YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Disusun Oleh:
MAHMASONI MASDAR
13/348489/KU/15883
SKRIPSI
r;iiffiffi
97003242002122002 7208261999032003
Mengetahui,
Ketua Prodi Sl Keperawatan
Universitas Gadjah Mada
1ll
HALANIAN PERNYATAAN
SKRIPSI
YOCYAK,ARTA
Disusull Oleh:
Mahmasoni Masdar
1 3/348489/KU/15883
Dengan ini saya nenyatakan bzLhwa clalanr skripsi ini tidak terdapat karya yirng
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarj anaan di slratu pergurucn tinggi dan
scpelrgetahuan saya tjdak terdapat karya atau pendapat yang pemah ditulis atau
diterbitkan oleh onng lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalatrr naskah ini dan
Malnnasoni Masdal
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala
Gadjah Mada. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih
memiliki keterbatasan, akan tetapi berkat bantuan dan bimbingan dari dosen
pembimbing serta pihak-pihak lain maka skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh
karena itu, dengan segala ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Ph.D., Sp.OG (K) selaku Dekan
2. Dr. Heny Suseani Pangestuti, S.Kp., M.Kes., selaku Ketua Program Studi
3. Puji Sutarjo, S.Kep., Ns., MPH., selaku pembimbing I yang dengan sabar
iv
viv
8. Seluruh tim Pejuang Skripsi, Hanin, Sherly, Diana, Fani, Diah, Ajie, Pita.
“Tiada gading yang tak retak”, penulis menyadari masih ada kekurangan dan
kelemahan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat
Mahmasoni Masdar
HALAMAN PERSEMBAHAN
Assalamualaikum wr.wb
Segala puji atas nikamat dan karunia Allah SWT
Karya ini dipersembahkan untuk:
Allah SWT tanpa kehadiran dan kuasanya skripsi ini tidak akan pernah bisa
diselesaikan atau bahkan dimulai.
Kedua orang tua, Bapak dan Ibu yang tanpa lelah memberikan dukungan doa,
moral dan materiil tentunya agar skripsi ini tetap berjalan,
Kedua Kakak saya, Rifqiyah Nur Umami dan M. Hifni Zarkasyi, yang telah
memberikan motivasi dikala kejenuhan melanda saat melaksanakan penelitian ini.
Pembimbing dalam penelitian ini yaitu Ibu Sri Warsini dan Bapak Puji Sutarjo
yang telah menguras emosi dan pikiran untuk dapat membimbingan dalam
penyusunan skripsi ini.
Teruntuk Ibu Intansari Nurjannah sebagai penguji yang rela memberikan semua
dukungannya dalam penyusunan skripsi ini.
Teman-teman tim pejuang skripsi (Hanin, Pita, Fani, Sherli, Diah, Ajie dan Diana)
atas kerja sama, dukungan dan kerja keras dalam menyusun skripsi ini.
Teruntuk Nella Sri Pujirahayu yang telah bersedia menemani, menghibur,
memberikan segala perhatian kepada saya ketika bingung, jenuh, dan putus asa.
Teman kos (Latif dan Nur) yang telah bersedia memberi bantuan dalam menyusun
skripsi ini dan tempat berkeluh kesah.
Teman PSIK UGM yang telah menemani dan mengisi warna-warni kehidupan
kampus sehingga menjadikan 4 tahun bersama kalian menjadi bermakna.
Teman KKN JTG-124 Desa Wonosri yang telah memberikan dukungan dan
motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. ii
INTISARI............................................................................................................. xvi
1. NAPZA...................................................................................................... 12
vii
viii
f. Rehabilitasi ........................................................................................... 24
4. Resilience .................................................................................................. 29
b. Komponen resilience............................................................................ 35
C. Kerangka Teori................................................................................................ 39
E. Hipotesis Penelitian......................................................................................... 40
E. Definisi Operasional........................................................................................ 43
F. Instrumen Penelitian........................................................................................ 44
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 82
B. Saran................................................................................................................ 82
Tabel 2. Kisi-kisi intrumen resilience yang disusun oleh Dewi (2015) hasil
Tabel 3. Jumlah item skala DERS setelah diuji validitas dan resliabilitas ........... 48
Tabel 7. Gambaran umum riwayat terkait NAPZA pada penyalah guna NAPZA di
(N=80) ............................................................................................................ 65
Tabel 10. Hasil Uji beda regulasi emosi dengan karakteristik responden penyalah
(n=80) ............................................................................................................. 68
Tabel 11. Hasil uji beda regulasi emosi dengan riwayat terkait NAPZA pada
xi
xii
Tabel 13. Hasil uji beda resilience berdasarkan karakteristik responden penyalah
Tabel 14. Hasil uji beda resilience dengan riwayat terkait NAPZA pada penyalah
Tabel 15. Hubungan antara regulasi emosi dengan resilience pada penyalah guna
(n=80) .......................................................................................................... 78
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 12. Surat Izin Penelitian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah . 116
Lampiran 13. Surat Izin Pencarian Data Kantor Wilayah Daerah Istimewa
xiv
DAFTAR SINGKATAN
xv
INTISARI
xvi
ABSTRACT
xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
mental menggunakan obat jenis psikotropika (Shaddel et al., 2016). Di sisi lain
banyak sekali zat - zat adiktif yang sangat berbahaya bagi tubuh jika tidak sesuai
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya atau dikenal dengan istilah
Penyalah guna NAPZA di seluruh dunia, diperkirakan sebanyak 247 juta jiwa
pada tahun 2014 atau 1 dari 20 orang dewasa pada rentang 15 – 64 tahun
pada tahun 2014 diperkirakan sebanyak 3,8 juta sampai 4,1 juta orang pada
Dengan kata lain ada sekitar 1 dari 44 sampai 48 orang dari mereka yang berusia
10- 59 tahun masih atau pernah pakai NAPZA di tahun 2014 (BNN, 2015b).
kalangan dan telah menjadi ancaman nasional yang perlu mendapat perhatian
serius. Menurut data KEMENKES RI tahun 2012 tercatat jumlah kasus NAPZA
yang berhasil ditemukan oleh BNN dan POLRI sebesar 28.727 kasus. Jumlah
laporan kasus narkotika sindikat peredaran NAPZA yang telah di ungkap BNN
1
2
NAPZA di DIY sebesar 2,8% dari jumlah penduduk rentan atau sekitar 69.700
orang, dengan kategori maksimal coba pakai 27.414 orang, teratur pakai 40.384
orang, pecandu suntik 1.717 orang, dan pecandu bukan suntik 24.822 orang
seksual, dan anak jalanan (BNNP DIY, 2015). Menurut BNNP Daerah Istimewa
Yogyakarta pada Januari sampai dengan Juli 2014 terdapat 204 kasus dengan
ketegangan jiwa, atau sebagai hiburan, dan pergaulan. Bila taraf coba – coba
akan mengalami gangguan kejiwaan. Oleh karena itu sebagai pasien yang
3
bukannya hukuman.
Hal ini juga sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 07 Tahun
2009 yang menekankan pada pentingnya rehabilitasi bagi pecandu dan korban
No. 35 Tahun 2009, rehabilitasi pecandu narkoba terbagi menjadi dua jenis
yaitu suatu proses pemulihan fisik, mental maupun sosial agar pecandu NAPZA
seseorang menjadi lebih baik (Hari, 2003). Data pecandu dan penyalahgunaan
penggunaan NAPZA kembali. Menurut data survei nasional BNN (2015) sekitar 1
narkoba yang bertempat di rumah kos lebih tinggi 27% dibandingkan yang terjadi
di rumah tangga.
4
NAPZA setelah beberapa waktu mengalami periode bersih atau abstinence. Pada
Menurut Marlatt dan Gordon (1985) relapse dapat terjadi pada pecandu
Sementara hasil penelitian dari Curry & McBride (1994) dalam Sarafino (2006)
tergantung dari metode yang digunakan untuk berhenti, seberapa parah tingkat
Relapse pada penyalah guna NAPZA merupakan suatu tantangan yang tidak
kekambuhan datang sugesti tersebut bisa muncul secara mendadak dan tak
diabetes, hypertension dan asthma yang akan kambuh bila dihadapkan oleh faktor
predisposisi, faktor kontribusi dan faktor pencetus. Selain itu, penyalah guna
mendorong adaptasi positif terhadap tekanan yang sedang di hadapi. Dari hal
tersebut dapat di lihat bahwa resilience merupakan salah satu faktor yang
adalah memiliki kontrol emosi yang rendah, kemampuan sosial yang kurang
memadai dan perilaku merusak diri sendiri (Galanter, et al., 2014). Gross dan
Thompson (2007) regulasi emosi adalah proses dimana emosi dikelola sesuai
dengan tujuan seseorang, baik dengan cara pengontrolan atau otomatis, disadari
Individu yang tidak mempunyai regulasi emosi yang baik akan menunjukkan
kesulitan dalam mengambil keputusan (Ubaidillah, 2014). Hal ini sesuai dengan
pendapat Richard dan Gross (2000) bahwa regulasi emosi merujuk pada pikiran
atau perilaku yang akan mempengaruhi emosi dengan kata lain regulasi emosi
ketakutan dan kemarahan), individu tersebut memiliki daya tahan untuk tidak
terkena kecemasan dan depresi (Gross, et al, 2006). Seseorang yang memiliki
kemampuan untuk mengkontrol emosi, tingkah laku dan atensi dalam menghadapi
masalah merupakan individu yang memiliki resilience yang baik (Reivich dan
Shatte, 2002).
Kabupaten Sleman.
dapat kambuh untuk menjadi pecandu kembali. Pengaruh ajakan teman kelompok
dan tekanan mental pada dirinya sendiri merupakan salah satu faktor yang
berada dalam kondisi tertekan dan kehilangan kontrol atas emosinya. Selain itu,
B. Rumusan Masalah
Klas II A Yogyakarta ?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
NAPZA.
2. Manfaat praktis
b. Bagi Keperawatan
penyalahgunaan NAPZA.
d. Bagi Peneliti
E. Keaslian Penelitian
sebagian besar responden memiliki dukungan sosial tinggi (66,7%, n=14) dan
10
tingkat resilience yang tinggi (61,9%, n=13). Hasil analisa antara dukungan
penelitian yang akan dilakukkan adalah variabel yang diteliti yaitu resilience,
2. Penelitian oleh Pasudewi (2013) mengenai resiliens pada remaja binaan bapas
(Bapas) Kota Pekalongan UPT Kanwil Jawa Tengah periode tahun 2012
indikator perilaku pada strategi coping oleh Lazarus dan Folkman. Sementara
itu, skala resilience diadaptasi dari buku “The Resilience Factor” oleh
Reivich dan Shatte (2002) yang terdiri dari 56 item. Dari hasil penelitian
diketahui bahwa resilience pada remaja binaan Bapas tidak dapat dibedakan
Bapas berada pada kategori sedang, yaitu sebesar 82,76%. Sisanya 17,24%
pada kategori tinggi dan tidak ada yang berada pada kategori rendah.
instrumen yang terdiri dari 25 pertanyaan yang berisikan dua dimensi yaitu
yang terdiri dari 16 item. Sebagian besar responden memiliki regulasi emosi
(68,4%), dan tingkat resilience yang tinggi. Hasil analisa antara regulasi
Perbedaan kedua penelitian adalah pada populasi dan tempat yang di ambil.
Pada Widuri subjek merupakan mahasiswa tahun pertama dan tempat berada
A. Tinjauan Teoritis
Narkoba telah menjadi istilah yang dikenal masyarakat luas, namun masih
psikotropika dan bahan adiktif lainnya. Dalam arti luas biasa dikenal dengan
dan Zat Adiktif lain yang dapat diartikan bahan, zat atau obat yang jika
otak dan susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik,
narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
adalah candu, ganja, kokain dan zat – zat yang diambil dari bahan mentahnya,
yakni morphine, heroin, codein, serta zat – zat yang mrmpunyai efek hallucinogen
12
13
a. Narkotika alami
tumbuhan tanpa adanya proses kimiawi atau proses produksi, bahan yang
Beberapa contoh narkotika alami seperti ganja, opium, hasis dan koka (BNN,
2010).
b. Narkotika semisintesis
c. Narkotika sintesis
Narkotika sintetis adalah suatu zat yang mempunyai sifat seperti narkotika
(Partodihardjo, 2010).
Psikotropika adalah zat atau obat, termasuk alami maupun sintetis, yang
pada dasarnya, obat yang digunakan dalam pengobatan penyakit, tetapi efeknya
pada manusia sama dengan efek narkotika (United Nations Convetion, 1988).
Psikotropika adalah zat atau obat baik alami maupun sintetis namun tidak
14
b. Golongan II, yaitu jenis psikotropika dengan daya aktif yang kuat dan
2015).
yang Mengandung Zat Adiktif, zat adiktif merupakan bahan yang menyebabkan
(Kemenkes RI, 2012). Zat adiktif tidak tergolong narkotika namun mempunyai
a). Minuman beralkohol adalah salah satu jenis alkohol alifatik yang larut air.
Senyawa ini sering juga disebut etil alkohol atau alkohol saja. Alkohol dibuat
dari hasil fermentasi, berupa cairan jernih tak berwarna dan rasanya pahit.
b). Nikotin adalah zat, atau bahan senyawa pyrrolidine yang terdapat dalam
c). Kafein pada kopi merupakan suatu senyawa berbentuk kristal. Penyusun
d). Inhalan meliputi beragam subtansi yang ditemukan dalam bahan pelarut
contohnya lem, pelarut cat, bensin, aceton dan pernis (Kasim, 2013).
2. Penyalahgunaan NAPZA
petunjuk resep dokter, pemakaian sendiri secara relatif teratur atau berkala
adalah suatu keadaan mental maupun fisik, yang diakibatkan oleh adanya
penggunaan suatu zat. Kondisi ini memiliki tanda – tanda seperti timbulnya reaksi
tertentu seperti dorongan untuk mempergunakan obat secara periodik atau terus
1) Ketergantungan primer
2) Ketergantungan reaktif
tahu, bujukan dan rayuan teman, jebakan dan tekanan serta pengaruh teman
3) Ketergantungan simtomatis
kepribadian anti sosial. Mereka menggunakan narkoba tidak hanya untuk diri
sendiri, tetapi juga menularkannya kepada orang lain dengan berbagai cara
(Odivwri, 2014).
3) Lack of parental supervision : Banyak orangtua yang sibuk dan tidak bisa
5) The Need for Energy to Work for Long Hours: Meningkatnya kemerosotan
mendorong untuk bekerja lebih keras dan agar memperoleh energi lebih
2014).
2013).
1) Faktor keluarga
yang kurang perhatian dari orang tuanya cenderung mencari perhatian diluar
2) Faktor kepribadian
sosial seperti, depresi, kurang percaya diri, agresif, desktruktif, pendiam dan
kelompok itu. Karena tekanan dalam peer group itu semua orang ingin
disukai oleh kelompoknya dan tidak ada yang mau dikucilkan menyebabkan
2014a).
4) Faktor kesempatan
barang tersebut, yang pada gilirannya menjadikan zat ini dengan mudah
yang sangat besar. Biasanya mencoba menghisap rokok, ganja, atau minum
dapat diakui atau diterima kelompoknya. Individu pada tahapan ini belum
stres. Pemakaian NAPZA telah mempunyai tujuan, yaitu sebagai cara untuk
teratur. Pada tahap ini telah terjadi toleransi, yaitu mereka harus
21
Pada tahap ini pemakai belum terganggu fungsi sosialnya sehingga masih
5) Tahap ketergantungan
dapat merusak kesehatan manusia baik secara fisik, emosi, maupun perilaku
pemakainya.
gangguan fisik antara lain berat badannya akan turun secara drastis, matanya
akan terlihat cekung dan merah, mukanya pucat, bibirnya menjadi kehitam-
hitaman, tangannya dipenuhi bintik-bintik merah, buang air besar dan kecil
mudah marah dan suka menyakiti diri sendiri (Sembiring, et al, 2013).
tindakan dalam rentan 6 bulan ke depan. Individu pada tahap ini kurang
sebagai orang yang tidak termotivasi, atau tidak siap untuk pengobatan.
(Prochaska, 2008).
23
2. Tahap kontemplasi
3. Tahap perencanaan
Pada tahap ini, seseorang telah membangun rencana untuk bertindak dan
Intervensi pada tahap ini mungkin diarahkan pada penciptaan rencana ini,
sehingga individu dapat memilih alternatif yang terbaik bagi mereka (Vilela
et.al, 2008).
4. Tahap aksi
5. Tahap pemeliharaan
perilaku (Moore, 2005). Pada tahap ini individu dinyatakan abstinensia yakni
6. Tahap Relapse
7. Tahap penghentian
kembali. Tidak peduli apa situasi yang mereka hadapi, mereka yakin mereka
akan terus dengan perilaku yang sehat dan tidak kambuh ke alternatif yang
tidak sehat (Prochaska, 2008). Pada tahap ini individu dinyatakan sembuh
suatu penyakit mental maupun fisik (Chaplin, 2006 dalam Putra, 2011).
f. Rehabilitasi
fasilitas yang sifatnya semi tertutup, maksudnya hanya orang – orang tertentu
dengan kepentingan khusus yang dapat memasuki area ini. Rehabilitasi narkoba
25
Menurut UU RI No. 35 Tahun 2009 (BNN, 2009), ada dua jenis rehabilitasi,
yaitu :
terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu narkotika
g. Lembaga pemasyarakatan
yang bertujuan untuk membina dan meningkatkan kualitas warga binaan agar
Pada tahap ini warga binaan mendapat pemeriksaan kesehatan baik fisik
maupun mental secara menyeluruh oleh tenaga kesehatan. Pada proses ini
dapat di ketahui sejauh mana pengaruh zat – zat narkoba memberikan efek
adiksi yang tidak melalui tahapan medis seperti bimbingan konseling dan
3. Regulasi Emosi
Menurut Reivich dan Shatte (2002) dalam Syahadat (2013) regulasi emosi
adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah kondisi yang menekan. Individu
apabila sedang kesal dan dapat mengatasi rasa cemas, sedih, atau marah sehingga
dapat membuat evaluasi yang masuk akal, tidak kreatif dalam meregulasi emosi
dan juga ketidakmampuan membuat keputusan dalam berbagai konteks (Fox 1998
emosi terdiri dari proses intrinsik dan ekstrinsik yang bertanggung jawab untuk
intensitas dan bentuk reaksinya untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi
yang efektif meliputi kemampuan secara fleksibel mengelola emosi sesuai dengan
tuntutan lingkungan.
kontrol atas emosi yang dirasakannya. Selain itu, seseorang dalam waktu singkat
merasakan emosi yang berlebihan dan dengan cepat menetralkan kembali pikiran,
tingkah laku, respon fisiologis dan dapat menghindari efek negatif akibat emosi
pemikiran atau perilaku yang dipengaruhi oleh emosi. Ketika mengalami emosi
yang negatif, orang biasanya tidak dapat berfikir dengan jernih dan melakukan
dimana emosi diatur sesuai dengan tujuan individu, baik dengan cara otomatis
atau dikontrol. Regulasi emosi melibatkan perubahan dalam dinamika emosi yang
tujuan individu.
Menurut Gross dan Jazaieri (2014) menerangkan bahwa terdapat lima tahap
Menurut Gratz dan Roemer (2004), ada empat dimensi yang merefleksikan
dan menunjukkan respon emosi yang tepat. Dimensi ini diturunkan menjadi
(Tarigan, 2014b).
Roemer, 2004).
agar individu dapat mengatur respon emosi yang sesuai dengan tujuan dan
tuntutan situasi. Dimensi ini diturunkan menjadi strategy sebagai faktor yang
Dari dimensi yang dijelaskan pada sebelumnya, Gratz dan Roemer (2004)
menurunkan 6 faktor regulasi emosi yang menjadi dimensi pada alat ukur
emosi negatif diri, atau reaksi penolakan atas distress diri sendiri (Gratz dan
Roemer, 2004).
perilaku diri sendiri saat mengalami emosi negative (Gratz dan Roemer,
2004).
untuk mengatur emosi secara efektif saat individu sedang marah (Mazaheri,
2015).
memahami dan mengetahui dengan jelas tentang emosi yang mereka alami
(Mazaheri, 2015).
4. Resilience
Resilience berasal dari bahasa Latin yaitu resilio, yang berarti bangkit
orang-orang yang meskipun dilahirkan dan hidup dalam situasi dengan risiko
tinggi tapi mereka mampu dan sukses mengembangkan diri dengan cara yang
kejadian yang berat atau masalah yang terjadi dalam kehidupan. Individu dapat
atau trauma yang dialami dalam kehidupannya (Reivich dan Shatte, 2002).
yang hidup dalam kondisi atau pengalaman buruk dengan meningkatkan harapan
dan keyakinan yang memadai untuk fungsi sosial dan pribadi yang lebih efektif.
kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi.
31
Reivich dan Shatte (2002) dalam Michelle et.al (2013), memaparkan tujuh
1) Regulasi emosi
2) Pengendalian impuls
3) Optimisme
Optimisme, berarti bahwa kita melihat masa depan kita relatif cerah.
4) Causal analysis
permasalahan yang mereka hadapi secara tepat, akan terus menerus berbuat
5) Empati
2013).
6) Self-efficacy
7) Reaching out
mengambil kesempatan dan tantangan baru. Untuk mencapai hal tersebut ada
beberapa hambatan dari dalam diri antara lain rasa malu, perfeksionisme dan
1) Faktor risiko
a) Faktor biologis
b) Faktor lingkungan
Individu yang lahir dari lingkungan yang tidak sehat beresiko untuk
2) Faktor protektif
komunitas.
b) Faktor keluarga
c) Faktor komunitas
b. Komponen resilience
resilience, yaitu :
eksternal, seperti orang lain, kesempatan, kelompok sebaya, dan rasa aman
2) Inner strength
dalam dirinya sendiri untuk bertahan hidup secara fisik dan mental di
B. Landasan Teori
menyebabkan kerusakan sistem saraf dan organ penting lainnya (Depkes RI,
2010).
perilaku yang bermasalah atau memperoleh suatu perilaku yang positif dari
sebelumnya selama kurun waktu tertentu (Dawson, 1996 dalam White, 2012).
Individu juga dapat mengalami relapse atau dapat diartikan sebuah proses dalam
mengalami semua tahap atau proses dalam perubahan perilaku, individu dapat
lepas dan bersih dari NAPZA dan bertahan agar tidak relapse, dapat
sekaligus mampu memiliki pandangan yang positif terhadap kehidupan dan diri
mereka sendiri (Pertiwi, 2011). Kekuatan untuk tetap mampu bertahan dalam
serangkaian proses dimana emosi diatur sesuai dengan tujuan individu, baik
38
dengan cara otomatis atau dikontrol, disadari atau tidak disadari dan melibatkan
banyak komponen yang bekerja terus menerus sepanjang waktu. Regulasi emosi
tujuan individu.
Menurut Gratz dan Roemer (2004), ada empat dimensi yang merefleksikan
emosi, kemampuan untuk terlibat dalam perilaku yang berorientasi pada tujuan
dan untuk menahan diri dari perilaku impulsif saat mengalami emosi negatif,
C. Kerangka Teori
NAPZA
Penyalahgunaan
Pengobatan
Perubahan
D. Kerangka Penelitian
Resilience
yang meliputi dimensi :
E. Hipotesis
antara regulasi emosi dengan resilience pada penyalah guna NAPZA di Lembaga
F. Pertanyaan penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian non eksperimen dengan jenis analitik
binaan baik dengan status narapidana maupun tahanan. Sampel yang digunakan
kriteria eksklusi.
41
42
dimana sampel yang dipilih dari populasi atas pertimbangan peneliti yang
198
n=
1+(198 x 0,12 )
Keterangan :
n = besar sampel
N = besar populasi
hasil perhitungan besar sampel penelitian payung yaitu jumlah variabel (8) x 10.
dilakukan penelitian.
D. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang
dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian
mengatasi kesulitan dengan cara yang adaptif dan dapat mencegah adanya
Grotberg (2011) yang telah di modifikasi oleh Dewi (2015). Skala yang
digunakan dalam penelitian ini adalah interval dengan kategori tinggi (x > 164),
Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang pada kondisi yang
dalam mengontrol emosi dalam menghadapi tekanan dari dalam maupun dari luar
dirinya yang diketahui dari instrumen regulasi emosi. Data berskala interval.
F. Instrumen Penelitian
1. Regulasi Emosi
penelitian ini adalah instrumen untuk pengukuran regulasi emosi. Kuesioner ini
terdiri dari 36 item dengan laporan diri sebagai tindakan. DERS mempunyai enam
setengahnya, sering, dan hampir selalu. Skor nilai untuk butir favourable bernilai
sampai 1. Semakin tinggi skor yang diperoleh menunjukkan masalah yang lebih
Tabel 1. Kisi-kisi instrumen Dificulties Emotion Regulation Scale oleh Gratz &
Roemer (2004).
No Aspek Item Jumlah
Favourable Unfavourable
1 Nonacceptance 11,12,21,23,25,29 - 6
2 Goals 13,18,26,33 20 5
3 Impulse 3,14,19,27,32 24 6
4 Awareness - 2,6,8,10,17,34 6
5 Strategies 15,16,28,30,31,35,36 22 8
6 Clarity 4,5,9 1,7 5
Jumlah 25 11 36
2. Resilience
dimodifikasi oleh Dewi (2015) dengan responden penyalah guna NAPZA yang
berada di PSPP Yogyakarta dari instrumen resilience yang disusun oleh Pertiwi
(2011) dengan responden penyalah guna NAPZA yang berada di BNN Lido
anak – anak yang menjadi korban bencana alam di 22 negara, yaitu external
Instrumen resilience menggunakan skala model likert terdiri dari 64 item yang
penilaian menggunakan empat alternatif jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai
(S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk item favourable,
tingkat resilience adalah resilience rendah (x ≤ 164), dan resilience tinggi (x >
Tabel 2 Kisi-kisi instrumen resilience yang disusun oleh Dewi (2015) hasil
modifikasi dari Pertiwi (2011)
Aspek Indikator Skala Jml
Favourable Unfavourable
External Memiliki orang yang dapat dipercaya 1 41 2
Supports Menyadari adanya batasan dan aturan 2, 3 42 3
dalam berperilaku
Mempunyai orang yang mendorong 4 43 2
untuk menjadi mandiri
Memiliki good role models (panutan 5, 6 44 3
yang baik)
Mendapatkan akses ke berbagai 7, 8, 9, 10 45, 46, 47, 48 8
pelayanan
Memiliki keluarga dan komunitas yang 11, 12 49 3
stabil.
Inner Seseorang seperti orang-orang pada 13 50 2
Strengths umumnya
Tenang dan baik hati 14 51, 52 3
Peraih kesuksesan dan perencana masa 15, 16 53 3
depan
Menghargai diri sendiri dan orang lain 17, 18 54 3
Berempati dan peduli terhadap orang 19, 20 55 3
lain
Bertanggung jawab dan menerima 21, 22 56 3
konsekuensi atas perilaku
Percaya diri, optimis, penuh harapan 23, 24, 25, 57 6
dan keyakinan 26, 27
Interpers Menghasilkan ide-ide dan cara baru 28 58 2
onal and Mengerjakan pekerjaan hingga selesai 29, 30 59 3
Problem- Mampu melihat sisi lucu kehidupan 31 60 2
Solving Memiliki keterampilan dalam 32, 33 61 3
Skills berkomunikasi
Kemampuan menyelesaikan masalah 34, 35, 36, 62 6
37, 38
Mampu mengendalikan perilaku 39 63 2
Kemampuan menjangkau pertolongan 40 64 2
Total 40 24 64
Sumber: Data Primer, 2017
47
3. Data Demografi
Kuesioner data demografi yang digunakan peneliti untuk mengetahui data diri
atau identitas responden. Data demografi tersebut meliputi: jenis kelamin, usia,
riwayat putus zat, jenis NAPZA yang digunakan, dan riwayat rehabilitasi
responden.
uji coba terpakai yang berarti data digunakan untuk dua kepentingan yaitu untuk
mencari validitas dan reliabilitas instrumen dan sekaligus untuk menguji hipotesa.
digunakan sebagai data. Responden penelitian yang digunakan dalam uji coba
Validitas menurut merupakan suatu indeks yang menunjukkan suatu alat ukur
menggunakan teknik korelasi product moment dari pearson pada uji validitas
instrumen resilience dan instrumen regulasi emosi. Instrumen regulasi emosi dan
resilience dikatakan valid apabila nilai korelasi pearson (r) suatu item yaitu > 0,3
(Sugiyono, 2010). Nilai r tabel pada instrumen dapat diketahui dengan cara
jumlah total responden (80) dikurangi jumlah item pertanyaan instrumen regulasi
emosi (36) didapatkan hasil 44, kemudian dilihat pada r tabel product moment
menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan.
resilience dan instrumen DERS. Instrumen dikatakan reliabel apabila nilai Alfa
Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen regulasi emosi yang dilakukan
oleh peneliti menunjukkan bahwa 27 item valid dari 36 total item dengan rentang
nilai 0,316 – 0,642 dan nilai Alpha Cronbach adalah 0,865. Instrumen DERS
merupakan alat ukur yang sudah baku. Maka, item yang gugur tetap peneliti
Tabel 3. Jumlah item skala DERS setelah diuji validitas dan resliabilitas
No Aspek Item Jumlah
Favourable Unfavourable
1 Nonacceptance 11*,12*,21*,23,25*,29 - 6
2 Goals 13,18,26,33 20 5
3 Impulse 3,14,19,27,32 24 6
4 Awareness - 2,6*,8*,10*,17*,34* 6
5 Strategies 15,16,28,30,31,35,36 22 8
6 Clarity 4,5,9 1,7 5
Jumlah 25 11 36
Keterangan : * = item tidak valid
2. Instrumen resilience
peneliti menunjukkan bahawa total item yang valid berjumlah 54 item dari total
64 item dengan rentang nilai 0, 312 – 0, 636 dan nilai Alpha Cronbach adalah 0,
50
940. Berdasarkan hasil tersebut maka instrumen resilience dapat dikatakan valid
dan reliabel. Item yang tidak valid pada nomor 2, 4, 5, 12, 13, 30, 31, 44, 48, dan
Sementara itu, data sekunder juga diperlukan berdasarkan data administrasi dan
I. Jalannya Penelitian
1. Persiapan Penelitian
surat izin penelitian dengan meminta surat pengantar dari Program Studi Ilmu
2. Pelaksanaan Penelitian
terkait. Pengambilan data dibantu oleh anggota penelitian yang lain dan pihak
inklusi dan eksklusi. Saat pengambilan data, peneliti dibantu petugas lapas
tiga orang calon responden yang dinyatakan gugur dengan alasan pada saat
pengambilan data bertepatan dengan hari bebas dari lapas dan satu orang calon
menggunakan software SPSS versi 21.0 untuk uji validitas reliabilitas, uji
normalitas, uji beda, dan uji korelasi. Kemudian peneliti melakukan analisis
diperoleh dan yang telah selesai diolah uji statistik untuk diinterpretasikan
kegiatan penelitian dari proses awal hingga akhir secara runtut. Peneliti
melaporkan hasil data yang diperoleh, hasil analisis data, dan kesimpulan dari
J. Etika Penelitian
manusia (individu) sebagai subyek penelitian wajib didasarkan prinsip dasar etik
UGM. Saat ini peneliti telah memiliki surat ethical clearance penelitian dari
53
KE/FK/334/EC/2016/.
K. Analisa Data
1. Editing
responden.
2. Coding
3. Entry
Entry data merupakan proses pemasukan data untuk diolah secara statistik
dengan bantuan program komputer. Dalam tahap ini diperlukan ketelitian
peneliti untuk menhindai terjadinya bias dalam memasukkan data
(Notoatmodjo, 2012). Peneliti dibantu oleh peneliti yang lain memasukkan
data ke dalam program Microsoft Excel serta program SPSS versi 21.0.
4. Cleaning
data yang telah diolah. Keluaran akhir analisis data dapat kita peroleh makna
atau arti dari hasil penelitian yang dilakukan (Notoatmodjo, 2012). Analisis
data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis univariate dan
bivariate.
a. Analisis univariate
b. Analisis bivariate
deviasi. Data dikatakan normal apabila mean dibagi median didapatkan nilai lebih
dari 0,9 dan kurang dari 1,1 dan apabila standar deviasi dibagi mean nilai
maksimal yang didapat adalah 0,3 (Muller dan Buettner, 2013). Dari hasil uji
normalitas didapatkan bahwa data terdistribusi normal sehingga uji korelasi yang
Menurut Dahlan (2015) panduan interpretasi hasil uji korelasi dapat dilihat
dari tiga parameter yaitu nilai p, kekuatan korelasi, serta arah korelasinya.
1. Kesulitan penelitian
a. Pembuatan surat izin dari fakultas membutuhkan waktu yang lama. Peneliti
penelitian.
waktu yang lama meskipun sudah dipanggil oleh petugas. Peneliti mendapat
bantuan dari salah satu responden yang berinisiatif memanggil responden lain
kuesioner.
57
2. Keterbatasan penelitian
a. Uji validitas dan uji reliabilitas menggunakan uji coba terpakai dikarenakan
tempat pengambilan sampel yang semula akan digunakan untuk uji validitas
telah dibubarkan.
b. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner variabel regulasi emosi kurang
hunian adalah 474 orang (Yuanita, 2011). Dari buku administrasi per bulan Maret
2017 tercatat 225 orang warga binaan, dimana 197 orang berstatus narapidana dan
kepada warga binaan dengan sistem pemasyarakatan yakni warga binaan dapat
dapat diterima kembali secara wajar sebagai seorang warga yang baik dan
narkotika Klas IIA Yogyakarta terdiri dari rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial,
Yogyakarta dilaksanakan di rumah sakit yang telah ditunjuk oleh menteri sesuai
58
59
Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 59 ayat (1) Undang-undang No. 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika.
pemasyarakatan yang dihuni oleh warga binaan kasus kriminal dan secara khusus
yang terjerat kasus NAPZA. Lapas kelas II A terletak di Jalan Taman Siswa No.6,
luas area kurang lebih 39.899 m2 yang terdiri dari empat bangunan utama, antara
lain kantor, tujuh blok sel laki – laki, satu blok sel perempuan dan satu blok sel
anak (Rukamana, 2015). Data per bulan Maret 2017 menunjukkan total warga
binaan sejumlah 445 orang dengan 394 orang berstatus narapidana, dan 51 orang
berstatus tahanan. Terdapat 394 orang yang berstatus narapidana 27 orang lainnya
Yogyakarta mempunyai fasilitas seperti dapur, aula untuk kesenian, klinik, tempat
B. Karakteristik Responden
dan ekslusi. Penelitian ini dilakukan kepada 80 warga binaan. Data karakteristik
60
responden dibagi menjadi dua, yakni gambaran umum responden dan riwayat
penyalahgunaan NAPZA resonden yang dapat dilihat pada tabel 6 dan tabel 7.
Handayani (2010) mengenai kekuatan karakter dan resiliensi pada residen narkoba
berada pada rentang usia 26 – 45 tahun. Individu yang berada di rentang usia 26 –
61
45 tahun dapat digolongkan menjadi usia produktif dimana menurut BNN (2015a)
tekanan pekerjaan yang berat, kemampuan sosial ekonomi yang kurang serta
Responden penelitian ini paling banyak laki – laki yakni 58 orang (72,5 %).
Hal ini sesuai dengan laporan BNN (2015b) pada tahun 2015 jumlah tersangka
kasus narkoba terbesar yang berhasil ditangkap yaitu tersangka berjenis kelamin
Lain halnya pada segi pendidikan responden yang mempunyai latar belakang
banyak sekali faktor pemicu yang dapat terjadi pada pelajar SMA yakni
Data gambaran umum responden yang ditunjukkan pada tabel 6 dapat dilihat
karyawan swasta (41,3%). Hal ini sesuai dengan pernyataan BNN (2015a) bahwa
suku, suku Jawa menjadi mayoritas persebaran responden serta responden dengan
62
status menikah menjadi paling banyak walaupun hampir sama dengan responden
NAPZA hanya satu jenis saja (41 orang) namun selisihnya dengan yang
menggunakan lebih dari satu jenis NAPZA hanya 2 orang saja. Rata-rata penyalah
memakai lebih dari satu jenis NAPZA. Jenis NAPZA yang sering dikonsumsi
berbeda dengan data laporan tahunan penyalah guna NAPZA oleh BNNP DIY
(2015b) yang menyatakan bahwa sepanjang tahun 2014 jenis NAPZA yang sering
pertama kali menyalahgunakan NAPZA pada rentang tahun 2000 –2010 (40%),
dalam kurun waktu 2010 – Februari 2017 (7 tahun). Sementara itu, mayoritas
responden mengaku menggunakan NAPZA kurang dari satu tahun (71,2%) dan
sepertiganya yang mengatakan menggunakan NAPZA lebih dari satu tahun. Hasil
NAPZA selama satu tahun atau kurang (82,5%). Selain itu, (10%) responden
Tabel 7. Gambaran umum riwayat terkait NAPZA pada penyalah guna NAPZA di
Lembaga Pemasyarakatan Provinsi DIY bulan Februari 2017 (n=80).
Karakteristik Responden Frekuensi Presentase(%) Mean ± SD
Jenis NAPZA yang digunakan 1,82± 1,13
1 jenis 41 51,2
> 1 jenis 39 48,8
Lama menggunakan NAPZA 8,89 bulan ±
Tidak menjawab 4 5,0 8,10
≤ 1 tahun 57 71,2
> 1 tahun 19 23,8
Tahun pertama menggunakan
NAPZA
< Tahun 2000 19 23,8
Tahun 2000 – Tahun 2010 32 40,0
> Tahun 2010 29 36,2
Lama berhenti menggunakan 10,46 bulan ±
NAPZA 21,95
≤ 1 tahun 66 82,5
> 1 tahun 14 17,5
Alasan menggunakan NAPZA
Kebutuhan 16 20,0
Masalah 29 36,25
Teman 31 38,75
Tuntutan pergaulan 14 17,5
Tuntutan pekerjaan 5 6,25
Kelurga 5 6,25
Dopping 4 5,0
Pengobatan 2 2,5
Lingkungan 1 1,25
Pacar 2 2,5
Lama Tinggal di Lapas 11,10 bulan ±
≤ 1 tahun 62 77,5 12,77
> 1 tahun 18 22,5
Lama Hukuman 42,29 bulan ±
Tidak menjawab 6 7,5 49,58
≤ 1 tahun 24 30,0
> 1 tahun 50 62,5
Riwayat Putus Zat
Tidak Pernah 65 81,3
Pernah 1 kali 13 16,3
Pernah 2 kali 2 2,5
Riwayat Kambuh
Tidak Pernah 70 87,5
Pernah 1 kali 8 10,0
Pernah 2 kali 2 2,5
Riwayat Rehabilitasi
Tidak 66 82,5
Ya 14 17,5
Riwayat Penyakit
Tidak Ada 56 70,0
Ada 24 30,0
64
responden mengkonsumsi NAPZA adalah ajakan dari teman (39,2%). Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Dwiputri (2016) pada mahasiswa yang
mengaku awal mula mereka menggunakan ganja berasal dari teman sebaya dan
mayoritas penghuni baru dengan lama tinggal dilapas kurang dari satu tahun
hukuman lebih dari satu tahun dan hanya (30%) diantaranya yang mengaku
mengalami putus zat (81,3%), begitu juga untuk riwayat kekambuhan mayoritas
belum melakukan rehabilitasi. Hal ini sesuai dengan laporan kinerja BNN tahun
2015 yang menyebutkan bahwa dari 81.592 penyalah guna NAPZA yang
emosi pada responden yang dapat dilihat pada tabel 8. Pengkategorian regulasi
emosi didasarkan pada nilai mean yang didapat yaitu 92. Regulasi emosi normal
untuk nilai x < mean, sedangkan emotional dysregulation untukx ≥ mean dimana
mean . Dari hasil uji normalitas didapatkan variabel regulasi emosi berdistribusi
normal.
Tabel 8. Tingkat regulasi emosi yang dimiliki Penyalah Guna NAPZA Di Lembaga
Permasyarakatan Daerah Istimewa Yogyakarta Bulan Februari 2017 (N=80).
Kategori regulasi emosi Jumlah Presentase (%)
Emotional Dysregulation (Skor x ≥ 92) 39 48,75
Normal (Skor x < 92) 41 51,25
Sumber : Data Primer, 2017
meregulasi emosi dengan baik. Hal ini sesuai dengan penelitian Pasudewi (2012)
yang mendapatkan data bahwa regulasi emosi pada remaja binaan Bapas
mempunyai nilai yang baik untuk mengontrol emosi pada saat kesulitan.
buruk).
regulasi emosi yang baik dapat mengontrol respon emosi negatif berupa
kemarahan, kesedihan dan ketakutan yang dapat menaikkan resilience diri dari
membantu seseorang untuk menjaga ketenangan pada saat emosi negatif muncul
Lapas Klas IIA Semarang mendapatkan data bahwa narapidana yang belum
mampu melakukan regulasi emosi dengan baik cenderung sering meratap karena
depan, serta agresif. Salah satu hal yang mempengaruhi kemampuan individu
Warga binaan Lapas Klas IIA Daerah Istimewa Yogyakarta hanya memiliki
dengan pihak luar selama di lapas menyebabkan narapidana tidak terlalu sering
paparan pengalaman emosi yang diterima. Sebagai contoh salah satu responden
gelisah, dana mempunyai emosi yang labil. Petugas Lapas Narkotika Klas IIA
mengatakan bahwa masih banyak warga binaan yang tidak ingin mengikuti
program keagamaan terlihat setelah shalat Jumat hanya sedikit yang mengikuti
ceramah. Mungkin hal ini juga bisa menjadi alasan mengapa masih banyaknya
Strategies, Clarity, dan Impulse yang ditampilkan pada tabel 9. Pada tabel 9
dalam individu yang dibutuhkan agar individu dapat mengatur respon emosi yang
sesuai dengan tujuan dan tuntutan situasi (Gratz dan Roemer, 2004).
penerimaan emosi yang timbul dalam individu, goals dapat diartikan kemampuan
individu untuk tidak terpengruh oleh emosi negatif, sedangkan impulse yaitu
emosi yang keluar dari dalam diri yaitu clarity, awareness mencerminkan
emosi.
dapat dilihat di tabel 10. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat regulasi
usia (p=0,003) dan pekerjaan (p=0,001). Sementara jika dilihat dari jenis kelamin,
69
Tabel 10. Hasil Uji beda regulasi emosi dengan karakteristik responden penyalah
guna NAPZA di Lembaga Pemasyarakatan Provinsi DIY bulan Februari 2017
(n=80)
Karakteristik Responden Mean ± SD p
Usia 0,003*
Remaja 101,19 ± 16,659
Dewasa 88,96 ± 17,980
Lansia 81,67 ± 8,083
Jenis Kelamin 0,066
Laki-laki 89,05 ± 17,829
Perempuan 97,55 ± 19,205
Pendidikan 0,072
Rendah 98,81 ± 15,617
Tinggi 89,53 ± 18,795
Status Pernikahan 0,669
Belum Menikah 92,40 ± 18,231
Sudah Menikah 90,60 ± 18,860
Suku 0,425
Non Jawa 92,22 ± 17,705
Jawa 88,06 ± 21,672
Riwayat Pekerjaan 0,001*
Tidak Bekerja 101,82 ± 17,366
Bekerja 87,43 ± 17,462
Riwayat penyakit 0,727
Tidak Ada 90,91 ± 17,984
Ada 92,50 ± 19,983
Sumber: Data Primer, 2017
* : Memiliki hubungan bermakna
Hasil uji beda regulasi emosi dengan usia memperlihatkan bahwa tingkat
regulasi emosi pada lansia lebih baik dari pada dewasa dan remaja atau dapat
dikatakan bahwa semakin bertambah usia semakin baik regulasi emosi seseorang.
Hal ini sesuai dengan penelitian Zimmermann dan Iwanski (2014) yang
semakin adaptif dalam mengelola emosi hal ini dikarenakan adanya faktor
(p=0,032) dan jenis NAPZA yang digunakan (p=0,045). Sementara jika dilihat
dari jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, suku, dan riwayat penyakit
Hasil uji beda regulasi emosi dengan riwayat lama menggunakan NAPZA
responden dengan riwayat menggunakan NAPZA lebih dari 1 tahun. Hal ini
sesuai dengan Kober et al (2013) menjelaskan bahwa para penyalah guna dengan
guna NAPZA yang mempunyai kerusakan pada Prefrontal cortex (PFC) dapat
Tabel 11. Hasil uji beda regulasi emosi dengan riwayat terkait NAPZA pada
penyalah guna NAPZA di Lembaga Pemasyarakatan Provinsi DIY bulan Februari
2017 (n=80)
Karakteristik Mean ± SD p
Lama tinggal di lapas 0,283
≤ 1 tahun 89,89 ± 17,966
> 1 tahun 95,22 ± 19,904
Lama hukuman 0,498
≤ 1 tahun 92,79 ± 13,319
> 1 tahun 89,60 ± 20,990
Lama menggunakan NAPZA 0,032*
≤ 1 tahun 94,00 ± 18,582
> 1 tahun 83,42 ± 17,186
Lama berhenti menggunakan 0,999
NAPZA
≤ 1 tahun 91,28 ± 17,376
> 1 tahun 91,29 ± 24,206
Jenis NAPZA yang digunakan 0,045*
1 jenis 87,37 ± 18,364
>1 jenis 95,62 ± 17,892
72
Hasil uji beda regulasi emosi dengan riwayat lama menggunakan NAPZA
jenis NAPZA yang digunakan lebih dari 1 jenis lebih buruk dari pada yang hanya
pada penyalah guna yang menggunakan lebih dari 1 jenis NAPZA (polydrug use)
emosi pada penyalah guna polydrug use, penyalah guna 1 jenis, pengguna
Istimewa Yogyakarta
1. Gambaran Resilience
responden dengan nilai rata-rata 164. Hal ini menandakat variabel resilience
73
resilience rendah (58,8%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Setyowati dkk (2010) yang dilakukan pada siswa panti rehabilitasi rumah Damai
Semarang didapatkan hasil mean empirik skor resilience adalah 151,38 pada
rehabilitasi rumah Damai mempunyai resiliensi yang rendah. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Handayani (2010) terhadap residen panti rehabilitasi BNN Lido
terlihat bahwa dari 134 responden, mayoritas responden berada pada kategori
bahwa masih banyak responden yang belum mempunyai resilience yang baik.
Namun, penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2015) di Panti Sosial Pamardi
penyalahguna NAPZA mayoritas tergolong dalam kategori tinggi (61,9%). Hal ini
mempunyai nilai mean > 143 dibandingkan dengan kategori tinggi resilience pada
dibagi menjadi dua tingkat yaitu individu dengan resilience tinggi dan rendah.
Kategori tinggi dan rendahnya resilience pada remaja sangat dipengaruhi oleh
faktor protektif dan faktor resiko pada diri seseorang (Fergus & Zimmerman
tiga komponen, yakni faktor perkembangan diri, faktor keluarga, dan faktor
komunitas.
individu, kognitif, fisik dan emosi atau kemampuan afeksi yang dibutuhkan untuk
berhasil dalam penyesuaian diri (Kumpfer, 1999 dalam Haningrum et al, 2014).
untuk mengurangi efek negatif yang timbul saat mengalami tekanan hidup
(Karsiyati, 2012).
Sari (2015) dukungan sosial untuk warga binaan meliputi dukungan emosional,
Yogyakarta akan dilakukan saat narapidana akan keluar dari penjara, sehingga
sebagian besar narapidana saat ini belum mendapatkan program rehabilitasi untuk
75
itu wajar apabila memiliki tingkat resilience yang rendah. Bahkan di Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta tidak ada program rehabilitasi untuk warga
binaannya.
Menurut Febrianti (2004) dalam Dewi (2015) Individu yang memiliki resilience
tinggi dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi sehingga stres yang timbul
berhenti menggunakan NAPZA selama kurang dari satu tahun. Hal ini dapat
komponen emosi positif, optimis, dan percaya diri dalam menghadapi segala
Tabel 13. Hasil uji beda resilience berdasarkan karakteristik responden penyalah guna
NAPZA di Lembaga Pemasyarakatan Provinsi DIY bulan Februari 2017 (n=80)
Karakteristik Responden Mean ± SD p
Usia 0,032*
Remaja 155,85± 15,372
Dewasa 167,16± 19,155
Lansia 158,67± 3,055
Jenis Kelamin 0,158
Laki-laki 164,95± 17,902
Perempuan 158,45± 19,021
Pendidikan 0,070
Rendah 155,75± 19,458
Tinggi 165,02± 17,710
Status Pernikahan 0,925
Belum Menikah 162,94± 16,687
Sudah Menikah 163,33± 19,694
Suku 0,724
Non Jawa 164,62± 15,470
Jawa 162,80± 19,067
Riwayat Pekerjaan 0,002*
Tidak Bekerja 153,09± 11,771
Bekerja 166,98± 18,987
Riwayat penyakit 0,753
Tidak Ada 163,59± 17,813
Ada 162,17± 19,838
Sumber : Data Primer, 2017
jika dilihat dari faktor usia dan pekerjaan. Sementara tingkat resiliensi tidak
Berdasarkan uji beda antara resilience dengan kategori usia, didapatkan hasil
bahwa usia dewasa memiliki tingkat resilience yang signifikan lebih tinggi
dibandingkan rentang usia yang lain. Usia dewasa muda individu mencapai
77
puncak perkembangan, pada tahap ini individu dapat mengatur pemikiran formal
mengatasi peristiwa yang menekan daripada kelompok individu yang lebih muda
ataupun kelompok usia yang lebih tua (Danieli, 1996 dalam Lestari, 2007).
hal status pekerjaan, dimana individu yang bekerja lebih besar skor resiliencenya
yang tinggi mampu menghargai diri sendiri, menerima segala kekurangan yang
dimiliki, dan mampu menerima kenyataan yang terjadi pada dirinya sehingga
tingginya self-esteem pada diri seseorang pada saat bekerja disebabkan karena
perasaan berguna bagi orang lain dan lingkungan sekitarnya. Perubahan status
ekonomi sosial dalam hal ini kehilangan pekerjaan atau tidak bekerja dapat
(Orth dan Robins, 2014). Hal ini sesuai dengan penelitian Hapsari (2015) yang
menyatakan bahwa ibu yang mempunyai pekerjaan lebih tinggi skor self-esteem
dari pada ibu rumah tangga dan juga Psychologycal well-being lebih tinggi pada
Sojo dan Guarino (2011) mengemukakan bahwa seseorang yang tidak bekerja
dan mempunyai penghasilan yang kurang cenderung lebih rentan terpapar gejala
78
Tabel 15. Hubungan antara regulasi emosi dengan resilience pada penyalah guna
NAPZA di Lembaga Pemasyarakatan Provinsi DIY bulan Februari 2017 (n=80)
Variabel Resilience
Koefisien Korelasi Signifikansi (p value)
Regulasi emosi Pearson
-0.594 0,000
Sumber: Data Primer, 2017
dengan resilience. Nilai korelasi Pearson antara variabel regulasi emosi dengan
korelasi variabel regulasi emosi dengan resilience berada pada tingkat sedang dan
arah korelasinya negatif atau berlawanan arah yang berarti semakin tinggi nilai
penelitian diterima yang artinya ada hubungan antara regulasi emosi dengan
DIY.
Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Widuri (2012) yang menunjukkan
adanya hubungan antara regulasi emosi dengan resilience pada mahasiswa tahun
Sebaliknya individu yang memiliki kesulitan dalam regulasi emosi sulit untuk
Cole et al (2004) menerangkan bahwa emosi dapat diatur oleh individu yang
berkaitan dengan kemampuan mengontrol emosi dan durasi emosi yang ada
dalam diri individu seperti bagaimana individu dapat menenangkan diri saat
positif baik dalam kesehatan fisik, kemudahan dalam membina hubungan dengan
Teori emosi positif oleh Tugade dan Fredrickson (2007) dijelaskan bahwa
cinta) dan menurunnya tingkat emosi negatif seperti kemarahan, kesedihan dan
ketakutan. Hal ini memperlihatkan bahwa jika kita dapat meregulasi emosi negatif
melakukan berbagai stategi regulasi emosi untuk mengatur emosi individu yang
Troy & Mauss (2011) menjabarkan bahwa adanya pathway antara stress,
regulasi emosi dan resilience seseorang, yakni bila seseorang dihadapkan pada
seseorang tidak mempunyai kemampuan regulasi emosi yang baik, stress dapat
emosi negatif.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
sebagai berikut:
Lapas Provinsi DIY dalam rentang normal namun sebagian lain pada rentang
B. Saran
Dari penelitian yang sudah dilakukan peneliti, terdapat beberapa saran yang
dapat penulis berikan terkait proses dan hasil penelitian ini yaitu:
permasalahan dan kesulitan yang dihadapi selama di lapas dan agar tidak
82
83
guna NAPZA.
Badan Narkotika Nasional. (2013). Artikel Relapse atau Kambuh. Diakses from
http://www.bnn.go.id/read/artikel/10733/kambuh-relapse. Diakses pada 23
September 2016 pukul 17.33 WIB.
84
85
Badan Narkotika Nasional. (2015b). Press Release Akhir Tahun 2015. Diakses
from http://www.bnn.go.id/_multimedia/document/20151223/press-
release-akhir-tahun-2015-20151223003357.pdf. Diakses pada 23
September 22.42 WIB.
Baker, T. B., Piper, M. E., McCarthy, D. E., Majeskie, M. R., & Fiore, M. C.
(2004). Addiction motivation reformulated: An affective processing model
of negative reinforcement. Psychological Review, 111(1), 33–51.
Berking, M., Margraf, M., Ebert, D., Wupperman, P., Hofmann, S. G., &
Junghanns, K. (2011). Deficits in emotion-regulation skills predict alcohol
use during and after cognitive-behavioral therapy for alcohol dependence.
Journal of Consulting and Clinical Psychology, 79(3), 307–318.
86
Cole, P.M., Martin, S.E., & Dennis, T.A. (2004). Emotion regulation as a cientific
construct methodological challenges and directions for child development
research. Child development.March/April. 75 (2), 317-333.
Depkes. (2014). Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Diakses from
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/buletin/buletin-
napza.pdf. Diakses pada 24 September 2016 pukul 15.36 WIB.
Dillon, L., Matthews, N.C., Grewal, I., Brown, R., Webster, S., Weddell, E.
Brown, G., Smith, N. (2007). Risk, protective factors and resilience to
drug use: identifying resilient young people and learning from their
experiences. Diakses dari
http://www.substancemisuserct.co.uk/staff/documents/rdsolr0407.pdf.
Pada tanggal 03 Desember 2016 pada pukul 13.50 WIB.
Grotberg, E.H. (2001). Resilience programs for children in disaster. Diakses dari
http://www.georgiadisaster.info/ResourcesPublications/ParentsandYouth/c
hildren%20resilience.pdf. Pada tanggal 12 Oktober 2016 pukul 17.23
WIB.
Gross, J., Richards. M., &John, O. P. (2006). Emotion regulation in everyday life.
Diakses from
http://media.rickhanson.net/Papers/EmotRegDaily%20Life.pdf. Diakses
pada 22 September 2016 pukul 15.37 WIB.
Haningrum, R.D., Lilik, S., Agustin, R.W. (2014). Resiliensi pada Remaja yang
Hamil di Luar Nikah. Diakses dari
http://candrajiwa.psikologi.fk.uns.ac.id/index.php/candrajiwa/article/downl
oad/76/68. Pada tanggal 05 Desember 2016 pukul 09.17 WIB.
Hapsari, D.K. (2015). Perbedaan Psychological Well Being pada Ibu Bekerja dan
Ibu Rumah Tangga Ditinjau dari Self Esteem di Kelurahan Jajar Surakarta.
Diakses dari https://digilib.uns.ac.id.
Harrell, P. T., Trenz, R. C., Scherer, M., Martins, S. S., Latimer, W.W. 2013. A
Latent Class Approach to Treatment Readiness Corresponds to a
Transtheoretical (“Stages of Change”) Model. Journal of Substance
Abuse Treatment. 46. pp.249–256. Diakses dari
http://dx.doi.org/10.1016/j.jsat.2013.04.004. Pada tanggal 03 Desember
2016 pukul 19.23 WIB.
Hawari, D. (1996). Al-Quran: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Dana
Bakti Prima Yasa, Jakarta.
Hilt, L.M., Hanson, J.L., & Pollak, S.D. (2011). Emotion Dysregulation. Diakses
dari http://www.waisman.wisc.edu.
Inayah, A.D. (2014). Metode Rehabiltasi Non-medis di Rumah Sakit Khusus Jiwa
H. Mustajab Prubalingga dalam Pandangan Tasawuf. Diakses dari
http://eprints.walisongo.ac.id/3971/5/104411004_bab4.pdf. Pada tanggal
17 Desember 2016 pukul 22.17 WIB.
Jackson, R., Watkin, C. (2004). The resilience inventory: Seven essential skills for
overcoming life’s obstacles and determining happiness. Diakses dari
http://org-portal.org/fileadmin/media/legacy/the_resilience_inventory.pdf.
Pada tanggal 19 Desember 2016 pukul 22.59 WIB.
Joewana, S. (1989). Gangguan Pengawasan zat Narkotika, Alkohol dan zat adiktif
lain, PT. Gramedia. Jakarta.
Kober, H., Mende-Siedlecki, P., Kross, F.E., Weber, J., Mischel, W., Hart, C.L.,
& Ochsner, K.N. (2010). Prefrontal-striatal pathway underliescognitive
regulation of craving. Diakses dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov.
Kostiuk, L.M., & Fouts, G.T. (2002). Understanding of Emotions and Emotion
Regulation in Adolescent Females with Conduct Problems: A Qualitative
Analysis. Diakses dari
http://nsuworks.nova.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1985&context=tqr.
Pada tanggal 19 Desember 2016 pada pukul 22.10 WIB.
Kun, B. (2011). The role of emotional intelligence and social and emotional
competence in psychoactive substance use. Diakses dari
ppk.elte.hu/file/Kun_B_tf_ang.pdf.
Kurniawati, D., Oktavia, B., Nasra, E. (2011). Penentuan kadar sakarin dan kafein
pada beberapa minuman soft drink secara HPLC. Retrived from
http://repository.unp.ac.id/557/1/Penentuan%20Sakarin%20004.pdf.
Diakses pada 16 Desember pukul 14.43 WIB.
92
Lach, H.W., Everard, K.M., Highstein, G., & Brownson, C.A. (2004). Application
of the Transtheoretical Model to Health Education for Older Adults.
Diakses dari
https://pdfs.semanticscholar.org/9bc2/93c265e5d76d0e079654ca14b4a89f
39c6bd.pdf. Pada tanggal 08 Desember 2016 pukul 08.39 WIB.
Lubis, S.N. (2013). Hubungan Faktor Internal Dan Faktor Eksternal Dengan
Kekambuhan Kembali Pasien Penyalahguna NAPZA Di Kabupaten Deli
Serdang Tahun 2012. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/38090. Pada tanggal 27
Desember 2016 pukul 06.41 WIB.
Martins, B., Sheppes, G., Gross, J.J., & Mather.M. (2016). Age Differences in
Emotion Regulation Choice: Older Adults Use Distraction Less Than
Younger Adults in High Intensity Positive Contexts. Journals of
Gerontology: Psychological Sciences cite as: J Gerontol B Psychol Sci Soc
Sci, 2016, Vol. 00, No. 00, 1–9 doi:10.1093/geronb/gbw028. Diakses
dari https://static1.squarespace.com.
93
Mastina, M. (2012). Resiliensi siswa SMA yang gagal Ujian Nasional. Diakses
dari http://digilib.uinsby.ac.id/9963/. Pada tanggal 17 Oktober 2016 pada
pukul 16.18 WIB.
McEwen, E.P. (2007). Risk and Resilience in Refugee Children. Diakses dari
http://www.collectionscanada.gc.ca/obj/s4/f2/dsk3/SSU/TC-SSU-
06112007145921.pdf. Pada tanggal 01 Desember 2016 pukul 21.52 WIB.
Michelle, A.M. (2013). Social capital and collective efficacy for disaster
resilience: connecting individuals with communities and vulnerability with
resilience in hurricane-prone communities in Florida. Diakses dari
http://disaster.colostate.edu/Data/Sites/1/cdra-research/cdra-
thesesanddissertations/meyer_michelle.pdf. Pada tanggal 22 November
2016 pada pukul 15.33 WIB.
Moore, M.J. (2005). The Transtheoritical Model of the stages of change and the
Phases of transformative Learning. Diakses dari
http://jtd.sagepub.com.ezproxy.ugm.ac.id/content/3/4/394.full.pdf. Pada
tanggal 06 Desember 2016 pukul 00.20 WIB.
Odivwri, J.E. (2014). Substances abuse among commercial tricycle riders in kano
metropolis, Nigeria. Diakses from http://www.ijern.com/journal/June-
2014/44.pdf. Diakses pada tanggal 02 November 2016 pada pukul 17.24
WIB.
Ong, A.D., Bergeman, C.S., Biconti, T.L., & Wallace, K.A. (2006). Psychological
Resilience, Positive Emotions, and Successful Adaptation to Stress in
Later Life. Diakses dari
https://anthonyongphd.files.wordpress.com/2015/05/ong-bergeman-
bisconti-2006.pdf.
Orth, U., & Robins. R.W. (2014). The Development of Self-Esteem. Current
Directions in Psychological Science 2014, Vol. 23(5) 381–387. doi:
10.1177/0963721414547414.
Pasudewi, C.Y. (2013). Resiliense pada remaja binaan BAPAS ditinjau daru
coping stress. Diakses dari http://lib.unnes.ac.id/18391/1/1511409058.pdf.
Pada tanggal 02 Maret 2016 pada pukul 23.53 WIB.
Putra, B.S. (2011). Hubungan antara dukungan sosial dengan motivasi untuk
sembuh pada pengguna NAPZA di rehabilitasi madani Mental Health
Care. Diakses dari
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4110/1/BAYU%
20SUKOCO%20PUTRA-FPS.PDF. Pada tanggal 28 Desember 2016
pukul 20.07 WIB.
Reivich, K. dan Shatte, A. 2002. The Resiliency Factor: 7 Keys to Finding Your
Inner Strength and Overcoming Life’s Hurdles. New York: Three Rivers
Press.
Rhodes, T. et.al. (2003). Risk Factor Associated with Drug Use: The importance
of risk environment. Diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/287331006_Risk_Factors_Assoc
iated_with_Drug_Use_The_importance_of_%27risk_environment%27.
Pada tanggal 27 Desember 2016 pukul 15.34 WIB.
Samson, A.C., Hardan, A.Y., Podell, R.W., Phillips, J.M., & Gross, J.J. (2013).
Emotion Regulation in Children and Adolescents With Autism Spectrum
Disorder. Diakses dari http://citeseerx.ist.psu.edu.
Sari, D.Y. (2015). Hubungan Dukungan Sosial dengan Konsep Diri Pengguna
Narkoba Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Muaro Padang. Diakses
dari http://repo.unand.ac.id.
Sawyer, E., & Burton, S. (2016). A Practical Guide to Early Intervention and
Family Support. Diakses dari
https://www.amazon.co.uk/d/Books/Practical-Guide-Early-Intervention-
Family-Support-Sawyer/1909391212. Pada tanggal 28 Desember 2016
pukul 21.18 WIB.
Setyarini, R., Atamimi, N. (2011). Self-Esteem dan Makna Hidup pada Pensiunan
Pegawai Negeri Sipil (PNS). JURNAL PSIKOLOGI VOLUME 38, NO. 2,
DESEMBER 2011: 176 – 184. Diakses dari
https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/7651/5931.
Shaddel, T., Ghazirad, M., O’Leary, D., Banerjee. S. (2015). How psychotropic
drugs are used; an explanatory paradigm.
Shaumi, H. (2012). Resiliensi Orang Jawa Dewasa Muda Akhir yang Menjadi
Penyitas Erupsi Gunung Merapi 2010. Diakses dari lib.ui.ac.id.
98
Smith, G.T., & Cyders, M.A. (2016). Integrating affect and impulsivity: The role
of positive and negative urgency i subtance use risk. Diakses dari
www.elsevier.com/locate/drugalcdep.
Tarigan, A.F. (2014b). Perbedaan Regulasi Emosi Pada Siswa yang Beragama
Islam di SMP Negeri 6 Binjai Ditinjau dari Keikutsertaan dalam
Mentoring Agama Islam. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/42870. Pada tanggal 20
Desember 2016 pada pukul 08.29 WIB.
Troy, S. A., & Mauss, B. I. 2011. Pathway to Resilience: Resilience in the Face of
Stress: Emotion Regulation as a Protective Factor. UK: Cambridge
University Press. Diakses dari
https://www.ocf.berkeley.edu/~eerlab/pdf/papers/2011_Troy_Resilience_i
99
United Nations Convetion. (1988). Against illicit traffic in narcotic drugs and
psychotropic substances. Diakses from
https://www.unodc.org/pdf/convention_1988_en.pdf. Diakses pada 04
November 2016 pukul 04.08 WIB.
Utami, S., Prini, N. (2006). Katakan Tidak Pada Narkoba: Mengenal Narkoba
Dan Bahayanya, Bandung: CV. Sarana Penunjang Pendidikan.
Vilela, F.A.D.B., Jungerman, F.S., Laranjeira, R., & Callaghan, R. (2008). The
transtheoritical model and substance dependence: Theoritical and Practical
aspects. Diakses dari http://www.scielo.br/pdf/rbp/v31n4/aop1009.pdf.
Pada tanggal 25 November 2016 pukul 06.57 WIB.
Widuri, E.L. (2012). Regulasi Emosi dan Resiliensi pada Mahasiswa Tahun
Pertama. Diakses dari
100
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=124088&val=5536.
Pada tanggal 09 September 2016 pukul 20.19 WIB.
Wijayani, M.R. (2008). Gambaran resiliensi pada muslimah dewasa muda yang
menggunakan cadar. Diakses dari
http://www.digilib.ui.ac.id/file?file=digital/126747-
305.242+WIJ+g++Gambaran+resiliensi+-+Literatur.pdf. Pada tanggal 22
November 2016 pukul 17.22 WIB.
Lampiran 1
Kegiatan Bulan
April- Maret
Maret November Desember Januari Februari Juni
Oktober - Mei
Pengajuan
judul
penelitian
Studi
pendahuluan
Penyusunan
proposal
Penyusunan
instrumen
penelitian
Ujian
proposal
Pengajuan
izin
penelitian
Uji validitas
dan
reliabilitas
instrumenn
Pengumpulan
data
Pengolahan
dan analisa
data
Penyusunan
laporan
Seminar hasil
JADWAL PENELITIAN
101
Lampiran 2
berjudul “Hubungan antara regulsai emosi dengan resilience pada Penyalah guna
sebagaimana mestinya.
B. Prosedur Penelitian
102
103
selanjutnya adalah:
pilihan yang meliputi tanggal pengambilan data, tanggal lahir, jenis kelamin,
pekerjaan, dan pernah mengalami relapse (kambuh) atau belum. Sementara itu
kuesioner kedua dan ketiga berupa pernyataan dengan jawaban yang dipilih sesuai
dapat dibantu dengan wawancara terbimbing oleh peneliti atau asisten peneliti.
petunjuk penelitian seperti yang tertulis di atas. Apabila ada yang belum jelas,
D. Manfaat
E. Kerahasiaan
dirahasiakan dan hanya akan diketahui oleh peneliti dan rekan penelitian. Hasil
F. Kompensasi
G. Pembiayaan
peneliti.
H. Informasi tambahan
pertanyaan saya telah dijawab oleh peneliti. Saya mengerti bahwa bila
Dengan menandatangani formulir ini, saya setuju untuk ikut serta dalam
penelitian ini.
105
Lampiran 4
DATA RESPONDEN
a) Nama : ……………………………………………
b) Tanggal lahir/Usia : …………………………………………...
c) Jenis Kelamin : L/P *)
d) Pendidikan Terakhir : Tidak Sekolah/SD/SMP/SMA/PT *)
e) Status perkawinan : Belum/Sudah *)
f) Suku/etnis :…………………………………………....
g) Lama tinggal di lapas :……………………………...………...…..
h) Lama hukuman di lapas : …………………………………………...
i) Jenis NAPZA yang pernah di konsumsi :
a. Jenis : .................................. Lama pemakaian: .........................................
b. Jenis : .................................. Lama pemakaian: .........................................
c. Jenis : .................................. Lama pemakaian: .........................................
d. Jenis : .................................. Lama pemakaian: .........................................
e. Jenis : .................................. Lama pemakaian: .........................................
f. Jenis : .................................. Lama pemakaian: .........................................
j) Pertama kali memakai NAPZA : ....................................................................
k) Alasan memakai NAPZA :
a. Teman c. Tuntutan pergaulan /pekerjaan e. Kebutuhan
b. Keluarga d. Pelarian dari masalah f. Lainnya: ...............
l) Lama memakai NAPZA : ....................................................................
m) Riwayat mengalami sakaw :
a. Tahun ....... c. e.
b. Tahun ....... d. f.
n) Riwayat mengalami relaps :
a. Tahun ....... c. e.
b. Tahun ....... d. f.
o) Lama berhenti memakai NAPZA :
a. Tahun .......... Selama ................ c. Tahun .......... Selama ................
106
107
KUESIONER RESILIENCE
Petunjuk Pelaksanaan
1. Berikut ini terdapat sejumlah pertanyaan yang harus Anda jawab sesuai
dengan kondisi Anda sendiri.
2. Tidak ada jawaban yang benar atau salah.
3. Seluruh jawaban akan kami jaga kerahasiannya.
4. Masing-masing pertanyaan mempunyai pilihan jawaban sebagai berikut :
a. SS = Sangat Sesuai
b. S = Sesuai
c. TS = Tidak Sesuai
d. STS = Sangat Tidak sesuai
5. Pilihlah salah satu dari jawaban yang tersedia dengan memberikan tanda check
list (√) pada jawaban yang sesuai dengan kondisi Anda saat ini.
Contoh :
No. Pernyataan SS S TS STS
1. Saya menyukai olahraga √
6. Bila Anda telah selesai, periksalah kembali jangan sampai ada nomor yang
tidak terjawab.
Terima Kasih
Selamat Mengerjakan
109
110
penyalahgunaan NAPZA
25. Saya percaya harapan selalu ada
26. Saya yakin keadaan akan baik-baik saja
Saya adalah orang yang memiliki iman dan
27.
keyakinan
Saya mampu menghasilkan ide-ide serta cara-cara
28.
baru dalam melakukan sesuatu
Saya mampu untuk tetap terus menerus
29.
mengerjakan pekerjaan saya hingga selesai
Menurut saya, ketekunan diperlukan dalam hidup
30.
ini
Saya dapat melihat sisi lucu dalam kehidupan
31.
untuk mengurangi ketegangan
32. Saya mampu berkomunikasi dengan baik
Saya mampu menyampaikan pikiran dan perasaan
33. saya ketika sedang berkomunikasi dengan orang
lain
Saya mampu menyelesaikan berbagai macam
34.
masalah pekerjaan yang saya hadapi
Saya mampu menyelesaikan berbagai macam
35.
masalah akademis yang saya hadapi
Saya mampu menyelesaikan berbagai macam
36.
masalah pribadi yang saya hadapi
Saya mampu menyelesaikan berbagai macam
37.
masalah sosial yang saya hadapi
Saya dapat mencari jalan keluar atas persoalan
38.
yang saya hadapi
Saya mampu mengendalikan diri dari
39.
penyalahgunaan NAPZA
40. Saya mampu mendapatkan pertolongan ketika
112
membutuhkan
Menurut saya, di dunia ini tiada seorang pun yang
41.
dapat dipercaya
Saya bebas melakukan apapun tanpa menghiraukan
42.
peraturan yang ada
Orang-orang disekitar menganggap saya orang
43.
yang tidak bisa mandiri
Menurut saya, memiliki sosok panutan bukan
44.
merupakan hal penting dalam hidup ini
Akses ke berbagai pelayanan kesehatan sulit saya
45.
dapatkan
Akses ke berbagai pelayanan pendidikan sulit saya
46.
dapatkan
Akses ke berbagai pelayanan sosial sulit saya
47.
dapatkan
Akses ke berbagai pelayanan keamanan sulit saya
48.
dapatkan
Memiliki keluarga dan lingkungan masyarakat
49.
yang harmonis, hanya impian bagi saya
Saya merasa berbeda dengan orang-orang pada
50.
umumnya
51. Temperamen saya mudah meledak-ledak
52. Saya mudah marah dalam situasi tertekan
Menurut saya, masa depan yang sukses hanya
53.
untuk orang-orang tertentu saja
Menurut saya, saling menghargai tidak perlu
54.
dilakukan
Menurut saya, berempati dan peduli terhadap orang
55.
lain hanya membuang-buang waktu saja
56. Menurut saya, lari dari tanggung jawab dan segala
113
Petunjuk pengisian
Jawablah setiap pertanyaan dengan cara seperti dibawah ini. Setiap nomor hanya
ada satu jawaban dan ditulis pada kolom jawaban dengan tanda silang (X)
Pilihan jawaban
(1) HP : Hampir tidak Pernah
(2) KD : Kadang - kadang
(3) ST : Setengahnya
(4) SR : Sering
(5) SL : Selalu
No PERTANYAAN HP KD ST SR SL
1 Saya memahami perasaan saya
114
115
115
116
lakukan
116
117
117
Lampiran 7
Ethical Clearence
118
Lampiran 8
ANGGARAN DANA
Anggaran
2. Biaya Perjalanan
h. Dokumentasi Rp 50.000,00
Total Rp 2.865.000,00
119
Lampiran 9
120
Lampiran 10
121
LAMPIRAN 11
122
Lampiran 12
DAERAH
123
Lampiran 13
ISTIMEWA YOGYAKARTA
124
Lampiran 14
YOGYAKARTA
125
Lampiran 15
126
Lampiran 16
127
Lampiran 17
128