Anda di halaman 1dari 5

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XI) 2017

Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional


Lombok, 27-29 April 2017

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI ASAM NITRAT TERHADAP


LAJU KOROSI KUNINGAN HASIL CORAN

Femiana Gapsari1), Wahyono Suprapto1), Dwi Hadi Sulistyarini2)


1)
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang
2)
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang
MT. Haryono 167 Malang, Indonesia, Telp. +6281803610855
e-mail: femianagapsari@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju korosi kuningan hasil coran dalam larutan
asam nitrat. Pengujian laju korosi dilakukan dengan pengujian kehilangan berat dan
polarisasi potensiodinamik. Kedua hasil pengujian ini akan dibandingkan dengan perhitungan
laju korosi. Penelitian ini dilakukan pada variasi asam nitrat sebesar 0,5; 1; 1,5; 2M. Hasil
menunjukkan semakin besar konsentrasi asam nitrat maka laju korosi semakin besar.

Kata kunci: asam nitrat, kuningan, korosi, polarisasi.

1. Pendahuluan
Tembaga dan paduannya sebagian besar digunakan pada sistem pendingin dan
penghantar listrik yang baik karena memiliki konduktivitas termal yang tinggi [1-2].
Kuningan merupakan tembaga paduan, dengan unsur utama Cu dan Zn. Tidak hanya itu
saja, terdapat unsur lain seperti: Pb, Sn, Ni, Mn, Al, Cr, P, S As yang berpengaruh pada
penambahan kadar seng ekivalen. Kuningan biasanya digunakan sebagai kondensor dan
heat exchanger [3-4]. Kuningan biasanya dibentuk melalui proses pengecoran. Coran
kuningan biasanya digunakan sebagai bagian-bagian pompa, bantalan, roda gigi dan
lainnya.Hasil coran biasanya memiliki permukaan yang kasar sehingga laju korosi lebih tinggi.
Kuningan merupakan material yang mempunyai sifat tahan korosi yang baik, namun
sensitif pada beberapa media seperti asam nitrat dan asam asetat. Di antara media yang
korosif, asam nitrat merupakan pengoksidasi kuat sehingga mudah menyebabkan korosi ada
kuningan [5]. Besarnya laju korosi sangat tergantung pada konsentrasi larutan. Untuk
penelitian ini digunakan variasi konsentrasi larutan. Kuningan yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan kuningan hasil proses pengecoran. Untuk itu parameter
pengecoran untuk menghasilkan plat kuninga yang kualitas cor dan kekasaran permukaan
yang rendah juga diperhatikan dalam penelitian ini.

2. Metode Penelitian
2.1 Pengecoraan Kuningan
Peleburan logam dilakukan di dapur Reverberatory. Dapur ini dapat meleburkan
logam hingga titik lebur sebesar 1000oC dengan kapasitas 6 sampai dengan 9 kg. Proses
ini menggunakan cetakan permanen berbahan logam. Proses pembentukan pola cetakan
kuningan dengan membentuk hasil cetakan berupa plat dengan ketebalan 1 cm, panjang 2
cm, lebar 1 cm dan diberi nodrop (pelapis anti bocor) melapisi spesimen dengan panjang
1,2 cm.

2.2 Bahan
Komposisi kimia dari kuningan (dalam % berat) yang digunakan adalah <0.01% Ag,
1.56 % Al,< 0.01% Cd, <0.01% Co, 0.006% Cr, 57.01% Cu, 0.56% Fe, 0.03% Mg,
0.08%Mn, <0.01 % Mo, 0.35 % Ni, 2.22 % Pb, 0.04 % Sb, 0.96 % Sn, < 0.01 % V,

155
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XI) 2017
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Lombok, 27-29 April 2017

35.51% Zn. Densitas dari kuningan diketahui sebesar 8.4 g/cm3.Larutan yang digunakan
adalah HNO3. Variasi konsentrasi larutan yatu 0,5; 1; 1,5; 2M.

2.3 Pengujian Korosi Metode Kehilangan Berat


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui laju korosi denga metode kehilangan
berat. Besarnya massa kuningan yang hilang akibat pencelupan pada larutan HNO3
ditimbang dengan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0.01.
Cara pembersihan produk korosi dilakukan dengan menggunakan larutan HNO3
sebanyak45-68 ml sesuai dengan konsentrasi kemudian dilarutkan sampai menjadi 100 ml
aquades pada temperatur 20 - 25°C selama 1 – 3 menit, sesuai dengan ASTM G31-90.
Penimbangan berat akhir spesimen dilakukan setelah pembersihan. Dengan demikian laju
korosi dapat ditentukan dengan rumus 1.

(2.1)
dimana:
CR= corrosion rates (mils/year)
W = berat yang hilang (gr)
A = luas (cm2)
T = waktu (jam)
D = density (gr/cm3)

Pada perhitungan ini kita mendapatkan dengan satuan mils.per.year. Untuk lebih
mudah dibandingkan dengan hasil pengujiam elektrokimia, maka nilai laju korosi di
koversi kedalam satuan mm/year dengan sesuai koversi pada tabel (2.1)

Tabel 2.1. Nilai Konversi Berbagai Satuan Laju Korosi [6].

2.4 Pegujian Elektrokimia


Pengujian elektrokimia yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan metode
polarisasi potensiodinamik. Standart ASTM (American Standart and Testing) G31-72
merupakan acuan yang digunakan dalam pengujian ini [7]. Satu batch berisi larutan HNO3
0,5; 1; 1,5; 2M. Pengujian tersebut dilakukan pada suhu kamar (298 K). Pengujian
elektrokimia dilakukan dengan menggunakan alat Autolab PGSTAT 128N. Spesimen yang
telah disiapkan, dirangkai menjadi suatu sel elektrokimia denganAg/AgCl (KCl 3 M)
sebagai elektroda pembanding dan platina sebagai elektroda bantu. Ketiga elektroda
tersebut direndam dalam batch selama 1 jam. Pengukuran polarisasi pada perubahan -1 V
sampai dengan +1 V sepanjang potensial korosi (OCP) dengan scan rate 0.001V/s.

156
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XI) 2017
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Lombok, 27-29 April 2017

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Metode Kehilangan Berat
Hasil perhitungan nilai laju korosi dengan metode kehilangan berat berdasarkan
persamaan 2.1 dan tabel konversi (2.1).

Tabel 3.1. Hasil Perhitungan Laju Korosi


Konsentrasi Waktu
Laju Korosi
Spesimen Larutan Celup
(mm/year)
HNO3 (M) (jam)
1 0,5 1 7,62 x 10-1
2 1 1 9,4 x 10-1
3 1,5 1 1,9558
4 2 1 2,3114

3.2 Metode Polarisasi Potensiodinamik

Tabel 3.2 Pengukuran Laju Korosi dengan Metode Polarisasi


Konsentrasi βa βc Ecorr Icorr CR
HNO3 (M) (V/dec) (V/dec) (V) (µA) (mm/year)
0,5 0,126 -0,388 -0.275 77,550 0,806
1 0,253 0,444 -0.337 113,59 1,181
1,5 0,074 -0,413 -0.371 555,95 5,781
2 0.0711 -0,422 -0,382 830 8,633
-3,0

-3,5

-4,0

-4,5
-2
log I/ Acm

-5,0

-5,5

0.5M HNO3
-6,0
1M HNO3
1.5M HNO3
-6,5 2M HNO3

-0,55 -0,50 -0,45 -0,40 -0,35 -0,30 -0,25 -0,20 -0,15 -0,10 -0,05
E/V
Gambar 3.1 Kurva polarisasi Kuningan dalam variasi konsentrasi HNO3

3.3 Pembahasan
Hasil pengujian dengan metode kehilangan berat dan pengujian polarisasi
memberikan hasil dengan kecendrungan yang sama. Terlihat bahwa semakin pekat
konsentrasi HNO3 maka semakin besar nilai laju korosinya. Hal ini dikarenakan jumlah
kandungan hidrogen semakin bertambah dengan bertambahnya konsentrasi sehingga

157
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XI) 2017
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Lombok, 27-29 April 2017

kuningan dapat teroksidasi. Perilaku dissolution anodic dari kuningan dalam asam nitrat
sangat kompleks. Perilaku ini terdiri dari penguraian seng dan tembaga. Secara umum,
reaksi anodik untuk Cu dianggap sebagai berikut [1, 8-10]:
Cu → Cu(I)ads + e− (cepat) (3.1)
Cu(I)ads→ Cu(II) + e− (lambat) (3.2)
Dimana Cu(I)ads merupakan spesi yang terserap ke permukaan tembaga dan tidak berdifusi
ke dalam larutan. Di sisi lain, terjadi pengurangan adsorpsi dari ion tembaga Cu (II) pada
permukaan karena adanya sejumlah Zn. Sehingga, terjadi dissolution anodic dari Zn
sesuai dengan persamaan berikut [1]:
Zn → Zn2+ + 2e− (3.3)
Reaksi katodik tidak mengalami reaksi evolusi hidrogen, karena potensial korosi dalam
semua variasi konsentrasi larutan HNO3 di atas potensial redoks dari evolusi hidrogen [1].
Mekanisme reaksi katodik yang mungkin terjadi seperti persamaan berikut [11]:
NO3− + 4H+ + 3e−→ NO + 2H2O (3.4)
Selain itu, terjadi kehilangan oksigen dalam media asam akibat reaksi katodik [5].
Berdasarkan Persamaan. (3.4) pada sisi katodik terdapat ion NO3- .
Disamping itu, pada penelitian ini digunakan kuningan hasil proses pengecoran
dengan cetakan permanen. Efisiensi hasil pengecoran dengan cetakan permanen relatif
lebih besar dibandingkan pengecoran dengan cetakan pasir. Walau demikian, dibutuhkan
proses finishing dengan pemolesan ataupun perlakuan pada permukaan untuk memperhalus
permukaan. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya korosi terutama bila logam
berada dalam lingkungan korosif.
Permukaan yang kasar memungkinkan terjadinya reaksi mikro yang memicu
lingkungan korosif untuk menghasilkan produk korosi pada permukaan yang kasar,
sehingga memicu terbentuknya lubang [12, 13-14]. Permukaan yang halus memungkin
untuk mengurangi adanya bagian pertumbuhan lubang yang meta stabil [15]. Permukaan
yang kasar memiliki luas antar muka yang lebih besar pada lingkungan korosif sehingga
peningkatan kekasaran permukaan mampu meningkatkan laju korosi [12]. (d) Kekasaran
permukaan logam mempengaruhi potensial korosi, sehingga menigkatkan pertumbuhan
lubang untuk pada permukaan logam [15]. Kekasaran permukaan kuningan hasil coran
juga memicu meningkatnya laju korosi.

4. Kesimpulan
Nilai laju korosi metode kehilangan berat dan polarisasi memiliki trend yang sama.
Semakin tinggi konsentrasi larutan HNO3 maka laju korosi kuningan hasil coran
meningkat.. Tingginya laju korosi juga dipicu oleh kekasaran permukaan kuningan yang
hasil coran tanpa finishing.

Daftar Pustaka
[1]. Ebrahimzadeh, M., Gholami, M., Momeni, M., Kosari, A., Moayed, M.H.,
Davood,A.(2015). Theoretical and experimental investigations on corrosion control of
65Cu–35Zn brass in nitric acid by two thiophenol derivatives. Applied Surface
Science. No 332 PP. 384-392. Elsevier B.V.
[2]. Gasparac, R., Martin, C.R., Stupnisek-Lisac, E. (2000) In Situ Studies of Imidazole
And Itsderivatives As Copper Corrosion Inhibitors. I. Activation Energies And

158
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XI) 2017
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Lombok, 27-29 April 2017

Thermo-Dynamics Of Adsorption. Journal of Electrochemical Society. No. 147 PP.


548–551. ECS.
[3]. Abdallah,M., Agez, M.A., Fouda, A.S. (2009). Phenylhydrazone Derivatives As
Corrosioninhibitors For A Brass In Hydrochloric Acid Solutions. International
Journal of Electrochemical Science. No 4 PP. 336–352.Electrochemical Science
Group.
[4]. Khaled, K.F. (2010). Corrosion Control Of Copper In Nitric Acid Solutions Using
Someamino Acids – A Combined Experimental And Theoretical Study. Corrosion
Science. No 52 PP. 3225–3234.
[5]. Fontana. M.G. (1987). Corrosion Engineering. Third edition. McGraw-Hill
Company. Singapore.
[6]. Popov. B.N.(2015). Corrosion Engineering. Elsevier. California. .
[7]. ASTM G31-72, 1990.Practice for Preparing, Cleaning and Evaluating Corrosion Test
Specimens.
[8]. Cordeiro, G.G.O., Barcia, O.E., Mattos, O.R. (1993). Copper Electrodissolution
Mechanismin A 1 M Sulphate Medium. Electrochimica Acta. No 38 PP. 319–324.
Elsevier Ltd.
[9]. Jinturkar, P., Guan, Y.C., Han,K.N. (1986). Dissolution And Corrosion Inhibition Of
Previ-Ous Term Copper Next Term, Zinc, And Their Alloys. Corrosion. No.54. Nace.
[10]. Hurlen, T., Ottesen, G., Staurset, A. Kinetics Of Previous Term Copper Next Term
Dissolution And Deposition In Aqueous Sulphate Solution. Electrochimica Acta. No
23. Elsevier Ltd.
[11]. Khaled,K.F., Amin, M.A. (2009). Dry And Wet Lab Studies For Some Benzotriazole
Deriva-Tives As Possible Corrosion Inhibitors For Copper In 1 M HNO3. Corrosion
Science. No 51 PP.2098–2106.Elsevier Ltd.
[12]. Evgeny,B., Hughes, T., Eskin, D.(2016). Effect of surface roughness on corrosion
behaviour of low carbon steelin inhibited 4 M hydrochloric acid under laminar and
turbulent flowconditions. Corrosion Science. No. 103 PP. 196–205. Elsevier Ltd.
[13]. Zuo,Y., Wang, H., Xiong, J. (2002). The Aspect Ratio Of Surface Grooves And
Meta stable pitting Of Stainless Steel. Corrosion Science. No 44 PP. 25-35. Elsevier
Ltd.
[14]. Pistorius, P.C., Burstein, G.T. (1992). Growth Of Corrosion Pits On Stainless Steel
Inchloride Solution Containing Dilute Sulphate. Corrosion Science. No 33 PP. 1885-
1897.Elsevier Ltd.
[15]. Burstein, G.T., Pistorius,G.T. (1995). Surface Roughness And The Metastable Pitting
Ofstainless Steel In Chloride Solutions. Corrosion. No 51 PP. 380-385.

159

Anda mungkin juga menyukai