Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH FARMASI RUMAH SAKIT

HANDLING CYTOTOXIC

Dosen Pengampu : apt. Putu Rika Veryanti, M. Farm, Klin

Disusun oleh
Kelompok 1 kelas B :

Friska Raulina S. 19340274 Rendy Bagus Sulistiyono 21340057


Astri Herliansi A. K. 21340051 Dwi Gita Marinka 21340058
Diana Karina 21340052 Feby Hardianti 21340059
Hermila Nopianti 21340053 Lusiana Berti 21340060
Zikra Fajri Nurta 21340054 Hasiana Karwila 21340061
Rizky Wulandari 21340055 Oktavia Prajawatia p. 21340062
Fitri Ruli Aslamah 21340056

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur di panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Karena atas berkat
dan rahmat-Nya, makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini dibuat untuk Tugas
Mata kuliah Farmasi Rumah Sakit yang berjudul “Handling Citotoxic”. Terima
kasih kepada Ibu apt.Putu Rika Veryanti, M. Farm. Klin. selaku dosen pengajar
matakuliah tersebut yang sudah mau membimbing dalam penyelesaian makalah
tersebut.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas kebaikan semua pihak
yang membantu dalam penyelesaian makalah tersebut dan materi ini dapat
bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan,
khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Aamiin.

Oleh karena itu, Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua
pihak demi perbaikan di kemudian hari. Semoga makalah ini bermanfaat dalam
proses pembelajaran di Institut Sains dan Teknologi Nasional. 

Jakarta, Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................2

1.3 Tujuan.....................................................................................................2

1.4 Manfaat...................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3

2.1 Definisi dan Bahaya Obat Sitotoksik..................................................3

2.2 Definisi dan Tujuan Handling Cytotoxic................................................4

2.3 Sarana dan Prasarana Handling Cytotoxic.............................................4

2.4 Standar Kerja handling Cytotoxic........................................................10

2.5 Penanganan Kecelakaan Kerja.............................................................15

2.6 Prosedur Penanganan Sitotoksik.........................................................17

2.7 Pengelolaan Limbah Sitotoksik...........................................................21

BAB III PENUTUP..............................................................................................23

3.1 KESIMPULAN....................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sitostatika merupakan golongan obat yang digunakan dalam pengobatan


kanker yang paling banyak menunjukkan kemajuan dalam pengobatan penderita
kanker. Karena itu pula harapan dan tumpuan dunia medis terhadap efek
pengobatan dengan sitostatika terus meningkat. Sejalan dengan harapan tersebut
upaya menyembuhkan atau sekurangnya mengecilkan ukuran kanker dengan
sitostatika terus meluas.
Namun, penggunaan sitostatika dalam dunia kesehatan memiliki resiko yang
sangat besar. Menurut NIOSH (2004), bekerja dengan atau dekat dengan obat-
obat berbahaya (sitotoksik) di tatanan kesehatan dapat menyebabkan ruam kulit,
kemandulan, keguguran, kecacatan bayi, dan kemungkinan terjadi leukemia dan
kanker lainnya. Selain itu, toksisitas yang sering dilaporkan berkenaan dengan
preparasi dan handling cytotoxic berupa toksisitas pada liver, neutropenia ringan,
fetal malformation, fetal loss, atau kasus timbulnya kanker. Tahun 1983
dilaporkan adanya kerusakan liver pada 3 orang perawat yang bekerja pada ward
oncology. Di dua rumah sakit di Italy telah dilakukan penelitian ditemukan
cyclophosphamide dan ifosfamide dalam urine perawat dan staf farmasi yang
tidak mengikuti peraturan khusus dalam menangani obat-obat kanker.
Prosedur penanganan obat sitostatika yang aman perlu dilaksanakan untuk
mencegah risiko kontaminasi pada personel yang terlibat dalam preparasi,
transportasi, penyimpanan dan pemberian obat sitostatika. Potensial paparan pada
petugas pemberian sitostatika telah banyak diteliti. Perawat yang bekerja pada
ward kemoterapi tanpa perlindungan yang memadai menunjukkan aktivitas
mutagenik yang signifikan lebih besar dari pada control subject.
Selain untuk melindungi petugas dan lingkungan dari keterpaparan obat
kanker, preparasi obat sitostatika secara aseptis (handling citotoxic) diperlukan
untuk melindungi produk dari kontaminasi mikroba dengan teknik aseptis,
melindungi personal dan lingkungan yang terlibat dari exposure bahan berbahaya.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, rumusan masalah dalam
makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan sitotoksik dan bahaya apa yang dapat
ditimbulkan?
2. Apa yang dimaksud dengan handling cytotoxic?
3. Apa saja yang sarana dan prasarana dibutuhkan dalam handling cytotoxic?
4. Bagaimana SOP handling cytotoxic?
5. Bagaimana penanganan kecelakaan kerja handling cytotoxic?
6. Bagaimana prosedur dalam handling cytotoxic?
7. Bagaimana mengelola limbah bahan sitotoksik?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk :
1. Memahami pengertian dan bahaya yang ditimbulkan dari bahan sitotoksik.
2. Mengetahui definisi dan tujuan handling cytotoxic.
3. Mengetahui sarana dan prasarana dalam handling cytotoxic.
4. Memahami standar kerja (SOP) handling cytotoxic.
5. Mengetahui penanganan kecelakaan kerja handling cytotoxic.
6. Mengetahui prosedur handling cytotoxic.
7. Mengetahui penagelolaan limbah sitotoksik.

1.4 Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah :
1. Penambah wawasan baik bagi penulis maupun pembaca mengenai
handling cytotoxic dan bekal saat bekerja dengan bahan sitotoksik.
2. Sebagai bahan bacaan dan referensi bagi pembaca mengenai bahaya dan
penanganan bahan sitotoksik.
3. Sebagai pedoman dalam penyiapan, pemberian, hingga pengelolaan limbah
bahan sitotoksik.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi dan Bahaya Obat Sitotoksik

Senyawa sittoksik adalah suatu senyawa atau zat yang dapat merusak dan
sel normal dan juga sel kanker, serta digunakan untuk menghambat pertumbuhan
dari sel tumor maliginan. Istilah dari toksisitas juga dapat digunakan untuk zat-zat
yang bersifat genotoksik, mutagenik, onkogenik, teratogenik, dan zat-zat yang
bersifat berbahaya (Sarce, 2009).
Obat sitotoksik adalah agen yang ditujukan untuk terapi, khususnya pada
pengobatan kanker. Obat ini diketahui sangat beracun bagi sel-sel, terutama
melalui tindakannya pada reproduksi sel. Obat sitotoksik semakin sering
digunakan dalam berbagai pengaturan kesehatan, laboratorium dan klinik hewan
untuk pengobatan kanker dan kondisi medis lainnya seperti rheumatoidarthritis,
multiple sclerosis dan kelainan auto-imun.
Obat sitotoksik mencakup obat yang menghambat atau mencegah fungsi
sel. Obat sitotoksik termasuk obat-obatan yang terutama digunakan untuk
mengobati kanker, sering sebagai bagian dari rezim kemoterapi. Bentuk yang
paling umum dari obat sitotoksik dikenal sebagai antineoplastik. Obat sitotoksik
memiliki efek mencegah pertumbuhan yang cepat dan pembagian (mitosis) sel
kanker . Namun, obat sitotoksik juga mempengaruhi pertumbuhan sel-sel lain
membagi cepat dalam tubuh seperti folikel rambut dan lapisan dari sistem
pencernaan. Sebagai hasil dari pengobatan, banyak sel-sel normal yang rusak
bersama dengan sel-sel kanker.
Pajanan obat sitotoksik dan limbah yang terkait dapat terjadi di mana
kontrol tindakan gagal atau tidak di tempat. Paparan dapat terjadi melalui kontak
kulit, menghirup aerosol dan partikel obat , dan luka benda tajam .
a. Paparan dapat terjadi ketika :
b. mempersiapkan obat
c. memberikan obat-obatan
d. mengangkut obat
e. penanganan limbah pasien
f. mengangkut dan membuang limbah

3
g. membersihkan tumpahan .
Mereka yang paling mungkin terlibat dalam kegiatan ini meliputi:
a. Perawat dan petugas medis
b. Apoteker
c. Staf laboratorium
d. Pembersihan, pemeliharaan dan limbah staf pembuangan
e. Penjaga
f. Staf kesehatan hewan
g. Petugas ambulans dan driver
Penandaan obat sitotoksik
Semua bahan sitotoksik universal diidentifikasi oleh simbol ungu yang
menggambarkan sel di akhir telofase.

Gambar1. Logo sitotoksik

2.2 Definisi dan Tujuan Handling Cytotoxic


Handling cytotoxic drugs adalah penanganan penggunaan obat sitostatika.
Hal ini perlu dilakukan karena obat ini dikenal sangat beracun untuk sel, terutama
melalui tindakan mereka pada reproduksi sel. Banyak yang terbukti menjadi
karsinogen, mutagen atau teratogen.
Adapun tujuan Handling Cytotoxid yaitu :
a. Mencegah kontak langsung atau keterpaparan petugas kesehatan terhadap
sitostatika pada waktu pencampuran, pengoplosan , dan pemberian kpd
pasien.
b. Menjamin sterilitas produk akhir sitostatika setelah dicampur / dioplos
c. Menjamin keamanan buangan sisa sitostatika dan material yg dipakai yg telah
terkontaminasi dgn sitostatika

4
2.3 Sarana dan Prasarana Handling Cytotoxic
a) Laminar Air Flow Cabinet (LAFC)
Laminar Air Flow Cabinet adalah alat yang memenuhi kriteria ruangan
bersih kelas 100. LAFC memiliki sistem penyaringan ganda yang memiliki
efisiensi tingkat tinggi, sehingga dapat berfungsi sebagai penyaring bakteri
dan bahan-bahan eksogen dari udara, menjaga aliran udara tetap konstan dan
laminar (teratur), serta mencegah masuknya kontaminan ke dalam LAFC.
Terdapat dua tipe LAFC:
 LAFC Horizontal
LAFC dengan aliran udara horizontal (aliran udara menuju ke arah
depan), sehingga melindungi obat dari kontaminasi tetapi tidak
melindungi petugas dari paparan obat. Alat ini cocok digunakan untuk
pencampuran obat steril non sitostatika.
 LAFC Vertikal
LAFC dengan aliran udara vertikal (aliran udara menuju ke bawah)
sehingga memberikan lingkungan kerja yang lebih aman bagi petugas.
LAFC vertikal disebut juga dengan Biological Safety Cabinet (BSC).
BSC juga memiliki banyak tipe dan yang digunakan untuk pencampuran
sitostatika adalah BSC kelas II yang dirancang untuk memberikan
perlindungan terhadap petugas, produk, dan lingkungan. Pada tipe ini
terjadi resirkulasi udara di mana hanya 30% udara yang dikeluarkan dan
70% udara dimasukkan kembali ke area kerja.

Gambar 2. Perbedaan LAF Horizontal dan Vertikal

5
b) Biological Safety cabinet (BSC)
Alat ini digunakan untuk pencampuran sitostatika yang berfungsi
untuk melindungi petugas, materi yang dikerjakan dan lingkungan sekitar.
Prinsip kerja dari alat ini adalah : tekanan udara di dalam lebih negatif dari
dari tekanan udara diluar sehingga aliran udara bergerak dari luar ke dalam
BSC. Didalam BSC udara bergerak vertikal membentuk barier sehingga jika
ada peracikan obat sitostatika tidak terkena petugas. Untuk validasi alat ini
harus dikalibrasi setiap 6 bulan.

c) Ruangan
Persyaratan ruang aseptik :
 Ruang tidak ada sudut atau siku
 Dinding terbuat dari epoksi
 Partikel udara sangat dibatasi : kelas 100, 1000, 10.000 partikel/liter
 Aliran udara diketahui dan terkontrol
 Tekanan ruangan diatur
 Suhu dan kelembaban udara terkontrol (suhu : 18-22 derajat celcius dan
kelembaban 35-50%).

6
Tata letak ruangan

Dalam melakukan pencampuran sedian steril diperlukan ruangan dan


peralatan khusus untuk menjaga sterilitas produk yang dihasilkan dan
menjamin keselamatan petugas dan lingkungannya. Penanganan sitostatika
memerlukan ruangan khusus dan terkontrol. Letak ruangan diusahakan tidak
untuk lalu lintas orang.
Ruangan ini terdiri dari:
o Ruang persiapan
Digunakan untuk kegiatan administrasi (perhitungan dosis dan volume
cairan, pembuatan etiket, pelabelan) dan penyiapan bahan obat serta alat
kesehatan yang dibutuhkan.
o Ruang cuci tangan dan ganti
Sebelum masuk ke ruang antara, petugas harus mencuci tangan dan
mengenakan APD.
o Ruang antara
Petugas masuk ke clean room melalui ruang antara atau ruang penyangga
udara. Ruangan ini diatur dengan tepat sehingga hanya satu pintu pada
satu sisi saja yang dapat dibuka pada saat yang bersamaan.
o Ruang bersih (clean room)
LAFC harus diletakkan di sebuah clean room (ruang bersih). Clean room
merupakan ruangan khusus yang dibuat dengan pengendalian terhadap
ukuran dan jumlah partikel. Ruangan ini dirancang untuk mencegah
partikel masuk dan tertahan dalam ruangan, pengendalian juga dilakukan
terhadap suhu, kelembaban, dan tekanan udara.

7
 Jumlah partikel terkontrol
Jumlah partikel berukuran 0,5 mikron tidak lebih dari 350.000
partikel per meter kubik udara, jumlah mikroorganisme tidak lebih
dari 100 per meter kubik udara.
 Konstruksi khusus
Dinding, langit-langit dan lantai tidak bersudut, tidak retak, dan
dilapisi dengan bahan yang mudah dibersihkan dan kedap air untuk
mengurangi penyebaran atau penumpukan partikel. Sebaiknya tidak
ada bagian ruangan yang tersembunyi dan sukar dibersihkan.
 Suhu dan kelembaban terkontrol
Suhu berkisar 18-28ºC dan kelembaban 35-50% untuk menjaga agar
petugas tetap nyaman dalam ruangan dengan pakaian kerjanya dan
tidak berkeringat secara berlebihan. Di dalam ruangan tersedia
termometer serta barometer untuk mengukur suhu dan kelembaban
ruangan dan dicatat setiap hari.
 Barang dalam ruangan diusahakan seminimal mungkin dan mudah
dibersihkan.
 Dilengkapi High Efficiency Particulate Air (HEPA) filter untuk
menyaring udara yang keluar dan masuk ruangan. HEPA filter
merupakan penyaring dengan efisiensi yang sangat tinggi (99,97-
99,99%).
 Tekanan udara di dalam ruangan lebih positif daripada tekanan udara
di ruang sekitarnya.
 Terdapat pass box yang
menghubungkan ruang persiapan
dengan clean room. Pass box
merupakan tempat untuk keluar
masuknya alat dan obat dari
clean room sebelum dan sesudah
pencampuran. Idealnya, pass box
dilengkapi dengan vakum dan
lampu UV untuk meminimalisasi kontaminasi.

8
 Tersedia alat komunikasi (interkom) dan sebaiknya dirancang agar
mudah dibersihkan.
d) Peralatan
Peralatan yang harus dimiliki untuk melakukan pencampuran sediaan steril
meliputi :
1. Alat Pelindung Diri (APD)

Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan dalam pencampuran sediaan


steril meliputi :
a. Baju Pelindung
 Pakaian terdiri dari pakaian dalam dan pakaian luar
 Pakaian Pelindung (pakaian luar) harus terbuat dari material yang tidak
melepaskan debu dan serat.
 Bahan yang digunakan tidak tembus oleh cairan
 Pakaian pelindung dibuat lengan panjang dengan manset elastik pada
tangan dan kaki.
b. Sarung tangan
Sarung tangan yang dipilih harus memiliki permeabilitas yang minimal
sehingga dapat memaksimalkan perlindungan bagi petugas dan cukup
panjang untuk menutup pergelangan tangan. Sarung tangan terbuat dari
latex dan tidak berbedak (powder free). Khusus untuk penanganan
sediaan sitostatika harus menggunakan dua lapis.

9
c. Tutup Kepala
Tutup kepala harus dapat menutupi rambut sekeliling agar tidak ada
partikel kotoran yang dapat mengkontaminasi sediaan.
d. Masker & Kaca mata
 Untuk melindungi mata dan mengurangi inhalasi digunakan kaca mata
dan masker.
 Disamping untuk melindungi petugas penggunaan masker juga untuk
mengurangi kontaminan.
 Kaca mata yang digunakan harus dapat melindungi mata dari
kemungkinan adanya percikan obat kanker.
e. Sepatu
 Terbuat dari bahan yang tidak tembus benda tajam
 Tutup kaki digunakan sampai menutup manset baju dalam
2.4 Standar Kerja handling Cytotoxic
Standar kerja yang harus dipersiapkan meliputi :
1. Tehnik khusus penanganan sitostatika
2. Perlengkapan pelindung (baju, topi, masker, sarung tangan)
3. Pelatihan petugas
4. Penandaan, pengemasan, transpotasi
5. Penanganan tumpahan obat sitostatika
6. Penanganan limbah
a) Fasilitas Fisik
Australian standard mensyaratkan menggunakan Cytotoxic Drugs Safety
Cabinet (CDSC) yang diletakkan dalam Clean Room. CDSC dan Clean
Room dilengkapi dengan HEPA Filter. Cytotoxic Drugs Safety Cabinet yang
digunakan bisa Type ISOLATOR atau Biological Safety Cabinet dengan
aliran Vertikal. Tekanan Udara di dalam CDSC lebih negatif dibanding
didalam Clean Room dan tekanan udara didalam Clean lebih positif
dibandingkan diluar. Transportasi keluar masuknya obat-obatan dan alat-alat
pendukung preparasi obat dilakukan melalui Pass Box, untuk meminimalkan
kontaminasi udara kedalam clean room. Komunikasi petugas didalam clean
room dengan petugas diluar dilakukan dengan intercom.

10
Perawatan Cytotoxic Drugs Safety Cabinet & Clean Room :
 Cytogard dibersihkan setiap hari dengan desinfectant atau detergent .
 Desinfeksi clean room dilakukan 1 kali seminggu.
 Uji mikrobiologi dilakukan secara periodik untuk memeriksa apakah
HEPA Filter bekerja dengan baik sehingga dapat menjaga sterilitas
sediaan
 Pengukuran jumlah partikel didalam Cytogard maupun dalam clean room
dilakukan secara periodic.
b) Personal
 Personal yang akan terlibat dalam preparasi obat sitostatika harus
mendapatkan pelatihan yang memadai tentang teknik aseptic dan
penanganan obat sitostatika.
 Petugas wanita yang sedang hamil atau merencanakan untuk hamil tidak
dianjurkan untuk terlibat dalam rekonstitusi obat sitostatika.
 Petugas wanita yang sedang menyusui tidak dianjurkan terlibat dalam
rekonstitusi obat sitostatika
 Petugas yang sedang sakit atau mengalami infeksi pada kulit harus
diistirahatkan dari tugas ini.
Setiap petugas yang akan terlibat dalam rekonstitusi obat sitostatika
seminggu sebelumnya harus mendapat pemeriksaan laboratorium, yang terdiri
dari :
 Complete blood count
 Liver Function Test
 Renal Function Test
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan secara periodik setiap 6 bulan, jika
terdapat kelainan hasil pemeriksaan harus diteliti lebih dalam. Semua hasil
harus didokumentasikan.
c) Penyiapan
Proses penyiapan sediaan sitostatika sama dengan proses penyiapan
pencampuran obat suntik, yaitu :
1. Memeriksa kelengkapan dokumen (formulir) permintaan dengan prinsip 5
BENAR (benar pasien, obat, dosis, rute dan waktu pemberian).

11
2. Memeriksa kondisi obat-obatan yang diterima (nama obat, jumlah, nomer
batch, tannggal kadaluarsa), serta melengkapi form permintaan.
3. Melakukan konfirmasi ulang kepada pengguna jika ada yang tidak
jelas/tidak lengkap.
4. Menghitung kesesuaian dosis.
5. Memilih jenis pelarut yang sesuai.
6. Menghitung volume pelarut yang digunakan.
7. Membuat label obat berdasarkan: nama pasien, nomer rekam medis, ruang
perawatan, dosis, cara pemberian, kondisi penyimpanan, tanggal
pembuatan, dan tanggal kadaluarsa campuran. (contoh label obat, lampiran
1)

8. Membuat label pengiriman terdiri dari : nama pasien, nomer rekam medis,
ruang perawatan, jumlah paket. (contoh label pengiriman, lampiran 2)

9. Melengkapi dokumen pencampuran (contoh form pencampuran dibuku


1: Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril)
10. Memasukkan alat kesehatan, label, dan obat-obatan yang akan dilakukan
pencampuran kedalam ruang steril melalui pass box.
d) Pencampuran

12
Proses pencampuran sediaan sitotoksik sebagai berikut :
1. Memakai APD sesuai PROSEDUR TETAP
2. Mencuci tangan sesuai PROSEDUR TETAP
3. Menghidupkan biological safety cabinet (BSC) 5 menit sebelum
digunakan.
4. Melakukan dekontaminasi dan desinfeksi BSC sesuai PROSEDUR
TETAP
Protap Desinfeksi Dan Dekontaminasi
Persiapan Bahan Dan Alat
a) Mempersiapkan bahan yang terdiri dari
 Alkohol swab
 Alkohol 70 % dalam botol spray
 Mendesinfeksi bagian luar kemasan bahan obat sitostatika dan
pelarut dengan menyemprotkan alcohol 70 %
b) Mempersiapkan alat yang terdiri dari
 Mensterilkan alas untuk sitostatika
 Mensterilkan bahan untuk sealing (parafin)
 Mensterilkan sarung tangan , masker, baju, topi, sarung kaki
 Spoit inj. Ukuran 2 X vol yang dibutuhkan.
 Jarum
 Mendesinfektan etiket, label, klip plastik, kantong plastik untuk
disposal dengan menyemprotkan alkohol 70 %.
5. Menyiapkan meja BSC dengan memberi alas sediaan sitostatika.
6. Menyiapkan tempat buangan sampah khusus bekas sediaan sitostatika.
7. Melakukan desinfeksi sarung tangan dengan menyemprot alkohol 70%.
8. Mengambil alat kesehatan dan bahan obat dari passbox.
9. Meletakkan alat kesehatan dan bahan obat yang akan dilarutkan di atas
meja BSC.
10. Melakukan pencampuran sediaan sitostatika secara aseptis.
11. Memberi label yang sesuai pada setiap infus dan spuit yang sudah berisi
sediaan sitostatika

13
12. Membungkus dengan kantong hitam atau aluminium foil untuk obat-obat
yang harus terlindung cahaya.
13. Membuang semua bekas pencampuran obat kedalam wadah pembuangan
khusus.
14. Memasukan infus untuk spuit yang telah berisi sediaan sitostatika ke
dalam wadah untuk pengiriman.
15. Mengeluarkan wadah untuk pengiriman yang telah berisi sediaan jadi
melalui pass box.
16. Menanggalkan APD sesuai prosedur tetap.
e) Cara pemberian
Cara pemberiaan sediaan sitostatika sama dengan cara pemberiaan obat
suntik kecuali intramuscular
1) Injeksi Intravena (i.v.)
Injeksi intravena dapat diberikan dengan berbagai cara, untuk
jangka waktu yang pendek atau untuk waktu yang lama.
a. Injeksi bolus
Injeksi bolus volumenya kecil ≤ 10 ml, biasanya diberikan dalam
waktu 3-5 menit kecuali ditentukan lain untuk obat-obatan tertentu.
b. Infus
Infus dapat diberikan secara singkat (intermittent) atau terus-
menerus (continuous).
 Infus singkat (intermittent infusion)
Infus singkat diberikan selama 10 menit atau lebih lama. Waktu
pemberiaan infus singkat sesungguhnya jarang lebih dari 6 jam
per dosis.
 Infus kontinu (continuous infusion)
Infus kontinu diberikan selama 24 jam. Volume infus dapat
beragam mulai dari volume infus kecil diberikan secara
subkutan dengan pompa suntik (syringe pump), misalnya 1 ml
per jam, hingga 3 liter atau lebih selama 24 jam, misalnya nutrisi
parenteral.
2) Injeksi intratekal

14
Injeksi intratekal adalah pemberian injeksi melalui sumsum tulang
belakang. Volume cairan yang dimasukkan sama dengan volume
cairan yang dikeluarkan.
3) Injeksi subkutan
Injeksi subkutan adalah pemberian injeksi di bawah kulit.
2.5 Penanganan Kecelakaan Kerja
a) Penanganan tumpahan
Membersihkan tumpahan dalam ruangan steril dapat dilakukan
petugas tersebut atau meminta pertolongan orang lain dengan
menggunakan chemotherapy spill kit yang terdiri dari:
1. Membersihkan tumpahan di luar BSC dalam ruang steril
 Meminta pertolongan, jangan tinggalkan area sebelum diizinkan.
 Beri tanda peringatan di sekitar area.
 Petugas penolong menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
 Angkat partikel kaca dan pecahan-pecahan dengan menggunakan
alat seperti sendok dan tempatkan dalam kantong buangan.
 Serap tumpahan cair dengan kassa penyerap dan buang dalam
kantong tersebut.
 Serap tumpahan serbuk dengan handuk basah dan buang dalam
kantong tersebut.
 Cuci seluruh area dengan larutan detergent.
 Bilas dengan aquadest.
 Ulangi pencucian dan pembilasan sampai seluruh obat terangkat.
 Tanggalkan glove luar dan tutup kaki, tempatkan dalam kantong
pertama.
 Tutup kantong dan tempatkan pada kantong kedua.
 Tanggalkan pakaian pelindung lainnya dan sarung tangan dalam,
tempatkan dalam kantong kedua.
 Ikat kantong secara aman dan masukan dalam tempat penampung
khusus untuk dimusnahkan dengan incenerator.
 Cuci tangan.
2. Membersihkan tumpahan di dalam BSC

15
 Serap tumpahan dengan kassa untuk tumpahan cair atau handuk
basah untuk tumpahan serbuk.
 Tanggalkan sarung tangan dan buang, lalu pakai 2 pasang sarung
tangan baru.
 Angkat hati-hati pecahan tajam dan serpihan kaca sekaligus dengan
alas kerja/meja/penyerap dan tempatkan dalam wadah buangan.
 Cuci permukaan, dinding bagian dalam BSC dengan detergent, bilas
dengan aquadestilata menggunakan kassa. Buang kassa dalam wadah
pada buangan.
 Ulangi pencucian 3 x.
 Keringkan dengan kassa baru, buang dalam wadah buangan.
 Tutup wadah dan buang dalam wadah buangan akhir.
 Tanggalkan APD dan buang sarung tangan, masker, dalam wadah
buangan akhir untuk dimusnahkan dengan inscenerator.
 Cuci tangan.

b) Penanganan kecelakaan kerja


Dekontaminasi akibat kontak dengan bagian tubuh:
1. Kontak dengan kulit:
a. Tanggalkan sarung tangan
b. Bilas kulit dengan air hangat
c. Cuci dengan sabun, bilas dengan air hanga
d. Jika kulit tidak sobek, seka area dengan kassa yang dibasahi
dengan larutan Chlorin 5% dan bilas dengan air hangat
e. Jika kulit sobek pakai H2O2 3 %
f. Catat jenis obatnya dan siapkan antidot khusus
g. Tanggalkan seluruh pakaian alat pelindung diri (APD)
h. Laporkan ke supervisor
i. Lengkapi format kecelakaan.
2. Kontak dengan mata
 Minta pertolongan
 Tanggalkan sarung tangan

16
 Bilas mata dengan air mengalir dan rendam dengan air hangat
selama 5 menit
 Letakkan tangan di sekitar mata dan cuci mata terbuka dengan 
larutan NaCl 0,9%
 Aliri mata dengan larutan pencuci mata
 Tanggalkan seluruh pakaian pelindung
 Catat jenis obat yang tumpah
 Laporkan ke supervisor
 Lengkapi format kecelakaan kerja.
3. Tertusuk jarum
 Jangan segera mengangkat jarum. Tarik kembali plunger untuk
menghisap obat yang mungkin terinjeksi
 Angkat jarum dari kulit dan tutup jarum, kemudian buang
 Jika perlu gunakan spuit baru dan jarum bersih untuk mengambil
obat dalam jaringan yang tertusuk
 Tanggalkan sarung tangan, bilas bagian yang tertusuk dengan air
hangat
 Cuci bersih dengan sabun, bilas dengan air hangat
 Tanggalkan semua APD
 Catat jenis obat dan perkirakan berapa banyak yang terinjeksi
 Laporkan ke supervisor
 Lengkapi format kecelakaan kerja
 Segera konsultasikan ke dokter.
2.6 Prosedur Penanganan Sitotoksik
a) Prosedur Tetap Mencuci Tangan yaitu :
1. Basahi tangan dengan air bersih
2. Ambil sabun antiseptik
3. Gosok kedua telapak tangan bagian atas dan bawah serta diantara jari-
jari dan kuku selama 20 detik
4. Bilas tangan dengan air mengalir dan bersih selama 10 detik
5. Tutup kran dengan beralaskan lap bersih atau bila memungkinkan
dengan siku
6. Keringkan tangan dengan lap bersih atau pengering listrik.

17
b) Prosedur Tetap Berganti Pakaian
1. Memasuki ruangan steril harus melalui ruangan-ruangan ganti pakaian
dimana pakaian biasa diganti dengan pakaian pelindung khusus untuk
mengurangi pencemaran jasad renik dan partikel.
2. Pakaian steril hendaklah disimpan dan ditangani sedemikian rupa setelah
dicuci dan disterilkan untuk mengurangi rekontaminasi jasad renik dan
debu.
3. Ruangan Ganti Pakaian Pertama
 Mula-mula pakain biasa dilepaskan diruang ganti pakaian pertama.
Arloji dan perhiasan dilepaskan dan disimpan atau diserahkan
kepada petugas yang ditunjuk.
 Pakaian dan sepatu hendaklah dilepas dan disimpan pada tempat
yang telah disediakan.
4. Ruangan Ganti Pakaian Kedua
a. Petugas hendaklah mencuci tangan dan lengan hingga siku tangan
dengan larutan desinfektan (yang setiap minggu diganti). Kaki
hendaklah dicuci dengan sabun dan air dan kemudian dibasuh dengan
larutan desinfektan.
b. Tangan dan lengan dikeringkan dengan pengering tangan listrik
otomatis. Sepasang pakaian steril diambil dari bungkusan dan dipakai
dengan cara berikut.
c. Penutup kepala hendaklah menutupiseluruh rambut dan diselipkan ke
dalam leher baju terusan. Penutup mulut hendaklah juga menutupi
janggut. Penutup kaki hendaklah menyelubungi seluruh kaki dan
ujung kaki.
d. Celana atau baju terusan (overall) diselipkan ke dalam penutup kaki.
Penutup kaki diikat sehingga tidak turun waktu bekerja. Ujung lengan
baju hendaklah diselipkan ke dalamsarung tangan. Kaca mata
pelindung dipakai pada tahap akhir ganti pakaian.
e. Sarung tangan dibasahi dengan alkohol 70 % atau larutan desinfektan.

18
f. Membuka pintu untuk memasukiruang penyangga udara dan ruang
steril hendaklah dengan menggunakan siku tangan dan
mendorongnya.
g. Setiap selesai bekerja dan meninggalkan ruangan steril petugas
melepaskan sarung tangan dan meletakkannya pada wadah yang
ditentukan untuk itu dan mengganti pakaian sebelum keluar dengan
urutan yang berlawanan ketika memasuki ruangan steril.
c) Prosedur Tetap Penggunaan Pass Box
Untuk passbox yang dilengkapi dengan UV
1. Hubungkan passbox dengan sumber listrik yang sesuai (jika passboxnya
automatik).
2. Nyalakan passbox dengan menekan tombol ON pada switch, lampu
indikator akan menyala.
3. Jika lampu hijau menyala, pintu passbox dalam keadaan tidak terkunci,
dan siap dibuka.
4. Masukkan alat dan bahan ke dalam passbox.
5. Tutup kembali pintu passbox.
6. Buka pintu passbox dari dalam ruangan steril
7. Keluarkan alat dan bahan dari dalam passbox dengan hati-hati.
Untuk passbox yang manual
1. Bersihkan passbox sesuai denganprosedur tetap pembersihan passbox.
2. Buka pintu passbox (pastikan pintu passbox yang berada dalam ruang
steril dalam keadaan tertutup)
3. Masukkan alat dan bahan ke dalam passbox
4. Tutup kembali pintu passbox
5. Buka pintu passbox dari dalam ruangan steril (pastikan pintu passbox yang
satu tetap tertutup)
6. Keluarkan alat dan bahan dari dalam passbox dengan hati-hati
d) Prosedur Tetap Penggunaan Laminar Air Flow (LAF)
1. Hubungkan LAF dengan sumber listrik yang sesuai (220 volt)
2. Nyalakan blower dan lampu UV minimal 15 menit sebelum digunakan
3. Matikan lampu UV

19
4. Buka pintu penutup LAF dan letakkan secara horisontal di atas meja
5. Bersihkan permukaan LAF dengan Iso Propol Alkohol (IPA) atau alkohol
70 % menggunakan lap yang tidak berserat:
 Dinding : dari atas kebawah dengan gerakan satu arah
 Lantai : dari belakang kedepan dengan gerakan satu arah
6. Catatan: jangan menyemprotkan alkohol langsung ke arah HEPA filter
7. Seka semua bahan dan alat yang akan dimasukkan ke dalam LAF dengan
alkohol 70 %
8. Letakkan bahan dan alat di dalam LAF sesuai tata letak
9. Biarkan 5 menit untuk menghilangkan turbulensi udara .

e) Prosedur Tetap Melepaskan alat Pelindung Diri


Melepaskan pakaian pelindung:
1. Melepaskan sarung tangan luar
 Tempatkan jari-jari sarung tangan pada bagian luar manset.
 Angkat bagian sarung tangan luar dengan menariknya ke arah
telapak tangan. Jari-jari sarung tangan luar tidak boleh menyentuh
sarung tangan dalam ataupun kulit.
 Ulangi prosedur dengan tangan lainnya.
 Angkat sarung tangan luar sehingga ujung-ujung jari berada di
bagian dalam sarung tangan.
 Pegang sarung tangan yang diangkatdari dalam sampai seluruhnya
terangkat.
 Buang sarung tangan tersebut kedalam kantong tertutup.
2. Melepaskan baju pelindung
 Buka ikatan baju pelindung.
 Tarik keluar dari bahu dan lipat sehingga bagian luar terletak di
dalam.
 Tempatkan dalam kantong tertutup.
2. Melepaskan tutup kepala dan buang dalam kantong tertutup.
3. Melepaskan sarung tangan dalam, bagian luar sarung tangan tidak boleh
menyentuh kulit. Buang dalam kantong tertutup.

20
4. Tempatkan kantong tersebut dalam kointainer buangan sisa.
5. Cuci tangan.

f) Prosedur Tetap Distribusi


1. Ambil wadah yang telah berisi obat hasil rekonstitusi dari pass box.
2. Periksa kembali isi dan mencocokan formulir permintaan yang telah
dibuat dengan prinsip 5 BENAR dan kondisi obat-obatan yang diterima
(nama obat, jumlah, nomer batch, tgl kadaluarsa setelah obat
direkonstitusi).
3. Beri label luar pada wadah.
4. Kirim obat-obat tersebut ke ruang perawatan dengan menggunakan troli
tertutup dan tidak boleh melewati jalur yang banyak kontaminan (seperti:
lift barang, dll) untuk mengurangi kontaminasi.
5. Lakukan serah terima dengan pasien atau petugas perawat
g) Prosedur Tetap Penanganan Limbah Sitostatika
1. Gunakan Alat Pelindung Diri (APD).
2. Tempatkan limbah pada kontainer buangan tertutup. Untuk benda-benda
tajam seperti syringe, vial, ampul, tempatkan di dalam kontainer yang
tidak tembus benda tajam, untuk limbah lain tempatkan dalam kantong
berwarna dan berlogo cytotoxic.
3. Beri label peringatan pada bagian luar kantong.
4. Bawa limbah ke tempat pembuangan menggunakan troli tertutup.
5. Musnahkan limbah dengan incenerator 1000ºC.
6. Cuci tangan.
2.7 Pengelolaan Limbah Sitotoksik
Saat ini upaya pengolahan limbah sitotoksik yang dilakukan adalah
dengan menggunakan alat berupa incinerator, di mana limbah padat yang
terkontaminasi dengan bahan sitotoksik akan dibakar dengan suhu 600-
10000C. Alat ini dapat memusnahkan banyak materi, khususnya yang
mengandung karbon dan bakteri patogen, dapat mereduksi volume limbah
sekitar 80-90%, panas yang dihasilkan juga dapat dimanfaatkan kembali
untuk menghasilkan uap Akan tetapi, alat ini dapat menghasilkan emisi gas
yang mencemari udara, terutama digoksin dan fluran yang oleh WHO

21
dinyatakan karsinogenik. Hal tersebut berarti bahwa belum ditemukannya
solusi terbaik untuk penangan limbah, khususnya pada limbah sitotoksik yang
sangat jelas dapat mencemari lingkungan dan membahayakan kehidupan
mahkluk hidup lain.
Bahan / benda tajam yang terkontaminasi dibuang diberi label sitotoksik,
wadah anti bocor. Linen non - sekali pakai harus ditempatkan dalam wadah
anti bocor berlabel sitotoksik untuk melindungi personil laundry dari residu
obat sitotoksik dan untuk mencegah kontaminasi lainnya dari bahan yang
dicuci.
Limbah pasien seperti urin, feses, muntahan, dan isi kantong kolostomi
dan urostomy dapat dibuang dalam sistem pembuangan limbah normal.
Wadah dari limbah pasien yaitu: piring ginjal , panci atau urinal harus
dikosongkan segera dan ditempatkan dalam panci flusher / pencuci piring /
macerato untuk sanitasi seperti biasa
Pengelolaan limbah dari sisa buangan pencampuran sediaan sitoatatika
(seperti: bekas ampul,vial, spuit, needle,dll) harus dilakukan sedemikian rupa
hingga tidak menimbulkan bahaya pencemaran terhadap lingkungan. Langkah
– langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Gunakan Alat Pelindung Diri (APD).
2. Tempatkan limbah pada wadah buangan tertutup. Untuk bendabenda
tajam seperti spuit, vial, ampul, tempatkan di dalam wadah yang tidak
tembus benda tajam, untuk limbah lain tempatkan dalam kantong
berwarna (standar internasional warna ungu) dan berlogo sitostatika
3. Beri label peringatan pada bagian luar wadah.
4. Bawa limbah ke tempat pembuangan menggunakan troli tertutup.
5. Musnahkan limbah dengan incenerator 1000ºC.
6. Cuci tangan.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
a. Senyawa sittoksik adalah suatu senyawa atau zat yang dapat merusak dan
sel normal dan juga sel kanker, serta digunakan untuk menghambat
pertumbuhan dari sel tumor maliginan. Istilah dari toksisitas juga dapat
digunakan untuk zat-zat yang bersifat genotoksik, mutagenik, onkogenik,
teratogenik, dan zat-zat yang bersifat berbahaya
b. Handling cytotoxic drugs adalah penanganan penggunaan obat
sitostatika. Hal ini perlu dilakukan karena obat ini dikenal sangat beracun
untuk sel, terutama melalui tindakan mereka pada reproduksi sel. Banyak
yang terbukti menjadi karsinogen, mutagen atau teratogen.
c. sarana dan prasarana dibutuhkan dalam handling cytotoxic :
 Laminar Air Flow (LAF)
 BSC (Biological Safety Cabinet)
 Ruangan
 Peralatan
d. Standar kerja Handling Citotoxic yang harus dipersiapkan meliputi :
 Tehnik khusus penanganan sitostatika
 Perlengkapan pelindung (baju, topi, masker, sarung tangan)
 Pelatihan petugas
 Penandaan, pengemasan, transpotasi
 Penanganan tumpahan obat sitostatika
 Penanganan limbah
e. Penanganan kecelakaan kerja handling cytotoxic
 Penanganan tumpahan
 Penanganan kontak dengan kulit
 Penanganan kontak dengan mata
 Penanganan tertusuk jarum
f. Prosedur Penanganan Sitotoksik
 Prosedur Tetap Mencuci Tangan
 Prosedur Tetap Berganti Pakaian

23
 Prosedur Tetap Penggunaan Pass Box
 Prosedur Tetap Penggunaan Laminar Air Flow (LAF)
 Prosedur Tetap Melepaskan alat Pelindung Diri
 Prosedur Tetap Distribusi
 Prosedur Tetap Penanganan Limbah Sitostatika
g. Pengelolaan Limbah Sitotoksik
Pengolahan limbah sitotoksik yang dilakukan adalah dengan
menggunakan alat berupa incinerator, di mana limbah padat yang
terkontaminasi dengan bahan sitotoksik akan dibakar dengan suhu 600-
10000C

24
DAFTAR PUSTAKA
Bakti Husada, 2009, Pedoman Pencampuran Obat Suntik dan Penanganan
Sediaan Sitostatika, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Sarce, 2009, Proteksi Diri Perawat dalam Pemberian Sitostatika di Rumah Sakit
Umum DaerahPropinsi Sulawesi Tenggara, Artikel Riset Keperawatan,
Universitas Diponegoro, Semarang.
Widhiatmoko, A., Yulinah Trihadiningrum, 2010, Kajian Pengelolaan Limbah
Padat B3 di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Ramelan, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

25

Anda mungkin juga menyukai