Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

PERSALINAN DENGAN POST PARTUM SECTIO CAESAREA

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS

Disusun Oleh:
HARIANI, S.Kep
113063J121019

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan “Post Partum Sectio Caesarea” disusun oleh Hariani, S.Kep
113063J121019. Laporan Pendahuluan ini telah diperiksa dan disetujui oleh
Preseptor Akademik dan Preseptor Klinik.

Banjarmasin, Februari 2022

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

Maria Silvana Dhawo, S.Kep.,Ners.,MHPEd Roger, S.Kep, Ners


KONSEP TEORI
A. Pengertian
Post partum adalah masa waktu antara kelahiran plasenta dan
membrane yang menandai berakhirnya periode intrapartum sampai waktu
menuju kembalinya system reproduksi wanita tersebut ke kondisi tidak
hamil (Anggraini, 2010).
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
(Sarwono, 2009). Sedangkan menurut (Gulardi & Wiknjosastro, 2006)
Sectio caesarea adalah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat
badan di atas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh,
dan menurut (Mansjoer,2002) Sectio caesarea ialah pembedahan untuk
melahirkan janin dengan membuka dinding parut dan dinding rahim.

B. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi Sistem Reproduksi Wanita


Organ reproduksi wanita terbagi atas 2 bagian yaitu organ reproduksi
eksterna ( organ bagian luar ) dan organ reproduksi interne ( organ
bagian dalam ).
2. Organ Reproduksi Eksterna Wanita
a. Vulva atau pudenda, meliputi seluruh stuktur eksternal yang dapat
dilihat mulai dari pubis sampai pirenium, yaitu mons veneris,
labia mayora dan labia minora, klitoris, selaput darah / hymen,
vestibulum, maura uretra, berbagai kelenjer dan struktur vaskular.
b. Mons veneris atau mons pubis adalah bagian yang menonjol di
atas simfisis dan pada perempuan setelah pubertas ditutup oleh
rambut kemaluan. Pada perempuan umunnya batas rambut
melintang sampai pinggir atas simfisis, sedangakn ke bawah
samapai ke sekitar anus dan paha.
c. Labia mayora / bibir-bibir besar terdiri atas bagian kiri dan kanan,
lonjong mengecil ke bawah, terisi oleh jaringan lemak yang
serupa dengan yang ada di mons veneris.
d. Labia minora / bibir-bibir kecil / nymphae adalah suatu lipatan
tipis dan kulit sebelah dalam bibir besar. Kulit yang meliputi bibir
kecil mengandung banyak glandula sebasea / kelenjar-kelenjar
lemak dan juga ujung-ujung saraf yang menyebabkan bibir kecil
sangatensitif. Jaringan ikatnya mengandung banak pembuluh
darah dan beberapa otot polos yang menyebabkan bibir kecil ini
dapat mengembang.
e. Klitoris kira-kira sebesar biji kacang ijo, tertutup oleh preputium
klitoris dan terdiri dari glans klitoris, korpus klitoris, dan dua
krura yang menggantungkan klitoris ke os pubis. Glans klitoris
terdiri atas jaringan yang dapat mengambang, penuh dengan urat
saraf sehingga sangat sensitif.
f. Vestibulum berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dari depan
ke belakang dan dibatasi di depan oleh klitoris, kanan dan kiri
oleh ke dua bibir kecil dan di belakang oleh perineum.
g. Bulbus vestibuli sinitra et dekstra merupakan pengumpulan vena
terletak di bawah selaput lendir vestibulum, dekat namus ossis
pubis. Panjangnya 3-4 cm, lebarnya 1-2 cm dan tebalnya 0,5-1
cm. Bulbus vestibuli mengandung banyak pembuluh darah,
sebagian tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus
kontriktor vagina.
h. Introitus Vagina mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-
beda. Pada seorang Virgo selalu dilindungi oleh labia minora
yang baru dapat dilihat jika bibir kecil ini dibuka. Introtus vagina
ditutupi oleh selaput dara / himen. Himen ini mempunyai bentuk
berbeda-beda, dan yang semilunar (bulan sabit) sampai yang
berlubang-lubang atau yang bersekat (septum).
i. Perineum terletak di antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4
cm. Jaringan yang mendukung perineum terutama ialah
diagfragma pelvis dan diagfragma urogenitalis (Prawirohardjo,
2009).
3. Organ Reproduksi Interna Wanita
a. Vagina / Liang kemaluan, setelah melewati introtus vagina
terdapat liang kemaluan (vagina) yang merupakan suatu
penghubung antara introtus vagina dengan uterus. Dinding depan
dan belakang vagina berdekatan satu sama lain, masing-masing
panjangnyan antara 6-7 cm dan 7-10 cm. Bentuk vangina sebelah
dalam yang berlipat-lipat disebut rugae.
b. Uterus berbentuk sepertu buah avokado atau bauah pir yang
sedikit gepeng ke arah depan belakang. Ukurannya sebesar telur
ayam dan mempunyai rongga.Ukuran panjang uterus 7-7,5 cm,
lebar di atas 5,25 cm dan tebal 2,5 cm dan tebal dinding 1,25 cm.
Letak uterus keadaan fifioligis adalah anteversiofleksio / serviks
ke depan dan membentuk sudut dengan vagina, sedangkan korpus
uteri ke depan membentuk sudut dengan serviks uteri.
c. Tuba falloppi terdiri atas :
1) Pars irterstisialis, yaitu bagian yang terdapat di dinding uterus.
2) Pars ismika merupakan bagian medial tuba yang sempit
seluruhnya.
3) Pars ampullaris, yaitu bagian yang berbentuk sebagian saluran
agak lebar, tempat konsepsi terjadi.
4) Infundibulum, yaitu bagian ujung tuba yang terbuka ke arah
abdomen dan mempunyai fimbriae. Fimbriae penting artinya
bagi tuba untuk mengakap telur dan selanjutnya menyalurkan
ke dalam tuba. Bentuk infundibulum seperti anemon / sejenis
binatang laut.
d. Ovarium, perempuan pada umumnya mempunyai dua indung
telut kanan dan kiri. Mesovarium menggantung ovarium di bagian
belakang ligamentum latum di kiri dan kanan. Ovarium berukuran
kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang 4 cm,
lebar dan tebal 1,5 cm ( Prawirohardjo, 2009).
4. Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita
Secara garis besar berfungsi sebagai sistem reproduksi dapat
digolongkan sebagai berikut :
a. Genetalia eksterna fungsinya adalah dikhususkan untuk kopulasi
(koitus).
b. Genetalia interna
c. Vagina berfungsi sebagai saluran keluar untuk mengeluarkan
darah haid dan secret lain dari rahim, alat untuk bersenggama,
jalan lahir pada waktu persalinan.
d. Uterus setiap bulan berfungsi dalam siklus haid, tempat janin
tumbuh dan berkembang, berkontraksi terutama sewaktu bersalin.
e. Tuba fallopi berfungsi untuk menyalurkan telur atau hasil
konsepsi kearah kavum uteri dengan arus yang ditimbulkan oleh
getaran rambut getar tersebut.
f. Ovarium berfungsi sebagai saluran telur, menangkap dan
membawa ovum yang dilepaskan oleh indung telur. Tempat
terjadinya pembuahan (Prawihardjo, 2009).

C. Jenis-jenis Sectio Caesarea

a. Sectio caeasarea transperitonealis profunda

Sectio caeasarea transperitonealis profunda dengan insisi di segmen


bawah uterus. Insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang
atau memanjang.

Keunggulan pembedahan ini :

1. Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak

2. Bahaya peritonitis tidak besar

3. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri


dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah
uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus
uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.

b. Sectio caesarea korporal / klasik

Pada Sectio caesarea korporal / klasik ini di buat kepada korpus uteri,
pembedahan ini yang agak mudah dilakukan, hanya di selenggarakan
apabila ada halangan untuk
melakukan sectio caesarea transperitonealis profunda. Insisi
memanjang pada segmen uterus.
c. Sectio caesarea ekstra peritoneal
Sectio ceasarea ekstra peritoneal dahulu dilakukan untuk mengurangi
bahaya injeksi peroral akan tetapi dengan kemajuan pengobatan
tehadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi
dilakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien
infeksi uteri berat.
d. Sectio caesarea hysteroctomi
Setelah sectio caesarea, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi :
1. Atonia uteri
2. Plasenta accrete
3. Myoma uteri
4. Infeksi intra uteri berat
D. Etiologi
Menurut Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea
adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini.
Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi
4.000 gram> Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio sebagai berikut :
a. CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran kepala janin yang dapat menyebabkan ibu
tidak dapat melahirkan secara normal. Tulang-tulang panggul
merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul
yang merupakan jalan yang harus dilalau oleh janin ketika akan lahir
secara normal. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau
panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan normal sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan
patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.

b. PEB (Pre-Eklamasi Berat) adalah kesatuan penyakit yang langsung


disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas.
Setelah perdarahan dan infeksi, pre- eklamsi dan eklamsi merupakan
penyebab kematian maternatal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu
mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KDP ( Ketuban Pecah Dini ) adalah pecahnya ketuban sebelum
terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartus.
Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37
minggu.
d. Bayi kembar, tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara sectio
caesarea. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi
komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu,
bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang
sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor hambatan jalan lahir, adanya gangguan pada jalan lahir,
misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan,
adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek
dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1. Kelainan pada letak kepala
a. Letak kepala tengadah, bagian terbawah adalah puncak kepala,
pada pemerikasaan dalam teraba UUB yang paling rendah.
Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,
anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
b. Presentasi muka, letak kepala tengadah (defleksi), sehingga
bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini
jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
c. Presentasi dahi, posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi
berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada
penempatan dagu, biasnya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
2. Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang,
yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki sempurna,
presentasi bokong tidak sempurna dan presentasi kaki.

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis terbagi atas 4 bagian menurut Saifuddin (2002), yaitu:
a. Pusing
b. Mual muntah
c. Nyeri sekitar luka operasi
d. Peristaltic usus menurun.

F. Patofisiologi
Sectio caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi
dengan berat di atas 500 gram dengan sayatan pada dinding uterus yang
masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan sc yaitu distorsi kepala panggul,
disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu.
Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan janin lintang
setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik
aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dari
aspek fisiologis yaitu produk oxitosin yang tidak adekuat akan
mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan
menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah
satu utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa
bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-
kadang bayi lahir dalam keadaan upnou yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi
ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah
banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas
yang tidak efektif akibat sekret yang berlebihan karena kerja otot nafas
silia yang menutup. Anastesi ini juga mempengaruhi saluran pencarnaan
dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung
akan terjadi proses penghancur dengan bantuan peristaltik usus.
Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh
energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga
menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpung dan karena
reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sengat motilitas yang
menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi
(Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002).

G. Pemeriksaan penunjang
1. Elektroensefalogram (EEG)
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti Resonance Imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik
dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah
otak yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.
4. Uji laboratorium
a) Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c) Panel elektrolit
d) Skrining toksik dari serum dan urin
e) AGD
f) Kadar kalsium darah
g) Kadar natrium darah
h) Kadar magnesium darah.

H. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu SC, Cunningham, (2006) dalam :
a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas dibagi atas :

1. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.


2. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi
dan perut sedikit kembung.
3. Berat, peritonealis, sepsisi dan usus paralitik.

b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat


pembedahan cabang-cabang arteri ikut terbuka atau karena atonia
uteri.

c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,


embolisme paru yang sangat jarang terjadi.

d. Kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan


berikutnya bisa terjadi ruptur. Yang sering terjadi pada bayi :
Kematian perinatal.

I. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan klien post Sectio Caesarea, Cunningham (2006) dalam :

1. Keperawatan

a) Perawatan awal

1) Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1


jam pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa
tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar.

2) Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi

3) Transfusi darah jika perlu

4) Jika tanda vital dan hematikrit turun walau diberikan transfusi,


segera kembalikan ke kamar bedah kemungkinanan terjadi
perdarahan pasca bedah.

b) Diet

Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita


flatus lalu di mulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah bleh
dilakukan pada 6-10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

c) Mobilisasi

1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah
operasi

2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur


telentang sedini mungkin setelah sadar.

3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukan selama 5


menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya.

4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi


setengah duduk (semifowler).

5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien


dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 smapai hari ke-5 pasca
operasi.

d) Fungsi gastrointestinal

1) Jika tindakan tidak berat beri pasien diet cair

2) Jika ada tanda infeksi, tunggu bising usus timbul

3) Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat

4) Pemberian infis diteruskan sampai pasien bisa minum dengan


baik.

e) Perawatan funsi kandung kemih

1) Jika urine jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau


sesudah semalam.

2) Jika urine tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urine


jernih.

3) Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter


terpasang sampai minimum 7 hari atau urine jernih.

4) Jika sudah tidak memekai antibiotik berikan nirofurantoin 100


mg per oral per hari smapai kateter dilepas.

5) Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyri dan tidak


enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan
menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 – 48
jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
f) Pembalutan dan perawatan luka
1) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan
tidak terlalu banyak jangan mengganti pembalut.
2) Jika pembalut luka agak kendor, jangan ganti pembalut, tapi
beri plester untuk mengencangkannya.
3) Ganti pembalut dengan cara steril
4) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
5) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angka
jahitan kulit dilakukan pada hari ke-5 pada SC.
J. Medis
1. Cairan IV sesuai indikasi
2. Anestesi regional atau general
3. Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan section caesarea
4. Tes laboratorium sesuai indikasi
5. Pemberian oksitosin sesuai indikasi
6. Tanda vital per protocol ruang pemulihan
7. Persiapan kulit pembedahan abdomen
8. Persetujuan ditandatangani
9. Pemasangan kateter fole

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesarea, data yang ditemukan
meliputi distres janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi
janin, prolaps tali pusat, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
1. Identitas atau biodata klien
Meliputi : nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,
pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, nomor registrasi,
dan diagnosa keperawatan.
2. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan klien pada saat ini dikumpulkan untuk
menentukan prioritas intervensi keperawatan, keluhan utama pada post
operasi SC biasanya adalah nyeri dibagian abdomen, pusing dan sakit
pinggang.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat pada saat sebelum inpartus di dapatkan cairan yang
keluar pervaginan secara spontan kemudian tidak di ikuti tanda-
tanda persalinan.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Didapatkan data klien pernah riwayat SC sebelumnya, panggul
sempit, serta letak bayi sungsang. Meliputi penyakit yang lain
dapat juga mempengaruhi penyakit sekarang.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit turunan dalam keluarga seperti jantung, HT,
TBC, DM, penyakit kelamin, abortus yang mungkin penyakit
tersebut diturunkan kepada klien.
d. Pemeriksaan fisik

1. Kepala

a. Rambut

Bagaimana bentuk kepala, warna rambut, kebersihan


rambut, dan apakah ada benjolan.

b. Mata

Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata,


konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata
pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami
perdarahan, sclera kuning.

c. Telinga

Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana


kebersihannya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
d. Hidung

Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum


kadang- kadang ditemukan pernapasan cuping hidung.

e. Mulut dan gigi

Mulut bersih / kotor, mukosa bibir kering / lembab.

2. Leher

Saat dipalpasi ditemukan ada / tidak pembesaran kelenjar


tiroid, karna adanya proses penerangan yang salah.

3. Thorak

a. Payudara

Simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada payudara,


areola hitam kecoklatan, putting susu menonjol, air susu
lancer dan banyak keluar.

b. Paru-paru

I : Simetris / tidak kiri dan kanan, ada / tidak terlihat


pembengkakan.

P : Ada / tidak nyeri tekan, ada / tidak teraba massa

P : Redup / sonor

A : Suara nafas Vesikuler / ronkhi / wheezing

c. Jantung

I : Ictus cordis teraba / tidak

P : Ictus cordis teraba / tidak

P : Redup / tympani

A : Bunyi jantung lup dup


4. Abdomen

I : Terdapat luka jahitan post op ditutupi verban, adanya strie


gravidarum

P : Nyeri tekan pada luka,konsistensi uterus lembek / keras

P : Redup
A : Bising usus

5. Genetalia

Pengeluaran darah bercampur lender, pengeluaran air ketuban,


bila terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang
dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan
letak anak.

6. Eksremitas

Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena


membesarkan uterus, karena pre eklamsia atau karena
penyakit jantung atau ginjal.

7. Tanda-tanda vital

8. Apabila terjadi perdarahan pada post partum tekanan darah


turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik dibuktikan


dengan tampak meringis.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas


dibuktikan dengan merasa lemah.

4. Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik


dibuktikan dengan tidak mampu mandi/berpakaian secara
mandiri.

5. Gangguan mobilitan fisik berhubungan dengan efek agen


farmakologis (anestesi) dibuktikan dengan fisik lemah.

6. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan


prosedur pembedahan dibuktikan dengan perdarahan.
C. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan (SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera Setelah dikakukan tindakan Observasi :
fisik dibuktikan dengan tampak meringis keperawatan 1x24 jam diharapkan  Identifikasi lokasi, karakteristik,
Tingkat nyeri menurun. frekuensi, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
Kriteria Hasil :  Identifikasi factor penyebab nyeri
 Keluhan nyeri menurun (5)  Monitor efek samping penggunaan
 Tampak meringis menurun analgetik
(5)
 Sikap protektif menurun (5) Terapeutik :
 Berikan teknik nonfarmakologis
(tarik nafas dalam, kompre hangat
atau dingin)
 Kontrok lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (suhu,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitas istirahat dan tidur
Edukasi :
 Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi pereda nyeri
 Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
 Anjurkan teknik nonfarkamkologis
untuk mengurangi nyeri

Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian analgetik
(jika perlu)

2. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan Setelah melakukan tindakan Observasi :


integritas kulit. keperawatan 1x 8 jam diharapkan
Tingkat infeksi menurun.  Monitor tanda dan gejala infeksi
local dan sistemik
Kriteria Hasil :
Terapeutik :
 Kebersihan tangan meningkat
(5)  Batasi jumlah pengunjung
 Kebersihan badan meningkat  Berikan perawatan kulit pada area
(5) edema
 Nyeri menurun (5)  Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
 Pertahankan teknikn aseptic pada
pasein beresiko tinggi
Edukasi :

 Jelaska tanda dan gejala infeksi


 Ajarkan cuci tangan dengan benar
 Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi :

 Kolaborasi pemberian antibiotok


ataupun imusisasi (jika perlu)

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Setelah melakukan tindakan Observasi :


imobilitas dibuktikan dengan klien merasa keperawaran 1x24 jam
lemah. diharapkan Toleransi aktivitas  Identifikasi keterbatasan fungsi dan
meningkat. gerak sendi
Kriteria Hasil :  Monitor lokasi dan sifat
ketidaknyamanan atau rasa sakit
 Kemudahan dalam melakukan selama bergerak atau beraktivitas
aktivitas sehari-hari meningkat
(5) Terapeutik :
 Kecepatan berjalan meningkat
(5)  Lakukan pengendalian nyeri
 Jarak berjalan meningkat (5) sebelum memulai latihan
 Perasaan lemah menurun (5)  Berikan posisi tubuh optimal untuk
gerakan sendimpasif atau aktif
 Fasilitasi menyusun jadwal latihan
rentang gerak aktif atau pasif
 Berikan penguatan positif untuk
melakukan latihan bersama
Edukasi :

 Jelaskan kepada pasien atau keluarga


tujuan dan rencanakan latihan
bersama
 Anjurkan pasien duduk ditempat
tidur, disisi tempat tidur (menjuntai)
atau di kursi
 Anjurkan melakukan latihan rentang
gerak pasif dan aktif secara
sistematis
4. Deficit perawatan diri berhubungan dengan Setelah dikakukan tindakan Observasi :
kelemahan fisik dibuktikan dengan tidak keperawatan 1x24 jam diharapkan
mampu mandi/berpakaian secara mandiri. Perawatan diri meningkat.  Monitor tingkat kemandirian
 Identifikasi kebutuhan alat bantu
Kriteria Hasil : dlam melakukan kebersihan diri,
berpakaian, berhias, dan makan.
 Kemampuan mandi meningkat  Monitor integritas kulit pasien.
(5)

 Kemampuan mengenakan Terapeutik :


pakaian secara mandiri
meningkat (5)  Dampingi dalam melakukan
 Mempertahankan kebersihan perawatan diri
diri meningkat (5)  Fasilitasi kemandirian klien
 Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi :

 Anjurkan melakukan perawatan diri


secara konsisten sesuai kemampuan
 Anjurkan ke toilet secara mandiri
5. Gangguan mobilitan fisik berhubungan dengan Setelah dikakukan tindakan Observasi :
efek agen farmakologis (anestesi) dibuktikan keperawatan 1x24 jam diharapkan
dengan fisik lemah. Mobilitas fisik meningkat.  Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
Kriterian Hasil :  Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
 Nyeri menurun (5)
 Kelemahan fisik menurun (5) Terapeutik :
 Kekuatan otot meningkat (5)
 Gerakan terbatas menurun (5)  Fasilitas aktivitas mobilisasi dengan
alat bantu
 Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi :

 Jelaskan tujuan dan prosedur


mobilisasi
 Anjurkan mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. duduk di
tempat tidur, pindah dari tempat
tidur ke kursi)
6. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan Setelah dikakukan tindakan Observasi :
dengan prosedur pembedahan dibuktikan keperawatan 1x24 jam diharapkan
dengan perdarahan. Keseimbangan cairan meningkat.  Monitor frekuensi dan kekuatan
nadi
Kriteria Hasil :  Monitor tekana darah
 Monitor jumlah dan warna urin
 Asupan cairan meningkat (5)
 Monitor inteka dan output cairan
 Kelembaban membrane
mukosa meningkat (5) Terapeutik :
 Membrane mukosa membaik
(5)  Atur waktu pemantauan sesuai
 Turgor kulit membaik (5) dengan kondisi klien
 Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan
D. Implementasi
Setelah rencana keperawatan disusun langkah selanjutnya adalah dalam menetapkan tindakan keperawatan. Tindakan ini dapat
dilakukan secara mandiri atau kerjasama dengan tim kesehatan lainnya (Hidayat, 2004).
E. Evaluasi
Evaluasi adalah untuk penilaian yang dilakukan untuk mengetahui keberhasilan tujuan. Jika kriteria yang ditetapkan belum tercapai
maka tugas perawat selanjutnya adalah melakukan pengkajian kembali (Hidayat, 2004).

DAFTAR PUSTAKA
Cunningham. (2006). Pelaksanaan Post SC.
Anggraini Yetti, 2010,Asuhan Kebidanan Masa Nifas, Pustaka Rihana,Yogyakarta.
Hutabalian. (2011). Buku Sectio Caesarea. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Karina. (2015). Buku Ibu Post Partum . Jogjakarta: Mitra Cendika Press.
Mansjoer, A., & dkk. (2008). Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta:EGC.
Manuaba Ida, S. (2009). Buku Sistem Reproduksi pada Post Partum. Jakarta.
Manuaba, I. S. (2009). Buku Sistem Organ Reproduksi Pada Post Partum. Jakarta.
Saifuddin. (2002). Buku Maternitas Dasar. Jakarta: EGC.
TIM Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI.
TIM Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan TIndakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP
PPNI.
TIM Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil keperawatan, Edisi 1. Jakarta:
DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai