1. PENDAHULUAN
Isu mengenai Good Corporate Governance (GCG) saat ini sedang hangat
diperbincangkan, terlebih dikalangan ekonom dan pelaku bisnis di Indonesia. Sejak adanya
krisis finansial di berbagai negara khususnya Indonesia pada tahun 1997, yang akhirnya
berubah menjadi krisis finansial Asia yang dipandang sebagai akibat lemahnya praktik Good
Corporate Governance (GCG) di negara-negara Asia. Tjager, et al., (2003) menyatakan
pendapat “…ini disebabkan adanya kondisi-kondisi objektif yang relatif sama di negara-
negara tersebut antara lain adanya hubungan yang erat antara pemerintah dan pelaku bisnis,
konglomerasi dan monopoli, proteksi, dan intervensi pasar sehingga membuat negara-negara
tersebut tidak siap memasuki era globalisasi dan pasar bebas”.
Adanya kegagalan beberapa perusahaan dan timbulnya kasus malpraktik keuangan
akibat krisis tersebut adalah buruknya praktik Corporate Governance (CG). Karena hal
tersebut GCG akhirnya menjadi isu penting, terutama di Indonesia yang merasakan paling
parah akibat krisis tersebut. Disamping itu, banyaknya kasus pelanggaran yang dilakukan oleh
1
2
perusahaan emiten di pasar modal yang ditangani Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK) menunjukkan rendahnya mutu praktik GCG di negara kita.
PT. Kimia Farma Tbk. Pada tahun 2002 mengindikasikan adanya praktik earning
management dengan menaikan laba hingga Rp 32,7 milyar. PT. Indofarma pada tahun 2004
melakukan praktik earning management dengan menyajikan overstated laba bersih senilai Rp
28,870 milyar, sebagai dampak dari penilaian persediaan barang dalam proses yang lebih
tinggi dari yang seharusnya, sehingga harga pokok penjualan tahun tersebut understated.
Skandal keuangan juga terjadi di negara maju, seperti di Amerika Serikat (AS), antara lain
Enron, Merck, World Com dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat (Cornett, et al.,
2006).
Dengan melihat beberapa contoh kasus di atas, sangat relevan bila ditarik suatu
pertanyaan tentang efektivitas penerapan good corporate governance (GCG), khususnya pada
perusahaan manufaktur yang listing di BEI, karena terdapat perusahaan manufaktur yang
terindikasi melakukan earning management. Corporate governance (CG) memberikan suatu
struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai
sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Darmawati, et al., 2004).
Murhadi (2009) dalam penelitiannya terhadap perusahaan go public di Indonesia
menemukan bahwa praktik GCG berpengaruh signifikan terhadap praktik earning
management yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Namun dari lima indikator GCG yang
berpengaruh signifikan hanya dua yakni CEO duality dan Top Share. Dualisme antara
pemilik yang sekaligus menjadi CEO mendorong peningkatan terjadinya praktik earning
management. Sementara itu, adanya pemegang saham pengendali yang berbentuk institusi
mendorong pengawasan menjadi lebih profesional sehingga berdampak pada penurunan
praktik earning management. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Iqbal (2007) menyatakan
bahwa ukuran dan jumlah dewan direksi berpengaruh signifikan terhadap earning
management dengan arah positif.
Penelitian ini termotivasi dari penelitian sebelumnya, namun terdapat perbedaan.
Penelitian ini meneliti pengaruh GCG terhadap earning management dengan menggunakan
persyaratan GCG yang telah ditetapkan KNKG (2006) yang digunakan sebagai persyaratan
variabel independen dummy yaitu perusahaan yang menerapkan GCG dengan perusahaan yang
3
2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Teori Agensi
Teori keagenan menurut Jensen and Meckling ( 1976:5) adalah sebuah kontrak antara
principal (pemilik/ pemegang saham) dan agen (manajer/pengelola) yang mana baik pemilik
dan pengelola merupakan pemaksimum kesejahteraan. Pemisahaan ini dapat menimbulkan
masalah keagenan (agency problems) antara pemilik dan manajer yang mungkin saja
pengelola tidak bertindak yang terbaik untuk kepentingan pemilik karena adanya perbedaan
kepentingan (conflict of interest).
Scott (2000:214) menyatakan bahwa “perusahaan mempunyai banyak kontrak,
misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan kontrak pinjaman
antara perusahaan dengan krediturnya. Kontrak kerja yang dimaksud dalam penulisan ini
adalah kontrak kerja antara pemilik modal dengan manajer perusahaan. Dimana antara agent
dan principal ingin memaksimumkan utility masing-masing dengan informasi yang dimiliki.
Tetapi di satu sisi, agent memiliki informasi yang lebih banyak (full information) dibanding
dengan principal di sisi lain, sehingga menimbulkan adanya asimetry information”. Asimetry
information ini menyebabkan konflik kepentingan.
Prinsip-prinsip utama dari GCG yang menjadi indikator, sebagaimana ditawarkan oleh
OECD adalah :
1. Transparency/Disclosure (Transparansi/Keterbukaan)
Transparansi adalah adanya pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta
transparansi atas hal penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta pemegang
kepentingan. Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan
dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk
mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang - undangan,
tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan
pemangku kepentingan lainnya.
2. Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas menekankan pada pentingnya penciptaan sistem pengawasan yang efektif
berdasarkan pembagian kekuasaan antara komisaris, direksi, dan pemegang saham yang
meliputi monitoring, evaluasi, dan pengendalian terhadap manajemen untuk meyakinkan
bahwa manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham dan pihak-pihak
berkepentingan lainnya. Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai
dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham
dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3. Responsibility (Responsibilitas)
Responsibility (responsibilitas) adalah adanya tanggung jawab pengurus dalam manajemen,
pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang
saham. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggungjawab merupakan
konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggung jawab sosial,
menghindari penyalahgunaan wewenang kekuasaan, menjadi profesional dan menjunjung
etika dan memelihara bisnis yang sehat.
4. Independency (Independensi)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diinter-
vensi oleh pihak lain. Independen diperlukan untuk menghindari adanya potensi konflik
kepentingan yang mungkin timbul oleh para pemegang saham mayoritas. Mekanisme ini
menuntut adanya rentang kekuasaan antara komposisi komisaris, komite dalam komisaris, dan
pihak luar seperti auditor. Keputusan yang dibuat dan proses yang terjadi harus obyektif tidak
dipengaruhi oleh kekuatan pihak-pihak tertentu. Prinsip-prinsip transparansi, keadilan,
akuntabilitas, responsibilitas dan independen GCG dalam mengurus perusahaan, sebaiknya
diimbangi dengan good faith (bertindak atas itikad baik) dan kode etik perusahaan serta
pedoman GCG, agar visi dan misi perusahaan yang berwawasan internasional dapat terwujud.
5. Fairness (Keadilan)
Prinsip keadilan (fairness) merupakan prinsip perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang
saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing dari
kecurangan, dan kesalahan perilaku insider. Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan
harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan (OECD, 2004:22).
8
pendidikan dan perluasan peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan
lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam
implementasi GCG.
2. Faktor Internal
Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktik GCG yang
berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor yang dimaksud antara lain:
a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG
dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.
b. Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada
penerapan nilai-nilai GCG.
c. Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah
standar GCG.
d. Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk
menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
e. Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan
langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan
mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke
waktu.
c. Dewan Komisaris
Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara
kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi serta
memastikan bahwa Perusahaan melaksanakan GCG. Namun demikian, Dewan Komisaris
tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional. Kedudukan masing-masing
anggota Dewan Komisaris termasuk Komisaris Utama adalah setara. Tugas Komisaris Utama
sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan Dewan Komisaris. Agar
pelaksanaan tugas Dewan Komisaris dapat berjalan secara efektif (KNKG, 2006:13).
d. Direksi
Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolegial
dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota Direksi dapat melaksanakan tugas dan
mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya. Namun,
pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota Direksi tetap merupakan tanggung jawab
bersama. Kedudukan masing-masing anggota Direksi termasuk Direktur Utama adalah setara.
Tugas Direktur Utama sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan Direksi
(KNKG, 2006:17).
Dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya berhak membentuk komite guna
membantu tugas dewan komisaris agar berjalan secara efektif. KNKG (2006:15).
Mengemukakan bahwa :
“Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara,
perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat,
perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang
mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, sekurang-kurangnya harus
membentuk Komite Audit, sedangkan komite lain dibentuk sesuai dengan kebutuhan”.
Selain itu Daniri dan Krismatono (2010:1) menyatakan bahwa :
“Salah satu elemen dalam struktur dan proses good corporate governance (GCG)
adalah pemastian bahwa penggunaan wewenang dan hubungan dengan pemangku kepentingan
(stakeholders) berjalan dengan baik untuk kepentingan perusahaan. Dalam menjaga proses
tersebut dibutuhkan suatu unit yang berfungsi sebagai fasilitator pengambilan keputusan
secara proper dan saluran komunikasi yang terpercaya. Disinilah posisi strategis sekretaris
perusahaan (corporate secretary), yaitu menjalankan fungsi memastikan kepatuhan dan
administrasi pengambilan keputusan didalam perusahaan, dan melakukan fungsi komunikasi
dalam rangka membangun goodwill keluar perusahaan”.
Corporate secretary wajib dimiliki perusahaan sehubungan dengan peraturan
Bapepam-LK NOMOR KEP-63/PM/1996. Daniri dan Krismatono (2010:1) juga menyatakan
“Corporate secretary memiliki tugas dalam penatalaksanaan office of the board yang
mencakup pemastian ketersediaan informasi dalam pengambilan keputusan oleh Dewan
Komisaris dan Direksi”.
Dari literatur yang telah dijelaskan diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa GCG
dapat diproksikan dengan pelaksanaan RUPS, Dewan Komisari, Dewan Direksi, Komite
Audit dan Corporate Secretary.
11
Untuk itu dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian terdahulu bahwa GCG berpengaruh
terhadap earning management.
GCG dapat diproksikan oleh organ perusahaan: RUPS, Dewan Komisaris, Dewan
Direksi, Komite Audit dan Sekretaris Perusahaan. Organ perusahaan mempunyai peran
penting dalam pelaksanaan GCG secara efektif (KNKG, 2006:11). Adapun pengaruh dari
masing-masing proksi tersebut adalah sebagai berikut:
3. METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh good corporate governance terhadap
earning management melalui pengujian hipotesis (hypothesis testing). Metode penelitian yang
14
digunakan adalah sensus. Sensus berarti meneliti seluruh elemen populasi (Indriantoro dan
Supomo, 2002:115). Adapun perusahaan manufaktur yang menjadi populasi sasaran penelitian
ini adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006-2009.
2. Tersedia data yang lengkap dan sesuai dengan data yang diperlukan dalam penelitian.
3. Tidak mengalami ekuitas negatif selama periode pengamatan.
Variabel yang akan diteliti terdiri dari dua variabel, yaitu Variabel dependen dan
variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah earning management
(EM), sedangkan variabel independennya adalah good corporate governance (GCG).
Atau
=
A it−1 A it−1
− αi
[( 1
Ait−1 ) (
+ β1i
Ait −1 ) ( )]
+ β2i
Ait −1
....................................4)
seyogyanya paling sedikit 20% (dua puluh persertatus) dari jumlah anggota direksi harus
berasal dari kalangan diluar perseroan.
d) Komite Audit
Bapepam dengan Surat Edaran No.SE-03/PM/2000 mensyaratkan bahwa setiap perusahaan
publik di Indonesia wajib membentuk Komite Audit dengan anggota minimal 3 orang,
mayoritas harus independen yang diketuai oleh satu orang komisaris independen
perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen terhadap perusahaan serta
menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan.
e) Sekretaris Perusahaan
Sekretaris Perusahan harus memiliki kualifikasi akademis yang memadai agar dapat
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.
penelitian ini adalah pengaruh GCG terhadap EM pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia, yang diolah dengan program komputer SPSS 17.0.
observasi yang emiten manufaktur yang memenuhi kriteria populasi sasaran, yang tertera pada
Lampiran 1. Secara keseluruhan dari data yang terkumpul dari tahun 2006-2009 nilai
maksimum TAit/At-1 sebesar 1.65759 dan nilai minimumnya sebesar -2,81212. Untuk nilai
maksimum (∆REVit-∆RECit)/At-1 senilai 36,91305, sedangkan nilai minimumnya senilai
-9,25004, sedangkan nilai maksimum PPE/At-1 sebesar 24,11569 dan nilai minimumnya
sebesar -13,16542.
Dari Tabel 4.1 statistik deskriptif ditunjukkan bahwa nilai diskresioner akrual
maximum sebesar 1.6455, nilai minimumnya sebesar -4.3750 dan nilai diskresioner akrual
rata-rata sebesar -0.065515. Dengan nilai diskresioner akrual rata-rata yang negatif maka
dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang dijadikan observasi dalam penelitian ini rata-rata
melakukan aktivitas earning management dalam bentuk penurunan laba (income decreasing).
Secara ringkas, hasil statistik deskriptif penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DA 336 -4.3750 1.6455 -.065515 .3144465
GCG 336 0 1 .79 .411
Valid N (listwise) 336
Hasil uji hipotesis ini dilihat dari variabel regresi dari variabel independen. Dari tabel
diatas terlihat standardized coefficients (beta/β) untuk variabel GCG sebesar 0,006. Sesuai
dengan persyaratan pengujian hipotesis yang telah dipaparkan dan dikarenakan nilai dari
standardized coefficients (beta/β) sebesar 0,006, maka β>0 ini menandakan bahwa Ha
diterima, sedangkan H0 ditolak. Dengan diterimanya Ha, maka GCG berpengaruh positif
terhadap EM pada perusahaan manufaktur yang listing di bursa efek Indonesia.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang dapat dilihat pada Tabel 4.2 regresi di atas
maka dapat diperoleh persamaan regresi linear sederhana sebagai berikut:
EM (DA) = -1,625+ 0,057GCG + ε
4.2 Pembahasan
Dari hasil penelitian diperoleh persamaan regresi yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Konstanta (α) bernilai -1,625, hal ini menunjukan bahwa jika tidak ada pengaruh
variabel GCG, maka DA akan tetap ada sebesar -1,625. Maksudnya adalah jika tidak
ada pengaruh dari penerapan GCG maka EM akan tetap terjadi dalam bentuk
penurunan laba (income decreasing) sebesar 162,5%.
b. Koefisien regresi X (GCG) sebesar 0,057 artinya bahwa setiap penambahan sebesar
satu satuan pada variabel GCG, maka DA akan meningkat sebesar 0,057 satuan.
Dengan adanya penerapan GCG maka DA atau EM akan mengalami perubahan
sebesar 5,7% dalam setiap penambahan sebesar satu satuan pada setiap penambahan
GCG.
Jika perusahaan tidak menerapkan GCG maka akan terjadi EM dalam bentuk
penurunan laba (income decreasing) sebesar 162,5%. Namun, jika perusahaan menerapkan
GCG, maka DA atau EM akan mengalami perubahan sebesar 5,7% dalam setiap penambahan
sebesar satu satuan pada setiap penambahan GCG. Dengan demikian perusahaan
membutuhkan 28,5 satuan GCG untuk menghilangkan praktik EM. Jika lebih dari 28,5 satuan
GCG, maka akan mengakibatkan timbulnya EM dalam bentuk peningkatan laba (income
increasing). Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian terdahulu seperti: Shah, et al.,
(2009), Murhadi (2009), Murwaningsari (2007), dan Iqbal (2007).
21
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis di atas, maka penelitian ini berhasil menemukan bahwa :
Variabel independen yakni GCG berpengaruh terhadap variabel dependen EM yang diukur
dengan DA dengan arah hubungan positif. Hal ini ditunjukan dengan standardized coefficients
(beta/β) sebesar 0,006, yang berarti β > 0.
5.3. Saran
1. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi pihak regulator untuk
meregulasi implementasi GCG pada perusahaan-perusahaan di Indonesia, terutama
perusahaan manufaktur yang dalam penelitian ini ditemukan adanya pengaruh yang
signifikan GCG terhadap EM.
2. Bagi investor hendaknya memilih perusahaan yang telah menerapkan GCG dengan
baik, dengan melihat frekuensi diadakannya RUPS, komposisi komisaris, dewan
direksi, komite audit, dan sekretaris perusahaan, karena terbukti memiliki pengaruh
terhadap EM yang dilakukan perusahaan.
3. Bagi peneliti yang akan datang sebaiknya melakukan penelitian yang sama dengan
metode pengukuran yang lain misalnya untuk GCG diukur dengan Indeks Corporate
Governance.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Murhadi, W.R. (2009). “Studi Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Praktik
Earning managementpada Perusahaan Terdaftar di PT Bursa Efek Indonesia”.
Jurnal manajemen dan kewirausahaan, Vol.11, No. 1: 1-10.
Murwaningsari, Etty. (2007). “Pengaruh Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan
Dengan Manajemen Laba Sebagai Variabel Intervening”. The 1st Accounting
Conference Faculty of Economics Universitas Indonesia.
OECD Principles of Corporate Governance, (2004). Organisation for Economic Co-
Operation and Develovment, www.iasplus.com.
Ortega, W.R. and Grant, G.H. (2003), “Maynard manufacturing: an analysis of GAAP-
based and operational earning management techniques”, Strategic Finance, July.
Perusahaan.” Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol. 2, No. 2: 125-144.
Scott, R.W. (2000). Financial Accounting Theory 2nd Ed., New Jersey: Prentice Hall.
Sekaran, Uma. (2006). “Research Method for Business, Metododologi Penelitian untuk
Bisnis”. Edisi 4,. Buku 1 dan 2. Terjemahan Kwan Men Yon. Jakarta: Salemba
Empat.
Setiawati, L. dan Na’im, A., (2000). “Manajemen Laba”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, Vol. 15, No. 4: 424-441.
Shah, S.Z.A, S.A. Butt., and A. Hasan. (2009 ). “Corporate Governance and Earnings
Management an Empirical Evidence Form Pakistani Listed Companies”. European
Journal of Scientific Research, Vol. 26, No. 4: 624-638.
Suranta, Eddy dan Pratana Puspa Merdistusi. (2005). “Pengaruh Good Corporate Governance
terhadap Praktik Manajemen Laba”, Konferensi Nasional Akuntansi,Peran
Akuntansi dalam Membangun Good Corporate Governance: 1-8.
Tjager, I Nyoman, (2001). Pedoman GCG, Komite Nasional Kebijakan Corporate
Governance.
Vafeas, Nikos. (2000). “Board Structure and Informativeness of Earnings” Journal of
Accounting and Public Policy, Vol. 19: 139-160.
Xie, Biao., Wallace N. Davidson and Peter J. Dadalt.(2003). “Earning Management and
Corporate Governance: The Roles Of The Board and The Audit Committee”.
Journal of Corporate Finance, Vol. 9: 295-316.