Anda di halaman 1dari 23

Nama : Hermanto

Pembimbing : Aida Yulia SE, MM, Ak

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP EARNING


MANAGEMENT (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listing Di Bursa
Efek Indonesia)
Oleh: Hermanto
ABSTRACT
This research was aims to find evidence whether good corporate governance affect to
earnings management. This research used good corporate governance as independent variables
using dummy data and earnings management as the dependent variable as measured by the
value discretionary accrual. This research using census on manufacturing companies listing on
stock exchanges in Indonesia from 2006-2009 with provisions that have been defined, so there
is 336 years of observation. Testing is done by simple linear regression method with the help
of SPSS 17.0. A conclusion of this research is good corporate governance affect to earnings
management.
Keywords: Good corporate governance, earning management

1. PENDAHULUAN
Isu mengenai Good Corporate Governance (GCG) saat ini sedang hangat
diperbincangkan, terlebih dikalangan ekonom dan pelaku bisnis di Indonesia. Sejak adanya
krisis finansial di berbagai negara khususnya Indonesia pada tahun 1997, yang akhirnya
berubah menjadi krisis finansial Asia yang dipandang sebagai akibat lemahnya praktik Good
Corporate Governance (GCG) di negara-negara Asia. Tjager, et al., (2003) menyatakan
pendapat “…ini disebabkan adanya kondisi-kondisi objektif yang relatif sama di negara-
negara tersebut antara lain adanya hubungan yang erat antara pemerintah dan pelaku bisnis,
konglomerasi dan monopoli, proteksi, dan intervensi pasar sehingga membuat negara-negara
tersebut tidak siap memasuki era globalisasi dan pasar bebas”.
Adanya kegagalan beberapa perusahaan dan timbulnya kasus malpraktik keuangan
akibat krisis tersebut adalah buruknya praktik Corporate Governance (CG). Karena hal
tersebut GCG akhirnya menjadi isu penting, terutama di Indonesia yang merasakan paling
parah akibat krisis tersebut. Disamping itu, banyaknya kasus pelanggaran yang dilakukan oleh

1
2

perusahaan emiten di pasar modal yang ditangani Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK) menunjukkan rendahnya mutu praktik GCG di negara kita.
PT. Kimia Farma Tbk. Pada tahun 2002 mengindikasikan adanya praktik earning
management dengan menaikan laba hingga Rp 32,7 milyar. PT. Indofarma pada tahun 2004
melakukan praktik earning management dengan menyajikan overstated laba bersih senilai Rp
28,870 milyar, sebagai dampak dari penilaian persediaan barang dalam proses yang lebih
tinggi dari yang seharusnya, sehingga harga pokok penjualan tahun tersebut understated.
Skandal keuangan juga terjadi di negara maju, seperti di Amerika Serikat (AS), antara lain
Enron, Merck, World Com dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat (Cornett, et al.,
2006).
Dengan melihat beberapa contoh kasus di atas, sangat relevan bila ditarik suatu
pertanyaan tentang efektivitas penerapan good corporate governance (GCG), khususnya pada
perusahaan manufaktur yang listing di BEI, karena terdapat perusahaan manufaktur yang
terindikasi melakukan earning management. Corporate governance (CG) memberikan suatu
struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai
sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Darmawati, et al., 2004).
Murhadi (2009) dalam penelitiannya terhadap perusahaan go public di Indonesia
menemukan bahwa praktik GCG berpengaruh signifikan terhadap praktik earning
management yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Namun dari lima indikator GCG yang
berpengaruh signifikan hanya dua yakni CEO duality dan Top Share. Dualisme antara
pemilik yang sekaligus menjadi CEO mendorong peningkatan terjadinya praktik earning
management. Sementara itu, adanya pemegang saham pengendali yang berbentuk institusi
mendorong pengawasan menjadi lebih profesional sehingga berdampak pada penurunan
praktik earning management. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Iqbal (2007) menyatakan
bahwa ukuran dan jumlah dewan direksi berpengaruh signifikan terhadap earning
management dengan arah positif.
Penelitian ini termotivasi dari penelitian sebelumnya, namun terdapat perbedaan.
Penelitian ini meneliti pengaruh GCG terhadap earning management dengan menggunakan
persyaratan GCG yang telah ditetapkan KNKG (2006) yang digunakan sebagai persyaratan
variabel independen dummy yaitu perusahaan yang menerapkan GCG dengan perusahaan yang
3

tidak menerapkan GCG. Syarat-syarat yang di tetapkan Komite Nasional Kebijakan


Governance/KNKG (2006) adalah perusahaan publik harus memiliki organ perusahaan
diantaranya adalah RUPS, Dewan Komisaris, Komite Audit, Dewan Direksi dan Sekretaris
Perusahaan. Sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan komite audit, komisaris
independen, CEO duality, Top Share koalisi pemegang saham, ukuran dan jumlah dewan
direksi. Penelitian ini berupa studi empiris pada perusahaan manufaktur yang listing di Bursa
Efek Indonesia.

2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Teori Agensi
Teori keagenan menurut Jensen and Meckling ( 1976:5) adalah sebuah kontrak antara
principal (pemilik/ pemegang saham) dan agen (manajer/pengelola) yang mana baik pemilik
dan pengelola merupakan pemaksimum kesejahteraan. Pemisahaan ini dapat menimbulkan
masalah keagenan (agency problems) antara pemilik dan manajer yang mungkin saja
pengelola tidak bertindak yang terbaik untuk kepentingan pemilik karena adanya perbedaan
kepentingan (conflict of interest).
Scott (2000:214) menyatakan bahwa “perusahaan mempunyai banyak kontrak,
misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan kontrak pinjaman
antara perusahaan dengan krediturnya. Kontrak kerja yang dimaksud dalam penulisan ini
adalah kontrak kerja antara pemilik modal dengan manajer perusahaan. Dimana antara agent
dan principal ingin memaksimumkan utility masing-masing dengan informasi yang dimiliki.
Tetapi di satu sisi, agent memiliki informasi yang lebih banyak (full information) dibanding
dengan principal di sisi lain, sehingga menimbulkan adanya asimetry information”. Asimetry
information ini menyebabkan konflik kepentingan.

2.2 Earning Management


2.2.1 Definisi Earning Managemet
Scott (2000:218) mendefinisikan earning management sebagai tindakan manajemen
dengan memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu untuk tujuan memaksimalkan
kesejahteraannya dan atau nilai pasar perusahaan (taking a bath, income minimization,
income maximization, income smoothing).
4

Abdelghany (2005:1006) menjelaskan bahwa earning management merupakan


manipulasi pendapatan yang dilakukan untuk memenuhi target yang ditetapkan manajemen.
Sementara Lo (2008:352) mengelompokkan EM dalam dua katagori yakni real earning
management seperti tindakan untuk mempengaruhi arus kas, dan accrual management melalui
perubahan dalam estimasi dan kebijakan akuntansi. Peneliti lain yaitu Jiraporn, et al.
(2006:629) mengelompokkan EM ke dalam dua kelompok yakni beneficial earning
management dan opportunistic earning management.

2.2.2 Motivasi Earning Management


Ortega dan Grant (2003:131) mengemukakan bahwa earning management
dimungkinkan karena adanya fleksibilitas dalam pembuatan laporan keuangan dalam rangka
mengubah hasil keuangan operasional suatu perusahaan.
Scott (2000:220) juga mengemukakan adanya beberapa motivasi yang menyebabkan
terjadinya earning management :
1. Bonus Purposes
Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara
oportunistic untuk melakukan earning management dengan memaksimalkan laba saat ini.
Manajer perusahaan yang berorientasi untuk mendapatkan bonus atas kinerjanya cendrung
menghindari metode akuntansi yang mungkin melaporkan net income lebih rendah.
Manajer cenderung memilih kebijakan akuntansi yang dapat memaksimumkan laba.
2. Political Motivations
Earning management digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan
publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan
publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan-peraturan yang lebih ketat.
3. Taxation Motivations
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi earning management yang paling nyata.
Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.
4. Pergantian CEO
CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk
meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan
memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.
5. Initital Public Offering (IPO)
Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer
perusahaan yang akan go public melakukan earning management dalam prospectus mereka
dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.
6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor
Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga
pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam
kinerja yang baik.
5

2.2.3 Praktik Earning Management

Praktik earning management yang sering kali dilakukan perusahaan meliputi


(Abdelghany, 2005:1007):
1. Big Bath, yang berarti pengakuan terhadap biaya dilakukan melalui one time
restructuring charge. Dimana hal ini akan berakibat perusahaan akan mengalami
pembebanan biaya secara besar-besaran pada tahun ini, dan dampaknya pada tahun
berikutnya perusahaan akan mengalami profit yang besar.
2. Abuse of Materiality, yakni dengan memanipulasi earnings melalui penerapan prinsip
materiality, dimana tidak terdapat range yang spesifik mengenai material atau tidaknya
suatu transaksi.
3. Cookie Jar, kadang disebut rainy jar atau contingency reserves dimana dalam periode
kondisi keuangan yang baik maka perusahaan dapat mengurangi earnings melalui
melakukan pencadangan yang lebih banyak, pembebanan biaya yang lebih besar dan
menggunakan satu kali write offs. Bila kondisi keuangan memburuk maka akan
dilakukan hal sebaliknya.
4. Round Tripping, back to back dan Swap, dimana hal ini dilakukan dengan menjulan
suatu asset/unit usaha ke perusahaan lain dengan perjanjian untuk membelinya kembali
pada harga tertentu, dimana hal ini akan memberikan dampak pada peningkatkan
pemasukan perusahaan.
5. Voluntary accounting changes, dilakukan dengan mengubah kebijakan akuntansi yang
digunakan perusahaan.
6. Conservative Accounting, dilakukan dengan memilih metode akuntansi yang paling
konservatif seperti LIFO dan pembebanan biaya R&D dari pada mengkapitalisasinya.
7. Using the Derivative, dimana manajer dapat memanipulasi earning melalui pembelian
instrument hedging.

2.2.4 Teknik Earning Management


Teknik dan pola earning management menurut Daley dan Vigeland (dalam Setiawati
dan Na’im, 2000:410) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu:
1) Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi
Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgment (perkiraan) terhadap estimasi
akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu
depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan
lain-lain.
2) Mengubah metode akuntansi
Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh :
merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode
depresiasi garis lurus.
3) Menggeser periode biaya atau pendapatan
Contoh rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain : mempercepat/menunda
pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi
berikutnya, mempercepat/menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya,
mempercepat/menunda pengiriman produk kepelanggan, mengatur saat penjualan
aktiva tetap yang sudah tak dipakai.
6

2.3 Good Corporate Governance

2.3.1 Definisi Good Corporate Governance


Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), (2001:2) corporate
governance didefinisikan sebagai:
“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus
(pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang
kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban
mereka atau dengan kata lain suatu system yang mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate
governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders)”.
Sedangkan definisi yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD) sebagai berikut:
“Corporate governance is the system by which business corporations are directed and
control. The corporate governance structure specifies the distribution of right and
responsibilities among different participant in the corporation, such as the board, the
managers, shareholders and other stakeholder, and spells out the rule and procedure for
making decision on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through
which the company objectives are set, and the means of attaining those objectives and
monitoring performance”.
Kaen (2003:17) menyatakan “corporate governance pada dasarnya menyangkut
masalah siapa (who) yang seharusnya mengendalikan jalannya kegiatan korporasi dan
mengapa (why) harus dilakukan pengendalian terhadap jalannya kegiatan korporasi. Yang
dimaksud dengan “siapa” adalah para pemegang saham, sedangkan “mengapa” adalah karena
adanya hubungan antara pemegang saham dengan berbagai pihak yang berkepentingan
terhadap perusahaan. Pihak-pihak utama dalam corporate governance adalah pemegang
saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan,
pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas”.
2.3.2 Prinsip Dasar Good Corporate Governance
Prinsip-prinsip dasar dari GCG, pada dasarnya memiliki tujuan untuk memberikan
kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan. Secara umum, penerapan prinsip GCG secara
konkret menurut OECD (2004:3), memiliki tujuan terhadap perusahaan sebagai berikut :
1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing;
2. Mendapatkan cost of capital yang lebih murah;
3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan;
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari stakeholders terhadap perusahaan;
5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.
7

Prinsip-prinsip utama dari GCG yang menjadi indikator, sebagaimana ditawarkan oleh
OECD adalah :
1. Transparency/Disclosure (Transparansi/Keterbukaan)
Transparansi adalah adanya pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta
transparansi atas hal penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta pemegang
kepentingan. Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan
dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk
mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang - undangan,
tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan
pemangku kepentingan lainnya.
2. Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas menekankan pada pentingnya penciptaan sistem pengawasan yang efektif
berdasarkan pembagian kekuasaan antara komisaris, direksi, dan pemegang saham yang
meliputi monitoring, evaluasi, dan pengendalian terhadap manajemen untuk meyakinkan
bahwa manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham dan pihak-pihak
berkepentingan lainnya. Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai
dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham
dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3. Responsibility (Responsibilitas)
Responsibility (responsibilitas) adalah adanya tanggung jawab pengurus dalam manajemen,
pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang
saham. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggungjawab merupakan
konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggung jawab sosial,
menghindari penyalahgunaan wewenang kekuasaan, menjadi profesional dan menjunjung
etika dan memelihara bisnis yang sehat.
4. Independency (Independensi)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diinter-
vensi oleh pihak lain. Independen diperlukan untuk menghindari adanya potensi konflik
kepentingan yang mungkin timbul oleh para pemegang saham mayoritas. Mekanisme ini
menuntut adanya rentang kekuasaan antara komposisi komisaris, komite dalam komisaris, dan
pihak luar seperti auditor. Keputusan yang dibuat dan proses yang terjadi harus obyektif tidak
dipengaruhi oleh kekuatan pihak-pihak tertentu. Prinsip-prinsip transparansi, keadilan,
akuntabilitas, responsibilitas dan independen GCG dalam mengurus perusahaan, sebaiknya
diimbangi dengan good faith (bertindak atas itikad baik) dan kode etik perusahaan serta
pedoman GCG, agar visi dan misi perusahaan yang berwawasan internasional dapat terwujud.
5. Fairness (Keadilan)
Prinsip keadilan (fairness) merupakan prinsip perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang
saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing dari
kecurangan, dan kesalahan perilaku insider. Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan
harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan (OECD, 2004:22).
8

2.3.3 Manfaat Penerapan Good Corporate Governance


Berbagai keuntungan yang diperoleh dengan penerapan CG dapat disebut antara lain
(Maksum, 2005:8):
1. Dengan GCG proses pengambilan keputusan akan berlangsung secara lebih baik
sehingga akan menghasilkan keputusan yang optimal, dapat meningkatkan efisiensi
serta terciptanya budaya kerja yang lebih sehat.
2. GCG akan memungkinkan dihindarinya atau sekurang-kurangnya dapat diminimalkan
tindakan penyalahgunaan wewenang oleh pihak direksi dalam pengelolaan perusahaan.
3. Nilai perusahaan di mata investor akan meningkat sebagai akibat dari meningkatnya
kepercayaan mereka kepada pengelola perusahaan tempat mereka berinvestasi.
4. Bagi para pemegang saham, dengan peningkatan kinerja sebagaimana disebut pada
poin 1, dengan sendirinya juga akan menaikan nilai saham mereka dan juga nilai
dividen yang akan mereka terima. Bagi Negara ini juga akanmenaikan jumlah pajak
yang akan dibayarkan oleh perusahaan yang berarti akan terjadi peningkatan
penerimaaan Negara dari sektor pajak.
5. Karena dalam praktik GCG karyawan ditempatkan sebagai salah satu stakeholder yang
seharusnya dikelola dengan baik oleh perusahaan, maka motivasi dan kepuasan kerja
karyawan juga diperkirakan akan meningkat.
6. Dengan baiknya pelaksanaan CG, maka tingkat kepercayaan para stakeholders kepada
perusahaan akan meningkat sehingga citra positif perusahaan akan naik. Hal ini tentu
saja dapat menekan biaya (cost) yang timbul akibat tuntutan stakeholders kepada
perusahaan.
7. Penerapan CG yang konsisten juga akan meningkatkan kualitas laporan keuangan
perusahaan. Manajemen cendrung untuk tidak melakukan rekayasa terhadap laporan
keuangan, karena adanya kewajiban untuk mematuhi berbagai aturan dan prinsip
akuntansi yang berlaku dan penyajian informasi secara transparan.
2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Good Corporate Governance
Keberhasilan penerapan GCG juga memiliki prasyarat tersendiri. Di sini, ada dua
faktor yang memegang peranan, faktor eksternal dan internal (Daniri, 2005:20).
1. Faktor Eksternal
Yang dimaksud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar
perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG, di antaranya:
a. Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya
supremasi hukum yang konsisten dan efektif.
b. Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/lembaga pemerintahaan yang
diharapkan dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Government
menuju Good Government Governance yang sebenarnya.
c. Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi
standar pelaksanaan GCG yangefektif dan profesional. Dengan kata lain, semacam
benchmark (acuan).
d. Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat.
Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai
kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela.
e. Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan implementasi
GCG terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi yang berkembang di
lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah kualitas
9

pendidikan dan perluasan peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan
lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam
implementasi GCG.
2. Faktor Internal
Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktik GCG yang
berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor yang dimaksud antara lain:
a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG
dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.
b. Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada
penerapan nilai-nilai GCG.
c. Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah
standar GCG.
d. Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk
menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
e. Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan
langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan
mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke
waktu.

2.3.5 Proksi Good Corporate Governance


Organ perusahaan, yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan
Komisaris dan Direksi, mempunyai peran penting dalam pelaksanaan GCG secara efektif.
Organ perusahaan harus menjalankan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku atas
dasar prinsip bahwa masing-masing organ mempunyai independensi dalam melaksanakan
tugas, fungsi dan tanggung jawabnya semata-mata untuk kepentingan perusahaan (KNKG,
2006:11).
Adapun organ perusahaan yang dimaksudkan oleh KNKG antara lain:
a. Rapat Umum Pemegang Saham
RUPS sebagai organ perusahaan merupakan wadah para pemegang saham untuk
mengambil keputusan penting yang berkaitan dengan modal yang ditanam dalam perusahaan,
dengan memperhatikan ketentuan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan.
Keputusan yang diambil dalam RUPS harus didasarkan pada kepentingan usaha perusahaan
dalam jangka panjang. RUPS dan atau pemegang saham tidak dapat melakukan intervensi
terhadap tugas, fungsi dan wewenang Dewan Komisaris dan Direksi dengan tidak mengurangi
wewenang RUPS untuk menjalankan haknya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan
perundang- undangan, termasuk untuk melakukan penggantian atau pemberhentian anggota
Dewan Komisaris dan atau Direksi (KNKG, 2006:11).
b. Dewan Komisaris dan Direksi
Kepengurusan perseroan terbatas di Indonesia menganut sistem dua badan (two-board
system) yaitu Dewan Komisaris dan Direksi yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab
yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing sebagaimana diamanahkan dalam
anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan. Namun demikian, keduanya mempunyai
tanggung jawab untuk memelihara kesinambungan usaha perusahaan dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, Dewan Komisaris dan Direksi harus memiliki kesamaan persepsi terhadap
visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan (KNKG, 2006:12).
10

c. Dewan Komisaris
Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara
kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi serta
memastikan bahwa Perusahaan melaksanakan GCG. Namun demikian, Dewan Komisaris
tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional. Kedudukan masing-masing
anggota Dewan Komisaris termasuk Komisaris Utama adalah setara. Tugas Komisaris Utama
sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan Dewan Komisaris. Agar
pelaksanaan tugas Dewan Komisaris dapat berjalan secara efektif (KNKG, 2006:13).
d. Direksi
Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolegial
dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota Direksi dapat melaksanakan tugas dan
mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya. Namun,
pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota Direksi tetap merupakan tanggung jawab
bersama. Kedudukan masing-masing anggota Direksi termasuk Direktur Utama adalah setara.
Tugas Direktur Utama sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan Direksi
(KNKG, 2006:17).
Dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya berhak membentuk komite guna
membantu tugas dewan komisaris agar berjalan secara efektif. KNKG (2006:15).
Mengemukakan bahwa :
“Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara,
perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat,
perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang
mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, sekurang-kurangnya harus
membentuk Komite Audit, sedangkan komite lain dibentuk sesuai dengan kebutuhan”.
Selain itu Daniri dan Krismatono (2010:1) menyatakan bahwa :
“Salah satu elemen dalam struktur dan proses good corporate governance (GCG)
adalah pemastian bahwa penggunaan wewenang dan hubungan dengan pemangku kepentingan
(stakeholders) berjalan dengan baik untuk kepentingan perusahaan. Dalam menjaga proses
tersebut dibutuhkan suatu unit yang berfungsi sebagai fasilitator pengambilan keputusan
secara proper dan saluran komunikasi yang terpercaya. Disinilah posisi strategis sekretaris
perusahaan (corporate secretary), yaitu menjalankan fungsi memastikan kepatuhan dan
administrasi pengambilan keputusan didalam perusahaan, dan melakukan fungsi komunikasi
dalam rangka membangun goodwill keluar perusahaan”.
Corporate secretary wajib dimiliki perusahaan sehubungan dengan peraturan
Bapepam-LK NOMOR KEP-63/PM/1996. Daniri dan Krismatono (2010:1) juga menyatakan
“Corporate secretary memiliki tugas dalam penatalaksanaan office of the board yang
mencakup pemastian ketersediaan informasi dalam pengambilan keputusan oleh Dewan
Komisaris dan Direksi”.
Dari literatur yang telah dijelaskan diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa GCG
dapat diproksikan dengan pelaksanaan RUPS, Dewan Komisari, Dewan Direksi, Komite
Audit dan Corporate Secretary.
11

2.4 Kerangka Pemikiran


2.4.1 Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Earning Management
Chtourou, et al. (2001:27) meneliti apakah praktik corporate governance memiliki
pengaruh kepada kualitas informasi keuangan yang dipublikasikan. Chtourou, et al.
Menemukan bahwa:
“…prinsip GCG mempunyai pengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan yang
diukur dari keberhasilan ditekannya upaya rekayasa yang dilakukan manajemen, secara parsial
earning management secara signifikan berhubungan dengan beberapa praktik governance oleh
dewan komisaris dan komite audit. Untuk komite audit, income increasing earning
management secara negatif berasosiasi dengan proporsi anggota yang besar dari luar yang
bukan merupakan manejer pada perusahaan lain. Untuk dewan komisaris, income increasing
earning management yang rendah pada perusahaan yang memiliki outside board members
yang berpengalaman sebagai board members pada perusahaan dan pada perusahaan yang
lain”.
Shah, et al. (2009:635) meneliti hubungan kualitas GCG terhadap earning
management pada perusahaan yang listing di bursa efek Pakistan menemukan bahwa terdapat
hubungan positif antara GCG dengan earning management. Namun Cornett, et al., (2006:17)
menemukan adanya pengaruh mekanisme corporate governance terhadap penurunan
discretionary accruals sebagai ukuran dari earning management dan berhubungan positif
dengan CFROA. Hasil ini diinterpretasikan sebagai indikasi bahwa CFROA merupakan fungsi
positif dari indikator mekanisme corporate governance.
Murhadi (2009:8) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa praktik GCG
berpengaruh signifikan terhadap praktik earning management yang dilakukan perusahaan.
Selanjutnya Murwaningsari (2007:40) Murwaningsari menemukan bahwa terdapat pengaruh
yang signifikan pada struktur corporate governance terutama yaitu dewan direksi terhadap
earning management.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Iqbal (2007:41) yang menggunakan variabel
Independen : Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, Dewan direksi, dan komite
audit. Sedangkan variabel dependen : earning management. Dalam penelitian tersebut Iqbal
menemukan bahwa ukuran dan jumlah dewan direksi berpengaruh signifikan terhadap earning
management dengan arah hubungan positif. Darmawati (2003:63) tidak menemukan adanya
hubungan antara GCG terhadap earning management, sedangkan Gul and Tsui (2001:130)
menemukan hubungan negatif antara corporate governance terhadap earning management.
12

Untuk itu dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian terdahulu bahwa GCG berpengaruh
terhadap earning management.
GCG dapat diproksikan oleh organ perusahaan: RUPS, Dewan Komisaris, Dewan
Direksi, Komite Audit dan Sekretaris Perusahaan. Organ perusahaan mempunyai peran
penting dalam pelaksanaan GCG secara efektif (KNKG, 2006:11). Adapun pengaruh dari
masing-masing proksi tersebut adalah sebagai berikut:

2.4.1.1 Pengaruh Rapat Umum Pemegang Saham terhadap Earning Management


Salah satu manfaat dari RUPS adalah untuk memantau ketaatan pada Pedoman,
Direksi harus mengungkapkan baik mengenai keuangan maupun hal-hal yang lainnya yang
menyangkut Perseroan, serta memuat dalam Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan setiap
hal yang bertentangan dan/atau yang tidak sesuai dengan pedoman ini, dan memberikan alasan
atas ketidak-sesuaian dan/atau tidak ditaatinya Pedoman tersebut (Tjager, 2001:5).

2.4.1.2 Pengaruh Dewan Komisaris Independen terhadap Earning Management


Vafeas (2000:155) mengatakan bahwa selain kepemilikan manajerial, peranan dewan
komisaris juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba dengan membatasi tingkat
earning management melalui fungsi monitoring atas pelaporan keuangan.
Chtourou,et al. (2001:27) memberikan pernyataan, dimana semakin besar ukuran
dewan komisaris maka proses monitoring justru menjadi lebih baik/ mengurangi aktivitas
earning management. Namun, Suranta dan Merdistusi (2005:6) menyatakan keberadaan
komisaris independen ternyata tidak mampu menjadi mekanisme corporate governance yang
baik dalam upaya mengurangi praktik earning management.

2.4.1.3 Pengaruh Dewan Direksi terhadap Earning Management


Vafeas (2000:155), Merdistusi dan Machfoedz (2003:193) menyimpulkan bahwa
semakin kecil ukuran dewan direksi maka pelaksanaan monitoring terhadap manajemen
perusahaan akan jadi semakin baik, sehingga dapat mengurangi praktik earning management.
Akan tetapi penelitian yang dilakukan Chtourou, et al. (2001:27) memberikan hasil yang tidak
konsisten, dimana semakin besar ukuran dewan direksi maka proses monitoring justru menjadi
lebih baik/mengurangi aktivitas manajemen laba.
13

2.4.1.4 Pengaruh Komite Audit terhadap Earning Management


Klein (2000:25) memberikan bukti secara empiris bahwa perusahaan yang membentuk
komite audit independen melaporkan laba dengan kandungan akrual diskresioner yang lebih
kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak membentuk komite audit independen. Xie,
et al. (2003:20) menyimpulkan bahwa komite audit yang berasal dari luar mampu melindungi
kepentingan pemegang saham dari tindakan earning management yang dilakukan oleh pihak
manajemen. Suranta dan Merdistusi (2005:7) menyimpulkan bahwa komite audit mampu
menjadi mekanisme corporate governance yang baik dalam upaya mengurangi praktik
earning management.

2.4.1.5 Pengaruh Sekretaris Perusahaan terhadap Earning Management


Pelaksanaan RUPS dan Laporan Tahunan secara legal merupakan tanggung jawab
Direksi, namun corporate secretary sebagai kepanjangan fungsi Direksi, bertugas menyiapkan
operasional pelaksanaan RUPS agar dapat berlangsung dengan baik dan menghasilkan
keputusan yang diperlukan oleh perusahaan. Kualitas informasi merupakan tanggung jawab
perusahaan terhadap stakeholders, dan dalam hal ini corporate secretary perlu membangun
komunikasi yang baik dengan komunitas pasar modal, khususnya para analis – karena ulasan
analis yang didasarkan pengungkapan informasi yang layak merupakan salah satu akses
investor terhadap informasi, yang juga berpengaruh pada pengambilan keputusan investasi
(Daniri dan Krismatono, 2010:1).

2.5 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan uraian sebelumnya, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini
adalah:
H1: Good corporate governance berpengaruh positif terhadap earning management pada
perusahaan manufaktur yang listing di bursa efek Indonesia.

3. METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh good corporate governance terhadap
earning management melalui pengujian hipotesis (hypothesis testing). Metode penelitian yang
14

digunakan adalah sensus. Sensus berarti meneliti seluruh elemen populasi (Indriantoro dan
Supomo, 2002:115). Adapun perusahaan manufaktur yang menjadi populasi sasaran penelitian
ini adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006-2009.
2. Tersedia data yang lengkap dan sesuai dengan data yang diperlukan dalam penelitian.
3. Tidak mengalami ekuitas negatif selama periode pengamatan.

3.2 Data dan Teknik Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder berupa
data keuangan dan elemen annual report yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Total akrual, total asset, perubahan penjualan, perubahan piutang usaha, gross property,
plant dan equipment perusahaan.
2. Informasi mengenai penerapan GCG.
3. Menggunakan pooling data.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara identifikasi yaitu pengumpulan data yang
didasarkan pada catatan yang telah tersedia di BEI dengan mengklasifikasikan data sekunder
berupa data keuangan dan informasi penerapan GCG berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan. Data ini diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) dengan alamat
Gedung BEI, Lantai I Tower 2 jalan Jendral Sudirman, Kavling 52-53 Jakarta 12190 yang
dikirim via pos.

3.3 Definisi dan Operasional Variabel

Variabel yang akan diteliti terdiri dari dua variabel, yaitu Variabel dependen dan
variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah earning management
(EM), sedangkan variabel independennya adalah good corporate governance (GCG).

3.3.1 Variabel Dependen (Y)


Variabel dependen merupakan variabel utama yang menjadi faktor yang berlaku
dalam investigasi (Sekaran, 2006:116). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah earning
management . EM adalah tindakan manajemen dengan memilih kebijakan akuntansi dari suatu
standar tertentu untuk tujuan memaksimalkan kesejahteraannya dan atau nilai pasar
15

perusahaan (taking a bath, income minimization, income maximization, income smoothing)


(Scott, 2000:218).
Merujuk penelitian sebelumnya yang dilakukan Murhadi (2009), EM dalam penelitian
ini dilakukan melalui total accrual (TA) dan discretionary accrual (DA). Total akrual yang
didefinisikan sebagai selisih antara net income dan arus kas dari aktivitas operasi, dibagi
dengan total asset. Total akrual terdiri dari discretionary accrual dan non-discretionary
accrual.
DA dalam penelitian ini menggunakan modifikasi Jones (1991) untuk mendekomposisi
firmlevel (Total accrual) dan menggunakan residual sebagai proksi terhadap DA. Penggunaan
model modifikasi Jones dikarenakan model ini runtun waktu dan secara statistik paling baik
dibandingkan model-model lainnya (Dechow, et al., (1995), Darmawati (2003) dan Murhadi
(2009).
Hal ini tampak dalam persamaan sebagai berikut:
Model perhitungan earning management adalah sebagai berikut :
TA it 1 ∆ REV it −∆ REC it PPE it
A t−1
=α i
( ) (
A t−1
+ β1i
A t−1 ) (+ β 2i )
A t−1
+ε it..............................................1)
Total akrual untuk periode t dinyatakan dalam persamaan :
TA it =¿it −OCF it ................................................................................................................2)
Keterangan :
TAit = Total Accruals perusahaan i pada tahun t
∆REVit = Pendapatan bersih perusahaan i pada tahun t dikurangi pendapatan bersih pada
tahun t-1
∆RECit = Piutang bersih perusahaan i pada tahun t dikurangi piutang bersih pada tahun t-1
PPEit = Aktiva tetap (gross) perusahaan i pada tahun t
At-1 = Total assets (total aktiva) perusahaan i pada tahun t-1
εit = Nilai residu perusahaan i pada tahun t
NIit = Laba bersih (Net Income) perusahaan i pada tahun t
OCFit = Arus kas (Operating Cash Flow) perusahaan i pada tahun t
Non Discretionary Accruals (NDA) dapat ditentukan dengan persamaan:
1 ∆ REV it −∆ REC it PPE it
NDA it =α i
( ) (
A it−1
+ β 1i
A it−1 ) (
+ β2 i
A it−1 ) .................................................3)
Setelah melakukan regresi model di atas, DA yang dilakukan oleh setiap perusahaan dapat
dihitung dengan persamaan sbb:
DA it TA it ∆ REV it −∆ REC it PPE it

Atau
=
A it−1 A it−1
− αi
[( 1
Ait−1 ) (
+ β1i
Ait −1 ) ( )]
+ β2i
Ait −1
....................................4)

DA it =TA it −NDA it ............................................................................................................5)


NDAit = Non Discretionary Accruals perusahaan i pada tahun t
DAit = Discretionary Accruals perusahaan i pada tahun t
16

3.3.2 Variabel Independen (X)


Variabel independen adalah varibel yang mempengaruhi variabel dependen, baik
secara positif atau negatif (Sekaran, 2006:117). Variabel independen dalam penelitian ini
adalah good corporate governance. GCG adalah tata kelola perusahaan yang menjelaskan
hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja
perusahaan (Monks dan Minow, 2003:6).
GCG dengan menggunakan data dummy, dimana 1 bila perusahaan memenuhi syarat
GCGdan 0 bila tidak memenuhi syarat GCG. Syarat-syarat yang di tetapkan KNKG (2006)
adalah perusahaan publik harus memiliki organ perusahaan diantaranya adalah RUPS, Dewan
Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit dan Sekretaris Perusahaan, sedangkan perusahaan
yang belum memenuhi organ tersebut didefinisikan sebagai perusahaan yang belum
menerapkan GCG. Syarat-syarat yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a) Rapat Umum Pemegang Saham
Melaksanakan RUPS tahunan dalam jangka waktu 6 bulan sesudah akhir tahun buku sesuai
dengan pasal 65 ayat 2 Undang-undang Perseroan Terbatas.
b) Dewan Komisaris
Keberadaan dewan komisaris independen di Indonesia telah diatur dengan berbagai
peraturan. Menurut peraturan Pencatatan Nomor IA tentang Ketentuan Umum Pencatatan
Efek bersifat Ekuitas di bursa yaitu jumlah komisaris independen minimum 30%. Lebih
lanjut dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (GCG),
perusahaan tercatat wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya proporsional
sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali
dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah
seluruh anggota komisaris.
c) Dewan Direksi
Komposisi Direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengembalian putusan
yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara independent dalam arti tidak
mempunyai kepentingan yang dapat menganggu kemampuannya untuk melaksanakan
tugasnya secara mandiri dan kritis. Tergantung dari sifat khusus suatu perseroan,
17

seyogyanya paling sedikit 20% (dua puluh persertatus) dari jumlah anggota direksi harus
berasal dari kalangan diluar perseroan.
d) Komite Audit
Bapepam dengan Surat Edaran No.SE-03/PM/2000 mensyaratkan bahwa setiap perusahaan
publik di Indonesia wajib membentuk Komite Audit dengan anggota minimal 3 orang,
mayoritas harus independen yang diketuai oleh satu orang komisaris independen
perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen terhadap perusahaan serta
menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan.
e) Sekretaris Perusahaan
Sekretaris Perusahan harus memiliki kualifikasi akademis yang memadai agar dapat
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.

3.4 Metode Analisis Data


Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah regresi linear yang
bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh GCG terhadap EM pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006-2009. Pengolahan data
dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 (Statistical Package For Social Science
17.0). Spesifikasi persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
EM (DA) = α + β GCG + ε ............................................................................................(6)
Keterangan :
EM : Earning Management
GCG : Good Corporate Governance
α : kostanta
β : koefisien regresi
ε : eror
3.5 Pengujian Hipotesis
Setelah dilakukan pengukuran variabel dalam penelitian ini, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan pengujian hipotesis. Untuk menentukan menerima atau menolak hipotesis
yang diajukan, maka perlu dilakukan pengujian secara statistik. Penelitian ini menguji
hipotesis dengan analisis linear sederhana. Hipotesis yang akan diuji dan dianalisis dalam
18

penelitian ini adalah pengaruh GCG terhadap EM pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia, yang diolah dengan program komputer SPSS 17.0.

3.5.1 Rancangan Pengujian Hipotesis


Untuk menguji pengaruh GCG (X) terhadap EM (Y) dilakukan dengan cara meregres
variabel dalam penelitian baik variabel dependen maupun variabel independen. Penelitian ini
menggunakan metode sensus, dengan demikian tidak dilakukan uji signifikansi. Kesimpulan
diambil langsung dari nilai koefisien regresi masing-masing variabel.
Untuk menguji hipotesis pertama (H1) apakah variabel independen (X) berpengaruh
terhadap variabel dependen (Y), digunakan uji simultan dengan langkah sebagai berikut:
Menentukan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha)
Ha1: β > 0 ; Good corporate governance berpengaruh positif terhadap earning
management pada perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia.
H01: β ≤ 0 ; Good corporate governance tidak berpengaruh positif terhadap earning
management pada perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia.
Menentukan kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis.
Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis adalah sebagai berikut:
Jika β > 0: Ha diterima (H0 ditolak)
Jika β ≤ 0: H0 diterima (Ha ditolak)

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Data yang telah terkumpul tersebut berupa laporan keuangan tahunan dan annual
report dari perusahaan manufaktur yang go public atau listing di BEI periode tahun 2006-
2009. Sesuai dengan permasalahan dan perumusan model yang telah dikemukakan, serta
untuk kepentingan pengujian hipotesis, maka digunakan statistik deskriptif dan analisis
statistik untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh antara GCG terhadap EM.

4.1.1 Statistik Deskriptif


Penelitian ini menggunakan metode sensus perusahaan manufaktur yang listing di BEI
dari tahun 2006-2009 dengan menggabungkan data (pooling data) sehingga terdapat 336
19

observasi yang emiten manufaktur yang memenuhi kriteria populasi sasaran, yang tertera pada
Lampiran 1. Secara keseluruhan dari data yang terkumpul dari tahun 2006-2009 nilai
maksimum TAit/At-1 sebesar 1.65759 dan nilai minimumnya sebesar -2,81212. Untuk nilai
maksimum (∆REVit-∆RECit)/At-1 senilai 36,91305, sedangkan nilai minimumnya senilai
-9,25004, sedangkan nilai maksimum PPE/At-1 sebesar 24,11569 dan nilai minimumnya
sebesar -13,16542.
Dari Tabel 4.1 statistik deskriptif ditunjukkan bahwa nilai diskresioner akrual
maximum sebesar 1.6455, nilai minimumnya sebesar -4.3750 dan nilai diskresioner akrual
rata-rata sebesar -0.065515. Dengan nilai diskresioner akrual rata-rata yang negatif maka
dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang dijadikan observasi dalam penelitian ini rata-rata
melakukan aktivitas earning management dalam bentuk penurunan laba (income decreasing).
Secara ringkas, hasil statistik deskriptif penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DA 336 -4.3750 1.6455 -.065515 .3144465
GCG 336 0 1 .79 .411
Valid N (listwise) 336

Sumber: data diolah 2010

4.1.2 Uji Hipotesis


Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri variabel dependen yaitu earning
management dan variabel independen yaitu good corporate governance. Dalam uji hipotesis
ini dibutuhkan analisis statistik. Sesuai dengan metode yang digunakan, data yang telah ada
dianalisis dengan cara regresi linear sederhana dikarenakan variabel dependen yang ada hanya
satu.
Hasil dari regresi linear sederhana dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Regresi
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients
B Std. Error Beta
1 (Constant) -1.625 .487 -3.338 .001
GCG .057 .549 .006 .103 .918
a. Dependent Variable: DA
b. Sumber: data diolah 2010
20

Hasil uji hipotesis ini dilihat dari variabel regresi dari variabel independen. Dari tabel
diatas terlihat standardized coefficients (beta/β) untuk variabel GCG sebesar 0,006. Sesuai
dengan persyaratan pengujian hipotesis yang telah dipaparkan dan dikarenakan nilai dari
standardized coefficients (beta/β) sebesar 0,006, maka β>0 ini menandakan bahwa Ha
diterima, sedangkan H0 ditolak. Dengan diterimanya Ha, maka GCG berpengaruh positif
terhadap EM pada perusahaan manufaktur yang listing di bursa efek Indonesia.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang dapat dilihat pada Tabel 4.2 regresi di atas
maka dapat diperoleh persamaan regresi linear sederhana sebagai berikut:
EM (DA) = -1,625+ 0,057GCG + ε

4.2 Pembahasan
Dari hasil penelitian diperoleh persamaan regresi yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Konstanta (α) bernilai -1,625, hal ini menunjukan bahwa jika tidak ada pengaruh
variabel GCG, maka DA akan tetap ada sebesar -1,625. Maksudnya adalah jika tidak
ada pengaruh dari penerapan GCG maka EM akan tetap terjadi dalam bentuk
penurunan laba (income decreasing) sebesar 162,5%.
b. Koefisien regresi X (GCG) sebesar 0,057 artinya bahwa setiap penambahan sebesar
satu satuan pada variabel GCG, maka DA akan meningkat sebesar 0,057 satuan.
Dengan adanya penerapan GCG maka DA atau EM akan mengalami perubahan
sebesar 5,7% dalam setiap penambahan sebesar satu satuan pada setiap penambahan
GCG.
Jika perusahaan tidak menerapkan GCG maka akan terjadi EM dalam bentuk
penurunan laba (income decreasing) sebesar 162,5%. Namun, jika perusahaan menerapkan
GCG, maka DA atau EM akan mengalami perubahan sebesar 5,7% dalam setiap penambahan
sebesar satu satuan pada setiap penambahan GCG. Dengan demikian perusahaan
membutuhkan 28,5 satuan GCG untuk menghilangkan praktik EM. Jika lebih dari 28,5 satuan
GCG, maka akan mengakibatkan timbulnya EM dalam bentuk peningkatan laba (income
increasing). Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian terdahulu seperti: Shah, et al.,
(2009), Murhadi (2009), Murwaningsari (2007), dan Iqbal (2007).
21

5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis di atas, maka penelitian ini berhasil menemukan bahwa :
Variabel independen yakni GCG berpengaruh terhadap variabel dependen EM yang diukur
dengan DA dengan arah hubungan positif. Hal ini ditunjukan dengan standardized coefficients
(beta/β) sebesar 0,006, yang berarti β > 0.

5.2. Keterbatasan Penelitian


Dalam pengukuran GCG sebagai variabel independen dummy hanya dengan
persyaratan yang di tetapkan KNKG (2006) yaitu perusahaan publik harus memiliki organ
perusahaan diantaranya adalah RUPS, Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit dan
Sekretaris Perusahaan dengan kriteria-kriteria tertentu, bukan diukur dengan menggunakan
Indeks Corporate Governance yang pengukurannya melibatkan aspek yang lebih banyak.

5.3. Saran
1. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi pihak regulator untuk
meregulasi implementasi GCG pada perusahaan-perusahaan di Indonesia, terutama
perusahaan manufaktur yang dalam penelitian ini ditemukan adanya pengaruh yang
signifikan GCG terhadap EM.
2. Bagi investor hendaknya memilih perusahaan yang telah menerapkan GCG dengan
baik, dengan melihat frekuensi diadakannya RUPS, komposisi komisaris, dewan
direksi, komite audit, dan sekretaris perusahaan, karena terbukti memiliki pengaruh
terhadap EM yang dilakukan perusahaan.
3. Bagi peneliti yang akan datang sebaiknya melakukan penelitian yang sama dengan
metode pengukuran yang lain misalnya untuk GCG diukur dengan Indeks Corporate
Governance.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdelghany, K.E., (2005). “Measuring the quality of earnings”, Managerial Auditing


Journal, Vol. 20, No. 9: 1001-1015.
Chtourou S.Marrakchi, Jean Bedard, and Lucie Courteau. 2001. Corporate Governance and
Earning management. Working Paper. http://papers.ssrn.com.
22

Cornett M. M, J. Marcuss, Saunders dan Tehranian H. (2006). Earning management,


Corporate Governance, and True Financial Performance. http://papers.ssrn.com/
Daniri, Mas Ahmad, (2005). Good Corporate Governance : Konsep dan Penerapannya
di Indonesia, Jakarta, Ray Indonesia.
Daniri dan Krismatono, (2010). “Peran Corporate Secretary sebagai Penjaga Gawang
Good Corporate Governance”.
Darmawati, D., (2003). “Corporate Governance dan Manajemen Laba: Suatu Studi
Empiris”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol.5, No.1: 47-68.
Dechow, P., Sloan, R., Sweeney, A., (1995).“Detecting Earning management”, The
Accounting Review, Vol. 70, No. 2: 193-225.
Forum for Corporate Governance in Indonesia. 2001. “Peranan Dewan komisaris dan
Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola
Perusahaan)”, Jakarta.
Gul, F. and Tsui, J., “Free Cash Flow, Debt Monitoring and Audit Pricing: Further
Evidence on the Role of Director Equity Ownership”, Auditing: A Journal of
Practice & Theory, September 2001: 123-132.
Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang, 2002, “Metodologi Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi dan Manajemen”, Yogyakrta: BPFE.
Iqbal, S., (2007). “Corporate Governance Sebagai Alat Pereda Praktik Manajemen
Laba”,Ventura, Vol. 10, No. 3: 29-44.
Jensen, Michael C. dan W.H. Meckling.(1976). Theory of The Firm: Managerial Behavior,
Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, Vol 3, No.
4: 305-360.
Jiraporn, P., G.A. Miller, S.S. Yoon dan Y.S. Kim, (2006). “Is earning management
opportunistic or beneficial? An agency theory perspective”, International
Review of Financial Analysis, Vol. 17, No.3: 622–634.
Kaen, Fred R., (2003). “A Blueprint for Corporate Governance: Strategy, Accountability,
and the Preservation of Shareholder Value”. New York, NY: American
Management Association.
Klein, A., (2000)“CEO power, board independence and CEO compensation: An empirical
investigation”, working paper, New York University.
KNKG, (2006). “Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia”. Komite Nasional
Kebijakan Governance. Jakarta.
Lo, K., (2008). “Earning management And Earnings Quality”.Journal of Accounting and
Economics 45: 350–357.
Maksum, Azhar (2005). “Tinjauan Atas Good Corporate Governance Di Indonesia”.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap. Universitas Sumatera Utara.
Merdistusi, Pranata Puspa. Dan Mas;ud Machfoedz. (2003). “Analisis Hubungan Mekanisme
Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba”. Simposium Nasional
Akuntansi VI. Surabaya: 176-196.
Monks, Robert A.G, dan Minow, N, Corporate Governance 3rd edition, (2003) Blackwell
Publishing.
23

Murhadi, W.R. (2009). “Studi Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Praktik
Earning managementpada Perusahaan Terdaftar di PT Bursa Efek Indonesia”.
Jurnal manajemen dan kewirausahaan, Vol.11, No. 1: 1-10.
Murwaningsari, Etty. (2007). “Pengaruh Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan
Dengan Manajemen Laba Sebagai Variabel Intervening”. The 1st Accounting
Conference Faculty of Economics Universitas Indonesia.
OECD Principles of Corporate Governance, (2004). Organisation for Economic Co-
Operation and Develovment, www.iasplus.com.
Ortega, W.R. and Grant, G.H. (2003), “Maynard manufacturing: an analysis of GAAP-
based and operational earning management techniques”, Strategic Finance, July.
Perusahaan.” Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol. 2, No. 2: 125-144.
Scott, R.W. (2000). Financial Accounting Theory 2nd Ed., New Jersey: Prentice Hall.
Sekaran, Uma. (2006). “Research Method for Business, Metododologi Penelitian untuk
Bisnis”. Edisi 4,. Buku 1 dan 2. Terjemahan Kwan Men Yon. Jakarta: Salemba
Empat.
Setiawati, L. dan Na’im, A., (2000). “Manajemen Laba”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, Vol. 15, No. 4: 424-441.
Shah, S.Z.A, S.A. Butt., and A. Hasan. (2009 ). “Corporate Governance and Earnings
Management an Empirical Evidence Form Pakistani Listed Companies”. European
Journal of Scientific Research, Vol. 26, No. 4: 624-638.
Suranta, Eddy dan Pratana Puspa Merdistusi. (2005). “Pengaruh Good Corporate Governance
terhadap Praktik Manajemen Laba”, Konferensi Nasional Akuntansi,Peran
Akuntansi dalam Membangun Good Corporate Governance: 1-8.
Tjager, I Nyoman, (2001). Pedoman GCG, Komite Nasional Kebijakan Corporate
Governance.
Vafeas, Nikos. (2000). “Board Structure and Informativeness of Earnings” Journal of
Accounting and Public Policy, Vol. 19: 139-160.
Xie, Biao., Wallace N. Davidson and Peter J. Dadalt.(2003). “Earning Management and
Corporate Governance: The Roles Of The Board and The Audit Committee”.
Journal of Corporate Finance, Vol. 9: 295-316.

Anda mungkin juga menyukai