Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktikum

KI2141 STRUKTUR DAN IKATAN KIMIA


Percobaan 2
Gerak Partikel Dalam Ruang Tiga Dimensi

Nama : Ulul Albab


NIM : 10520043
Kelompok :4
Tanggal praktikum : 6 Oktober2021
Assisten : Suci Ayu Chairuna Natslya

LABORATORIUM KIMIA FISIK


PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT
TEKNOLOGI BANDUNG
2021
I. Tujuan Percobaan
1.1 menentukan bentuk fungsi spherical hormonics orbital s,p,d dan f
1.2 menganalisis makna fisik bilangan kuantum l dan ml
1.3 menganalisis makna orbital 2p dan 3d yang masing masing terdegenerasi

II. Teori Dasar


Gerak suatu partikel dalam ruang tiga dimensi dapat dibagi menjadi tiga jenis, gerak
translasi, gerak rotasi dan gerak vibrasi. Gerakan partikel ini dipelajari dengan
menggunakan teori mekanika kuantum. Gerakan partikel yang mimiliki ukurannya
sangat kecil (orde pm) berbeda dengan gerak partikel uang memiliki ukuran lebih besar.
Hal tersebut dapat terjadi karena gerak partikel yang ukurannya kecil memiliki
keunikan tersendiri. Gerak partikel yang paling sederhana adalah gerak translasi
partikel dalam kotak 1 dimensi. Karena energi potensial electron dapat dipandang
dimana-mana maka energi potensial electron bisa diacu sama dengan nol (Ep = 0).
Misalkan seperti pada gambar berikut, dinding kotak berada pada koordinat x = 0 dan
x=L

Kemudian schrodinger menyelesaikan kasus ini dengan suatu persamaan menghasilkan


funsgi gelombang dan energi. Persemaan tersebut yaitu:

2 1 𝑛𝜋𝑥
ψ𝑛 = (𝐿)2 × 𝑠𝑖𝑛 𝑛 = 1,2,…
𝐿

𝑛 2 ℎ2
𝐸𝑛 = 𝑛 = 1, 2, …
8𝑚𝐿2

.
Gambar 2.1 spektrum garis hasil eksperimen Balmer
Model atom yang pertama kali diselesaikan oleh Schrodinger adalah model atom
hidrogen malalui sebuah persamaan gelombang, sehingga diperoleh bilangan kuantum.
Dari bilangan inilah model sebuah atom dari suatu orbital dan prilaku dari atom tersebut
dapat diketahui. Sedangkan mekanika kuantum digunakan untuk mengetahui struktur
atom. Persamaan yang didapat adalah persamaan Schrodinger dan penyelesaiannya
menghasilkan 2 buah fungsi yaitu fungsi radial dan funsi sudut, persamaannya adalah
sebagai berikut:

Ĥψ = Eψ
ψ (r, θ, ϕ) =R(r)Y(θ,ϕ)

Fungsi radial ini bergantung pada dua bilangan kuantum, yaitu bilangan kuantum
utama(n) dan bilangan kuantum azimut(l). Sedangkan pada fungsi gelombang dimaknai
sebagai orbital elektron pada suatu atom, dengan bertambahnya elektron maka akan
terdapat perbedaan pada tingkat energi orbital-orbital tersebut.

III. Alat dan Bahan


3.1 Komputer yang sudah terinstalisasi program maxima
3.2 Tabel fungsi harminics
3.3 Tabel fingsi gelombang radial

IV. Cara Keja


Laptop dihidupkan dan aplikasi maxima yang sudah terinstalasi dibuka, kemudian
dimasukan syntax a : spherical_harmonics(n,l,theta,phi); dengan n adalah bilangan
kuantum utama dan l adalah bilangan kuantum azimuth. Kemudian, plot dengan orbital
yang dibutuhkan menggunakan syntax:
plot3d(a^2,[theta,0,%pi],[phi,0,2*%pi],[transform_xy,spherical_to_xyz],same_xyz,[g
rid,30,30]);.
Lalu, simpan gambar hasil plotting. Berikut ini adalah contoh kode untuk membuat plot
spherical_harmonics dari orbital s

Gambar 4.1 kode plot 3d orbital s


V. Data Pengamatan dan Pengolahan Data

Tabel 5.1plot 3D dan Fungsi spherical harmonic pada orbital s,p,d, dan f
or m l Fungsi spherical harmonic Formula Plot 3D
bi maxima orbital
ta
l
s 0 0 1

4𝜋

P 1 0 3
√ cos⁡(𝜃)
4𝜋

P 1 1 3
√ sin(𝜃) 𝑒 𝑖𝜃
8𝜋

P 1 -1 3
_√ sin(𝜃) 𝑒 −𝑖𝜃
8𝜋

d 2 0 3
(1 2
√−3(1 − cos(𝜃) + ⁡ 2 − cos(𝜃)) + 1
4𝜋

d 2 1 15
√ (sin(𝜃) cos(𝜃) 𝑒 𝑖𝜃
8𝜋

d 2 -1
15
−√ (sin(𝜃) cos(𝜃) 𝑒 −𝑖𝜃
8𝜋

d 2 2 15
√ (𝑠𝑖𝑛2 (𝜃))2𝑖𝜑
32𝜋

d 2 -2 15
√ (𝑠𝑖𝑛2 (𝜃))−2𝑖𝜑
32𝜋
f 3 0 1 7 5 15
√ (6(1 − cos(𝜃))) − ⁡ (1 − cos(𝜃))3 + (1 − cos(𝜃))3 + 1
2 𝜋 2 3

f 3 1 1 3 × 7 𝑖𝜑 5(− cos(𝜃)) 5(1 − cos(𝜃))2


√ 𝑒 ((− )+ + 1) sin(𝜃)
2 𝜋 2 4

f 3 -1 1 3 × 7 −𝑖𝜑 5(− cos(𝜃)) 5(1 − cos(𝜃))2


− √ 𝑒 ((− )+ + 1) sin(𝜃)
2 𝜋 2 4

f 3 2 15 7 2𝜑
√ 𝑒 cos(𝜃) 𝑠𝑖𝑛2 (𝜃
4 30𝜋

f 3 -2 15 7
√ ⁡⁡𝑒 −2𝜑 cos(𝜃) 𝑠𝑖𝑛2 (𝜃
4 30𝜋

f 3 3 1 5 × 7 3𝑖𝜑 3
√ 𝑒 𝑠𝑖𝑛 (𝜃)
8 𝜋

f 3 -3 1 5 × 7 −3𝑖𝜑 3
− √ 𝑒 𝑠𝑖𝑛 (𝜃)
8 𝜋

VI. Pembahasan
Dalam percobaan ini, terdapat 16 plot orbital. Satu dari orbital s, 3 dari orbital p, 5 dari
orbital d dan 7 dari orbital f. pada pembuatan orbital tersebut dapat diperoleh dengan
memasukan syntax pada aplikasi wxMaxima seperti berikut :
<variable> : spherical_harmonic(<l>,<ml>,theta,phi);
Plot3d(<variable>^2,[theta,0,%pi],[phi,0,2*phi]);
Kemudian klik (Shift + Enter)

Gambar 6.1 plot orbital s


Hasil percobaan dari orbital s di atas fungsi spherical yang didapat sama seperti fungsi
1
letelatur yaitu √4𝜋, yang menandakan fungsi spherical orbital s tidak bergantung pada
theta ataupun phi. Maka dari itu bentuk yang didapatnya bulat.

Gambar 6.2 plot orbital pz

Hasil percobaan dari orbital pz di atas fungsi spherical yang didapat sama seperti fungsi
3
letelatur yaitu √4𝜋 cos⁡(𝜃), yang menandakan fungsi spherical orbital pz bergantung
pada cos theta. Maka dari itu bentuk yang didapatnya dua bola yang bersatu.

Gambar 5.3 plot otbital px dan py

Hasil percobaan dari orbital px dan py di atas fungsi spherical yang didapat sama
3
seperti fungsi letelatur yaitu ±√8𝜋 sin(𝜃) 𝑒 ±𝑖𝜃 , yang menandakan fungsi spherical
orbital px atau py bergantung pada sin theta. Maka dari itu bentuk yang didapatnya dua
bola yang bersatu.
Gambar 6.4 plot orbital dz^2

Hasil percobaan dari orbital dz^2 di atas fungsi spherical yang didapat sama seperti
5
fungsi letelatur yaitu √16𝜋 (3𝑐𝑜𝑠 2 (𝜃) − 1), yang menandakan fungsi spherical orbital
dz^2 bergantung pada nilai cos kuadat theta.. Maka dari itu bentuknya seperti grafik di
atas.

Gambar 6.5 plot orbital dxz dan dyz

Hasil percobaan dari orbital dxz dan dyz di atas fungsi spherical yang didapat sama
15
seperti fungsi letelatur yaitu ±√8𝜋 (sin(𝜃) cos(𝜃) 𝑒 ±𝑖𝜃 , yang menandakan fungsi
spherical orbital dxz atau dyz bergantung pada nilai cos theta, dan juga sin theta. Maka
dari itu bentuknya seperti grafik di atas.

Gambar 6.6 plot orbital dxy dan d(𝑑𝑥 2 − 𝑦 2 )

Hasil percobaan dari orbital dxy dan d( 𝒅𝒙𝟐 − 𝒚𝟐 ) di atas fungsi spherical yang
15
didapat sama seperti fungsi letelatur yaitu √32𝜋 (𝑠𝑖𝑛2 (𝜃)±2𝑖𝜑 , yang menandakan fungsi
spherical orbital dxy dan d(𝑑𝑥 2 − 𝑦 2 ) bergantung pada nilai sin kuadarat theta. Maka
dari itu bentuknya seperti grafik di atas.
Gamabar 6.7 plot orbital 𝑓𝑧 3

Hasil percobaan dari orbital 𝒇𝒛𝟑 di atas fungsi spherical yang didapat sama seperti
7
fungsi letelatur yaitu √16𝜋 (5𝑐𝑜𝑠 3 (𝜃) − 3 cos(𝜃)), yang menandakan fungsi spherical
orbital 𝑓𝑧 3 bergantung pada nilai cos theta. Maka dari itu bentuknya seperti grafik di
atas.

Gamabar 6.8 plot orbital 𝑓𝑥𝑧 2 ⁡𝑑𝑎𝑛⁡𝑓𝑦𝑧 2

Hasil percobaan dari orbital 𝒇𝒙𝒛𝟐 ⁡𝒅𝒂𝒏⁡𝒇𝒚𝒛𝟐 di atas fungsi spherical yang didapat
21
sama seperti fungsi letelatur yaitu ±√64𝜋 (𝑠𝑖𝑛(𝜃)(5𝑐𝑜𝑠 2 (𝜃) − 1)𝑒 ±𝑖𝜑 ) , yang
menandakan fungsi spherical orbital 𝑓𝑥𝑧 2 ⁡𝑑𝑎𝑛⁡𝑓𝑦𝑧 2 bergantung pada nilai cos
kuadrat theta dan sin theta. Maka dari itu bentuknya seperti grafik di atas.

Gambar 6.9 plot orbital fxyz dan 𝑝𝑧(𝑥 2 − 𝑦 2 )


Hasil percobaan dari orbital fxyz dan 𝒑𝒛(𝒙𝟐 − 𝒚𝟐 ) di atas fungsi spherical yang
105
didapat sama seperti fungsi letelatur yaitu √32𝜋 (𝑐𝑜𝑠(𝜃)(𝑠𝑖𝑛2 (𝜃))𝑒 ±2𝑖𝜑 ) , yang
menandakan fungsi spherical fxyz dan 𝑝𝑧(𝑥 2 − 𝑦 2 ) bergantung pada nilai sin kuadrat
theta dan cos theta. Maka dari itu bentuknya seperti grafik di atas

Gambar 6.10 plot orbital 𝑓𝑥(𝑥 2 − 3𝑦 2 )⁡𝑑𝑎𝑛⁡𝑓𝑦(3𝑥 2 − 𝑦 2 )

Hasil percobaan dari 𝑓𝒙(𝒙𝟐 − 𝟑𝒚𝟐 )⁡𝒅𝒂𝒏⁡𝒇𝒚(𝟑𝒙𝟐 − 𝒚𝟐 )di atas fungsi spherical yang
35
didapat sama seperti fungsi letelatur yaitu±√64𝜋 (𝑠𝑖𝑛3 (𝜃))𝑒 ±3𝑖𝜑 ), yang menandakan
fungsi spherical 𝑓𝑥(𝑥 2 − 3𝑦 2 )⁡𝑑𝑎𝑛⁡𝑓𝑦(3𝑥 2 − 𝑦 2 ) bergantung pada nilai sin theta.
Maka dari itu bentuknya seperti grafik di atas

Ketidakpastian Heisenberg merupakan dasar pengembangan teori kuantum dalam


formulasi matriks. Teori kuantum dapat dijelaskan dalam bentuk fungsi gelombang
(formulasi Schrodinger) dan dapat dijelaskan dalam formulasi matriks (formulasi
Heisenberg). Atas formulasi ketidakpastian yang merupakan sifat instrisik alam dan
menjadi landasan teori fisika modern (teori kuantum), Werner Heisenberg mendapat
hadian Hobel Fisika tahun 1932. Prinsip ketidakpastian Heisenberg juga merombak
konsep atom Bohr, terutama terkait dengan adanya orbit atom. Orbit atom dengan jari-
jari tertentu dari inti ditentukan berdasarkan prinsip kepastian. Sedangkan
ketidakpastian berimplikasi bahwa tidak ada orbit atom yang jelas karena posisi
elektron mengandung ketidakpastian. Dari prinsip ini lahirlah konsep tentang orbital
atom. Ketidakpastian Heisenberg ini muncul dari hubngan ketidakpastian posisi
λ ℎ
partikel Δx ≈ 2 dengan ketidakpastian momentum partikel Δp ≈ λ .

Bilangan kuantum diberi label spesifik dengan symbol satu huruf yaitu n, l, m. suatu
keadaan misalnya n = 1 l = 0 disebut keadaan 1s, n = 3 dan l = 1 disebut keadaan sp.
Huruf s, p, d, f (sub kulit) ini berasal dari spektroskopi kuno (pra mekanika kuantum)
dimana garis spektrumnya disebut sebagai shrap, principal, diffuse dan fundamental.
Istilah ini, dalam spektroskopi modern tidak digunakan tetapi historisnya masih
dipertahankan dalam peneteapan huruf pada bilangan kuantum. Adapun penjelasan
lebih lanjut terkait orbital s. p, d f

1. Orbital s
Orbital s merupakan orbital dengan l = 0 berbentuk bola dengan inti atom pada bagian
tengah. Oleh karena bola hanya memiliki satu orientasi, semua orbital s hanya memiliki
satu nilai ml, yaitu ml = 0. Orbital 1s memiliki densitas (kerapatan) elektron tertinggi
pada bagian inti atom dan kemudian densitas semakin menurun perlahan-lahan setelah
menjauh dari inti atom. Orbital 2s memiliki dua daerah dengan densitas elektron tinggi.
Di antara kedua daerah tersebut terdapat simpul bola, di mana probabilitas menemukan
elektron pada daerah tersebut menurun hingga nol (ψ2 = 0). Pada orbital 3s, terdapat
tiga daerah dengan densitas elektron tinggi dan dua simpul. Pola bertambahnya simpul
orbital s ini masih terus berlanjut dengan orbital 4s, 5s, dan seterusnya.

2. Orbital p
Orbital p merupakan orbital dengan l = 1 berbentuk seperti balon terpilin dengan dua
cuping. Kedua cuping terletak pada dua sisi inti atom yang saling bersebrangan. Inti
atom terletak pada bidang simpul orbital p, yakni di antara dua cuping yang masing-
masing memiliki densitas elektron tinggi. Orbital p memiliki tiga jenis orientasi ruang,
px, py, dan pz, sebagaimana terdapat tiga nilai ml yang mungkin, yaitu −1, 0, atau +1.
Ketiga orbital p tersebut terletak saling tegak lurus pada sumbu x, y, dan z koordinat
Kartesius dengan bentuk, ukuran, dan energi yang sama.

3. Orbital d
Orbital d merupakan orbital dengan l = 2. Orbital d memiliki lima jenis orientasi,
sebagaimana terdapat lima nilai ml yang mungkin, yaitu −2, −1, 0, +1, atau +2. Empat
dari lima orbital d, antara lain dxy, dxz dyz, dan dx2−y2, memiliki empat cuping seperti
bentuk daun semanggi. Orbital d kelima, dz2, memiliki dua cuping utama pada sumbu z
dan satu bagian berbentuk donat pada bagian tengah

4. Orbital f
Orbital f merupakan orbital dengan l = 3. Orbital f memiliki tujuh jenis orientasi,
sebagaimana terdapat tujuh nilai ml yang mungkin (2l + 1 = 7). Ketujuh orbital f
memiliki bentuk yang kompleks dengan beberapa cuping.

Seperti sudah dibahas sebelumya, setiap orbital ditandai oleh bilangan kuantum n,m,l,s.
bilangan kuantum ini memiliki arti yang sama, perbedaanya terletak pada jarak orbital
dari inti. Disamping itu pada atom hidrogen setiap orbital dengan nilai bilangan
kuantum utama sama dan memiliki tingkat energi yang sama disebut terdegenerasi.
Misalnya, pada orbital 2s dan 2p. orbital tersebut memiliki tingkat energi yang sama,
demikian pula pada orbital 3s,3p dan 3d. Akan tetapi, dalam elekton banyak tingkat
energi ini akan terjadi perbedaan sedikit, hal tersebut terjadi karena electron yang
berada pada kulit dalam akan menghalangi elekton pada kulit bagian luar. Sebgai
contoh, elekron pada orbital 1s akan tolak menolak pada irbital 2s dan 2p sehingga pada
kedua orbital tersebut tidak lagi terdegenerasi sejajar seperti pada atom hidrogen.
Akibatnya elektron-elektron dalam orbital 2s memiliki peluang lebih besar ditemukan
di dekat inti daripada orbital 2p.

Suatu materi yang terdegenerasi ini, memiliki sifat yang unik, atau cukup aneh bila
dibandingkan dengan materi biasa. Pada materi biasa, misalnya pada udara di ruangan,
kenaikan suhu ruang akan menyebabkan partikel-partikel udara bergerak lebih cepat.
Selain itu pada materi biasa penambahan massa/jumlah partikel akan membesar pada
ukuran materi tersebut. Berbeda pada meteri yang terdegenerasi, karena partikel
penyusunnya sudah terkunci di lokasinya masing masing, penambahan suhu ruang tidak
akan menyebabkan kecepatan partikel penyusunya. Selain itu, pada materi
terdegenerasi penambahan masa/ jumlah partikel justru akan memperkecil ukuran
materinya. Karena pada kenyataannya materi terdegenerasi memiliki jarak satu sama
lain, sehingga ketika massa ditambahkan akan menyebabkan penambahan gaya
gravitasi, yang membuat jarak antar partikel semakin kecil.

Fungsi gelombang untuk setiap keadan kuantum (n, l, m) dalam solusi persamaan
Schödinger dapat dituliskan sebagai berikut:

Ѱnlm (r, θ, ϕ) = R nl(r) Ylm (θ, ϕ) (1)

Dimana fungsi gelombang total adalah hasil kali bagian radial R nl (r) dan bagain sudut
Ylm (θ, ϕ). Bentuk ini merupakan akibat dari fungsi energi potensial simetrik berbentuk
sferis dan memungkinkan pemeriksaan terpisah terhadap kontribusi sudut dan radial
pada fungsi gelombang. Fungsi Ylm inilah yang disebut spherical harmonic. Fungsi
gelombang satu elektron yang diperoleh dari penyelesaian persamaan schodinger
disebut orbital molekul. Orbital molekul Ψ, melalui nilai Ψ2, menunjukkan distribusi
elektron di dalam molekul. Orbital molekul serupa dengan orbital atom, tetapi
menyebar diseluruh molekul itu. Persamaan gelombang Schrödinger diturunkan dari
persamaan dasar sifat gelombang dan dengan menggabungkan sifat gelombang serta
partikel dari suatu bahan.

Persamaan Schrӧdinger sendiri mengakibatkan adanya batasan-batasan fungsi yang


bisa digunakan sebagai fungsi gelombang. Karena persamaan Schrӧdinger adalah
persamaan diferensial berorde dua, maka 𝑑2𝜓/𝑑𝜏2 harus terdefinisi jika persamaan
tersebut berlaku diseluruh ruang. Jika turunan kedua dari suatu fungsi terdefinisi, maka
turunan pertama dari fungsi tersebut kontinu, yang berarti tidak ada patahan dalam
fungsinya. Turunan pertama dari suatu fungsi akan kontinu hanya jika fungsi tersebut
kontinu. Secara keseluruhan, batasan-batasan fungsi yang bisa digunakan sebagai
fungsi gelombang adalah sebagai berikut:
1. Tidak boleh bernilai tak hingga di daerah yang berhingga
2. Harus bernilai tunggal
3. Harus bersifat kontinu
4. Harus memiliki turunan pertama yang kontinu

Menurut interpretasi Born, jika fungsi gelombang dari partikel bernilai 𝜓 di suatu titik
𝑥, maka kebolehjadian menemukan partikel tersebut diantara⁡𝑥 + 𝑑𝑥 berbanding lurus
dengan |𝜓2|𝑑𝑥. Jika fungsi gelombang mengandung bilangan kompleks, maka |𝜓2| =
𝜓∗𝜓. Karena |𝜓2|𝑑𝑥 adalah kebolehjadian (tak berdimensi), maka |𝜓2| merupakan rapat
kebolehjadian yang berdimensi 1/panjang (jika dalam sistem satu dimensi). Jika rapat
kebolehjadian tidak bernilai sama di setiap titik dalam ruang, maka kebolehjadian
menemukan partikel di ruang tertentu adalah:
𝑃 = ∫|𝜓2|𝑑𝑉 (2)

Misalkan suatu partikel dalam kotak berada di daerah 0 ≤ 𝑥 ≤ 𝐿. Partikel tersebut pasti
akan ditemukan diantara 𝑥 = 0 sampai 𝑥 = 𝐿, sehingga kebolehjadian menemukan
partikel di daerah tersebut adalah

(3)

Fungsi gelombang yang memenuhi persamaan 3 diatas, dikatakan fungsi gelombang


sudah ternormalisasi. Karena operator Hamiltonian merupakan operator linier, jika 𝜓
adalah solusi dari Ĥ𝜓= 𝐸𝜓, maka 𝑁𝜓 juga merupakan solusi, dengan 𝑁 adalah suatu
konstanta. Konstanta 𝑁 selalu bisa dipilih untuk menghasilkan solusi yang
ternormalisasi dari persamaan Schrӧdinger. Kedua fungsi gelombang, 𝜓𝑎 dan 𝜓𝑏
dikatakan saling ortogonal jika memenuhi

(4)

Jika kedua fungsi gelombang juga ternormalisasi, maka fungsi gelombang tersebut
dikatakan saling ortonormal.

VIII. KESIMPULAN
menujuk pada gambar 6.1 sampai 6.10 terlihat bahwa bentuk orbital dipengaruhi oleh
bilangan kuantum azimuth (l) dan bilangan kuantum magnetik (ml).

bilangan kuantum azimuth (l) menyatakan bentuk orbital dan bilangan kuantum
magnetik (ml) menyatakan orientasi orbital dalam ruang tiga dimensi.

Orbital terdegenerasi merupakan suatu orbital yang sudah terbentuk tetapi dapat terbagi
menjadi beberapa level dikarenakan adanya medan magnet yang timbul dari momentum
sudut orbital. Walaupun terbagi menjadi beberapa level, energi yang dimiliki oleh
orbital terdegenerasi tetap sama. Lain halnya dengan orbital hibridasi yang baru
terbentuk jika ada 2 orbital atau lebih.

IX. Daftar Pustaka


Atkins, P. and Paula, J. D. 2011.”Atkins Physical Chemistry 9th Edition. Oxford:Oxford
University Press.
Siregar, R. E. 2018. Mekanika Kuantum Molekul Struktur Elektronik Atom dan
Molekul Bandung: Unpad Press.
McQuarrie, D. A & Simon, J. D. (1997). Physical Chemistry: A Molecullar Approach.
University Science Books.

X. Lampiran
Visualisasi spherical harmonic pada orbital s, p, d dan f terdapat dalam tabel
pengamatan dan pengolahan data serta dalam pembasan gambar 6.1 samapai 6.10

Orbital terdegenerasi merupakan suatu orbital yang sudah terbentuk tetapi dapat terbagi
menjadi beberapa level dikarenakan adanya medan magnet yang timbul dari momentum
sudut orbital. Walaupun terbagi menjadi beberapa level, energi yang dimiliki oleh
orbital terdegenerasi tetap sama. Lain halnya dengan orbital hibridasi yang baru
terbentuk jika ada 2 orbital atau lebih.

Anda mungkin juga menyukai