ARTIKEL YANG
MEMBAHAS TENTANG
POLITIK DAN
IDEOLOGI BANGSA
NAMA: ANNISA HASANAH
NIM: 2010125220052
NOMOR ABSEN: 26
KELAS: 1D PGSD
BANJARMASIN
ismail - [2010]
2020/2021 home
[Pick the date]
ARTIKEL 1
a. Isi artikel
BEBERAPA hari belakangan ini media massa dan media sosial ramai membahas isu
yang dilontarkan oleh pihak tertentu mengenai bahaya kebangkitan Partai Komunis
Indonesia (PKI). Isu tersebut segera mendapat respons publik secara luas karena muncul
berbarengan dengan momen peringatan Gerakan Tigapuluh September (Gestapu) PKI (30
September), Hari Kesaktian Pancasila (1 Oktober) dan Hari Tentara Nasional Indonesia
(TNI) (5 Oktober). Terlepas dari siapa yang melemparkan, apa latar belakang dan apa
pula tujuannya, isu kebangkitan PKI memang sangat sensitif bagi bangsa Indonesia.
Sebab, isu tersebut menyentuh memori historis yang memilukan, sekaligus menohok
sistem ketahanan nasional Indonesia. Salah satu elemen penting dalam sistem ketahanan
nasional adalah ketahanan ideologi. Bagi Indonesia, ideologi yang dimaksudkan tentu
saja ideologi Pancasila. Suryosumarto (1997: 34) menyebutkan bahwa ketahanan
nasional mengandung prinsip dasar pengejawantahan Pancasila dalam segenap aspek
kehidupan nasional. Berbicara tentang ideologi Pancasila, suka tidak suka, kita juga harus
merujuk pada pidato Ir Soekarno dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945. Dalam pidato tersebut ia
menegaskan bahwa Pancasila adalah satu-satunya ideologi yang mampu menyatukan
bangsa Indonesia. Selain itu, Pancasila dapat berperan dalam perdamaian dunia karena
menjadi ideologi penyeimbang antara sosialisme dan kapitalisme. Tantangan berat Secara
filosofis, ideologi Pancasila sudah mencapai titik finalnya. Artinya, rumusan Pancasila
yang ada sekarang paling ideal dan paling sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia yang
multikultural dan berbhineka dalam hal Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA).
Meski demikian, ideologi Pancasila tetap saja berada dalam tantangan yang berat.
Tantangan utama ketahanan ideologi Pancasila, bukan saja datang dari penyokong
ideologi yang bertentangan seperti komunisme, melainkan juga datang dari para
pendukungnya sendiri yang tak menghayati nilai-nilai Pancasila secara konsisten.
Tantangan lainnya adalah semakin banyak warga masyarakat yang terhanyut arus
globalisasi sehingga cenderung menghayati gaya hidup liberal seraya meninggalkan nilai-
nilai Pancasila. Harus diakui bahwa hingga sekarang nilai-nilai filosofis Pancasila belum
menjadi praktik hidup sehari-hari dari sebagian besar warga bangsa Indonesia. Berkenaan
dengan nilai ketuhanan (sila ke-1) misalnya, kita dapat menyaksikan bahwa pada satu sisi
semakin banyak warga merelativir, bahkan mengabaikan ajaran agamanya. Tetapi pada
sisi lain semakin banyak orang pula yang terpapar radikalisme agama. Sementara itu,
semakin banyak warga masyarakat yang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan (sila ke-2).
Hal ini tampak dalam angka kekerasan dalam rumah tangga yang meningkat. Juga, angka
kriminalitas pembunuhan dan aborsi yang cenderung bertambah dari tahun ke tahun.
Nilai persatuan yang dikandung oleh sila ke-3 Pancasila juga kian memudar. Hal ini
terbukti dari semakin meningkatnya kasus konflik antar kelompok masyarakat. Juga,
semakin maraknya ujaran kebencian yang dilontarkan melalui berbagai akun media
sosial. Nilai demokrasi Pancasila (sila ke-4) juga semakin dilemahkan oleh semakin
maraknya praktik politik uang dan politik identitas atau menjadikan etnis, suku, budaya,
agama atau yang lainnya sebagai alat politik. Sementara itu, nilai keadilan sosial (sila ke-
5) semakin tergerus oleh semakin maraknya praktik penyalahgunaan kekuasaan oleh
sejumlah oknum pejabat publik, di pusat ataupun di daerah. Membumikan Pancasila
Berhadapan dengan tantangan yang besar demikian, sudah semestinya seluruh warga
bangsa Indonesia tak boleh diam, berpangku tangan saja Sebaliknya, mereka harus
berusaha untuk semakin membumikan Pancasila melalui beberapa upaya nyata sebagai
berikut. Pertama, seluruh warga bangsa Indonesia harus meyakini bahwa kebhinekaan
adalah sebuah realitas; hadiah dari sang Maha Pencipta. Mereka harus memandang
kebhinekaan sebagai kekuatan atau keunggulan, bukan sebagai kelemahan atau
kekurangan. Berkenaan dengan itu, pada satu sisi mereka harus membangun soliditas
dengan memperkuat relasi ke dalam kelompoknya sendiri. Namun, pada sisi lain, mereka
juga harus mengatasi kecenderungan primordialisme dengan membangun relasi ke luar
(dengan kelompok yang lain), dengan menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai alat
perekat untuk mempertahankan integrasi dan kesatuan bangsa. Jika salah satu atau
keduanya diabaikan, maka secara perlahan namun pasti keutuhan dan ketahanan ideologi
Pancasila akan melemah. Kedua, seluruh warga bangsa Indonesia harus menjadikan nilai-
nilai Pancasila sebagai filter untuk menyaring segala hal yang masuk dari luar namun tak
selaras dengan nilai-nilai Pancasila. Sementara itu, mereka juga perlu bersikap terbuka
terhadap nilai-nilai positif dari bangsa lain dan belajar beradaptasi dengan dinamika
dunia akibat arus globalisasi. Ketiga, seluruh warga bangsa Indonesia juga perlu melalui
berbagai cara memperkenalkan dan membuktikan kepada bangsa-bangsa lain di dunia
bahwa (1) Pancasila mengandung nilai-nilai universal; dan (2) Pancasila adalah ideologi
yang dapat diadopsi dan oleh bangsa-bangsa di dunia guna membangun dunia yang lebih
beradab, damai dan sejahtera. Artinya, Pancasila adalah sumbangan bangsa Indonesia
bagi dunia, demi terciptanya dunia yang lebih manusiawi. Go global Sebagai bagian dari
masyarakat global, bangsa Indonesia seharusnya berbangga karena ideologi yang
dihayatinya mendapat pengakuan dari bangsa-bangsa lain. Ketika bertemu dengan Ketua
Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Megawati Soekarnoputri di
kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (3/5/2018) misalnya, Imam Besar
Al-Azhar Kairo, Mesir, Syekh Ahmad Muhammad Ath-Thayeb memuji ideologi
Pancasila. Menurut Ath-Thayeb, Ideologi Pancasila terbukti mampu menjaga kerukunan
dan mendukung keharmonisan antar warga masyarakat yang berbeda suku dan agama.
Karena itu Pancasila perlu diadopsi di negara lain yang mengalami konflik akibat
masalah ideologi. Sebelumnya, pada November 2010, dalam kuliah umumnya di
Universitas Indonesia, Presiden Amerika Serikat, Barack Obama mengatakan Pancasila
adalah falsafah yang inklusif, dan Bhinneka Tunggal Ika - kesatuan dalam keragaman -
adalah contoh Indonesia untuk dunia. Dengan ideologi tersebut Indonesia akan
memainkan peranan penting dalam abad ke-21 (Tempo.co, 11/11/ 2010). Empat hari
sebelumnya, Paus Benediktus XVI, dalam pidato pembukaan Konferensi Kerukunan
Antar Umat Beragama di Barcelona, Spanyol, menyebut Pancasila sebagai ideologi yang
relevan untuk masyarakat global dewasa ini (BBC News.com, 7/11/ 2010). Jadi, kita
semestinya berbangga dan bersyukur karena memiliki ideologi Pancasila. Pengakuan para
tokoh dunia seharusnya menjadi motivasi bagi kita untuk terus berjuang memperkokoh
ketahanan ideologi Pancasila. Bukan sebaliknya, mengacuhkan apalagi merongrong
ketahanan ideologi Pancasila.
b. Pendapat para ahli tentang artikel diatas
Pro
-Presiden Amerika Serikat, Barack Obama mengatakan Pancasila adalah falsafah
yang inklusif, dan Bhinneka Tunggal Ika - kesatuan dalam keragaman - adalah
contoh Indonesia untuk dunia. Dengan ideologi tersebut Indonesia akan
memainkan peranan penting dalam abad ke-21 (Tempo.co, 11/11/ 2010).
-Menurut Ath-Thayeb, Ideologi Pancasila terbukti mampu menjaga kerukunan
dan mendukung keharmonisan antar warga masyarakat yang berbeda suku dan
agama. Karena itu Pancasila perlu diadopsi di negara lain yang mengalami konflik
akibat masalah ideologi.
-Paus Benediktus XVI, dalam pidato pembukaan Konferensi Kerukunan Antar
Umat Beragama di Barcelona, Spanyol, menyebut Pancasila sebagai ideologi
yang relevan untuk masyarakat global dewasa ini (BBC News.com, 7/11/ 2010).
Kontra
-imam mengatakan “Jadi Pancasila dan agama dalam hal ini adalah nasionalisme
dan agama itu tetap satu sekarang ini. Ada pernyataan yang sudah baku, tetapi
kadang agak digoyang-goyang juga. Misalnya dalam undang-undang Islam bahwa
Islam atau muslim itu pasti nasionalis, itu pernyataan mapannya. Tapi kalau
dibuat sebaliknya bahwa yang nasionalis itu belum tentu Islam, itu benar. Karena
ada agama-agama lain selain Islam,” katanya.
Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/345999-dai-harus-membumikan-
pancasila-dalam-dakwah
"Pancasila itu jiwa dan raga kita. Ada di aliran darah dan detak jantung kita, perekat
keutuhan bangsa dan negara," kata Presiden Joko Widodo dalam sebuah klip singkat di
Instagram.
Berlatar bendera merah putih, Jokowi mengakhiri video 34 detik itu dengan kalimat,
"Saya Jokowi, saya Indonesia, saya Pancasila."
'Memburu' pengguna medsos terkait Rizieq: Perlu dilakukan atau mesti ditindak tegas?
Afi Nihaya, remaja Banyuwangi yang dicerca dan dipuji karena bicara toleransi
Pernyataan kuat dari presiden ini muncul dua hari menjelang hari lahir Pancasila, 1 Juni,
seiring penyelenggaraan Pekan Pancasila, mulai tanggal 29 Mei-4 Juni mendatang.
Sejumlah kementerian dan pejabat pemerintah pun kompak menyematkan tagar 'Saya
Pancasila' dalam cuitan di akun media sosial.
"Pancasila adalah pelaksanaan nilai-nilai agama warga Indonesia dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. #SayaPancasila," kata Menteri Agama Lukman
Saifuddin.
Tagar itu telah digunakan lebih dari 38.000 kali, namun tanggapan pengguna media sosial
nyatanya tidak selalu mendukung. Dalam kicauan menteri agama di atas misalnya,
sejumlah orang membalas.
"Terapkan Pancasila menggunakan sistem Islam, agar nilai-nilai Pancasila dapat terwujud
dengan baik dan konsekuen," kata @AgusTrisa. "Pancasila. Ketuhanan yang maha esa.
Artinya esa apa? Satu. Kalau Tuhan nya lebih dari satu Pancasila bukan?" tanya yang
lain.
Memang terancam
Ancaman terhadap ideologi Pancasila amat nyata, kata pengamat politik LIPI,
Syamsuddin Haris. "Ancamannya sangat serius, sebab apa yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok radikal itu kan ingin membatalkan apa yang sudah disepakati oleh
pendiri bangsa," katanya.
Awal Mei lalu, pemerintah telah mengumumkan wacana pembubaran Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI) yang dianggap bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar.
Walau belum resmi dibubarkan, sejumlah perguruan tinggi di Indonesia mulai melarang
kegiatan yang diduga berafiliasi atau mendukung organisasi itu. Sementara HTI dengan
tegas memprotes tindakan ini karena dinilai bertentangan dengan hukum.
Syamsudin Haris menilai upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengingatkan kembali
semangat Pancasila adalah hal penting yang dilakukan.
"Pancasila memang terancam sebagai ideologi nasional bangsa. (Gerakan ini) penting,
sebab kalau tidak, maka kelompok-kelompok yang menamakan diri 'Bela Agama', 'Bela
Islam' menganggap Pancasila itu tidak penting malah mungkin digantikan dengan yang
lain," sambungnya.
Tapi tentu, lanjutnya, butuh upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi
ancaman tetapi tidak mudah. "Bahwa narasi Pancasila diulang-ulang, saya kita sifatnya
mengingatkan. Untuk jangka pendek, enggak ada yang bisa dilakukan kecuali itu. Dalam
jangka panjang butuh kerja keras, khususnya pendidikan."
'Paham kebangsaan memerlukan kedalaman'
Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid mengatakan Pekan Pancasila akan diisi
dengan sejumlah kegiatan termasuk pameran dokumen asli ketika para pendiri negara
mendiskusikan landasan negara, tujuan, cita-citanya.
"Karena selama ini orang dapat itu dari pelajaran sejarah tapi sudah dalam bentuk
rangkumannya saja," katanya kepada BBC Indonesia.
Ada banyak hal yang harus dilakukan selain kampanye 'Saya Pancasila', kata pengamat
politik LIPI.
Hilmar mengatakan agak aneh jika ada kelompok-kelompok yang mengatakan bahwa
pemikiran mereka tidak terwakili atau tidak 'nyambung' dengan Pancasila.
"Negara ini didirikan oleh para pendiri republik dengan pemikiran yang bermacam-
macam. Dan semuanya terwakili. Nah sekarang jika ada pemikiran yang tidak terwakili
dalam sejarah itu, harus kita tanya balik. Lah memang situ aliran pemikirannya dari mana
datangnya kok bisa tidak ada dalam sejarah pemikiran di republik ini?"
Dia menambahkan pameran ini adalah upaya untuk memberi akses pada publik sehingga
masyarakat bisa mengetahui langsung dan menilai sendiri perjalanan bangsa Indonesia.
"Yang paling penting yang ingin kita sampaikan bahwa paham kebangsaan itu
memerlukan kedalaman, kedalaman sejarah," papar Hilmar.
"Kalau pengetahuan yang mendalam ini kita punya, dengan segala macam lika-liku dan
nuansanya, kita menjadi bangsa yang bisa memandang masa lalu, masa kini, dan masa
depan dengan perspektif. Itu yang sekarang kita tidak punya. Dan menurut saya ini
meninggalkan kemanusiaan kita," lanjutnya.
Pada 2016 lalu, Jokowi melalui Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 telah
menetapkan hari lahir Pancasila sebagai hari libur nasional,
b. Pendapat para ahli tentang artikel di atas
Pro
-Syamsudin Haris menilai upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengingatkan
kembali semangat Pancasila adalah hal penting yang dilakukan.
-"Pancasila adalah pelaksanaan nilai-nilai agama warga Indonesia dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. #SayaPancasila," kata
Menteri Agama Lukman Saifuddin.
Kontra
-Syamsuddin Haris. "Ancamannya sangat serius, sebab apa yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok radikal itu kan ingin membatalkan apa yang sudah
disepakati oleh pendiri bangsa," katanya.
Katakan saja Partai Republikan itu kapitalis puritan atau konservatif, sedang Demokrat
itu kapitalis liberal. Meski sama-sama kapitalis, arah kedua partai itu berbeda tajam
dalam banyak kebijakan publik yang penting: pendidikan, asuransi kesehatan, pajak,
kepemilikan/kontrol senjata, lapangan pekerjaan, imigrasi, dll. Perbedaan yang tajam itu
timbul sebagai akibat dari perbedaan corak ideologi, meski masih sama-sama
kapitalisme. Masing-masing punya kompas moral yang berbeda dalam melihat kenyataan
dan merancang kebijakan.
Kedua partai itu hanya bisa "bersatu" sebentar-sebentar dalam apa yang disebut sebagai
politik bipartisan jika yang menjadi pertaruhan adalah kepentingan nasional, seperti
misalnya perang melawan terorisme, krisis keuangan global, bencana alam dan hal-hal
serupa. Di luar itu, sulit sekali mereka melakukan kompromi.
Artinya, dalam berpolitik, dalam pebedaan pilihan kandidat dan partai, orang Amerika
dipandu oleh suatu corak ideologi tertentu sebagai kompas moral. Nilai apa yang
dipertaruhkan dan mau dibawa kemana kehidupan bersama yang menjamin
keberlangsungan nilai-nilai itu akan menjadi pertimbangan utama siapa kandidat yang
mereka pilih.
Masyarakat Indonesia berbeda. Makanya sejak debat capres tempi hari, seperti pernah
saya tulis, sebetulnya tidak ada perbedaan fundamental antara Jokowi dan Prabowo,
kecuali soal teknis kecil-kecil.
Perbedaan dasarnya, ya, cuma "pilih aku atau dia", kelompokku atau kelompok dia,
bukan "kenapa", "demi apa" dan "mau ke mana" memilih calon ini atau itu, karena
pijakan nilai fundamental atau ideologis memang tidak menjadi urusan penting.
Tanpa pijakan ideologi, orang saling berebut, saling mencaci dan mencerca lebih menurut
dasar “kita” atau “mereka” sebagai kerumunan. Siapapun yang mendapat giliran, arah
dan terutama perilakunya sama saja dengan mereka yang semula dijadikan lawan. Tidak
heran, meski banyak politisi yang kemarin kita dengar berkoar-koar dengan retorika “anti
Orba” tapi kemudian justru mengulang Orba ketika berkuasa. Sebab, yang diinginkan
memang adalah posisinya, ideologi tak jadi persoalan.
Makanya, ibarat keledai, kita cenderung berulang-ulang jatuh di lubang yang sama. Atau
lebih buruk dari keledai, binatang yang dianggap begitu bodoh dan keras kepala. Sebab,
dalam pepatah Suriah itu, bunyi asli kalimatnya adalah “Bahkan seekor keledai pun tak
pernah jatuh di lubang yang sama dua kali”!
Sebagai kelanjutan "politik aliran", tentu saja warna ideologis di kalangan publik masih
sangat nyata. Semangat Islamisme dan anti-Cina atau asing yang dipicu retorika
Prabowo, atau sentimen nasionalisme dan anti-radikalisme yang dipicu retorika Jokowi
terlihat jelas di tengah masyarakat. Bahkan, ia telah memakan banyak tumbal yang mahal
di sana-sini.
Tapi kombinasi antara de-ideologisasi politik warisan Orde Baru yang sengaja
menciptakan "massa mengambang" (floating mass) supaya gampang dimanipulasi dan
kemalasan serta kemiskinan visi elit politik kita mengenai arah yang mau dituju akhirnya
membuat ideologi itu tidak pernah benar-benar dipikirkan.
Politik kita adalah politik tanpa ideologi, tanpa kompas moral. Pemilihan pemimpin atau
wakil tingkat nasional pun jadi tidak lebih dari versi lebih besar dari pilihan lurah di
kampung-kampung. Orang-orang berkerumun memilih partai “jagung” atau “singkong”
tanpa tahu persis perbedaan mendasar arah yang hendak ditempuh para calon kelak,
mereka akan melakukan apa saja untuk meningkatkan kualitas kehidupan bersama,
dengan cara bagaimana, demi memperjuangkan nilai apa dan bagaimana mekanismenya
kalau janji itu tak pernah ditunaikan.
Pancasila menjelma pseudo-ideologi yang tafsirnya sering dijadikan dogma, meski basis
atau pijakan penafsirannya sendiri tak pernah dirumuskan secara matang.
Karena tidak ada perbedaan fundamental itulah, maka enteng saja sekarang Jokowi
mengajak Prabowo dan Prabowo senang saja dirangkul Jokowi. Sebab, politik kita hari
ini adalah soal meraih kekuasaan, kebagian atau tidak.
Seperti para penjual kaki lima yang secara "sukarela tapi terpaksa" mau membayar "uang
keamanan", Jokowi berbagi kekuasaan dengan Prabowo supaya aman dari gangguan
mereka yang potensial mengganggu kestabilan kekuasaannya. Prabowo senang saja
menerima tawaran itu, karena orientasinya memang mendapat kekuasaan, bukan
berkuasa untuk memperjuangkan nilai tertentu atau visi tertentu yang berbeda dengan
lawan politiknya.
Menang untuk berkuasa. Kalau kalah tapi tetap bisa mendapat bagian kekuasaan, kenapa
tidak?
Orang-orang yang mengira si penjual obat itu bicara sungguhan baru sadar kalau diri
mereka tertipu setelah akhirnya tahu bahwa atraksi hebat itu tidak pernah terjadi.
Celakanya, sebagian sudah terlanjur membeli, atau minimal kehilangan waktu dengan
berkerumun dan menunggu-nunggu.
Pasar sudah bubar. Pada pasaran berikutnya, tukang obat itu akan muncul lagi, dengan
janji yang sama atau sedikit berbeda, dengan pelaku dan penonton yang sama, atau
sedikit berbeda, dengan kekecewaan yang sama atau sedikit berbeda.
*) Opini kolumnis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian
tanggungjawab redaksi tirto.id.
Pemilu Singapura: Apakah partai oposisi akan ubah ranah politik di Singapura?
Artikel ini telah tayangr di https://www.bbc.com/indonesia/dunia-53494832
a. Isi artikel
Singapura mungkin adalah salah satu negara terkaya dan "terpintar" dunia, namun
sejak merdeka ada satu hal yang baru terwujud sekarang, partai oposisi yang punya
kekuatan. Setelah hasil mengejutkan dalam pemilu baru-baru ini, suara-suara
perubahan bermunculan, tulis wartawan BBC Sharanjit Leyl.
Pada 10 Juli lalu, para pemilih yang memakai masker berdiri tertib mengantre di
tempat pemungutan suara. Pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi bercokol di benak
mereka.
Hasil pemilu tersebut kembali dimenangkan Partai Aksi Rakyat (PAP). Namun,
secara mengejutkan bagi banyak orang, suara yang diperoleh tergerus oleh kubu
oposisi.
Saat berkampanye pun, pemimpin Partai Pekerja, Pritam Singh, meyakinkan para
pemilih bahwa partai pimpinannya tidak punya ambisi untuk memerintah. Mereka
hanya ingin dapat menguatkan mekanisme kawal dan imbang (check and balance)
terhadap PAP.
Setelah Partai Pekerja mendulang kesuksesan, Perdana Menteri Lee Hsien Loong
memberi titel kepada Pritam Singh, Pemimpin Resmi Oposisi—pertama kalinya
pemimpin oposisi di Singapura dipandang cukup relevan untuk menyandang predikat
itu.
Dalam pernyataan kepada BBC, Singh mengaku jumlah kursi yang diraih pihaknya di
parlemen masih sedikit dan "sangat jauh dari sepertiga jumlah kursi yang diperlukan
untuk memecahkan mayoritas super partai berkuasa di parlemen."
Bagaimanapun, peristiwa ini menandai perubahan besar pada ranah politik Singapura
dan bisa menjadi langkah menuju runtuhnya dominasi PAP.
Salah satu pendiri PAP adalah Lee Kuan Yew, sosok yang dianggap banyak orang
sebagai arsitek kesuksesan ekonomi Singapura.
Sedemikian eratnya hubungan PAP dengan "LKY", pada pemilu 2015 dukungan
untuk PAP meningkat pesat setelah mendiang tutup usia sesaat sebelum pemilu
berlangsung.
Putra "LKY", Lee Hsien Loong, adalah Perdana Menteri Singapura saat ini.
Walau dipuji karena dianggap menjadi kunci kesuksesan Singapura, PAP juga
dituding menerapkan kebijakan-kebijakan yang mengekang kebebasan publik, seperti
aturan terkait media dan aturan mengenai perkumpulan warga.
Saat pemilu lalu berlangsung, sejumlah media dan situs yang mengutip komentar dari
kandidat oposisi menjadi korban undang-undang tersebut.
Kemudian, meskipun politik Singapura memakai model pemilu legislatif ala Inggris
(sebuah partai hanya bisa mengajukan satu kandidat untuk satu wilayah), ada
berbagai perbedaan mencolok yang membuat partai oposisi sulit bersaing.
Sistem itu diberlakukan pada 1988 lalu sebagai cara untuk memasukkan lebih banyak
perwakilan dari etnik Melayu, India, dan etnik lainnya di negara-kota yang
penduduknya mayoritas keturunan Tionghoa. Dengan begitu, sebuah parpol bisa
memajukan satu atau dua caleg dari etnik minoritas.
Akan tetapi, akhir-akhir ini partai oposisi tidak punya sumber daya manusia untuk
merekrut caleg yang punya kemampuan dan berpengalaman untuk bersaing di
wilayah dengan jumlah pemilih banyak.
Karenanya, ketika Partai Pekerja memenangi GRC Aljunied pada 2011, peristiwa itu
dianggap sebagai kemenangan mengejutkan dan terobosan bagi suara oposisi. Tahun
ini, mereka telah merebut wilayah besar lain.
Upaya itu tentu sangat mahal mengingat Singapura merupakan salah satu negara
dengan biaya hidup termahal di dunia.
Seorang caleg harus menyetor S$13.500 atau sekitar Rp143 juta untuk bisa bersaing
dalam pemilu. Agar bisa mendapatkan kembali uang itu, seorang caleg harus
melampaui seperdelapan dari total suara.
Perbedaan elektoral dari setiap wilayah pemilihan juga kerap diubah untuk
mencerminkan pertumbuhan penduduk. Partai-partai oposisi mengeluh bahwa hal ini
dilakukan tidak transparan dan manipulatif, sesuatu yang selalu dibantah pemerintah.
Di samping itu, ada tuduhan lama bahwa wilayah-wilayah yang dikuasai PAP
cenderung mendapat lebih banyak dana pembangunan dan perbaikan fasilitas
ketimbang daerah yang dikuasai oposisi sehingga pemilih pun enggan memilih
oposisi.
Semua hal di atas dapat diartikan, kalaupun partai-partai oposisi bersikap vokal dan
aktif, hampir mustahil bagi mereka untuk bersaing dengan PAP.
Kesuksesan Partai Pekerja dianggap banyak kaitannya dengan pemilih muda dan
pemilih perdana, yang berjumlah sepertiga dari seluruh pemilih serta yang dipandang
ingin melihat Singapura berkembang sebagai negara demokrasi.
Dugaan serangan PAP terhadap kandidat dari kubu oposisi diperkirakan juga
membuat para pemilih enggan memilih partai berkuasa tersebut..
Insting PAP dalam "perburuan dominasi politik", papar Tan kepada BBC, "semakin
bertentangan dengan keyakinan para pemilih bahwa persaingan politik dan
keberagaman… adalah bahan penting bagi sistem tata pemerintahan yang kokoh".
Viswa Sadasivan, seorang akademisi dan blogger yang banyak menulis mengenai
politik, mengatakan pemilu lalu adalah sesuatu yang mengubah politik Singapura.
Jabatan ini diciptakan pada 1990, tatkala anggota parlemen dari kubu oposisi
terbilang sangat jarang dan PAP kerap memenangi pemilu sebelum hari-H lantaran
hampir semua kursi parlemen tidak diperebutkan dengan oposisi.
Hasil pemilu baru-baru ini, katanya kepada BBC, adalah "tamparan pada wajah PM
Lee Hsien Loong yang meminta mandat kuat dari rakyat".
Baik Tan maupun Sadasivan menilai bahwa masih banyak yang harus dibuktikan oleh
partai-partai oposisi setelah PAP mendominasi sekian lamanya.
Meski demikian, menurut Viswa, partai berkuasa akan mendapat tekanan untuk
meninjau ulang serta mencabut kebijakan-kebijakan dan praktik-praktik politik yang
tidak adil dan sistemik.
,
Viswa Sadasivan memprediksi kini akan lebih mudah mendengarkan 'suara-suara
kritis' di Singapura.
Tan mengatakan pemerintahan PAP mungkin akhirnya bisa menerima fakta bahwa
"persepsi publik" mengenai "medan persaingan yang tidak seimbang semakin
menjadi sumber keprihatinan para pemilih.
Tan dan Viswa menilai, dengan suara yang lebih keras dari kubu oposisi, politik
harus mengambil sikap yang lebih kolaboratif—khususnya mengingat ekonomi yang
melesu.
Sebagian besar warga Singapura akhirnya bisa bersepakat, kubu manapun yang
mereka pilih, hasil pemilu lalu adalah pertanda demokrasi di negara mereka menuju
ke arah pendewasaan.
Pro
- Viswa Sadasivan, seorang akademisi dan blogger yang banyak menulis
mengenai politik, mengatakan pemilu lalu adalah sesuatu yang mengubah
politik Singapura.
- Sebagian besar warga Singapura akhirnya bisa bersepakat, kubu manapun
yang mereka pilih, hasil pemilu lalu adalah pertanda demokrasi di negara
mereka menuju ke arah pendewasaan.
-“Dengan kehadiran oposisi yang lebih kuat terhadap permintaan
akuntabilitas, Singapura berada dalam posisi yang lebih kuat untuk pulih dari
krisis,” ucap Low kepada Nikkei Asian Review.
Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Fachry Ali,
menggambarkannya sebagai "politik balas budi" dan ia memandang ini adalah hal
yang lumrah dalam perpolitikan di Indonesia.
"Biasa-biasa saja, hal semacam itu," katanya kepada Muhammad Irham yang
melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Fachry menambahkan, standar etik terkait dengan politik balas budi ini terletak
pada tanggung jawab calon menteri terhadap pekerjaannya kelak.
Nadiem Makarim, Wishnutama, dan Erick Thohir: Para calon menteri muda di
kabinet Jokowi yang diharap membawa perubahan
Prabowo Subianto sanggupi jadi menteri Jokowi, oposisi akan 'makin lemah'
Nadiem Makarim, Erick Thohir, Wishnutama, Mahfud MD dipanggil ke istana
menjelang pengumuman kabinet
"Apakah orang yang ditunjuk itu, bisa mempertanggungjawabkan pekerjaannya
secara profesional. Jadi standard etiknya itu terletak pada profesionalisme,"
tambahnya.
Salah satu yang dipanggil adalah Erick Thohir, ketua tim kampanye nasional
Jokowi dalam pemilihan umum tahun ini.
Sementara itu, peneliti dari Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia,
Hurriyah, menyebut adanya "politik balas budi gaya baru". Kata dia, posisi-posisi
diberikan bukan hanya kepada partai politik.
Hal ini merujuk pada kedatangan Erick Thohir, pengusaha sekaligus mantan
Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin saat Pilpres kemarin.
"Itu bahkan yang menarik, biasanya politik balas budi itu ke partai politik. Di
periode Pak Jokowi ini posisi-posisi yang dianggap sebagai bentuk balas budi itu
diberikan kepada kelompok nonpartai, ke relawan," katanya.
"Kalau kita lihat dari persentase Bapak Presiden, itu kita lihat 45:55%," katanya.
Eks mantan Tenaga Ahli Utama bidang Komunikasi Politik, Kantor Staf Presiden
(KSP), Ali Mochtar Ngabalin memastikan komposisi profesional di dalam kabinet
akan lebih banyak dibandingkan partai politik.
Ia juga meminta masyarakat mempercayakan susunan kabinet ini kepada
presiden.
"Bapak Presiden berharap dengan 55% itu akan memberikan wajah-wajah baru
dengan kinerja yang fresh, dalam rangka mem-back up presiden dengan seluruh
program pemerintahnnya," kata Ngabalin.
Salah satu tokoh yang dipanggil, Mahfud MD, mengaku telah diajak berbicara
empat mata oleh Presiden Jokowi terkait dengan susunan kabinet.
"Saya nyatakan bersedia. Saya katakan, saya siap bantu negara," kata Mahfud MD
tanpa menjelaskan tentang pos menteri yang akan ia duduki.
"Saya nyatakan bersedia. Saya katakan, saya siap bantu negara," kata Mahfud MD
tanpa menjelaskan tentang pos menteri yang akan ia duduki.
"Beliau [Jokowi] sudah tahu yang cocok untuk saya apa," lanjut Anggota Dewan
Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini.
Selain mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini, sejumlah tokoh lain yang
dipanggil Presiden Jokowi dari kalangan pengusaha, dan partai politik.
Berikut orang-orang yang telah dipanggil Jokowi yang besar kemungkinan akan
diangkat menjadi menteri:
- Anggota Tim panel seleksi calon anggota DPR PSI (Agustus 2017)
Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto dan wakilnya, Edhy Prabowo ikut juga
dipanggil oleh Jokowi.
"Saya sudah sampaikan, keputusan kami dari partai Gerindra, apabila diminta,
kami siap membantu. Dan hari ini resmi diminta dan kami sudah sanggupi untuk
membantu," kata Prabowo sambil mengatakan Gerindra dapat dua kursi di
kabinet.
Kontra
- Sementara itu, peneliti dari Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas
Indonesia, Hurriyah, menyebut adanya "politik balas budi gaya baru". Kata
dia, posisi-posisi diberikan bukan hanya kepada partai politik.
- "Itu bahkan yang menarik, biasanya politik balas budi itu ke partai politik. Di
periode Pak Jokowi ini posisi-posisi yang dianggap sebagai bentuk balas budi
itu diberikan kepada kelompok nonpartai, ke relawan," katanya.
Risiko pertama dalam hal kepercayaan dari masyarakat, terutama pemilih yang
tidak mau Prabowo berkuasa.