Hukper01 2021 Kartika 246
Hukper01 2021 Kartika 246
A. Pembidangan Hukum
Hukum Publik
o Hukum public adalah ketentuan hukum yang mengatur hal-hal yang menyangkut
kepentungan umum. Hukum publik merupakan hukum yang mengatur hubungan
antara negara dengan warga negaranya, negara sebagai subjek hukum diwakili
oleh pemerintah yang berkuasa. Hukum public meliputi Hukum Tata Negara,
Hukum Administrasi Negara, Pidana, dan Hukum Internasional
Hukum Privat
o Hukum privat mengatur hal-hal yang bersifat keperdataan (perseorangan). Pada
hukum privat, setiap individu atau warga negara memiliki kebebasan untuk
menentukan dan melakukan tindakan hukum masing-masing. Dalam konteks
hukum privat, negara hanya hadir sebagai mediator atas keinginan dan permintaan
dari warga negaranya. Hukum privat meliputi Hukum Perdata dan Hukum
Dagang.
Perbedaan pada kedua bidang hukum di atas terlihat pada sifatnya. Hukum public
menitikberatkan kepentingan umum. Sedangkan hukum privat menitikberatkan pada
kepentingan perorangan dan dampaknya hanya dirasakan oleh pihak-pihak yang terlibat.
Hukum perdata adalah segala hukum pokok yang mengatur tentang kepentingan
perseorangan.
Hukum perdata mengatur hubungan hukum antara individu/warga negara atau badan
hukum yang lain dalam pergaulan masyarakat.
Hukum Perdata dalam arti sempit adalah seluruh peraturan yang terdapat dalam
KUHPerdata, seperti hukum perorangan, hukum benda hukum keluarga, dan lain-lain.1
Hukum perdata dalam arti luas adalah seluruh peraturan yang terdapat dalam
KUHperdata, KUHD, serta peraturan undang-undang tambahan. Seperti hukum agrarian,
hukum adat, hukum islam, dan lain-lain.2
1
P.N.H Simanjuntak, Hukum Pedata Indonesia, (Jakarta Prenadamedia Group, 2018), hlm.8
2
Ibid
Hukum perdata materiil berisikan kumpulan peraturan perundang-undangan yang
mengatur hubungan hukum tentang hak dan kewajiban keperdataan antara satu pihak
dengan pihak lainnya. Contohnya, KUHPerdata, KUHD, Hukum Waris, dll.3
Hukum perdata formil berisikan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
pelaksanaan sanksi hukuman apabila terjadi pelangaran terhadap hak-hak keperdataan
seseorang sesuai dengan hukum perdata materiil yang menyebabkan kerugian bagi pihak
lain. Hukum perdata formil dapat disebut dengan hukum acara perdata
Pelanggaran pada hukum perdata tergantung pihak yang merasa dirugikan → adanya
tuntutan berupa ganti rugi.
Pelanggaran terhadap kepentingan umum diserahkan kepada pemerintah selaku ototritas
yang mewakili kepentingan publik untuk melakukan penuntutan.
Prof. Soediman K.: Hukum Perdata (materiil) ialah kesemuanya kaidah hukum yang
menentukan dan mengatur hak hak dan kewajiban perdata.4
Prof. R. Soebekti: Membedakan antara hukum perdata dalam arti luas meliputi hukum
privat.5
Prof. Dr. Soedewi: Hukum yang mengatur kepentingan antar warga negara perseorangan
yang satu dengan warga yang lain.6
Prof. Wirdjono Prodjodikoro: Rangkaian hukum antar orang/badan hukum.7
📌 Norma hukum: serangkaian aturan yang ditujukan untuk melindungi kepentingan masyarakat
demi menghindari chaos
3
Ibid, hlm.9
4
Soediman Kartohadioridji, Pengantar Tata Hukum di Insonesia, (Jakarta:Ghalia Indonesia,1984), hlm.72
5
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta:Intermasa), hlm,9
6
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hukum Benda, (Yogyakarta:Liberty,1981), hlm.1
7
R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perdata, (Jakarta:Sumur Bandung 1992), hlm.10-11
Hukum Orang: seluruh norma hukum yang mengatur kedudukan orang sebagai subjek
hukum, kecakapan bertindak dalam lalu lintas hukum.
Hukum Keluarga: norma hukum yang mengatur hubungan hukum yang bersumber
pertalian keluarga (perkawinan, kekuatan orang tua, perwalian, dan pengampuan)
Hukum Kekayaan: norma hukum yang mengatur subjek hukum dan harta
kekayaannya/mengatur hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang.
Hukum Waris: norma hukum yang mengatur peralihan hak dan kewajiban pewaris
kepada ahli waris.
Buku III perikatan → memuat hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak
tertentu.
Buku IV pembuktian dan daluwarsa → memuat perihal alat-alat pembuktian dan
akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.
Hukum perdata berfungsi untuk menciptakan tertib hukum dalam masyarakat dan
mencegah terjadinya benturan kepentingan masyarakat.
Common Law: Hukum perdata untuk menghindari benturan kepentingan.
Sumber hukum utama: Hukum Romawi Jermani → hukum tertulis, kodifikasi
Terdapat kerajaan dengan sistem hukum berupa hukum adat tidak tertulis.
Mayoritas wilayah dengan penduduk Islam menganut hukum Islam yang memiliki
ketentuan Islam (contoh → hukum waris di Wajo, Aceh pada pemerintahan Sultan
Agung)
Pada masa Hindia Belanda, penduduk Indonesia terbagi menjadi 3 golongan yang memiliki
hukum perdata masing-masing.
"Semua badan-badan pemerintah dan kekuasaannua, hukum dan UU dari pemerintah terdahulu
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah militer Jepang"
Sejarah singkat diatas menunjukan bahwa Indonesia memiliki system Hukum Perdata yang
beragam dari zaman Hindia-Belanda, sesuai dengan Pasal 162 dan 132 I.S. hingga saat ini
pluralism Hukum Perdata di Indonesia telah dilegitimasi Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945,
yang kurang lebih menjelaskan, segala aturan dan badan yang ada masih langsung berlaku
selama belum diganti,” 9
A. Menurut Tokoh
9
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Eman Suparman, M.H,
https://www.unpad.ac.id/, 20 Febuari 2022, pukul 11.26
5. Pasal 1579 BW : Pemilik dapat menghentikan penggunaan barang yang
disewakan dengan atas persetujuannya.
6. Pasal 1602 X Ayat 1 dan Ayat 2 BW: Untuk menghapus diskriminasi
pasal antara Orang Eropa dan Orang Indonesia.
7. Pasal 1682 BW
Penghibahan atas benda tidak perlu dengan akta notaris.
Berdasarkan PP No. 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran tanah
Camat adalah pejabat berwenang untuk membuat akta tentang
tanah.
o KUHPerdata merupakan hasil produk legislatif Pemerintah Hindia Belanda,
sehingga sifat di dalamnya merupakan alam pikiran mereka (karena hukum adalah
manifestasi pokok pikiran suatu bangsa).
o Ia berpendapat bahwa pembentukan KUHPerdata menciptakan suasana
diskriminatif yang sejatinya bertentangan dengan UUD 1945.
o Dengan kata lain, ia menyatakan bahwa KUHPerdata tidak lagi patut disebut
sebagai Kitab Undang-Undang (Wetboek), melainkan hanya menjadi “kumpulan
hukum kebiasaan” (Rechstboek).
o Atas dasar pernyataan tersebut, maka ia menganggap para hakim memiliki
kebebasan untuk memutuskan suatu hal dengan menyimpang dari KUHPerdata
yang dianggap Sahardjo sebagai hukum kebiasaan semata.
Prof. Mahadi
o Ia tidak sependapat dengan Dr. Sahardjo mengenai penurunan KUHPerdata dari
Wetboek menjadi Rechstboek.
o Menurutnya, keberadaan KUHPerdata harus tetap menjadi Wetboek, tetapi pasal-
pasalnya lepas dari ikatan kodifikasi menjadi pasal-pasal yang berdiri sendiri.
Dr. Mathilda Sumampouw, S.H.
o Pendapat Prof. Sahadjo maupun Prof. Mahadi dinilainya kurang tepat karena akan
menyebabkan rechstvacuum (kekosongan hukum) yang pada akhirnya
menimbulkan ketidakpastian hukum.
Prof. Subekti, S.H.
o Berpendapat bahwa UUD 1945 merupakan Undang-undang karena kenyataannya
untuk mencabut ketentuan BW (misal → Undang-Undang No.5 tahun 1960
tentng UUPA, dan UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan)
o BW bersifat mengikat sebagaimana undang-undang produk hukum nasional.
Prof. Wahjono Darmabrata, S.H., M.H.
o Mendukung pendapat Dr. Sahardjo, S.H. dengan menyebutnya sebagai suatu
pandangan yang mempunyai visi kedepan (ditanggapi dengan dikeluarkannya
SEMA No. 3 / 1963 untuk mencabut beberapa ketentuan KUHPerdata).
o Pendapat Dr. Sahardjo ini dinilai tegas dan lugas untuk mendasari pembinaan dan
pembaharuan hukum nasional.
B. Ditinjau dari Undang-Undang
SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) No. 3 / 1963 mencabut beberapa pasal
KUHPerdata (108, 110, 284, dan 460).
Prof. Soebekti, keberadaan SEMA No. 3/1963 hanya menjadi pedoman bagi para hakim
untuk memutus (tidak lagi menjadi Wetboek, namun menjadi Rechtsboek sebagai dasar
pembentukan yurisprudensi)
Dalam hal ini apabila keputusan diikuti oleh keadilan, maka akan melahirkan
jurisprudensi (sumber hukum yang berada di samping traktat, kebiasaan, ataupun
doctrine)
Pasal yang Tidak Berlaku menurut SEMA (Surat Edaran MA) no. 3/1963
o Pasal 108 dan 110 BW → istri dapat melakukan perbuatan hukum dengan bebas
o Pasal 284 ayat (3) BW → pengakuan anak luar kawin oleh ayahnya tidak lagi
berakibat hubungan perdata anak dengan ibunya terputus
o Pasal 1238 BW → menghilangkan penagihan tertulis sebelum menagih hutang
o Pasal 1460 BW → aturan untuk mengalihkan resiko atas suatu barang
o Pasal 1579 BW → sewa-menyewa
o Pasal 1602 X ayat 1 dan 2 BW → ada unsur diskriminatif antara orang Eropa dan
Indonesia, maka dihapus
o Pasal 1682 BW → penghibahan atas benda tetap tidak perlu dilakukan dengan
akta notaris
Perubahan dalam Pasal-Pasal
o UUHT: Undang-Undang tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-
Benda yang Berkaitan dengan Tanah
o UUJF: Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia
Buku I tentang orang: aturan perkawinan tidak berlaku lagi, diganti dengan Undang
Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
Buku II tentang benda: UU Nomor 5 tahun 1960. UUPA aturan tentang bumi, air, dst,
UUHT Nomor 4 Tahun 1996, UUJF Nomor 42 Tahun 1999
Buku III tentang perikatan (masih digunakan)
Buku IV tentang pembuktian dan daluwarsa (masih digunakan)
Buku II tentang Benda: penempatan hukum waris di dalamnya dinilai tidak tepat (di
Belanda sendiri ketentuan hukum waris diletakkan dalam suatu buku tersendiri)
Buku IV tentang Pembuktian dan Daluwarsa: dinilai tidak tepat karena pembuktian
termasuk ke dalam bagian hukum acara. Sementara itu, daluwarsa dinilai lebih tepat
apabila ditempatkan pada buku III tentang perikatan. Ketentuan untuk mendapatkan hak
seharusnya dimuat dalam Buku II tentang Benda.
Dalam hal ini, Buku IV KUHPerdata dianggap menjadi hukum formiil yang materiil
(terdapat pula hukum formiil yang benar-benar formiil, yang misalnya mengatur
mengenai pengadilan mana yang berhak untuk mengurusi suatu kasus perdata)