Anda di halaman 1dari 10

Pengertian Umum

A. Pembidangan Hukum

 Hukum Publik
o Hukum public adalah ketentuan hukum yang mengatur hal-hal yang menyangkut
kepentungan umum. Hukum publik merupakan hukum yang mengatur hubungan
antara negara dengan warga negaranya, negara sebagai subjek hukum diwakili
oleh pemerintah yang berkuasa. Hukum public meliputi Hukum Tata Negara,
Hukum Administrasi Negara, Pidana, dan Hukum Internasional
 Hukum Privat
o Hukum privat mengatur hal-hal yang bersifat keperdataan (perseorangan). Pada
hukum privat, setiap individu atau warga negara memiliki kebebasan untuk
menentukan dan melakukan tindakan hukum masing-masing. Dalam konteks
hukum privat, negara hanya hadir sebagai mediator atas keinginan dan permintaan
dari warga negaranya. Hukum privat meliputi Hukum Perdata dan Hukum
Dagang.

Perbedaan pada kedua bidang hukum di atas terlihat pada sifatnya. Hukum public
menitikberatkan kepentingan umum. Sedangkan hukum privat menitikberatkan pada
kepentingan perorangan dan dampaknya hanya dirasakan oleh pihak-pihak yang terlibat.

B. Pengertian Hukum Perdata dalam Arti Luas dan Sempit

 Hukum perdata adalah segala hukum pokok yang mengatur tentang kepentingan
perseorangan.
 Hukum perdata mengatur hubungan hukum antara individu/warga negara atau badan
hukum yang lain dalam pergaulan masyarakat.
 Hukum Perdata dalam arti sempit adalah seluruh peraturan yang terdapat dalam
KUHPerdata, seperti hukum perorangan, hukum benda hukum keluarga, dan lain-lain.1
 Hukum perdata dalam arti luas adalah seluruh peraturan yang terdapat dalam
KUHperdata, KUHD, serta peraturan undang-undang tambahan. Seperti hukum agrarian,
hukum adat, hukum islam, dan lain-lain.2

1
P.N.H Simanjuntak, Hukum Pedata Indonesia, (Jakarta Prenadamedia Group, 2018), hlm.8
2
Ibid
 Hukum perdata materiil berisikan kumpulan peraturan perundang-undangan yang
mengatur hubungan hukum tentang hak dan kewajiban keperdataan antara satu pihak
dengan pihak lainnya. Contohnya, KUHPerdata, KUHD, Hukum Waris, dll.3
 Hukum perdata formil berisikan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
pelaksanaan sanksi hukuman apabila terjadi pelangaran terhadap hak-hak keperdataan
seseorang sesuai dengan hukum perdata materiil yang menyebabkan kerugian bagi pihak
lain. Hukum perdata formil dapat disebut dengan hukum acara perdata
 Pelanggaran pada hukum perdata tergantung pihak yang merasa dirugikan → adanya
tuntutan berupa ganti rugi.
 Pelanggaran terhadap kepentingan umum diserahkan kepada pemerintah selaku ototritas
yang mewakili kepentingan publik untuk melakukan penuntutan.

C. Pengertian Menurut Tokoh

 Prof. Soediman K.: Hukum Perdata (materiil) ialah kesemuanya kaidah hukum yang
menentukan dan mengatur hak hak dan kewajiban perdata.4
 Prof. R. Soebekti: Membedakan antara hukum perdata dalam arti luas meliputi hukum
privat.5
 Prof. Dr. Soedewi: Hukum yang mengatur kepentingan antar warga negara perseorangan
yang satu dengan warga yang lain.6
 Prof. Wirdjono Prodjodikoro: Rangkaian hukum antar orang/badan hukum.7

D. Hukum Perdata Sebagai Norma Hukum

📌 Norma hukum: serangkaian aturan yang ditujukan untuk melindungi kepentingan masyarakat
demi menghindari chaos

 Hukum bertujuan untuk melindungi pergaulan masyarakat.


 Hukum memandang manusia sebagai anggota masyarakat bukan sebagai individu.
 Hukum tertuju pada perbuatan manusia bukan sikap batin.
 Hukum bersifat heteronom, diletakan pada kekuasaan diluar diri manusia.
 Paksaan (sanksi) berasal dari suatu organ yaitu penguasa.

E. Ruang Lingkup Hukum Perdata Menurut KUHPER

3
Ibid, hlm.9
4
Soediman Kartohadioridji, Pengantar Tata Hukum di Insonesia, (Jakarta:Ghalia Indonesia,1984), hlm.72
5
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta:Intermasa), hlm,9
6
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hukum Benda, (Yogyakarta:Liberty,1981), hlm.1
7
R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perdata, (Jakarta:Sumur Bandung 1992), hlm.10-11
 Hukum Orang: seluruh norma hukum yang mengatur kedudukan orang sebagai subjek
hukum, kecakapan bertindak dalam lalu lintas hukum.
 Hukum Keluarga: norma hukum yang mengatur hubungan hukum yang bersumber
pertalian keluarga (perkawinan, kekuatan orang tua, perwalian, dan pengampuan)
 Hukum Kekayaan: norma hukum yang mengatur subjek hukum dan harta
kekayaannya/mengatur hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang.
 Hukum Waris: norma hukum yang mengatur peralihan hak dan kewajiban pewaris
kepada ahli waris.

Sistematika Hukum Perdata


A. Sistematika Hukum Perdata Pada BW (Berdasarkan Undang-Undang)

 Buku 1 – Orang (hukum perseorangan dan hukum kekeluargaan)


 Buku 2 – Benda (hukum benda dan hukum waris)
 Buku 3 – Perikatan (hukum harta kekayaan mengenai hak dan kewajiban)
 Buku 4 – Pembuktian dan Daluarsa (alat bukti dan akibat lewat waktu)

B. Sistematika Hukum Perdata Pada BW (Berdasarkan Ilmu Pengetahuan/Doktrin)

 Hukum perorangan (Subjek hukum)


 Hukum keluarga (Perkawinan, suami istri, orang tua anak, perwalian, dan curatele)
 Hukum harta kekayaan (hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang)
 Hukum warisan (Syarat perwarisan, asas-asas perwarisan, ahli waris dan sikapnya,
testamen)

C. Gambaran Umum Isi dan Sifat Buku I s.d IV KUH Perdata


o Hukum Orang (persoonenrecht) : aturan tentang manusia sebagai subyek
hukum, peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak dan kecakapan untuk
bertindak melaksanakan hak serta hal yang mempengaruhi kecakapan.
o Hukum Keluarga (familierecht): mengatur hubungan hukum yang timbul dari
hubungan kekeluargaan (perkawinan, lapangan hukum kekayaan antara suami dan
istri, hubungan antara orangtua dan anak, perwalian dan curatele)
 Hukum Keluarga memuat tentang:
 Perkawinan, perceraian, hukum harta kekayaan antara suami dan
istri
 Kekuasaan orang tua (ouderlijkemacht)
 Keturunan
 Perwalian
 Pendewasaan (handlichting)
 Pengampuan (curatele)
 Orang yang hilang
o Hukum Kekayaan (vermogensrecht) : mengatur hubungan hukum yang dapat
dinilai dengan uang, hak dan kewajiban itu dapat dipindahkan ke orang lain (hak
kekayaan terbagi lagi atas hak yang berlaku pada tiap orang/mutlak yang disebut
dengan hak kebendaandan hak yang hanya berlaku terhadap pihak
tertentu/perseorangan)
o Hukum Waris (erfrecht) : mengatur hak ikhwal (erfrech benda/kekayaan
seseorang jika meninggal, dan mengatur akibat-akibat hubungan keluarga.
 Hukum Harta Kekayaan mengatur tentang
 Hukum benda (zakelijkerechten): bersifat mutlak (dapat
dipertahankan terhadap siapa saja)
 Hukum perikatan (verbintenis): bersifat kehartaan, pihak pertama
berhak atas suatu prestasi dan pihak lain wajib memenuhi prestasi
tersebut (relatif; hanya dapat dipertahankan terhadap orang-orang
yang ada dalam kelompok yang sama) asas kebebasan berkontrak.
 Hukum hak immateriil
 Alasan penempatan hukum waris: pasal 528 KUHPerdata, pasal 584
KUHPerdata

 Buku III perikatan → memuat hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak
tertentu.
 Buku IV pembuktian dan daluwarsa → memuat perihal alat-alat pembuktian dan
akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.

Sejarah Hukum Perdata di Indonesia


A. Dalam Keluarga Hukum Romawi

 Hukum perdata berfungsi untuk menciptakan tertib hukum dalam masyarakat dan
mencegah terjadinya benturan kepentingan masyarakat.
 Common Law: Hukum perdata untuk menghindari benturan kepentingan.
 Sumber hukum utama: Hukum Romawi Jermani → hukum tertulis, kodifikasi

B. Sebelum Belanda Masuk Indonesia

Berlaku Hukum Adat dan Hukum Islam

 Terdapat kerajaan dengan sistem hukum berupa hukum adat tidak tertulis.
 Mayoritas wilayah dengan penduduk Islam menganut hukum Islam yang memiliki
ketentuan Islam (contoh → hukum waris di Wajo, Aceh pada pemerintahan Sultan
Agung)

C. Belanda Masuk Indonesia

Pada masa Hindia Belanda, penduduk Indonesia terbagi menjadi 3 golongan yang memiliki
hukum perdata masing-masing.

 Yang Dimaksud dengan Golongan


1. Golongan Bukan WNI Asli
 Etnis Tionghoa dan Eropa
 Berlaku KUHPer (Burgerlijk Wetboek)
 Berlaku kitab undang-undang hukum dagang (wetboek van
koophardel)
Burgerlijk Wetboek bagi golongan Tionghoa terdapat terdapat
penyimpangan pada bagian 2 dan 3 dan Titel IV Buku I mengenai
upacara yang mendahului pernikahan dan mengenai "penahanan"
pernikahan.
 Burgerlijk Wetboek tidak berlaku bagi kaum Tionghoa
 Peraturan mengenai adopsi tidak dimuat dalam BW
 Bagi kaum Tiong berlaku "Burgerlijke Stand"
 Etnis selain Tionghoa
 Berlaku sebagai dari Burgerlijk Wetboek
 Hukum kekayaan harta benda (vermogensrecht)
 Hukum selain kepribadian dan kekeluargaan (personen en
familierecht) juga termasuk hukum mengenai warisan
2. Golongan WNI Asli
 Bagi warga negara Indonesia asli berlaku "Hukum Adat"
 Meski tidak tertulis, hukum adat hidup dalam tindakan-tindakan rakyat
mengenai soal dalam kehidu8
 Ketentuan Pada Pasal 131 I.S
1. Hukum perdata, hukum dagang, hukum pidana, hukum acara pidana, hukum acara
perdata, diletakkan dalam kitab undang-undang atau kodifikasi.
2. Golongan Eropa diberlakukan peraturan perundang-undangan di Negeri Belanda
dalam hukum perdata dan hukum dagang → penerapan asas konkordasi.
3. Orang Indonesia asli dan Timur Asing berlaku ketentuan perundang-undangan
Eropa dalam bidang hukum perdata dan dagang dapat dberlakukan

D. Kebijakan Dalam Pemerintahan Jepang

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1942 Pasal 3 menentukan"

"Semua badan-badan pemerintah dan kekuasaannua, hukum dan UU dari pemerintah terdahulu
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah militer Jepang"

E. Jaman Indonesia Merdeka

 Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945


o "Semua peraturan yang ada hingga saat Indonesia merdeka masih tetap berlaku
selama belum diaadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini"
o Peraturan Pemerintah RI No. 2 Tertanggal 10 Oktober 1945 menyebutkan:
"Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada sampai berdirinya Undang-
Undang Dasar masih tetap berlaku asal saja tidak bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar tersebut."
8
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta:Intermasa), hlm.10-11
o Maka, Hukum Adat, Hukum Islam, dan Hukum Perdata Barat (Kitan Undang-
Undang Hukum Perdata Warisan Kolonial) masih berlaku selama belum
dikeluarkan peraturan baru.
 Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945
 Maklumat X tanggal 10 Oktober 1945 (Hukum Perdata Prof. WD) : semua aturan
yang berlaku di jaman penjajahan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan yang dibuat oleh pemerintahan Indonesia

Sejarah singkat diatas menunjukan bahwa Indonesia memiliki system Hukum Perdata yang
beragam dari zaman Hindia-Belanda, sesuai dengan Pasal 162 dan 132 I.S. hingga saat ini
pluralism Hukum Perdata di Indonesia telah dilegitimasi Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945,
yang kurang lebih menjelaskan, segala aturan dan badan yang ada masih langsung berlaku
selama belum diganti,” 9

Hukum Perdata Saat Ini


📌 Pemberlakuan KUHPerdata di Indonesia didasarkan pada peraturan peralihan dalam UUD
1945, yang kemudian menimbulkan anjuran bagi para hakim untuk mengembangkan
jurisprudensi.

A. Menurut Tokoh

 Prof. Sahadjo, S.H.


o Pasal yang diubah:
1. Pasal 108 dan Pasal 110 BW : Tidak ada perbedaan antara hak suami dan
istri agar istri dapat bertindak bebas melakukan perbuatan hukum.
2. Pasal 284 Ayat (3) BW : Pengakuan anak luar kawin dengan ayah tidak
berakibat putusnya hubungan perdata anatara anak dan ibu, untuk
menghilangkan diskriminasi terhadap wanita.
3. Pasal 1238 BW : Diadaptasi dari hukum adat, maka adanya pasal ini
untuk menghapus ketentuan penagihan hutang harus secara tertulis.
4. Pasal 1460 BW: Resiko penjualan barang yang dijanjikan berada pada
tanggung jawab dimana barang itu berada (resiko tidak beralih sebelum
diserahkan)

9
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Eman Suparman, M.H,
https://www.unpad.ac.id/, 20 Febuari 2022, pukul 11.26
5. Pasal 1579 BW : Pemilik dapat menghentikan penggunaan barang yang
disewakan dengan atas persetujuannya.
6. Pasal 1602 X Ayat 1 dan Ayat 2 BW: Untuk menghapus diskriminasi
pasal antara Orang Eropa dan Orang Indonesia.
7. Pasal 1682 BW
 Penghibahan atas benda tidak perlu dengan akta notaris.
 Berdasarkan PP No. 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran tanah
Camat adalah pejabat berwenang untuk membuat akta tentang
tanah.
o KUHPerdata merupakan hasil produk legislatif Pemerintah Hindia Belanda,
sehingga sifat di dalamnya merupakan alam pikiran mereka (karena hukum adalah
manifestasi pokok pikiran suatu bangsa).
o Ia berpendapat bahwa pembentukan KUHPerdata menciptakan suasana
diskriminatif yang sejatinya bertentangan dengan UUD 1945.
o Dengan kata lain, ia menyatakan bahwa KUHPerdata tidak lagi patut disebut
sebagai Kitab Undang-Undang (Wetboek), melainkan hanya menjadi “kumpulan
hukum kebiasaan” (Rechstboek).
o Atas dasar pernyataan tersebut, maka ia menganggap para hakim memiliki
kebebasan untuk memutuskan suatu hal dengan menyimpang dari KUHPerdata
yang dianggap Sahardjo sebagai hukum kebiasaan semata.
 Prof. Mahadi
o Ia tidak sependapat dengan Dr. Sahardjo mengenai penurunan KUHPerdata dari
Wetboek menjadi Rechstboek.
o Menurutnya, keberadaan KUHPerdata harus tetap menjadi Wetboek, tetapi pasal-
pasalnya lepas dari ikatan kodifikasi menjadi pasal-pasal yang berdiri sendiri.
 Dr. Mathilda Sumampouw, S.H.
o Pendapat Prof. Sahadjo maupun Prof. Mahadi dinilainya kurang tepat karena akan
menyebabkan rechstvacuum (kekosongan hukum) yang pada akhirnya
menimbulkan ketidakpastian hukum.
 Prof. Subekti, S.H.
o Berpendapat bahwa UUD 1945 merupakan Undang-undang karena kenyataannya
untuk mencabut ketentuan BW (misal → Undang-Undang No.5 tahun 1960
tentng UUPA, dan UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan)
o BW bersifat mengikat sebagaimana undang-undang produk hukum nasional.
 Prof. Wahjono Darmabrata, S.H., M.H.
o Mendukung pendapat Dr. Sahardjo, S.H. dengan menyebutnya sebagai suatu
pandangan yang mempunyai visi kedepan (ditanggapi dengan dikeluarkannya
SEMA No. 3 / 1963 untuk mencabut beberapa ketentuan KUHPerdata).
o Pendapat Dr. Sahardjo ini dinilai tegas dan lugas untuk mendasari pembinaan dan
pembaharuan hukum nasional.
B. Ditinjau dari Undang-Undang

 SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) No. 3 / 1963 mencabut beberapa pasal
KUHPerdata (108, 110, 284, dan 460).
 Prof. Soebekti, keberadaan SEMA No. 3/1963 hanya menjadi pedoman bagi para hakim
untuk memutus (tidak lagi menjadi Wetboek, namun menjadi Rechtsboek sebagai dasar
pembentukan yurisprudensi)
 Dalam hal ini apabila keputusan diikuti oleh keadilan, maka akan melahirkan
jurisprudensi (sumber hukum yang berada di samping traktat, kebiasaan, ataupun
doctrine)

C. Berlakunya KUHPerdata saat ini

 Pasal yang Tidak Berlaku menurut SEMA (Surat Edaran MA) no. 3/1963
o Pasal 108 dan 110 BW → istri dapat melakukan perbuatan hukum dengan bebas
o Pasal 284 ayat (3) BW → pengakuan anak luar kawin oleh ayahnya tidak lagi
berakibat hubungan perdata anak dengan ibunya terputus
o Pasal 1238 BW → menghilangkan penagihan tertulis sebelum menagih hutang
o Pasal 1460 BW → aturan untuk mengalihkan resiko atas suatu barang
o Pasal 1579 BW → sewa-menyewa
o Pasal 1602 X ayat 1 dan 2 BW → ada unsur diskriminatif antara orang Eropa dan
Indonesia, maka dihapus
o Pasal 1682 BW → penghibahan atas benda tetap tidak perlu dilakukan dengan
akta notaris
 Perubahan dalam Pasal-Pasal
o UUHT: Undang-Undang tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-
Benda yang Berkaitan dengan Tanah
o UUJF: Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia
 Buku I tentang orang: aturan perkawinan tidak berlaku lagi, diganti dengan Undang
Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
 Buku II tentang benda: UU Nomor 5 tahun 1960. UUPA aturan tentang bumi, air, dst,
UUHT Nomor 4 Tahun 1996, UUJF Nomor 42 Tahun 1999
 Buku III tentang perikatan (masih digunakan)
 Buku IV tentang pembuktian dan daluwarsa (masih digunakan)

C. Kritik Terhadap KUHPerdata

 Buku II tentang Benda: penempatan hukum waris di dalamnya dinilai tidak tepat (di
Belanda sendiri ketentuan hukum waris diletakkan dalam suatu buku tersendiri)
 Buku IV tentang Pembuktian dan Daluwarsa: dinilai tidak tepat karena pembuktian
termasuk ke dalam bagian hukum acara. Sementara itu, daluwarsa dinilai lebih tepat
apabila ditempatkan pada buku III tentang perikatan. Ketentuan untuk mendapatkan hak
seharusnya dimuat dalam Buku II tentang Benda.
 Dalam hal ini, Buku IV KUHPerdata dianggap menjadi hukum formiil yang materiil
(terdapat pula hukum formiil yang benar-benar formiil, yang misalnya mengatur
mengenai pengadilan mana yang berhak untuk mengurusi suatu kasus perdata)

Anda mungkin juga menyukai