Disusun Oleh:
Aprillia Siska Dwinata XII Agama
Muhammad Fikri XII Agama
Esana Oktaria XII Agama
M. Fatih Azki XII Agama
M. Revaldo Akbar XII Agama
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini kami
buat sesuai dengan materi yang yang kami pelajari.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
oleh karena itu dengan segala kerendahan hati kami mohon maaf sebesar-besarnya
dan kami sangat berterima kasih jika pembaca berkenan untuk memberikan saran
dan kritik yang baik demi perbaikan. Terima kasih terhadap ibu pembimbing yang
telah membimbing kami menyelesaikan tugas ini semoga laporan ini dapat
bermanfaat.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................1
DAFTAR ISI.............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................3
1.1 Latar Belakang..................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................4
1.3 Tujuan...............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................5
2.1 Pengertian Kaidah Mutlaq dan Muqayyad.......................................................5
2.2 Hukum Lafadz Mutlaq dan Muqayyad.............................................................5
2.3 Ketentuan dalam Mutlaq dan Muqayyad..........................................................6
2.4 Penerapan Kaidah Mutlaq dan Muqayyad......................................................10
BAB III PENUTUP................................................................................................11
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................11
3.2 Saran...............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................12
2
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Adapun tujuan pada makalah ini yaitu:
1. Untuk membedakan ketentuan kaidah mutlaq dan muqayyad.
2. Untuk menemukan makna tersirat kaidah mutlaq dan muqayyad.
3. Untuk mengidentifikasi contoh penerapan kaidah mutlaq dan muqayyad dalam
menentukan hukum suatu kasus yang terjadi di masyrakat.
4
BAB II PEMBAHASAN
Muqayyad adalah lafad yang menunjukkan satu diri atau diri-diri mana saja
(dalam jenisnya) dengan pembatas berbentuk lafad yang berdiri sendiri.
Contoh lafadz رقَبَ ٍة ُّمْؤ ِمنَ ٍة
َ pada ayat tersebut menunjukkan kata muqayyad,
yaitu kata budak dalam ayat tersebut tidak lagi bersifat mutlaq karena sudah
dibatasi (diqoyyidi) dengan kata mukminah ُّمْؤ ِمنَ ٍة.
2. Hukum Muqayyad
ي ُٰظ ِهرُوْ نَ ِم ْن نِّ َس ۤا ِٕى ِه ْم ثُ َّم يَعُوْ ُدوْ نَ لِ َما قَالُوْ ا فَتَحْ ِر ْي ُر َرقَبَ ٍة ِّم ْن قَب ِْل اَ ْن يَّتَ َم ۤاس َّۗا ٰذلِ ُك ْم
تُوْ َعظُوْ نَ بِ ٖ ۗه َوهّٰللا ُ بِ َما تَ ْع َملُوْ نَ خَ بِ ْي ٌر
ْ ِ صيَا ُم َشه َْري ِْن ُمتَتَابِ َعي ِْن ِم ْن قَ ْب ِل اَ ْن يَّتَ َم ۤاس َّۗا فَ َم ْن لَّ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَا
َط َعا ُم ِستِّ ْين ِ َفَ َم ْن لَّ ْم يَ ِج ْد ف
ك ُح ُدوْ ُد هّٰللا ِ َۗولِ ْل ٰكفِ ِر ْينَ َع َذابٌ اَلِ ْي ٌم َ ك لِتُْؤ ِمنُوْ ا بِاهّٰلل ِ َو َرسُوْ لِ ٖ ۗه َوتِ ْل
َ ِِم ْس ِك ْينً ۗا ٰذل
1. Kaidah pertama
Jika sebab dan hukum yang ada dalam mutlaq sama dengan sebab dan hukum
yang ada dalam muqayyad. Maka dalam hal ini hukum yang ditimbulkan oleh ayat
6
yang mutlaq tadi harus ditarik atau dibawa kepada hukum ayat yang berbentuk
muqayyad. Contoh:
a. Ayat mutlaq:
Surat al-Maidah ayat 3 tentang darah yang diharamkan, yaitu:
ِ ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ ْن ِز
ير (المائدة ْ حُرِّ َم
Ayat ini menerangkan bahwa darah yang diharamkan ialah meliputi semua
darah tanpa terkecuali, karena lafadz “dam” (darah) bentuknya mutlaq tidak diikat
oleh sifat atau hal-hal lain yang mengikatnya.
Adapun sebab ayat ini ialah “dam” (darah) yang di dalamnya mengandung hal-hal
bahaya bagi siapa yang memakannya, sedangkan hukumnya adalah haram.
b. Ayat Muqayyad:
Surat al-An’am ayat 145, dalam masalah yang sama yaitu “dam” (darah) yang
diharamkan.
Lafadz “dam” (darah) dalam ayat di atas berbentuk muqayyad, karena diikuti
oleh qarinah atau qayid yaitu lafadz “masfuhan” (mengalir). Oleh karena itu darah
yang diharamkan menurut ayat ini ialah “dam-an masfuhan” (darah yang mengalir).
Sebab dan hukum antara ayat al-An’am ayat 145 ini dengan surat al-Maidah ayat 3
adalah sama yaitu masalah darah yang diharamkan.
Berdasarkan kaidah bahwa “Apabila sebab dan hukum yang terdapat dalam
ayat yang mutlak sama dengan sebab dan hukum yang terdapat pada ayat yang
muqayyad, maka pelaksanaan hukumnya ialah yang mutlak dibawa atau ditarik
kepada muqayyad.” Dengan demikian hukum yang terdapat dalam ayat 3 surat al-
Maidah yakni darah yang diharamkan harus dipahami darah yang mengalir
sebagaimana surat al-An’am ayat 145.
2. Kaidah kedua
7
Mutlaq itu di bawa ke muqayyad jika sebabnya berbeda. Berbeda sebabnya
namun sama hukumnya. Menurut jumhur ulama syafi’iyah mutlaq di bawa ke
muqayyad. Contoh, seperti firman Allah Swt.:
َو َمن قَت ََل ُمْؤ ِمنًا خَ طَـًٔا فَتَحْ ِري ُر َرقَبَ ٍة ُّمْؤ ِمنَ ٍة
ي ُٰظ ِهرُوْ نَ ِم ْن نِّ َس ۤا ِٕى ِه ْم ثُ َّم يَعُوْ ُدوْ نَ لِ َما قَالُوْ ا فَتَحْ ِر ْي ُر َرقَبَ ٍة ِّم ْن قَب ِْل اَ ْن يَّتَ َم ۤاس َّۗا ٰذلِ ُك ْم
تُوْ َعظُوْ نَ بِ ٖ ۗه َوهّٰللا ُ بِ َما تَ ْع َملُوْ نَ خَ بِ ْي ٌر
Berdasarkan kaidah ini kafarat dzihar yang terdapat dalam Qs. Al-Mujadilah
harus memerdekakan budak yang mukmin. Karena kafarat dzihar tersebut di atas
bersifat mutlaq.
3. Kaidah ketiga
Mutlaq itu tidak dibawa ke muqayyad jika yang berbeda hanya hukumnya.
Diantara mutlaq dan muqayyad berbeda dalam hukum tetapi sama dalam
sebab maka mutlaq tidak dapat dibawa kepada muqayyad. Contohnya seperti
hukum wudhu dan tayammum. Dalam berwudhu diwajibkan membasuh tangan
sampai
mata siku sebagaimana dalam firman Allah Swt.:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku. (QS. Al-Ma’idah [5]:6)
Akan tetapi, pada tayammum tidak dijelaskan sampai siku, sebagaimana yang
tersurat dalam surat An-Nisa’ ayat 43, berikut ini:
8
۟ ص ِعيدًا طَيِّبًا فَٱ ْم َسح
ُوا بِ ُوجُو ِه ُك ْم َوَأ ْي ِدي ُك ْم ۟ ۗ فَتَيَ َّم ُم
َ وا
Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan
tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun. (QS. An-
Nisa’ [4]:43)
Yang terkandung dalam dua surat tersebut di atas sama yaitu membasuh tangan,
tetapi hukumnya berbeda, yaitu membasuh tangan sampai mata siku dalam wudhu
dan menyapu tangan pada tayammum. Dengan demikian, harus diamalkan secara
masing-masing karena tidak saling membatasi.
4. Kaidah keempat
Jika sebab dan hukum yang ada pada mutlaq berbeda dengan sebab dan
hukum yang ada pada muqayyad, maka yang mutlak tidak bisa dipahami dan
diamalkan sebagaimana yang muqayyad. Contoh:
a. Mutlaq
Masalah had pencurian yang terdapat dalam surat al-Maidah ayat 38 yang
berbunyi:
ٰ ۟
ِ َّارقَةُ فَٱ ْقطَع ُٓوا َأ ْي ِديَهُ َما َجزَٓا ۢ ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكاًل ِّمنَ ٱهَّلل ِ ۗ َوٱهَّلل ُ ع
َزي ٌز َح ِكي ٌم ُ َّار
ِ ق َوٱلس ِ َوٱلس
b. Muqayyad
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku.”
9
Lafadz “yad” dalam ayat wudhu’ ini berbentuk muqayyad karena diikat dengan
lafadz “ilal marafiqi” (sampai dengan siku). Ketentuannya hukumnya adalah
kewajiban mencuci tangan sampai siku.
Dari dua ayat di atas terdapat lafadz yang sama yaitu lafadz “yad”. Ayat pertama
berbentuk mutlaq, sedangkan yang kedua berbentuk muqayyad. Keduanya
mempunyai sebab dan hukum yang berbeda. Yang mutlaq berkenaan dengan
pencurian yang hukumannya harus potong tangan. Sedangkan yang muqayyad
berkenaan masalah wudhu’ yang mengharuskan membasuh tangan sampai siku.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa yang mutlaq tidak bisa dipahami menurut yang
muqayyad.
10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mutlaq adalah suatu lafaz yang menunjukan pada makna/pengertian tertentu
tanpa dibatasi oleh lafaz lainnya. Contoh: lafaz” hamba sahaya/ raqabah”.
Muqayyad adalah lafaz yang menunjukan pada makna tertentu dengan batasan kata
tertentu. Contoh:
” hamba sahaya yang mukmin/ raqabah mu’minah” yang berarti budak
mukmin bukan budak lainnya. Kaidah mutlaq adalah lafaz mutlaq tetap dalam
kemutlaqannya hingga ada dalil yang membatasinya dari kemutlaqan itu,
sedangkan kaidah muqayyad adalah wajib mengerjakan yang muqayyad kecuali
jika ada dalil yang membatalkannya. Hukum dalam lafaz mutlaq dan muqayyad
yaitu:
1. Lafaz mutlaq dan lafaz muqayyad berdiri sendiri tanpa ada hubungan yang satu
dengan yang lainnya jika sebab dan hukumnya berbeda.
2. Lafaz dalam suatu ayat bersifat mutlaq dan dalam ayat lainnya bersifat
muqayyad namun sebab dan hukummnya sama. Di sini sepakat ulama
menjadikan yang mutlaq, muqayyad.
3. Lafaz dalam suatu ayat bersifat mutlaq dan dalam ayat lainnya bersifat
muqayyad dengan hukum yang sama namun berbeda sebabnya. Di sini jumhur
ulama menjadikan yang mutlaq itu tetap pada kemutlakannnya, dan
muqayyad tetap pada kemuqayyadannya, kecuali Syafii.
4. Lafaz dalam suatu ayat bersifat mutlaq dan dalam ayat lainnya bersifat
muqayyad dengan hukum yang sama namun berbeda sebabnya. Di sini
jumhur ulama menjadikan yang mutlaq, muqayyad, kecuali Hanafiyah.
3.2 Saran
1. Saya berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan kita mengenai
Kaidah Mutlaq dan Muqayyad sehingga kita dapat memahami dan tidak
cepat mengambil kesimpulan ketika terjadi pertentangan antara dua dalil.
2. Saya berharap semoga makalah ini dapat menambah kepustakaan kita dalam
bidang Ushul Fiqh khususnya tentang Kaidah Mutlaq dan Muqayyad.
3. Saya berharap agar para pembaca dapat memberikan saran dan kritiknya
yang membangun dalam rangka membangun makalah ini agar lebih
11
sempurna mengingat penulis juga manusia yang tak luput dari kekurangan
dan kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zaid, Nasr Hamid, Tekstualitas Al-Quran Kritik Terhadap Ulumul Qur’an,
Yogyakarta: Pelangi Aksara, 2005.
al-Syafii, Jalâl al-Dîn al-Suyuthî, al-Itqan fi ‘Ulum Al-Quran, Jilid II, Beirut: Daral-
Fikr, t.th.
Az-Zarkasyi, Badr al-Dîn Muhammad bin Abdillah, Burhan Fi’Ulumil Qur’an, Jilid
II, Mesir: Dar Ihya’ al-kutub al-‘Arabi, 1957.
Baidan, Nasruddin, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Effendi, Satria, M. Zein. Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2005.
Firdaus, Ushul Fiqh, Metode Mengkaji dan Memahami Hukum Islam Secara
Komprehensif, Jakarta: Zikrul Hakim, 2004.
Harun, Salman, dkk, Kaidah-kaidah Tafsir, Jakarta: PT QAF Media Kreativa, 2017.
12
13