
"Apakah orang yang ditunjuk itu, bisa mempertanggungjawabkan pekerjaannya
secara profesional. Jadi standard etiknya itu terletak pada profesionalisme,"
tambahnya.

Salah satu yang dipanggil adalah Erick Thohir, ketua tim kampanye nasional
Jokowi dalam pemilihan umum tahun ini.

Sementara itu, peneliti dari Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia,
Hurriyah, menyebut adanya "politik balas budi gaya baru". Kata dia, posisi-posisi
diberikan bukan hanya kepada partai politik.

Hal ini merujuk pada kedatangan Erick Thohir, pengusaha sekaligus mantan
Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin saat Pilpres kemarin.

Begitu pun dengan mantan Tim Kreatif Kampanye Jokowi-Ma'ruf Amin,


Wishnutama.

Pendiri stasiun televisi NET, Wishnutama, turut menyambangi istana untuk


bertemu Presiden Joko Widodo.

"Itu bahkan yang menarik, biasanya politik balas budi itu ke partai politik. Di
periode Pak Jokowi ini posisi-posisi yang dianggap sebagai bentuk balas budi itu
diberikan kepada kelompok nonpartai, ke relawan," katanya.

Senada dengan Fachry, Hurriyah menyatakan pada akhirnya kapasitas dan


profesionalisme akan menjadi ukuran penempatan seseorang di dalam kabinet.

"Karena jangan sampai kemudian misalnya kalau hanya mengandalkan urusan


dukungan politik saja, tak punya kapasitas," jelasnya.

Apa komentar Istana?


Mantan Tenaga Ahli Utama bidang Komunikasi Politik, Kantor Staf Presiden
(KSP), Ali Mochtar Ngabalin, memastikan komposisi profesional di dalam
kabinet akan lebih banyak dibandingkan partai politik.

"Kalau kita lihat dari persentase Bapak Presiden, itu kita lihat 45:55%," katanya.

Eks mantan Tenaga Ahli Utama bidang Komunikasi Politik, Kantor Staf Presiden
(KSP), Ali Mochtar Ngabalin memastikan komposisi profesional di dalam kabinet
akan lebih banyak dibandingkan partai politik.
Ia juga meminta masyarakat mempercayakan susunan kabinet ini kepada
presiden.

"Bapak Presiden berharap dengan 55% itu akan memberikan wajah-wajah baru
dengan kinerja yang fresh, dalam rangka mem-back up presiden dengan seluruh
program pemerintahnnya," kata Ngabalin.

Hari Senin (21/10), sejumlah tokoh mendatangi Istana negara. Mereka


menggunakan kemeja putih, simbol yang diyakini sebagai panggilan mengisi
gerbong kabinet Jokowi periode 2019-2024.

Salah satu tokoh yang dipanggil, Mahfud MD, mengaku telah diajak berbicara
empat mata oleh Presiden Jokowi terkait dengan susunan kabinet.

"Saya nyatakan bersedia. Saya katakan, saya siap bantu negara," kata Mahfud MD
tanpa menjelaskan tentang pos menteri yang akan ia duduki.

"Saya nyatakan bersedia. Saya katakan, saya siap bantu negara," kata Mahfud MD
tanpa menjelaskan tentang pos menteri yang akan ia duduki.

"Beliau [Jokowi] sudah tahu yang cocok untuk saya apa," lanjut Anggota Dewan
Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini.

Mahfud menambahkan, seluruh nama-nama menteri diumumkan langsung


Presiden Jokowi, Rabu (23/10) pagi dan langsung dilantik di hari yang sama.

Selain mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini, sejumlah tokoh lain yang
dipanggil Presiden Jokowi dari kalangan pengusaha, dan partai politik.

Sebagian tokoh sebelumnya telah berjasa dalam memenangkan pasangan Jokowi-


Ma'ruf Amin dalam Pilpres 2019.

Berikut orang-orang yang telah dipanggil Jokowi yang besar kemungkinan akan
diangkat menjadi menteri:

1.Mahfud MD (Anggota Dewan Pengarah BPIP)

- Hampir dipilih sebagai cawapres Jokowi pada Pilpres 2019

- Menolak jadi Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf Amin, tapi tetap mendukung


2.Erick Thohir (Pengusaha)

- Ketua TKN Jokowi-Mar'uf Amin di Pilpres 2019

- Akrab dengan Presiden Jokowi selama Asian Games 2018

3.Wishnutama (Praktisi Media)

- Tim Kreatif Kampanye Jokowi-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019

- Direkomendasikan PSI menjadi Calon Menteri UKM, Ekonomi Kreatif, Startup


dan Pemuda

- Anggota Tim panel seleksi calon anggota DPR PSI (Agustus 2017)

- Sempat didapuk Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019

4.Nadiem Makarim (Pendiri Go-Jek)

- Sempat didapuk Ketua TKN Jokowi-Maruf (September 2018)

- Namanya digadang PSI jadi Cawapres Jokowi (Maret 2018)

- Presiden Jokowi mendukung sejumlah acara Go-Jek

5.Airlangga Hatarto (Ketua Umum Golkar)

- Ikut Kampanye Jokowi-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019

- Menteri Perindustrian (2016 - sekarang)

6.Tito Karnavian (Kapolri)

- Calon tunggal Kapolri yang ditunjuk Jokowi (2016)

- Penanggungjawab pengamanan Pilpres 2019

7.Pratikno (Mensesneg 2014)

- Ketua Tim Seleksi Cawapres 2019


- Dijuluki sebagai 'think tank' Jokowi

8.Fadjroel Rachman (mantan aktivis mahasiswa)

- Pendukung Jokowi-JK di Pilpres 2014

- Komisaris BUMN Utama PT Adhi Karya (2015 - sekarang)

- Pendukung Jokowi-JK di Pilpres 2019

Kejutan dari mantan lawan politik

Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto dan wakilnya, Edhy Prabowo ikut juga
dipanggil oleh Jokowi.

Gerindra merupakan partai penyeimbang dan Prabowo merupakan lawan politik


Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019.

Seperti tokoh yang datang ke Istana, Prabowo bersama Edhy menggunakan


kemeja putih. "Saya diminta membantu beliau di bidang pertahanan," kata
Prabowo kepada wartawan.
"Saya sudah sampaikan keputusan kami dari partai Gerindra apabila diminta kami
siap membantu. Dan hari ini resmi diminta dan kami sudah sanggupi untuk
membantu," kata Prabowo.

"Saya sudah sampaikan, keputusan kami dari partai Gerindra, apabila diminta,
kami siap membantu. Dan hari ini resmi diminta dan kami sudah sanggupi untuk
membantu," kata Prabowo sambil mengatakan Gerindra dapat dua kursi di
kabinet.

Setelah kalah di pilpres, Prabowo diketahui melakukan safari politik ke parpol


koalisi pendukung pemerintah. Tokoh yang ia datangi antara lain Ketua Umum
PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum NasDem, Surya
Paloh.

9.Prabowo Subianto (Mantan Lawan Politik Jokowi)

- Capres 2014 dan 2019

- Ketua Umum Gerindra


- Cawapres 2009 bersama Megawati Soekarnoputri

10. Edhy Prabowo (Wakil Ketua Umum Gerindra)

- Pendukung Prabowo Subianto dalam Pilpres

b. Pendapat para ahli tentang artikel diatas


 Pro
-Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Fachry
Ali, menggambarkannya sebagai "politik balas budi" dan ia memandang ini
adalah hal yang lumrah dalam perpolitikan di Indonesia.
- "Saya nyatakan bersedia. Saya katakan, saya siap bantu negara," kata
Mahfud MD tanpa menjelaskan tentang pos menteri yang akan ia duduki.

 Kontra
- Sementara itu, peneliti dari Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas
Indonesia, Hurriyah, menyebut adanya "politik balas budi gaya baru". Kata
dia, posisi-posisi diberikan bukan hanya kepada partai politik.
- "Itu bahkan yang menarik, biasanya politik balas budi itu ke partai politik. Di
periode Pak Jokowi ini posisi-posisi yang dianggap sebagai bentuk balas budi
itu diberikan kepada kelompok nonpartai, ke relawan," katanya.

c. Pendapat saya mengenai artikel tersebut


Dalam kabinet ini Jokowi mencoba mengakumulasi kekuatan politik sebesar
mungkin. Sebuah langkah yang sangat mencerminkan model kekuasaan Jawa,
dengan berusaha mewujudkan harmoni dan keseimbangan.

Memberikan ruang pada Prabowo–lawan dalam dua kali pemilihan presiden–


sebagai Menteri Pertahanan yang mengatur, menentukan anggaran dan,
mengembangkan pengaruh di tapal militer adalah langkah yang berani sekaligus
mengandung risiko.

Risiko pertama dalam hal kepercayaan dari masyarakat, terutama pemilih yang
tidak mau Prabowo berkuasa.

Risiko kedua adalah ketegangan di dalam kabinet. Keberadaan Prabowo dalam


kabinet akan dibayangi rekam jejak kompetisi antara mereka berdua.

Anda mungkin juga menyukai