Anda di halaman 1dari 14

GBHN DAN PERUBAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA

GBHN and The Change of Indonesia Development Planning

Imam Subkhan
Tenaga Ahli Komisi X DPR RI Periode 2009-2014

Naskah diterima: 23 Mei 2014


Naskah dikoreksi: 12 Agustus 2014
Naskah diterbitkan: 22 Desember 2014

Abstract: After more than a decade Indonesia entered the Reform era, there is now a desire among some
politicians and intellectuals to revive the concept of the Guidelines (GBHN) to guide development planning as
it was once used under the New Order regime. The desire was based on the view that the current development
planning has led to much turmoil, collision and no sustainability. This paper describes the Guidelines used for
development planning in the reform era called Long Term Development Plan (RPJPN) is somewhat similar to the
Guidelines (GBHN) in the perspective of theory of modernization development. Therefore, chaos, development
planning collision is actually not caused by the absence of the Guidelines itself, but rather on the changes of the
state power system into more horizontal system so that no state agency is able to fully control the development
planning from the center down to regions, something which was done well in the era of the New Order.
Keywords: GBHN, RPJPN, Modernist, Development.

Abstrak: Setelah lebih dari satu dasawarsa Indonesia memasuki era reformasi, ada keinginan dari sebagian
kalangan politisi dan intelektual untuk menghidupkan kembali konsep GBHN sebagai panduan perencanaan
pembangunan sebagaimana pernah digunakan oleh rezim Orde Baru. Keinginan itu didasari oleh pandangan
bahwa perencanaan pembangunan saat ini banyak mengalami kekacauan, benturan dan tidak ada kesinambungan.
Tulisan ini ingin memperlihatkan bahwa dalam era reformasi panduan perencanaan pembangunan tetap
ada yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJPN) yang memiliki kemiripan dengan GBHN dalam
perspektif teori modernisasi pembangunan. Oleh karena itu kekacauaan, benturan perencanaan pembangunan
itu bukanlah disebabkan oleh ketiadaan panduan, namun lebih pada perubahan sistem kekuasaan negara yang
semakin horisontal sehingga tidak ada lembaga negara yang mampu mengontrol secara penuh perencanaan
pembangunan dari pusat sampai daerah sebagaimana terjadi pada era Orde Baru.
Kata Kunci: GBHN, RPJPN, Modernis, Pembangunan.

Pendahuluan Keinginan untuk menghadirkan kembali


Dalam sebuah acara debat politik di Jakarta akhir GBHN di era kekinian bukan hanya disuarakan
Maret 2014, Presiden Indonesia ke 3, B.J. Habibie oleh Habibie, namun juga oleh para intelektual.
mengingatkan kembali pentingnya Garis-Garis Besar Dalam pertemuan Forum Rektor Indonesia (FRI),
Haluan Negara (GBHN) untuk dihidupkan kembali1. Konvensi Kampus ke X, dan pertemuan Himpunan
Pandangan serupa juga sudah pernah didengungkan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial
oleh B.J. Habibie pada akhir Januari 2014, dalam (HIPIIS) di Universitas Sebelas Maret (UNS) pada
sebuah pertemuan kader Partai Golkar. “Kita sadar, akhir Januari 2014, salah satu rekomendasi penting
tanpa adanya GBHN itu maka pembangunan di dari pertemuan itu adalah menghidupkan kembali
Indonesia tidak akan berjalan dengan baik pada jangka GBHN dan mendorong MPR untuk menginisiasi
panjang. Jadi, saya ingin menyampaikan, seluruh amandemen konstitusi guna mencantumkan
kader Partai Golkar berjanji kepada Pak Habibie kembali kewenangan MPR menetapkan GBHN.
bahwa kita akan membuat koreski terhadap UUD 45”, Bunyi lengkap dari hasil pertemuan FRI tersebut
kata Habibie dalam sambutan di pertemuan tersebut2. adalah sebagai berikut:
Forum Rektor Indonesia memperkuat upaya

1
“Habibie: Kembalikan GBHN” http://www.tempo.co/ untuk mengembalikan kedaulatan rakyat dalam
read/news/2014/03/26/ 078565577/Habibie-Kembalikan-
perencanaan pembangunan nasional melalui
GBHN-. Diakses tanggal 8 Juni 2014.
kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat

2
“Golkar Pelopori Perlunya GBHN Dihidupkan Kembali”.
http://www.sindotrijaya.com/news/detail/5620/ (MPR) untuk menyusun dan menetapkan
golkar-pelopori-perlunya-gbhn-dihidupkan-kembali# . Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN),
VJbX2v88B. Diakses tanggal 8 Juni 2014.

Imam Subkhan, GBHN dan Perubahan Perencanaan Pembangunan di Indonesia | 131


berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan memperkuat analitis berbagai data, dokumen dan pustaka yang
nasionalisme serta mendorong sinkronisasi peran ditemukan. Data awal yang digunakan dalam
antarkelembagaan baik unsur lembaga perwakilan penulisan ini sepenuhnya data sekunder berupa
rakyat, kementerian dan lembaga-lembaga informasi, dokumen yang ditemukan dalam
lainnya agar terbangun integrasi perencanaan berbagai sumber yang memiliki relevansi dengan
dan pengganggaran pembangunan nasional yang
topik penulisan ini.
berdemensi kerakyatan dan partisipatif3.
Data awal itu kemudian dianalisis dengan
Pasca-Orde Baru, GBHN yang selama ini sumber kepustakaan yang relevan terutama
dijadikan panduan utama dalam merumuskan berkaitan berbagai pendekatan antropologi dalam
rencana pembangunan negara dihapus. Ini pembangunan. Setelah itu, hasil analisis disajikan
merupakan konsekuensi dari amandemen secara deskriptif dan sistematis.
konstitusi khususnya pasal 3 yang mencantumkan
secara eksplisit adanya GBHN4. Sebagai gantinya, Negara dan Pembangunan
negara membuat sistem perencanaan pembangunan Negara dan pembangunan merupakan dua
nasional yang menjadi panduan dalam merumuskan konsep yang saling berkaitan. Dalam pandangan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), kaum post stukturalis sebagaimana dikemukaan oleh
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Foucault (2008:77) negara merupakan ‘‘the mobile
dan Rencana Pembangunan Tahunan atau sering effect of a regime of multiple govemmentalities’’
dikenal dengan istilah Rencana Kerja Pemerintah efek bergerak dari sebuah rezim kepengaturan
(RKP). Salah satu argumentasi utama mengapa yang bersifat multi ganda. Dengan konsepsi ini
perlu menghidupakan GBHN adalah pandangan maka pembangunan dapat dilihat sebagai efek
bahwa perencanaan pembangunan di Indonesia dari negara yang di dalamnya mengandung proses
pascareformasi mengalami kekacauan, tidak ada benturan dan saling berlawanan di antara berbagai
arah dan saling berbenturan antara pusat dan aktor dalam mewujudkan sebuah kehendak untuk
daerah. Selain itu mereka juga menyoroti soal memperbaiki atau dalam istilah Tania Li disebut
kesinambungan program-program pembangunan “the will to improve”. Negara sendiri bukanlah
yang bisa jadi mengalami keterputusan ketika sebuah entitas yang ajeg, statis dan homogen,
terjadi pergantian pemerintahan. namun sebuah proses pembentukan yang terus
Pertanyaan kritis yang ingin diajukan menerus yang dipraktikan dan diaktualisasikan
dalam artikel ini adalah apakah keinginan untuk melalui pembangunan. Dengan demikian ada
menghadirkan GBHN ini hanya berkaitan dengan proses ulang alik antara negara dan pembangunan.
melulu soal ketiadaan panduan atau sebenarnya Negara terbentuk melalui proses pembangunan dan
berkaitan dengan faktor lain yang lebih luas sebaliknya pembangunan dikonstruksi oleh aktor-
menyangkut perubahan relasi kekuasaan negara aktor, agen dan institusi yang merepresentasikan
sebelum dan sesudah Orde Baru. Tulisan ini negara atau memiliki karakter negara yaitu
bertujuan untuk memperlihatkan bahwa persoalan kehendak untuk melakukan pengaturan dan kontrol
kekacauan perencanaan pembangunan, terjadinya atas populasi dalam sebuah wilayah tertentu.
benturan perencanaan pembangunan pusat dan Ada banyak konsepsi tentang pembangunan.
daerah, dan keterputusan pembangunan antarrezim Rist (2007), misalnya menawarkan bagaimana
pemerintahan pascaOrde Baru tidak melulu hanya kita mendefinisikan pembangunan. Pembangunan
karena persoalan ada atau tidak adanya GBHN. semestinya tidak didasarkan pada apa yang
Semua itu lebih banyak muncul karena persoalan dipikirkan atau diharapkan, namun pada praktik
perubahan sistem demokrasi politik yang semakin sosial aktual dan akibat-akibatnya yaitu sesuatu
terbuka, relasi kekuasaan yang terdesentralisasi yang dapat dikenali oleh setiap orang. Oleh
dan munculnya sistem kekuasaan yang semakin karena itu hal yang perlu disoroti adalah proses
horizontal, dan tidak tersentral, hirarkis dan historis yang telah dimulai sejak dua abad silam
vertikal. dan terus berlanjut sampai saat ini. Rist (2007)
Penulisan menggunakan metode deskriptif mendefinisikan esensi pembangunan merupakan
yaitu dengan menjelaskan secara sistematis dan tranformasi dan destruksi umum atas lingkungan
alam dan hubungan sosial untuk meningkatkan

3
“Rumusan Konvensi”. http://fri.or.id/rumusan-konvensi/.
produksi komoditas (barang dan jasa) dalam rangka
Diakses tanggal 8 Juni 2014 .

4
Dalam Pasal 3 UUD 1945 sebelum amandemen memenuhi permintaan melalui mekanisme pasar.
dinyatakan “Majelis Permusyawaratan Rakyat Maka dari itu pembangunan menurut Rist
menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar (2007) sebenarnya merupakan sejenis kata yang
dari ada haluan negara”. dipertunjukkan (performative word), berkata

132 | Aspirasi Vol. 5 No. 2, Desember 2014


dengan bertindak (saying by doing). Pembangunan Pandangan di atas mendapatkan banyak kritik
tidak lagi dipandang sekedar sebagai sebuah karena apa yang disebut ‘trickle down effect’
konstruksisosial atau hasil kehendak politik, namun sangat jarang terjadi. Pertumbuhan ekonomi dalam
lebih merupakan keniscayaan dari sebuah tatanan kenyataannya tidak membawa perbaikan standar
dunia ‘alamiah’ yang diimani dan diinginkan. kehidupan bagi masyarakat. Para pengkritik yang
Pandangan ini merupakan cara yang ampuh untuk disebut kaum neo-Marxist pada tahun 1970-
menghadapi berbagai kemungkinan kritik yang an melihat bahwa kapitalisme secara inheren
muncul terhadap pembangunan. mengandung ketidakadilan. Mereka melihat
Gardner dan Lewis (1996) menjelaskan bahwa pembangunan pada dasarnya merupakan proses
konsepsi pembangunan memiliki akar sejarah yang politik. Ketika berbicara ketertinggalan atau
panjang jauh sebelum dipopulerkan oleh Presiden keterbelakangan (underdevelopment) kita merujuk
Harry S Truman tahun 1949. Menurut Arturo pada relasi kekuasaan global yang timpang. Maka
Escobar, pembangunan sebagai seperangkat gagasan dari itu mereka menganjurkan pembangunan
dan praktik telah berfungsi sebagai mekanisme seharusnya lebih diorientasikan pada pemenuhan
dominasi kolonial dan neo-kolonial negara-negara kebutuhan dasar manusia (basic need), memerangi
Utara terhadap negara-negara Selatan sepanjang kemiskinan ketimbang mempromosikan
abad 20. Dalam berbagai penggunaannya, kata industrialisasi dan modernisasi.
pembangunan menyiratkan makna perubahan atau Gardner dan Lewis (1996) membagi teori
kemajuan positif. Secara etimologi, pembangunan pembangunan dalam tiga aliran, yaitu aliran
didefinisikan sebagai ‘tahapan pertumbuhan atau modernis, aliran teori ketergantungan dan aliran
kemajuan’. Sebagai kata kerja, pembangunan postmodernis. Ketiga aliran ini saling berkaitan
merujuk pada serangkaian aktifitas yang diperlukan dimana kemunculan aliran yang satu biasanya
untuk membawa perubahan. Sebagai kata sifat, merupakan kritik atau tanggapan terhadap aliran
pembangunan mengandung makna penghakiman sebelumnya yang sudah ada. Selain itu kemunculan
(judgment) karena melibatkan sebuah standar aliran ini juga bersifat historis, maksudnya
sesuatu yang diperbandingkan dalam hal ini kehadiran teori-teori itu tidak dapat dilepaskan
Selatan sebagai yang terbelakang dan Utara yang dari sejarah perkembangan dan perubahan sosial
telah maju. politik yang terjadi di dunia ini.
Presiden Harry S Truman lah orang yang Aliran modernis tentang teori pembangunan
pertama kali mempopulerkan pembangunan muncul dan berpengaruh secara intelektual pada
sebagai diskursus dan praktik dunia. Dalam tahun 1950-an dan 1960-an dan tampaknya masih
pidato pelantikannya tanggal 20 Januari 1949, mendominasi praktik pembangunan hingga saat
dia menyerukan perlunya negara-negara Barat ini. Norman Long (1992) menyatakan bahwa
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan industri modernisasi menggambarkan pembangunan
yang mereka miliki untuk memberikan manfaat sebagai sebuah pergerakan maju menuju bentuk-
bagi peningkatan dan pertumbuhan wilayah- bentuk masyarakat modern yang lebih kompleks
wilayah yang tertinggal (underdeveloped) yang dan menyatu secara teknologi. Pemahaman
dibungkus dalam istilah pertumbuhan ekonomi modernis ini sangat kuat dipengaruhi oleh teori
dan modernisasi. Mendefinisikan pembangunan evolusi yang dipopulerkan oleh Darwin. Bentuk-
sebagai pertumbuhan ekonomi merupakan hal yang bentuk pertumbuhan yang dialami negara-negara
umum sampai saat ini. Keberhasilan pembangunan Utara dijadikan model bagi negara-negara lainnya
diukur dari indikator ekonomi seperti GDP (Gross di Selatan. Semua diasumsikan bergerak menuju
Domestic Product), pendapatan per kapita yang arah yang sama meskipun kondisi dan situasi
diasumsikan secara otomatis akan membawa kesejarahan, politik dan ekonominya berbeda-beda.
perubahan positif pada indikator lainnya seperti Pandangan modernis ini banyak mengundang
tingkat kematian bayi, tingkat melek huruf dll. kritik. Dalam kenyataannya pembangunan ekonomi
Meskipun setiap orang tidak mendapatkan manfaat menghasilkan banyak bentuk dan pola yang tidak
secara langsung dari pertumbuhan ekonomi, ‘trickle seragam dan kita tidak dapat mengeneralisir pada
down effect’ akan menjamin mereka yang memiliki semua wilayah dan negara. Teori modernisasi
skala ekonomi besar akan memberikan manfaat juga memandang kebudayaan dan tradisi lokal
bagi masyarakat lainnya melalui peningkatan merupakan hambatan bagi pembangunan, maka
produksi dan perluasan lapangan kerja. Singkatnya dari itu diabaikan. Modernisasi juga mengabaikan
pembangunan dapat dikuantifikasikan dan implikasi politik dari pertumbuhan pada level
direduksi secara ekonomi. mikro. Para antropolog dan sosiolog telah
menunjukkan bahwa hidup tidaklah sesederhana

Imam Subkhan, GBHN dan Perubahan Perencanaan Pembangunan di Indonesia | 133


yang dibayangkan oleh kaum modernis seperti keuntungan bagi kepentingan kolonial ketimbang
dalam teori ‘trickle down effect’ mereka. Mereka kaum pribumi. Misalnya dalam kebijakan
mengabaikan heterogenitas dalam masyarakat pendidikan yang semestinya diperuntukkan bagi
dalam mengakses sumber daya, kekuasaan dan semua kelompok pribumi dalam kenyataannya
kepentingan yang dimiliki. Kritik yang paling hanya dapat diakses oleh kelompok elit pribumi
mendasar adalah kegagalan mereka memahami yang mengabdi pada kekuasaan penjajah. Selain
penyebab sebenarnya dari keterbelakangan dan itu juga diorientasikan untuk menghasilkan orang-
kemiskinan. Dengan menampilkan bahwa semua orang pribumi yang dapat dipekerjakan oleh
negara akan meniti jalan linier yang sama dalam pemerintah jajahan dengan upah murah. Demikian
pembangunan, maka mereka pada dasarnya juga halnya dengan irigasi hanya daerah pertanian
mengabaikan faktor-faktor politik dan kesejarahan dan perkebunan milik pengusaha-pengusaha
dari masing-masing wilayah atau negara. Belanda yang mendapatkan irigasi yang memadai.
Pada tahun 1990-an banyak muncul pandangan Sementara untuk migrasi sekedar dilaksanakan
alternatif sebagai kritik atas dua aliran teori di atas. untuk memenuhi kebutuhan buruh-buruh murah
Ada kecenderungan untuk menolak modernitas perkebunan di daerah luar Jawa. Namun demikian,
baik secara intelektual maupun secara kultural tampaknya pemerintah kolonial tidak menyadari
yang kemudian dikenal era postmodernisme. Era ini bahwa politik etis ini juga membawa dampak yang
ditandai dengan beragam pandangan yang menolak tidak terduga, yaitu lahirnya kaum intelektual dari
teori-teori narasi besar (grand narative). Perubahan kalangan pribumi yang mulai memiliki kesadaran
ini mempengaruhi bagaimana mengkonseptualisasi kebangsaan. Dari kaum intelektual terdidik yang
pembangunan yang lebih menekankan strategi jumlahnya sangat terbatas inilah kemudian lahir
ketimbang teoritis. Tidak ada penjelasan tunggal berbagai gerakan kebangsaan yang melakukan
soal pembangunan sehingga praktek pembangunan perlawanan politik terhadap penjajah.
semakin eklektik. Pada masa awal kemerdekaan hingga masa
Orde Lama praktis perencanaan pembangunan di
Awal Perencanaan Pembangunan di Indonesia Indonesia tidak berjalan efektif. Hal ini disebabkan
Sebenarnya jauh sebelum Indonesia merdeka, oleh situasi politik dan keadaan negara yang belum
pemerintah kolonial Hindia Belanda telah stabil. Negara masih sibuk melakukan perjuangan
menerapkan serangkaian kebijakan pembangunan mempertahankan kemerdekaan dari berbagai agresi
terutama kebijakan politik etis yang berlangsung penjajah dan pada saat yang sama juga menghadapi
sejak tahun 1901. Kebijakan politik etis ini berbagai pemberontakan internal di berbagai daerah
merupakan respons pemerintah Belanda terhadap di Indonesia yang masih berkecamuk. Namun
kritik yang dilancarkan oleh kaum liberal di demikian bukan berarti belum ada upaya sistematis
Belanda. Kaum liberal mengkritik kebijakan untuk menyusun sebuah pembangunan yang
kolonial pemerintah Hindia Belanda yang terencana. Hal ini ditunjukkan misalnya melalui
eksploitatif terutama melalui tanam paksa sehingga pembentukan Badan Perancang Ekonomi (Planning
menyebabkan bencana kelaparan dan kemiskinan Board) pada tanggal 19 Januari 1947 yang diusulkan
yang meluas di daerah jajahan. Tanam paksa oleh Menteri Kemakmuran zaman itu AK.Gani.
telah memberikan banyak keuntungan kepada Badan ini merupakan badan tetap yang bertugas
pemerintah dan sudah selayaknya pemerintah membuat rencana pembangunan ekonomi untuk
jajahan memberikan balas budi pada mereka. Oleh jangka waktu 2 sampai 3 tahun yang kemudian
karena itu politik etis ini ditujukan meningkatkan diperluas menjadi Rencana Pembangunan Sepuluh
kesejahteraan penduduk jajahan dan mendorong Tahun. Rencana pembangunan yang diinisiasi
efesiensi dalam kegiatan pengelolaan pemerintahan oleh AK.Gani masih berkutat pada persoalan
jajahan. nasionalisasi aset-aset negara yang sebelumnya
Dalam pelaksanaannya politik etis pemerintah dikuasai oleh penjajah.
Hindia Belanda dilakukan melalui tiga kebijakan Badan Perancang Ekonomi ini kemudian
utama yaitu edukasi atau pendidikan, irigasi atau diganti dengan Panitia Pemikir Siasat Ekonomi
pengairan dan migrasi atau perpindahan. Sebagai yang diketuai oleh Mohammad Hatta. Tugas penting
sebuah kebijakan kolonial, watak dan intensi dari panitia ini adalah mempelajari, mengumpulkan
yang terkandung dalam kebijakan ini juga tidak data dan memberikan bahan bagi pemerintah
dapat dilepaskan dari kepentingan kolonial yaitu dan memberikan saran kepada pemerintah dalam
mempertahankan dominasi dan eksploitasi di daerah berunding dengan Belanda. Panitia ini kemudian
jajahan. Maka dari itu dalam implementasinya menghasilkan sebuah dokumen penting yang
politik etis ini justru lebih banyak membawa merupakan perencanaan pembangunan yang

134 | Aspirasi Vol. 5 No. 2, Desember 2014


komprehensif pertama di Indonesia yang berjudul Besar daripada Haluan Negara. Dalam Pasal 1
“Dasar Pokok daripada Plan Mengatur Ekonomi Perpres tersebut dinyatakan bahwa “Sebelum
Indonesia“. Rencana pembangunan ini berisi Majelis Permusyawaratan Rakyat terbentuk,
berbagai program kerja pembangunan yang maka Manifesto Politik Republik Indonesia yang
bertujuan untuk meningkatkan dan memperluas diucapkan pada tanggal 17 Agustus 1959 oleh
kemakmuran secara merata dengan cara: (1). Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang
Mengintensifkan usaha produksi; (2). Memajukan adalah garis-garis besar daripada haluan negara”.
pertukaran internasional; (3). Mencapai taraf hidup Salah satu pertimbangan ditetapkannya GBHN ini
yang lebih baik; dan (4). Mempertinggi derajat dan adalah perlunya arah tujuan dan pedoman tertentu
kecakapan rakyat. Sayangnya rencana pengaturan dan jelas untuk “melancarkan kelanjutan revolusi
kondisi ekonomi itu tidak dapat dilaksanakan kita dalam keinsyafan demokrasi terpimpin dan
karena negara masih menghadapi agresi militer ekonomi terpimpin”. Selain itu dalam Penpres itu
Belanda dan juga pemberontakan PKI Madiun juga dijelaskan bahwa “arah tujuan dan pedoman
tahun 1948. yang jelas menyeluruh itu terdapat pada Amanat
Pada tahun 1948 pemerintah juga membuat Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang
“Plan Produksi Tiga Tahun RI” yang disusun pada tanggal 17 Agustus 1959 yang berkapala
oleh Menteri Urusan Bahan Makanan I.J.Kasimo. “Penemuan Kembali Revolusi Kita”, dan yang
Rencana ini ditujukan sebagai upaya untuk berisi pengupasan dan penjelasan persoalan
mencapai swasembada pangan melalui berbagai persoalan beserta usaha usaha pokok dari pada
langkah-langkah strategis seperti penanaman revolusi kita yang menyeluruh”.
lahan kosong, intensifikasi pertanian, penyediaan Perpres ini kemudian diperkuat lagi melalui
kebun bibit, dan transmigrasi. Plan dari I.J. Kasimo Tap MPRS No. I/MPRS/1960 tanggal 19 November
ini juga mengalami kemandegan akibat situasi 1960 tentang “Manifesto Politik Republik Indonesia
politik yang belum stabil. Berbagai rancangan sebagai Garis-garis Besar daripada Haluan
pembangunan setelah itu juga mengalami nasib Negara”. Dalam ketetapan ini dijelaskan bahwa
yang sama, berhenti pada pembentukan panitia dan Amanat Presiden tanggal 17 Agustus 1960 yang
menghasilkan sejumlah dokumen. terkenal dengan nama “Jalannya Revolusi Kita”
dan Pidato Presiden tanggal 30 September 1960 di
Kemunculan Awal GBHN muka Sidang Umum PBB yang berjudul “To Build
Meskipun dalam Pasal 3 UUD 1945 (sebelum the World a New” (Membangun Dunia kembali)
amandemen) telah diterangkan adanya GBHN yang adalah pedoman-pedoman pelaksanaan Manifesto
ditetapkan oleh MPR, dalam kenyataannya sampai Politik Republik Indonesia. Sebagai rincian dari
tahun 1960 dokumen GBHN tidak pernah dibuat ketetapan ini kemudian Dewan Perancang Nasional
dan ditetapkan karena MPR belum terbentuk. (Depernas) membuat Rancangan Pembangunan
Sampai akhirnya Presiden Soekarno pada tanggal Nasional Semesta Berencana Delapan Tahun
5 Juli 1959 mengeluarkan Dekrit Presiden yang 1961 – 1969. Rancangan ini kemudian diterima
menandai era demokrasi terpimpin. Sebagai tindak dan ditetapkan oleh MPRS sebagai Garis-Garis
lanjut dari Dekrit Presiden dibentuklah Dewan Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta
Perancang Nasional (Depernas) yang diketuai oleh Berencana Tahapan Pertama 1961-1969 melalui
Mr. Muhammad Yamin. Tugas dari dewan ini adalah Tap MPRS No.II/MPRS/1960 tanggal 3 Desember
menyusun rencana pembangunan nasional. Melalui 1960. Dokumen GBHN yang terakhir dihasilkan
Penetapan Presiden No 12 tahun 1963 (Penpres pada era demokrasi terpimpin ditetapkan melalui
12/1963), Depernas dirubah menjadi Badan Ketetapan MPRS No. IV/MPRS/1963 tentang
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Pedoman Pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan
Inilah tonggak sejarah berdirinya Bappenas. Pada Negara dan Haluan Pembangunan. GBHN ini juga
era ini, hampir semua kebijakan pembangunan mengacu pada Pidato Presiden tanggal 17 Agustus
negara merujuk pada pandangan politik Soekarno 1961 berjudul “Resopim” (Revolusi – Sosialisme
yang biasanya dikhotbahkan setiap tanggal 17 Indonesia – Pimpinan Nasional) dan Pidato
Agustus pada saat peringatan hari kemerdekaan. Presiden tanggal 17 Agustus 1962 berjudul “Tahun
Hal ini terjadi sebagai konsekuensi dari pemusatan Kemenangan” yang dijadikan sebagai pedoman-
kekuasaan dan kepemimpinan politik pada figur pedoman pelaksanaan Manifesto Politik Republik
Soekarno. Indonesia.
Dokumen GBHN sendiri pertama kali Membaca dokumen rencana pembangunan
ditetapkan oleh Presiden Soekarno melalui nasional di atas, kita akan menemukan banyak
Perpres No. 1 Tahun 1960 tentang Garis-Garis pandangan-pandangan politik Soekarno dan

Imam Subkhan, GBHN dan Perubahan Perencanaan Pembangunan di Indonesia | 135


dipengaruhi kondisi politik zaman itu serta Haluan Negara (GBHN) yang memberikan arah dan
situasi politik dunia yang berkembang pada masa pedoman bagi pembangunan negara untuk mencapai
itu. Misalnya saja dalam rencana pembangunan cita-cita bangsa sebagaimana yang diamanatkan
semesta untuk bidang kesejahteraan dilakukan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
salah satunya dengan “membangunkan usaha- Republik Indonesia Tahun 1945. Sejak 1 April 1969
usaha khusus untuk meninggikan tingkat hidup hingga 21 Mei 1998, tidak kurang dari enam Tap
kaum buruh, tani, nelayan dan kaum pekerja pada MPR tentang GBHN. Enam Tap MPR tersebut,
umumnya dengan menghapuskan beban-beban yaitu: (i) Tap MPR No. IV/MPR/1973; (ii) Tap
sebagai peninggalan dari hubungan kerja kolonial MPR No. II/MPR/ 1978; (iii) Tap MPR No. IV/
dan feodal serta memberantas pengangguran”. MPR/1983; (iv) Tap MPR No. II/MPR/1988; (v)
Dalam bidang pemerintahan dan keamanan/ Tap MPR No. II/MPR/1993; dan terakhir (vi) Tap
pertahanan juga sangat tegas dinyatakan, “land MPR No. II/MPR/1998. Untuk konteks pemerintah
reform sebagai bagian mutlak daripada revolusi daerah (provinsi dan kabupaten/kota), dokumen
Indonesia adalah basis pembangunan semesta yang GBHN ini diterjemahkan ke dalam dokumen Pola
berdasarkan prinsip, bahwa tanah sebagai alat Dasar Pembangunan Daerah (Poldasbangda).
produksi tidak boleh dijadikan alat penghisapan”. Mekanisme dan bagan alir dari proses ini dapat
Sementara dalam bidang produksi orientasinya dilihat pada Bagan 1 (Bratakusumah, 2003).
adalah “untuk mengembangkan daya produksi
guna kepentingan masyarakat dalam rangka
ekonomi terpimpin, perlu diikutsertakan rakyat
dalam pengerahan semua modal dan potensi
(funds and forces) dalam negeri, dimana kaum
buruh dan tani memegang peranan yang penting”.
Orientasi politik yang sangat dominan pada zaman
demokrasi terpimpin menjadikan beberapa rencana
pembangunan ekonomi yang berorientasi pada
kesejahteraan dan peningkatan produksi tidak
berjalan optimal hingga kejatuhan Soekarno setelah
terjadi peristiwa politik tahun 1965.

GBHN dan Konsolidasi Negara Bagan 1


Kejatuhan Soekarno dari tampuk kekuasaan Siklus Perencanaan Pembangunan Nasional 1969 – 1998
menandai dimulainya era baru di bawah Sumber: Bratakusumah (2003)
kepemimpinan Presiden Soeharto yang kemudian Tahapan pembangunan yang disusun dalam
dikenal dengan era Orde Baru. Soeharto dengan masa itu telah meletakkan dasar-dasar bagi suatu
dibantu oleh para ekonom mulai menyusun berbagai proses pembangunan berkelanjutan dan berhasil
strategi rencana pembangunan untuk memulihkan meningkatkan kesejahteraan rakyat, seperti
kondisi ekonomi yang sudah limbung. Soeharto tercermin dalam berbagai indikator ekonomi
mengeluarkan Instruksi Presidium Kabinet No 15/ dan sosial. Pemerintah Orde Baru melakukan
EK/IN/1967 yang menugaskan Bappenas untuk konsolidasi negara melalui berbagai proyek
membuat rencana pemulihan ekonomi. Bappenas pembangunan yang mereka jalankan seperti
kemudian menghasilkan dokumen yang dinamakan pembangunan waduk dan irigasi, pembangunan
Rencana Pembangunan Lima Tahun I (Repelita infrastruktur jalan, penataan pranata sosial, hingga
I), untuk kurun waktu tahun 1969 sampai dengan pengaturan media. Semua itu dilakukan dalam
tahun 1973. Era Repelita telah berlangsung sampai rangka menciptakan stabilitas politik sebagai
dengan Repelita ke VI yang berakhir pada tahun prasarat bagi pembangunan ekonomi. Doktrin
1998. Proses perencanaan pada era Repelita pembangunan yang sangat terkenal pada zaman
selalu didasarkan kepada GBHN yang dihasilkan itu adalah trilogi pembangunan5. Semua kekuatan
oleh MPR yang bersidang lima tahun sekali dan aparatus negara dikerahkan untuk mewujudkan
(Bratakusumah, 2003). stabilitas politik yang merupakan bagian dari
Selanjutnya pada kurun waktu 1969–1998
bangsa Indonesia berhasil menyusun rencana
5
Trilogi pembangunan itu terdiri dari: (1) Stabilitas
nasional yang sehat dan dinamis;(2) Pertumbuhan
pembangunan nasional secara sistematis melalui
ekonomi yang cukup tinggi; dan (3) Pemerataan
tahapan lima tahunan. Pembangunan tersebut pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada
merupakan penjabaran dari Garis-garis Besar terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

136 | Aspirasi Vol. 5 No. 2, Desember 2014


proses depolitisasi pembangunan sebagaimana diterpa krisis moneter dalam waktu sekejap pada
disinyalir oleh Ferguson (1990). bulan Mei 1998.
Mengikuti Foucault, Ferguson melihat
“pembangunan” sebagai sebuah aparatus yang Masa Penghabisan GBHN
mengorganisasikan produksi bentuk-bentuk Pascakejatuhan Orde Baru, sempat terjadi
pengetahuan tentang masyarakat dan ekonomi kevakuman pelaksanaan pembangunan karena
negara dan perancangan teknik-teknik kekuasaan adanya proses transisi politik tahun 1998-1999.
yang berhubungan dengan pengetahuan itu. Dalam GBHN yang ditetapkan oleh MPR tahun
Institusi “pembangunan” yaitu negara dan agen- 1998, semestinya pada tahun itu Indonesia sudah
agen pembangunan lainnya menghasilkan bentuk- memasuki Repelita VII. Namun krisis ekonomi
bentuk wacananya sendiri dan wacana ini secara yang menghantam Indonesia memudarkan semua
simultan mengkonstruksi wilayah dan sasaran impian rencana pembangunan yang telah disusun
pembangunan sebagai objek pengetahuan tertentu sejak masa awal Orde Baru dengan istilah tinggal
dan menciptakan sebuah struktur pengetahuan di landas6. Para kritikus mengomentarinya dengan
sekeliling objek itu. Intervensi kemudian dikelola istilah satir dari tinggal landas menjadi tinggal
berdasarkan struktur pengetahuan ini. Kalaupun di landasan.Tap MPR No. II/MPR/1998 tentang
intervensi ini gagal ternyata tetap memiliki dampak GBHN yang merupakan produk era Orde Baru
teratur berupa ekspansi dan peneguhan kekuasaan kemudian dicabut dan diganti dengan Tap MPR
birokratis negara, proyeksi sebuah representasi No.X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi
kehidupan sosial ekonomi yang mengabaikan Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan
“politik”. Dalam bahasa yang lebih provokatif, Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan
Ferguson menyebut aparatur pembangunan yang Negara. Pokok reformasi pembangunan ini agak
beroperasi itu bekerja layaknya sebuah mesin “anti berbeda dengan kelaziman GBHN yang biasanya
politik”, mendepolitisasi segala hal yang disentuh. ditetapkan oleh MPR untuk jangka waktu panjang
Proses pembangunan pada kurun waktu dan memang dibuat hanya untuk masa transisi
tersebut sangat berorientasi pada output dan hasil yang dilaksanakan oleh Presiden Habibie. Dalam
akhir. Sementara itu, proses dan terutama kualitas dokumen ini juga dijelaskan bahwa ketetapan
institusi yang mendukung dan melaksanakan tidak ini hanya berlaku untuk kurun waktu sampai
dikembangkan dan bahkan ditekan secara politis terselenggaranya Sidang Umum MPR hasil
sehingga menjadi rentan terhadap penyalahgunaan pemilihan umum 1999.
dan tidak mampu menjalankan fungsinya secara Presiden Habibie yang memerintah dalam
profesional. Ketertinggalan pembangunan dalam waktu singkat lebih memfokuskan pada pemulihan
sistem dan kelembagaan politik, hukum, dan ekonomi dengan mengimplementasikan paket
sosial menyebabkan hasil pembangunan menjadi kebijakan reformasi ekonomi yang disyaratkan
timpang dari sisi keadilan dan dengan sendirinya oleh IMF. Meskipun tidak lama, Habibie mampu
mengancam keberlanjutan proses pembangunan itu melakukan banyak hal dalam memperbaiki kondisi
sendiri (Bratakusumah, 2003). ekonomi moneter dengan melakukan berbagai
Selain itu rencana pembangunan yang disusun kebijakan seperti merekapitulasi perbankan,
mengasumsikan tahapan-tahapan pembangunan merekonstruksi perekonomian Indonesia, dan
yang linier sebagaimana diacu oleh teori modernisasi. memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dollar.
Keberhasilan pembangunan kemudian direduksi Namun demikian pemerintahan yang singkat
dalam bentuk indikator-indikator ekonomi seperti ini berakhir tragis dengan ditolaknya laporan
pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita, pertanggunjawaban presiden dalam sidang umum
angka pengangguran, angka kemiskinan dan lain MPR RI tahun 1999.
sebagainya. Agen-agen pembangunan internasional MPR RI hasil pemilu 1999 masih menghasilkan
seperti Bank Dunia dan IMF juga sangat dominan dokumen GBHN yang merupakan GBHN
dalam menentukan agenda pembangunan di

6
Era tinggal landas dalam konsepsi pembangunan Orde
Indonesia dengan berbagai bantuan dan hutang Baru adalah masa setelah Indonesia menyelesaikan
yang mereka berikan. Pertumbuhan ekonomi program Pembangunan Jangka Panjang 25 Tahun (PJP)
yang tinggi dan berbagai penghargaan lembaga Tahap I yang berlangsung sejak 1968 hingga 1993. PJP
pembangunan dunia atas prestasi pembangunan Tahap II direncanakan sejak 1993 – 2018. Konsep tinggal
Indonesia mengabaikan fakta adanya kesenjangan landas itu sendiri banyak dipengaruhi oleh pemikirim
WW.Rostow (1960). Menurut Rostow ada lima tahapan
yang semakin menganga, fondasi ekonomi yang
pembangunan yaitu: masyarakat tradisional, persyaratan
rapuh, tercerabutnya hak-hak politik warga atas untuk lepas landas, lepas landas, gerakan kearah
nama pembangunan dan pada akhirnya limbung kedewasaan, dan yang terakhir masa konsumsi tinggi.

Imam Subkhan, GBHN dan Perubahan Perencanaan Pembangunan di Indonesia | 137


penghabisan dalam sejarah di republik ini melalui merupakan arah bagi lembaga-lembaga tinggi negara
Tap MPR No. IV/MPR/1999 Tentang Garis- dan segenap rakyat Indonesia. Implikasinya semua
Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 – 2004. lembaga tinggi negara wajib melaksanakan GBHN
Meskipun sama-sama bernama GBHN muatan dan memberikan pertanggungjawaban pada MPR.
yang terkandung di dalam GBHN zaman Orde Baru Sedangkan GBHN zaman Orde Baru pelaksanaannya
dengan era reformasi mengalami perubahan yang ditentukan oleh Presiden sebagai mandataris
cukup mendasar. Pada zaman Order Baru GBHN MPR dan wajib memberikan pertanggungjawaban
merupakan haluan negara tentang pembangunan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat atas tugas
nasional, sementara GBHN era reformasi menjalankan Garis-garis Besar Haluan Negara
merupakan haluan penyelenggaraan negara. pada akhir masa jabatannya. Landasan Pancasila
Istilah pembangunan nasional diganti dengan dan UUD 1945 juga tidak dicantumkanlah secara
penyelenggaraan negara. Tujuan dari GBHN era eksplisit lagi seperti pada GBHN pada masa Orde
reformasi ada penegasan mewujudkan masyarakat Baru. Untuk melihat perbedaan dua produk GBHN
yang demokratis yang sebelumnya tidak ada. Selain ini dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1.Perbandingan GBHN Era Orde Baru dan Era Reformasi
Komponen GBHN Era Orde Baru GBHN Era Reformasi
Dasar Hukum Tap MPR No. II/MPR/1998 Tap MPR No. IV/MPR/1999 Tentang Garis-Garis
Tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Besar Haluan Negara Tahun 1999 – 2004
Sistematika •• Bab I Pendahuluan •• Bab I Pendahuluan
•• Bab II Pembangunan Nasional •• Bab II Kondisi Umum
•• Bab III Pembangunan Jangka Panjang •• Bab III Visi Dan Misi
Kedua •• Bab IV Arah Kebijakan
•• Bab IV Pembangunan Lima Tahun •• Bab V Kaidah Pelaksanaan
Ketujuh •• Bab VI Penutup
•• Bab V Pelaksanaan
•• Bab VI Penutup
Pengertian Garis-garis Besar Haluan Negara adalah Garis-garis Besar Haluan Negara adalah haluan negara
haluan negara tentang pembangunan nasional tentang penyelenggaraan negara dalam garis-garis
dalam Garis-garis Besar sebagai pernyataan besar sebagai pernyataan kehendak rakyat secara
kehendak rakyat yang ditetapkan oleh Majelis menyeluruh dan terpadu yang ditetapkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat setiap lima tahun. Permusyawaratan Rakyat untuk lima tahun guna
mewujudkan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan.
Tujuan Pembangunan nasional bertujuan untuk Terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai,
mewujudkan suatu masyarakat adil dan demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan
makmur yang merata materiil dan spiritual sejahtera, dalam wadah negara Kesatuan Republik
berdasarkan Pancasila dan Undang- Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang
Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia,
Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, cinta tanah air, kesadaran hukum dan lingkungan,
berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki
dalam suasana perikehidupan bangsa yang etos kerja yang tinggi serta berdisiplin.
aman, tenteram, tertib, dan dinamis dalam
lingkungan pergaulan dunia yang merdeka,
bersahabat, tertib, dan damai.
Ketentuan/Kaidah GBHN pada dasarnya merupakan haluan GBHN tahun 1999 - 2004 yang ditetapkan oleh MPR
Pelaksanaan negara tentang pembangunan nasional yang dalam Sidang Umum majelis Permusyawaratan Rakyat
ditetapkan setiap lima tahun berdasarkan 1999, harus menjadi arah penyelenggaraan negara bagi
perkembangan dan tingkat kemajuan lembaga-lembaga tinggi negara dan segenap rakyat
kehidupan rakyat dan bangsa Indonesia, Indonesia
dan pelaksanaannya dituangkan dalam
pokok-pokok kebijaksanaan pelaksanaan
pembangunan nasional yang ditentukan oleh
Presiden

itu ada penegasan soal jangka waktu bahwa GBHN Dari GBHN Menjadi RPJPN
yang dimaksud untuk periode 1999-2004. Selama kurun waktu 1999-2002, MPR
Dalam kaidah pelaksanaannya juga ada melakukan kerja bersejarah yaitu mengamandemen
perbedaan mendasar. GBHN era reformasi

138 | Aspirasi Vol. 5 No. 2, Desember 2014


UUD 19457. Dalam amandemen yang ketiga mengkampanyekan dirinya, tentunya dia membuat
tahun 2001, Pasal 3 “Majelis Permusyawaratan program-program sendiri. Dengan dasar program
Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan itulah rakyat memilih dia menjadi Presiden. Jadi
Garis-Garis Besar daripada Haluan Negara” mungkin pada saatnya, setelah kita merubah atau
diubah menjadi Pasal 3 Ayat (1) yang menghapus mengamandemen pasal lain mengenai tata cara
pemilihan Presiden ketika Presiden itu dipilih
kewenangan MPR untuk menetapkan GBHN,
langsung oleh rakyat, maka tidak ada lagi GBHN
“Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang yang ditetapkan oleh MPR.”
mengubah dan menetapkan Undang-Undang
Dasar”. Sejak saat itu konsep dan istilah GBHN Pandangan senada disampaikan oleh Theo
tidak ada lagi dalam perencanaan pembangunan L. Sambuaga dari F-Partai Golkar dalam sidang
di Indonesia. Kalau kita mencermati perdebatan BP MPR 5 Juli 2001 yang memiliki pandangan
dalam sidang perubahan UUD oleh Badan Pekerja perlunya penghapusan GBHN.
MPR penghapusan GBHN ini berkaitan dengan “…Karena kita berpendapat bahwa Presiden dipilih
perubahan model pemilihan presdien dan wakil langsung maka yang menjadi pedoman Presiden
terpilih atau yang memerintah dalam melaksanakan
presiden yang tadinya oleh MPR dirubah melalui
tugas-tugasnya adalah pikiran-pikiran, komitmen-
pemilihan langsung oleh rakyat.
komitmen, janji-janjinya yang disampaikan
Dengan dipilih langsung oleh rakyat maka selama kampanye. Yang dirumuskan dalam
menjadi wewenang Presiden yang dipilih secara program sesudah menjadi Presiden. Oleh karena
langsung oleh rakyat untuk menentukan rencana itu, dalam hal ini MPR tidak perlu menetapkan
pembangunan. Sehingga tidak diperlukan adanya Garis Garis Besar Haluan Negara seperti yang kita
bimbingan dari MPR RI, tidak diperlukan adanya kerjakan sekarang ini. Sebab yang akan menjadi
tolok ukur dari MPR, sehingga Presiden itu nanti pedoman atau menjadi acuan bagi Presiden dalam
tidak bisa lagi dijatuhkan karena perbedaan melaksanakan tugasnya adalah semua komitmen
kebijakan, perbedaan pendapat dalam kebijakan atau manifesto politik atau platform yang
antara MPR dengan Presiden. Sehingga yang bisa dikemukakan yang dicanangkan, yang ditawarkan
menjatuhkan Presiden nanti adalah hal-hal yang kepada rakyat sebelum pemilihan umum.”
berkaitan dengan pelanggaran hukum, pelanggaran Pandangan berbeda disampaikan oleh Affandy
Konstitusi. Tidak lagi kepada pelanggaran GBHN. dari F-TNI/Polri yang berpendapat masih perlunya
Dengan sistem pemilihan langsung, GBHN adalah GBHN.
yang merupakan platform partai yang memenangkan “…MPR menetapkan Haluan Negara dalam Garis-
Pemilu, yang ditentukan oleh platform calon garis Besar dengan alasan bahwa GBHN tetap
Presiden yang memenangkan kursi Kepresidenan. diperlukan dalam rangka keterpaduan, kebulatan,
Akibatnya Presiden tidak bertanggung jawab keutuhan, dan kesinambungan pembangunan
kepada MPR, akan tetapi langsung kepada para nasional. Terlebih lagi untuk Indonesia sebagai negara
pemilih. Sehingga jika seorang Presiden tidak yang sedang berkembang dengan kebhinnekaan di
semua aspek. Kemudian dengan adanya GBHN dapat
memenuhi kehendak rakyat maka ia tidak akan
mencegah penyalahgunaan dan kewenangan serta
terpilih kembali, apabila ia mencalonkan untuk
mencegah pengelolaan pemerintahan berdasarkan
masa jabatan berikutnya. selera dan kepentingan penguasa. Oleh karena jelas
Hamdan Zoelva dari F-PBB yang saat ini substansi akuntabilitasnya”.
menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi dalam
Risalah Perubahan UUD 1945 menyampaikan Untuk pertamakalinya pemerintahan Indonesia
pandangan sebagai berikut: tidak lagi mengacu pada GBHN yang sudah
“...bahwa kalau MPR menetapkan Garis-Garis dihapus dalam perumusan rencana pembangunan
Besar Haluan Negara, dengan dasar pemikiran nasional sejak tahun 2004. Pada tahun ini pula
bahwa, MPR, apa, Presiden masih dipilih oleh pemilihan langsung Presiden dan Wakil Presiden
MPR. Kalau seandainya nanti pada saatnya diselenggarakan. Sebagai gantinya perencanaan
Presiden dipilih langsung oleh rakyat maka adalah pembangunan nasional mengacu pada UU No.
tidak pada tempatnya, Presiden itu tunduk pada 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
garis-garis besar haluan negara yang ditetapkan Nasional (SPPN).
oleh MPR karena dia dipilih langsung oleh rakyat. Saat ini, dokumen yang menggantikan GBHN
Pada saat dia sebelum dipilih oleh rakyat dan dia
adalah dokumen Rencana Pembanganan Jangka

7
Amandemen UUD 1945 sebanyak 4 kali. Amandemen Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang
Pertama disahkan pada 19 Oktober 1999. Amandemen ditetapkan dengan UU No. 17 Tahun 2007. Rencana
Kedua disahkan pada 18 Agustus 2000. Amandemen Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun
Ketiga disahkan pada 10 November 2001. Dan,
2005 – 2025, selanjutnya disebut RPJP Nasional,
Amandemen Keempat disahkan pada 10 Agustus 2002.

Imam Subkhan, GBHN dan Perubahan Perencanaan Pembangunan di Indonesia | 139


Bagan 2. Alur Perencanaan Pembangunan Nasional
adalah dokumen perencanaan pembangunan Dugaan bahwa perencanaan pembangunan saat
nasional periode 20 (dua puluh) tahun terhitung ini tidak memiliki pedoman sebagaimana GBHN
sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025, tidaklah tepat. Dalam RPJPN seperti halnya dalam
ditetapkan dengan maksud memberikan arah GBHN dijelaskan secara runtut arah dan tahapan
sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen pembangunan yang ingin dicapai dalam jangka
bangsa (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) panjang atau 20 tahun mendatang yang kemudian
dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional dirinci dalam RPJMN untuk lima tahun dan RKP
sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan untuk jangka waktu satu tahun. Masing-masing
yang disepakati bersama sehingga seluruh upaya tahapan dalam lima tahun ada sasaran strategisnya
yang dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat sebagai terlihat dalam bagan 3:
sinergis, koordinatif dan saling melengkapi satu Dengan demikian anggapan bahwa kekacauan
dengan lainnya di dalam satu pola sikap dan pola dan ketiadaan panduan dalam pembangunan di
tindak. Dokumen ini kemudian diturunkan ke Indonesia sebenarnya sudah dijawab dengan adanya
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJPN sebagai pengganti GBHN. Namun demikian
(RPJM) dan dokumen rencana pembangunan harus diakui bahwa pelaksanaan RPJPN tidaklah
tahunan yang disebut Rencana Kerja Pemerintah seefektif pelaksanaan GBHN. Hal ini disebabkan
(RKP). Dokumen ini yang menjadi dasar penetapan karena perubahan sistem politik di Indonesia
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). yang semakin demokratis dan terdesentralisasi.
GBHN dan RPJPN sebagai dua model Kepala daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota)
perencanaan pembangunan nasional yang bersifat saat ini dipilih langsung oleh rakyat dan mereka
jangka panjang, merupakan panduan pembangunan memiliki otonomi dalam mengelola daerahnya.
nasional di segala bidang kehidupan masyarakat Dalam pengelolaan itu seringkali tidak sejalan
bangsa Indonesia. Perbedaannya dua kebijakan dengan pemerintah pusat. Pemerintah pusat tidak
pembangunan nasional tersebut dibuat atau memiliki kontrol yang kuat terhadap pemerintah
disusun dalam bentuk atau format yuridis yang daerah untuk menjalankan kebijakannya. Bahkan
berbeda. GBHN pada sepanjang pemerintahan kebijakan pemerintah daerah seringkali berbenturan
Orde Baru disusun atau ditetapkan dalam bentuk dengan kebijakan pemerintah pusat sebagai bentuk
Ketetapan MPR (TAP MPR), sementara RPJPN penentangan strategis.
di era pemerintahan reformasi, dirumuskan dalam Demokratisasi politik di tingkat pusat juga
ketentuan hukum berbentuk Undang-Undang membawa implikasi besar terhadap pola dan arah
(Muhtamar dkk, 2012). Untuk skema perencanaan pembangunan di Indonesia. Tidak ada lembaga
pembangunan yang saat ini digunakan di Indonesia negara yang kuat yang mampu melakukan
dapat dilihat dalam Bagan 2: kontrol terhadap seluruh proses perencanaan

140 | Aspirasi Vol. 5 No. 2, Desember 2014


Bagan 3. Strategi Pembangunan Jangka Panjang
pembangunan di Indonesia. Kekuatan parlemen Kekacauan dan benturan perencanaan
yang semakin dominan menyebabkan Presiden pembangunan di Indonesia lebih banyak disebabkan
sebagai kepala pemerintahan, meskipun dipilih oleh faktor-faktor politik ketimbang faktor-faktor
langsung oleh rakyat, tidak bisa berbuat banyak. teknis. Oleh karena itu memberikan solusi teknis
Sebagai akibatnya, hierarki kepemimpinan dari dengan menghadirkan GBHN tidak akan pernah
pemerintah pusat ke daerah menjadi tidak efektif. menyelesaikan persoalan. Demikian juga pandangan
Ketidakefektifan ini kentara manakala partai untuk kembali ke masa Order Baru hanya akan
politik pengusung presiden yang menang berbeda membuat kemunduran pembangunan di Indonesia.
dengan partai politik pengusung kepala daerah Maka dari itu gagasan Escobar (1995) menjadi
yang menang di tingkat provinsi/kota/kabupaten. relevan. Dengan pendekatan diskursif, Escobar
Dalam kondisi seperti ini, masyarakat akan lebih mengkonseptualisasikan pembangunan secara kritis.
banyak dikorbankan karena formulasi kebijakan Escobar melihat pembangunan sebagai pengalaman
untuk memajukan pembangunan menjadi tidak tunggal yang mensejarah, penciptaan domain
lagi tunduk kepada presiden selaku kepala negara/ pemikiran dan tindakan, dengan menganalisis
pemerintahan, tetapi lebih cenderung mengikuti karakteristik dan interelasi tiga kerangka yang
dan mematuhi kemauan pemimpin partai politik membatasinya yaitu: (1) bentuk-bentuk pengetahuan
masing-masing (Bratakusumah, 2003). yang menjadi rujukan dan menjadikan pembangunan
mengada dan dielaborasi ke dalam objek, konsep,
Penutup teori dan semacamnya; (2) sistem kekuasaan yang
Diskursus tentang keinginan menghadirkan mengatur praktek pembangunan; dan (3) bentuk-
GBHN di era kekinian dalam proses pembangunan bentuk subyektifitas yang dikembangkan oleh
di Indonesia sebenarnya bukan disebabkan ketiadaan wacana ini.
panduan dalam perencanaan pembangunan Indonesia Keinginan menghadirkan GBHN sebenarnya
dalam jangka panjang. Dokumen RPJPN seperti dalam pandangan saya lebih disebabkan oleh sistem
halnya GBHN memperlihatkan bahwa perencanaan kekuasaan yang mengatur praktik pembangunan,
pembangunan Indonesia masih mengacu pada bukan semata-mata bentuk pengetahuan dalam
perspektif modernis yang mengasumsikan bahwa dokumen perencanaan pembangunan. Hal inilah
pembangunan itu dibayangkan berjalan secara linier yang saya kira luput dari pengamatan mereka-
melalui tahapan tertentu yang sudah direncanakan. mereka yang merindukan GBHN. Untuk melihat
Hampir mirip proses yang dibayangkan oleh WW bagaimana perencanaan pembangunan pasca Orde
Rostow (1960), lima puluh empat tahun silam ketika Baru dimunculkan dan dilaksanakan diperlukan
merumuskan lima tahapan pembangunan yang penelitian lanjut dengan melakukan kajian
kemudian menjadi acuan pembangunan Orde Baru serius pada level mikro di tingkat lokal. Dari
dengan kandungan yang berbeda. sini kita akan bisa melihat bagaimana RPJPN

Imam Subkhan, GBHN dan Perubahan Perencanaan Pembangunan di Indonesia | 141


yang ditujukan sebagai pedoman perencanaan Tim Penyusun Setjen MK. 2010. Naskah Komprehensif
pembangunan di Indonesia ditafsirkan oleh aktor- Proses dan Hasil Perubahan UUD 1945, Naskah
aktor pembangunan, dijadikan acuan ataukah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar
sekedar berhenti pada tumpukan dokumen saja Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Latar
dalam perencanaan pembangunan. Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan, 1999-
2002, Buku III Lembaga Permusyawaratan dan
Perwakilan, Jilid 1. Jakarta: Sekretariat Jenderal
dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi

DAFTAR PUSTAKA Tim Penyusun Setjen MPR RI. 2010. Risalah Perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Jakarta: Sekretariat Jenderal Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Jurnal Willis, Katie. 2011. Theories and Practices of
Paiement, Jason Jacques. 2007.“Anthropology and Development. Second ed. Abingdon & New York:
Development”. National Association for the Routledge.
Practice of Anthropology Bulletin May 2007, Vol.
27, No. 1: 196–223. New York:Wiley-Blackwell.
Internet
Rist, Gilbert. 2007. “Development as a Buzzword”. Adiningsih, Sri. 2011. “Bahan Diskusi: Sistem
Development in Practice, Volume 17, Numbers 4 – Pelaksanaan Pembangunan Nasional”. http://
5. diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/sri-
adiningsih-pembangunannaslan.pdf diakses tanggal
8 Juni 2014
Buku
Bratakusumah, Deddy Supriady. 2003. Implikasi Rosidi, Iman. 2014. “Golkar Pelopori Perlunya GBHN
Perubahan UUD 1945 Terhadap Sistem Dihidupkan Kembali”. http://www.sindotrijaya.
Perencanaan Pembangunan Nasional (makalah com/news/detail/5620/golkar-pelopori-perlunya-
tidak diterbitkan) gbhn-dihidupkan-kembali#.VJbX2v88B. Diakses
tanggal 8 Juni 2014.
Edelman, Marc, dan Angelique Haugerud. 2005. The
Anthropology Of Development And Globalization: Suharman, Tri. 2014. “Habibie: Kembalikan GBHN”.
From Classical Political Economy To Contemporary h t t p : / / w w w. t e m p o . c o / r e a d / n e w s / 2 0 1 4 / 0 3 /
Neoliberalism. Malden, Mass: Blackwell Pub 26/078565577/Habibie-Kembalikan-GBHN-.
Diakses tanggal 8 Juni 2014.
Escobar, Arturo. 1995. Encountering development:
The Making and Unmaking of the Third World. Tim Perumus Konvensi Kampus Xdan Temu Tahunan
Princeton: Princeton University Press FRI XVI. 2014“Rumusan Konvensi”. http://fri.
or.id/rumusan-konvensi/. Diakses tanggal 8 Juni
Ferguson, James. 1990. The Anti-politics machine: 2014.
“Development,” Depoliticization, and Bureaucratic
Power in Lesotho. Cambridge and New York:
Cambridge University Press Peraturan Perundang-undangan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
Gardner, K. Dan D. Lewis. 1996. Anthropology,
Republik Indonesia No. I/MPRS/1960 Tentang
Development and the Crisis of Modernity, London:
Manifesto Politik Republik Indonesia Sebagai
Pluto Press. Chapter 1
Garis-Garis Besar Daripada Haluan Negara
Muhtamar, Syafruddin, Abdul Razak, M. Yunus Wahid.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
2012. Relevansi Perencanaan Pembangunan
Indonesia Nomor: II/MPR/1998 Tentang Garis-
Nasional Dengan Amanat Konstitusi (Studi Tentang
Garis Besar Haluan Negara
Perbandingan Arah Kebijakan Pembangunan
Hukum Dalam GBHN dan RPJPN). Makasar: Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
Program Pascasarjana UNHAS Republik Indonesia No. II/MPRS/1960 Tentang
Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional
Poesponegoro, Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto.
Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969
2008. Sejarah nasional Indonesia: Zaman Jepang
dan zaman Republik Indonesia, ±1942-1998. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Jakarta: Balai Pustaka Indonesia Nomor: X/MPR/1998 Tentang Pokok
Pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka
Rostow, W.W. 1960. The Stages of Economic Growth: A
Penyelamatan Dan Normalisasi Kehidupan
Non-Communist Manifesto. Cambridge: Cambridge
Nasional Sebagai Haluan Negara
University Press

142 | Aspirasi Vol. 5 No. 2, Desember 2014


Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem
Indonesia Nomor: Nomor IV/MPR/1999 Tentang Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN)
Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 –
Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana
2004
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (asli) 2005-2025.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1960 tentang Garis-
Tahun 1945 (perubahan) Garis Besar Dari Pada Haluan Negara Tanggal 29
Januari 1960.

Imam Subkhan, GBHN dan Perubahan Perencanaan Pembangunan di Indonesia | 143

Anda mungkin juga menyukai