Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE


(CKD)

OLEH:
GUSTI AYU PUTU SEPTIARI

C2221115

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. DEFINISI
Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuannya untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan
asupan makanan normal. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan
gagal ginjal yang progresif dan lambat pada setiap nefron (biasanya
berlangsung beberapa tahun dan tidak reversible) (Price & Wilson, 2006
dalam Nurarif & Kusuma, 2016).
Chronic kidney disease atau penyakit ginjal kronik didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa
penurunan Glomerulus Filtration Rate (GFR) (National Kidney
Foundation, 2018).
Penyakit ginjal kronik adalah penurunan progresif fungsi ginjal
dalam beberapa bulan atau tahun yang ditandai dengan kerusakan
dan/atau penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR) kurang dari
60mL/min/1,73m3 selama minimal 3 bulan (KEMENKES RI, 2017).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan penyakit ginjal
kronik atau gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang
irreversible dan berlangsung lambat sehingga ginjal tidak mampu
mempertahankan metabolisme tubuh dan keseimbangan cairan dan
elektrolit yang disebabkan oleh penyakit diabetes mellitus,
glomerulonefritis dan hipertensi yang ditandai dengan kerusakan dan/atau
penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR) kurang dari
60mL/min/1,73m3 selama minimal 3 bulan sehingga menyebabkan
uremia

B. ANATOMI FISIOLOGI
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya
proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan
oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air
dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Susunan sistem perkemihan
terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter yang
membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu
vesika urinaria tempat urin dikumpulkan, dan d) satu uretra urin
dikeluarkan dari vesika urinaria (Sloane, 2016).
Gambar 1. Anatomi sistem perkemihan

1. Ginjal (Ren).
a. Struktur ginjal.
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang
peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai
vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal
kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus
hepatis dexter yang besar.
Ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak yang tebal agar
terlindung dari trauma langsung, disebelah posterior dilindungi
oleh iga dan otot-otot yang meliputi iga, sedangkan anterior
dilindungi oleh bantalan usus yang tebal. Ginjal kiri yang
berukuran normal biasanya tidak teraba pada waktu pemeriksaan
fisik karena dua pertiga atas permukaan anterior ginjal tertutup
oleh limfa, namun katub bawah ginjal kanan yang berukuran
normal dapat diraba secara bimanual. Ginjal terbungkus oleh
jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai kapsula renis. Disebelah
anterior ginjal dipisahkan dari kavum abdomen dan isinya oleh
lapisan peritoneum. Disebelah posterior organ tersebut
dilindungi oleh dinding toraks bawah. Darah dialirkan kedalam
setiap ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam ginjal
melalui vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis
dan vena renalis membawa darah kembali kedalam vena kava
inferior.
Pada orang dewasa panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai
13 cm (4,7-5,1 inci) lebarnya 6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm (1
inci) dan beratnya sekitar 150 gram. Permukaan anterior dan
posterior katub atas dan bawah serta tepi lateral ginjal berbentuk
cembung sedangkan tepi lateral ginjal berbentuk cekung karena
adanya hilus.
Gambar 2. Anatomi Ginjal

Apabila dilihat melalui potongan longitudinal, ginjal


terbagi menjadi dua bagian yaitu korteks bagian luar dan medulla
di bagian dalam. Medulla terbagi-bagi menjadi biji segitiga yang
disebut piramid, piranid-piramid tersebut diselingi oleh bagian
korteks yang disebut kolumna bertini. Piramid-piramid tersebut
tampak bercorak karena tersusun oleh segmen-segmen tubulus
dan duktus pengumpul nefron. Papilla (apeks) dari piramid
membentuk duktus papilaris bellini dan masuk kedalam
perluasan ujung pelvis ginjal yang disebut kaliks minor dan
bersatu membentuk kaliks mayor, selanjutnya membentuk pelvis
ginjal.
1) Korteks ginjal terdiri atas beberapa bangunan yaitu
a) Korpus Malphigi terdiri atas kapsula Bowman
(bangunan berbentuk cangkir) dan glomerulus
(jumbai /gulungan kapiler).
b) Bagian sistim tubulus yaitu tubulus kontortus
proksimalis dan tubulus kontortus distal.
2) Medula ginjal terdiri atas beberapa bangunan yang merupakan
bagian sistim tubulus, yaitu pars descendens dan descendens
ansa Henle, bagian tipis ansa Henle, duktus ekskretorius
(duktus koligens) dan duktus papilaris Bellini (Sloane, 2016).

Gambar 3. Ginjal dalam potongan longitudinal


b. Fungsi Ginjal.
Fungsi ginjal adalah memegang peranan penting dalam
pengeluaran zat-zat toksik atau racun, mempertahankan suasana
keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar
asam dan basa dari cairan tubuh, dan mengeluarkan sisa-sisa
metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan ammonia
(Smeltzer, 2019).
c. Perdarahan Ginjal.
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang
mempunyai percabangan arteri renalis, arteri ini berpasangan kiri
dan kanan. Arteri renalis bercabang menjadi arteri interlobularis
kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri interlobularis yang
berada di tepi ginjal bercabang manjadi arteriole aferen
glomerulus yang masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang
meninggalkan gromerulus disebut arteriole eferen gromerulus
yang kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena cava inferior
(Sloane, 2016).
d. Persarafan Ginjal.
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis
(vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah
yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan
pembuluh darah yang masuk ke ginjal (Sloane, 2016).
2. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari
ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya ±25-34 cm, dengan penampang
0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian
lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan dinding ureter menimbulkan
gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin masuk ke dalam
kandung kemih. Lapisan dinding ureter terdiri dari:
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa).
b. Lapisan tengah lapisan otot polos.
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Ureter pada pria terdapat didalam vesura seminalis atas dan
disilang oleh duktus deferens dan dikelilingi oleh pleksus vesikalis
selanjutnya ureter berjalan obloqui sepanjang 2 cm di dalam dinding
vesika urinaria pd sudut lateral trigonum vesika.
Ureter pada wanita terdapat dibelakang fossa ovarika dan
berjalan kebagian medial dan kedepan bagian lateralis servik uteri
bagian atas vagina untuk mencapai fundus vesika urinaria.
3. Vesika Urinaria.
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini
berbentuk seperti buah pir (kendi). Letaknya di belakang simfisis
pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang
dan mengempis seperti balon karet. Dinding kandung kemih terdiri
dari:
a. Lapisan sebelah luar (peritoneum).
b. Tunika muskularis (lapisan berotot).
c. Tunika submukosa.
d. Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam)
4. Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika
urinaria yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki
panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, sedangkan Urethra pada wanita
panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter
urethra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan
urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi.

C. ETIOLOGI
1. Penyakit metabolik (Diabetes, goat)
Diabetes dapat menyebabkan nefropati sebagai komplikasi
mikrovaskuler.
2. Infeksi misalnya pielonefritis kronik (infeksi saluran kemih),
glomerulonefritis (penyakit peradangan).
Pielonefritis adalah proses infeksi peradangan yang biasanya
mulai di renal pelvis, saluran ginjal yang menghubungkan ke
saluran kencing (ureter) dan jaringan ginjal. Glomerulonefritis
disebabkan oleh salah satu dari banyak penyakit yang merusak baik
glomerulus maupun tubulus. Pada tahap penyakit berikutnya
keseluruhan kemampuan penyaringan ginjal berkurang.
3. Hipertensi.
Hipertensi menyebabkan gromerulo nefropati dengan
menurunkan aliran darah ke renal yang menjadikan obstruksi
vascular dan penurunan elastisitas vascular. Kejadian ini akan
dikompensasi sehingga tidak lama akan terjadi penurunan GFR
4. Obesitas.
Obesitas merupakan faktor risiko kuat terjadinya penyakit
ginjal. Obesitas meningkatkan risiko dari faktor risiko utama dari
PGK seperti hipertensi dan diabetes. Pada obesitas, ginjal juga
harus bekerja lebih keras menyaring darah lebih dari normal
untuk
memenuhi kebutuhan metabolik akibat peningkatan berat badan.
Peningkatan fungsi ini dapat merusak ginjal dan meningkatkan
risiko terjadinya PGK dalam jangka panjang.
5. Penyakit vaskuler hipertensif: Nefrosklerosis benigna,
Nefrosklerosis maligna, Stenosis arteria renalis
Nefrosklerosis Benigna merupakan istilah untuk menyatakan
perubahan ginjal yang berkaitan dengan sklerosis pada arteriol
ginjal dan arteri kecil. Nefrosklerosis Maligna suatu keadaan yang
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (hipertensi maligna),
dimana arteri-arteri yang terkecil (arteriola) di dalam ginjal
mengalami kerusakan dan dengan segera terjadi gagal ginjal.
Stenosis arteri renalis (RAS) adalah penyempitan dari satu atau
kedua pembuluh darah (arteri ginjal) yang membawa darah ke
ginjal. Ginjal membantu untuk mengontrol tekanan darah. Renalis
menyempit menyulitkan ginjal untuk bekerja. RAS dapat menjadi
lebih buruk dari waktu ke waktu. Sering menyebabkan tekanan
darah tinggi dan kerusakan ginjal.
6. Penyakit kardiovaskular.
Penyakit kardiovaskular menyebabkan menurunnya aliran
darah ke ginjal. Penurunan perfusi renal mengaktivasi system
rennin- angiotensin-aldosteron yang menyebabkan vasokontriksi
arteriol dan meningkatkan tekanan glomerulus sehingga dapat
menjadikan nefron rusak. Kerusakan nefron ini berdampak pada
penurunan laju filtrasi glomerulus.
7. Gangguan congenital dan herediter misalnya penyakit ginjal
polikistik, asidosis tubulus ginjal.
Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista multiple,
bilateral dan berekpansi yang lambat laun akan mengganggu dalam
menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan, semakin
lama ginjal tidak mampu mempertahankan fungsi ginjal sehingga
ginjal menjadi rusak.
8. Batu saluran kencing.
Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolitiasis,
merupakan penyebab gagal ginjal dimana benda padat yang
dibentuk oleh presipitasi berbagai zat terlarut dalam urin pada
saluran kemih.
D. KLASIFIKASI
1. Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan
pada ginjal dapat dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada
stadium pertama penyakit ginjal ini, tujuan pengobatan adalah
untuk memperlambat perkembangan CKD dan mengurangi resiko
penyakit jantung dan pembuluh darah.
2. Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat
fungsi ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan
perkembangan CKD kita dan meneruskan pengobatan untuk
mengurangi resiko masalah kesehatan lain.
3. Stadium 3
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut
pada stadium ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin
umum. Kita sebaiknya bekerja dengan dokter untuk mencegah atau
mengobati masalah ini.
4. Stadium 4
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk
komplikasi CKD dan belajar semaksimal mungkin mengenai
pengobatan untuk kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan
membutuhkan persiapan. Bila kita memilih hemodialisis, kita akan
membutuhkan tindakan untuk memperbesar dan memperkuat
pembuluh darah dalam lengan agar siap menerima pemasukan
jarum secara sering. Untuk dialisis peritonea, sebuah kateter harus
ditanam dalam perut kita. Atau mungkin kita ingin minta anggota
keluarga atau teman menyumbang satu ginjal untuk dicangkok.
5. Stadium 5
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja
cukup untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan
dialisis atau pencangkokan ginjal.

E. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab
pada akhirnya akan terjadi kerusakan nefron. Bila nefron rusak maka akan
terjadi penurunan laju filtrasi glomerolus dan terjadilah penyakit gagal
ginjal kronik yang mana ginjal mengalami gangguan dalam fungsi eksresi
dan dan fungsi non-eksresi. Gangguan fungsi non-eksresi diantaranya
adalah gangguan metabolism vitamin D yaitu tubuh mengalami defisiensi
vitamin D yang mana vitamin D bergunan untuk menstimulasi usus dalam
mengabsorpsi kalsium, maka absorbs kalsium di usus menjadi berkurang
akibatnya terjadi hipokalsemia dan menimbulkan demineralisasi ulang
yang akhirnya tulang menjadi rusak. Penurunan sekresi eritropoetin
sebagai factor penting dalam stimulasi produksi sel darah merah oleh
sumsum tulang menyebabkan produk hemoglobin berkurang dan terjadi
anemia sehingga peningkatan oksigen oleh hemoglobin (oksihemoglobin)
berkurang maka tubuh akan mengalami keadaan lemas dan tidak
bertenaga.
Gangguan clerence renal terjadi akibat penurunan jumlah
glomerulus yang berfungsi.penurunan laju filtrasi glomerulus di deteksi
dengan memeriksa clerence kretinin urine tamping 24 jam yang
menunjukkan penurunan clerence kreatinin dan peningkatan kadar
kreatinin serum. Retensi cairan dan natrium dapat megakibatkan edema,
CHF dan hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena aktivitasbaksis rennin
angiostenin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.
Kehilangan garam mengakibatkan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga
status uremik memburuk.
Asidosis metabolic akibat ginjal tidak mampu menyekresi asam
(H+) yang berlebihan. Penurunan sekrsi asam akibat tubulus ginjal tidak
mampu menyekresi ammonia (NH3-) dan megapsorbsi natrium
bikarbonat (HCO3-). Penurunan eksresi fosfat dan asam organic yang
terjadi. Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien terutama dari
saluran pencernaan. Eritropoietin yang dipreduksi oleh ginjal
menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah dan
produksi eritropoitein menurun sehingga mengakibatkan anemia berat
yang disertai dengan keletihan, angina dan sesak nafas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan
metabolism. Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal
balik. Jika salah satunya meningkat maka fungsi yang lain akan menurun.
Dengan menurunnya filtrasi melaui glomerulus ginjal maka
meningkatkan kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar serum kalsium
menurun. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parahhormon dari kelenjar paratiroid, tetapi gagal ginjal tubuh tidak dapat
merspons normal terhadap peningkatan sekresi parathormon sehingga
kalsium ditulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan
penyakit tulang (Brunner & Suddarth, 2020)
F. PATHWAY

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien
penyakit ginjal kronik, yaitu:
1. Urinalisis
Petunjuk awal adanya kerusakan ginjal, bisa diketahui terutama
melalui pemeriksaan urin. Pemeriksaan urin rutin (urinalisis) terdiri
dari analisis kimia untuk mendeteksi protein, kreatinin, gula, dan
keton, dan analisa mikroskopik untuk mendeteksi sel darah merah
dan sel darah putih.
2. Pemeriksaaan Darah
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengukur kadar kreatinin dan
urea dalam darah. Jika ginjal tidak bekerja, kadar kedua zat tersebut
akan meningkat pada darah`
3. Ultrasonografi Ginjal
Pemeriksaan USG pada ginjal untuk mengetahui adanya pembesaran
ginjal, kristal, batu ginjal, dan mengkaji aliran urin dalam ginjal.
Imaging (gambaran dari ultrasonografi) (Prabowo, 2014 daalam
Hutagaol, 2017).
4. Urine.
a) Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine
tidak ada.
b) Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkanoleh
pus, bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
c) Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat).
d) Klirens kreatinin, mungkin menurun.
e) Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsobsi natrium.
f) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat
menunjukkan kerusakan glomerulus.
5. Darah
a) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb
biasanya kurang dari 7-8 gr.
b) Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti
azotemia.
c) GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi
karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi
hydrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme prtein,
bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.
d) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan).
e) Magnesium fosfat meningkat sedangkan kalsium menurun
6. Radiologi
a) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan
bladder/KUB): menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung
kemih, dan adanya obstruksi (batu).
b) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya
masa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
c) Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk
menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis. Bertujuan
untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan
mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan.
d) Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan
pelis ginjal (keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor
selektif).
e) Elektrokardiografi (EKG): mungkin abnormal menunjukkan
ketidak seimbangan elektrolit dan asam basa.
f) Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat
menunjukkan daerah yang kurang kalsium dan edema.

H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Konservatif
a. Hemodialisa.
Hemodialisa adalah dialisis yang dilakukan diluar tubuh.
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat toksik di
dalam darah, menyesuaikan kadar air dan elektrolit di dalam
darah. Pada hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui
sebuah kateter masuk ke dalam sebuah alat besar. Di dalam
mesin tersebut terdapat ruang yang dipisahkan oleh sebuah
membran semipermeabel. Darah di masukan ke salah satu
ruang, sedangkan ruang yang lain diisi oleh cairan dialisis,
dan diantara keduanya akan terjadi difusi darah dikembalikan
ke tubuh melalui sebuah pirau vena. Hemodialisa memerlukan
waktu sekitar 3-5 jam dan dilakukan sekitar seminggu. Pada
akhir interval 2-3 hari di antara terapi, keseimbangan garam,
air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa tampaknya
ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian besar sel
darah merah ikut masuk dalam proses tersebut, infeksi juga
merupakan resiko.
b. Dialisis peritoneum.
Dialisis peritoneum berlangsung didalam tubuh. Pada dialisis
peritoneal permukaan peritoneum yang luasnya sekitar 22.000
cm3 berfungsi sebagai difusi. Membran peritoneum digunakan
sebagai sawar semipermeabel alami. Larutan dialysis yang
telah dipersiapkan sebelumnya (sekitar 2 liter) di masukan ke
dalam rongga peritoneum melalui sebuah kateter tetap yang di
letakan di bawah kulit abdomen. Larutan dibiarkan di dalam
rongga peritoneum selama waktu yang telah di tentukan
(biasanya 4-6 jam). Selama waktu ini, terjadi proses difusi air
dan elektrolit keluar masuk antara darah yang bersirkulasi.
Dialysis peritoneum di lakukan sekitar 4 kali/ hari. Masalah-
masalah terjadi pada dialysis peritoneum adalah infeksi dari
kateter atau malfungsi kateter.
c. Transplantasi ginjal.
Transplantasi atau pencangkokan ginjal adalan penempatan
sebuah ginjal donor ke dalam abdomen seseorang yang
mengidap penyakit ginjal stadium akhir. Ginjal yang di
cangkok dapat di peroleh dari donor hidup atau mati. Semakin
mirip sifat-sifat antigenik ginjal yang didonorkan dengan
pasien, semakin tinggi keberhasilan pencangkokan. Individu
yang mendapat pengcangkokan ginjal harus tetap mendapat
berbagai obat imunosupresan seumur hidup untuk mencegah
penolakan ginjal, penolakan dapat terjadi sacara akut, dalam
masa pasca transpalntasi dini, atau beberapa bulan atau tahun
setelah pencangkokan semua orang yang mendapat terapi
imunosupresi beresiko mengalami infeksi

2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine
dan hilangnya cairan dengan cara lain (kasat mata) dalam
waktu 24 jam sebelumnya.
b. Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium.
Natrium dapat diberikan sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.
c. Penatalaksanaan Diet
d. Kalori harus cukup : 2000 – 3000 kalori dalam waktu 24 jam.
e. Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya
katabolisme protein
f. Lemak diberikan bebas.
g. Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin,
niasin dan asam folat.
h. Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik,
hasil pemecahan makanan dan protein jaringan akan
menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gagguan
pada klirens ginjal. Protein yang diberikan harus yang bernilai
biologis tinggi seperti telur, daging sebanyak 0,3 – 0,5
mg/kg/hari.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat tanggal lahir,
jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian,
No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.
2. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah
secara tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan
untuk mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine
output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan
kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut
terasa kering, rasa lelah, napas berbau ( ureum ), dan gatal pada kulit.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST )
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di
anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region,
radiaton, severity scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan urine output,
penurunan kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya
perubahan kulit, adanya nafas berbau ammonia, dan perubahan
pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta
pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatn
apa.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic
hyperplasia, dan prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu
saluran kemih, infeksi system prkemihan yang berulang, penyakit
diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya
yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai
riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami
penyakit yang sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan
dalam
keluarga, ada atau tidaknya riwayat infeksi system perkemihan yang
berulang dan riwayat alergi, penyakit hereditas dan penyakit menular
pada keluarga.
6. Riwayat Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis
akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran
diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan, gangguan
konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran pada keluarga.
7. Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai kebersihan
lingkungan tempat tinggal, area lingkungan rumah.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum dan TTV
1) Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat
2) Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia
dimana dapat mempengaruhi system saraf pusat
3) TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat,
tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan
sampai berat
b. Sistem Pernafasan
Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia
didapatkan adanya pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan
dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon
dioksida yang menumpuk di sirkulasi
c. Sistem Hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial.
Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD
meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan
sesak nafas, gangguan irama jantung, edema penurunan
perfusiperifer sekunder dari penurunan curah jantungakibat
hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot ventikel.
Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia.
Anemia sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi
gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan
kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan
mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
d. System Neuromuskular
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral,
seperti perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering
didapatkan adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning feet
syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
e. Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau
peningkatan aktivitas system rennin- angiostensin- aldosteron.
Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial,
penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini,
dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
f. Sistem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada
laki-laki akibat produksi testosterone dan spermatogenesis yang
menurun. Sebab lain juga dihubungkan dengan metabolic
tertentu. Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan
ovulasi sampaiamenorea.gangguan metabolism glukosa,
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Pada gagal ginjal
yang lanjut (klirens kreatinin < 15 ml/menit) terjadi penuruna
klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormon
aktif memanjang. Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan
obat penurunan glukosa darah akan berkurang. Gangguan
metabolic lemak, dan gangguan metabolism vitamin D.
g. Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi
penurunan libido berat
h. Sistem pencernaan
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare
sekunder dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut,
dan ulkus saluran cerna sehingga sering di dapatkan penurunan
intake nutrisi dari kebutuhan.
i. Sistem Muskuloskeletal
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri
kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya
infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area
ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada
kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak
sendi.Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder
dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi – perfusi
2. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor
biologis
4. Nyeri akut b.d agen pencedera biologis
5. Kerusakan integritas kulit b.d agen cedera kimiawi
6. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
C. INTERVENSI DAN RASIONAL
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
1 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Asam Basa
b.d ketidakseimbangan keperawatan selama 3x24 jam Asidosis Respiratorik
ventilasi – perfusi diharapkan gangguan pertukaran gas a. Monitor AGD untuk a. Untuk mengetahui terjadinya
pasien dapat teratasi dengan kriteria mengetahui terjadinya penurunan dan peningkatan Ph
hasil Noc lebel: penurunan Ph darah
1. Status Pernafasan: Pertukaran Gas b. Memantau adanya indikasi b. Untuk mencegah terjadinya
a. Saturasi oksigen respiratorik asidosis kronis kelainan pada sistem pernafasan
dipertahankan pada skala 1 (barrelchest, kuku
(deviasi berat dari kisaran melengkung, bernafas
normal) ditingkatkan pada menggunakan mulut dan
skala 4 (devasi ringan dari penggunaan otot bantu
kisaran normal) pernafasan
b. Ketidakseimbangan ventilasi c. Monitor gejala gagal nafas c. Untuk mencegah terjadinya
dan perfusi dipertahankan kematian
pada skala 2 (deviasi yang d. Posisikan pasien untuk d. Untuk memudahkan pasien
cukup berat dari kisaran memaksimalkan ventilasi dalam bernafas
normal) ditingkatkan pada
skala 5 (tidak ada deviasi dari e. Pertahankan kepatenan jalan e. Agar pasien dapat bernafas
kisaran normal) nafas (suction, fisiterapi dengan normal dan mencegah
2. Tanda-Tanda Vital dada, pasang jalan nafas terjadinya gagal nafas
a. Kedalaman inspirasi buatan, batuk efektif
dipertahankan pada skala 2 2. Monitor Tanda-Tanda Vital
(deviasi yang cukup berat a. Monitor tekanan darah, a. Untuk mengetahui terjadinya
dari kisaran normal) nadi, suhu, dan status perumahan pada atanda-tanda
ditingkatkan pada skala 5 pernafasan dengan tepat vital
(tidak ada deviasi dari kisaran b. Monitor dan laporkan tanda b. Untuk mengetahui terjadinya
normal) dan gejala hipotermia dan infeksi dan ketidakmaksimalan
b. Tingkat Pernafasan hipertermia suplai oksigen
dipertahankan pada skala 2 c. Monitor keberadaan dan c. Mencegah terjadinya bradikardi
(deviasi cukup berat dari kualitas nadi ataupun takikardi
kisaran normal) dan di d. Monitor irama dan laju d. Untuk mengetahui adanya
tingkatkan pada skala 4 pernafasan (kedalaman dan kelainan pada jalan nafas
(deviasi ringan dari kisaran kesemetrisan,)
normal).
2 Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor Cairan
b.d gangguan mekanisme keperawatan selama 3x24 jam a. Tentukan jumlah dan jenis a. Untuk mengetahui output dan
regulasi diharapkan kelebihan volume cairan intake/asupan cairan serta intake pasien dalam sehari
pasien dapat teratasi dengan kriteria kebiasaan eliminasi
hasil Noc lebel: b. Monitor berat badan b. Mengetahui adanya peningkatan
1. Keseimbangan Cairan berat badan
a. Turgor kulit pasien c. Monitor nilai kadar serum c. Kelebihan volume cairan data
dipertahankan pada skala 2 dan elektrolit diketahui dari keseimbangan
atau banyak terganggu elektrolit
ditingkatkan ke skala 5 atau d. Catat dengan akurat d. Untuk mengetahui balance
tidak terganggu asupan dan pengeluaran cairan
b. Denyut nadi radial pasien e. Batasi dan alokasi asupan e. Membatasi cairan dilakukan
dipertahankan pada skala 2 cairan agar cairan di dalam tubuh tidak
atau banyak terganggu semakin menumpuk
ditingkatkan ke skala 5 atau 2. Manajemen Hipervolemia:
tidak terganggu a. Timbang berat badan a. Perubahn berat badan sebagai
c. Keseimbangan intake dan setiap hari dengan waktu tanda penurunan volume caiaran
outpute pasien dipertahankan yang tetap/ sama
pada skala 2 atau banyak
terganggu ditingkatkan ke b. Monitor data laboratorium b. Efek pengobatan dapat
skala 5 atau tidak terganggu yang menandakan adanya menganggu metabolic tubuh
d. Hematocrit pasien hemokonsentrasi
dipertahankan pada skala 2 c. Monitor adanya efek
atau banyak terganggu pengobatan yang
ditingkatkan ke skala 5 atau berlebihan
tidak terganggu d. Tingkatkan integritas kulit
3 Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nutrisi
kurang dari kebutuhan keperawatan selama 3x24 jam a. Tentukan status gizi pasien a. Untuk mengetahui keadaan
tubuh diharapkan ketidakseimbangan dan kemapuan pasien untuk gizi pasien dan cara pasien
b.d faktor biologis nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh memenuhi kebutuhan gizi memenuhi kebutuhan gizi
dapat teratasi dengan kriteria hasil b. Intruksikan pasien b. Agar pasien mengetahui
Noc lebel: mengenai kebutuhan nutrisi makanan dan minuman yang
1. Status nutrisi c. Anjurkan pasien terkait boleh dikonsumsi dan yang
a. Asupan makanan dengan kebutuhan makanan tidak boleh dikonsumsi
dipertahankan pada skala 2 tertentu berdasarkan
(banyak menyimpang dari perkembangan atau usia
rntang normal) ditingkatkan d. Tawarkan makanan ringan
yang padat gizi d. Untuk menambah selera makan
ke skala 5 (tidak menyimpang 2. Monitor Nutrisi
dalam rentang normal) a. Timbang berat badan pasien
b. Asupan cairan dipertahankan a. Untuk mengetahui terjadinya
pada skala 2 (banyak b. Identifikasi perubahan berat menurunan dan peningkatan
menyimpang dari rntang badan terakhir berat padan pada pasien
normal) ditingkatkan ke skala b. Untuk mengetahui adanya
5 (tidak menyimpang dalam c. Monitor turgor kulit dan penurunan berat badan atau
rentang normal) mobilitas peningkatan berat badan pada
2. Nafsu makan d. Identifikasi perubahan saat sakit
a. Intake nutrisi dipertahankan nafsu makan dan aktivitas c. Untuk mengetahui adanya tanda
pada skala 2 (banyak akhir- akhir ini dehidrasi
terganggu) ditingkatkan pada d. Untuk mengetahui penurunan
skala 5 (tidak terganggu) nutrisi dan gizi pasien
b. Intake cairan dipertahankan
pada skala 2 (banyak
terganggu) ditingkatkan pada
skala 5 (tidak terganggu)
4 Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen nyeri
pencedera biologis keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan nyeri dapat teratasi a. Lakukan pengkajian nyeri a. Nyeri merupakan pengalaman
dengan kriteria hasil Noc lebel: komprehensif yang subyektif dan harus dijelaskan
1. Kontrol Nyeri meliputi lokasi, oleh pasien. Identifikasi
a. Mengenali kapan nyeri terjadi karakteristik, onset/durasi, karakteristik nyeridan faktor
dipertahankan pada skala 2 frekuensi, kualitas, yang berhubungan merupakan
(jarang menunjukan) intensitas atau beratnya suatu hal yang amat penting
ditingkatkan pada skala 4 nyeri untuk memilih intervensiyang
(sering menunjukan) cocok dan untuk mengevaluasi
b. Menggambarkan faktor keefektifan dari terapi yang
penyebab dipertahankan pada diberikan
skala 2 (jarang menunjukkan) b. Berikan informasi b. Informasi yang benar dapat
ditingkatkan pada skala 4 mengenai nyeri, seperti menurunkan kecemasan dimana
(sering menunjukkan) penyebab nyeri, berapa kecemasan merupakan salah satu
c. Menggunakan pengurangan lama nyeri akan dirasakan, faktor nyeri
nyeri tanpa analgesic dan antisipasi dari
dipertahankan pada skala 3 ketidaknyamanan akibat
(kadang – kadang prosedur.
menunjukan) ditingkatkan ke c. Ajarkan prinsip-prinsip c. Strategi penurunan nyeri yang
manajemen nyeri. tepat dapat meminimalkan nyeri
skala 5 (secara konsisten d. Pertimbangakan tipe dan d. Tehnik non farmakologi seperti
menunjukan) sumber nyeri ketika tehnik nafas dalam dapat
2. Tingkat Nyeri memilih strategi meredakan nyeri
a. Mengernyit dipertahankan penurunan nyeri.
pada skala 3 (sedang) e. Ajarkan penggunaan
ditingkatkan ke skala 5 (tidak teknik non farmakologi
ada) f. Kolaborasi dengan pasien,
b. Berkeringat berlebihan orang terdekat dan tim
dipertahankan pada skala 3 kesehatan lainnya untuk
(sedang) ditingkatkan ke memilih dan
skala 5 (tidak ada) mengimplementasikan
c. Mual dipertahankan pada tindakan penurun nyeri
skala 3 (sedang) ditingkatkan nonfarmakologi, sesuai
ke skala 5 (tidak ada) kebutuhan
5 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen tekanan
b.d agen cedera kimiawi keperawatan selama 3x24 jam a. Mobilisasi pasien setiap 2 a. Mencegah terjadinya decubitus
diharapkan kerusakatan integritas jam
kulit dapat teratasi dengan kriteria b. Monitor kulit akan adanya b. Melihat ada tidaknya tanda
hasil Noc lebel: kemerahan kerusakan kulit
1. Integritas kulit dan membrane c. Jaga kebersihan kulit agar c. Mencegah terjadinya infeksi
mukosa tetap bersih dan kering pada kulit
a. Integritas kulit d. Monitor aktifitas dan d. Untuk mengetahui aktifitas
dipertahankan pada skala 3 mobilisasi pasien pasien dan mencegah gesekan
(cukup terganggu) e. Anjurkan pasien untuk e. Mencegah gesekan pada kulit
ditingkatkan ke skala 5 menggunakan pakaian yang
(tidak terganggu) longgar
b. Elastisitas kulit
dipertahankan pada skala 3
(cukup terganggu)
ditingkatkan ke skala 4
(sedikit terganggu)
c. Eritema dipertahankan pada
skala 2 (terganggu)
ditingkatkan ke skala 4
(sedikit terganggu)

6 Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Energi


ketidakseimbangan antara keperawatan selama 3x24 jam
suplai dan kebutuhan diharapkan intoleransi aktivitas dapat a. Kaji status fisiologis a. Pertambahan usia dapat
oksigen teratasi dengan kriteria hasil Noc pasien yang menyebabkan mengakibatkan kemunduran sel
lebel: kelelahan sesuai dengan – sel dalam tubuh
1. Daya Tahan konteks usia dan
a. Melakukan aktivitas rutin perkembangan
pasien dipertahan kan pada b. Anjurkan pasien b. Pengungkapan secara verbal
skala 1 atau sangat terganggu mengungkapkan perasaan dapat membatu perawat
ditingkatkan ke skala 5 atau secara verbal mengenai memilih intervensi
tidak terganggu keterbatasan yang dialami
b. Aktivitas fisik pasien c. Anjurkan pasien memilih
dipertahan kan pada skala 1 aktivitas-ktivitas yang c. Aktivitas yang ringan dapat
atau sangat terganggu membangun ketahanan memperbaiki system dalam
ditingkatkan ke skala 5 atau d. Berikan kegiatan tubuh
tidak terganggu pengalihan yang d. Relaksasi penting agar otot
c. Kelelahan passion menenangkan untuk tidak tegang
dioertahankan pada skala 1 meningkatkan relaksasi e. ROM dapat memperbaiki
atau berat ditingkatkan ke e. Lakukan ROM aktif/ pasif sirkulasi
skala 5 atau tidak ada untuk menghilangkan
ketegangan otot
D. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan
dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak (Nursalam, 2013).
1. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi – perfusi
a. Status Pernafasan: Pertukaran Gas
1) Saturasi oksigen dipertahankan pada skala 1 (deviasi berat
dari kisaran normal) ditingkatkan pada skala 4 (devasi
ringan dari kisaran normal)
2) Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi dipertahankan
pada skala 2 (deviasi yang cukup berat dari kisaran
normal) ditingkatkan pada skala 5 (tidak ada deviasi dari
kisaran normal)
b. Tanda-Tanda Vital
1) Kedalaman inspirasi dipertahankan pada skala 2 (deviasi
yang cukup berat dari kisaran normal) ditingkatkan pada
skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal)
2) Tingkat Pernafasan dipertahankan pada skala 2 (deviasi
cukup berat dari kisaran normal) dan di tingkatkan pada
skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal).
2. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi
a. Keseimbangan Cairan
1) Turgor kulit pasien dipertahankan pada skala 2 atau
banyak terganggu ditingkatkan ke skala 5 atau tidak
terganggu
2) Denyut nadi radial pasien dipertahankan pada skala 2 atau
banyak terganggu ditingkatkan ke skala 5 atau tidak
terganggu
3) Keseimbangan intake dan outpute pasien dipertahankan
pada skala 2 atau banyak terganggu ditingkatkan ke skala
5 atau tidak terganggu
4) Hematocrit pasien dipertahankan pada skala 2 atau banyak
terganggu ditingkatkan ke skala 5 atau tidak terganggu
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor
biologis
a. Status nutrisi
1) Asupan makanan dipertahankan pada skala 2 (banyak
menyimpang dari rntang normal) ditingkatkan ke skala 5
(tidak menyimpang dalam rentang normal)
2) Asupan cairan dipertahankan pada skala 2 (banyak
menyimpang dari rntang normal) ditingkatkan ke skala 5
(tidak menyimpang dalam rentang normal)
b. Nafsu makan
1) Intake nutrisi dipertahankan pada skala 2 (banyak
terganggu) ditingkatkan pada skala 5 (tidak terganggu)
2) Intake cairan dipertahankan pada skala 2 (banyak
terganggu) ditingkatkan pada skala
4. Nyeri akut b.d agen pencedera biologis
a. Kontrol Nyeri
1) Mengenali kapan nyeri terjadi dipertahankan pada skala 2
(jarang menunjukan) ditingkatkan pada skala 4 (sering
menunjukan)
2) Menggambarkan faktor penyebab dipertahankan pada
skala 2 (jarang menunjukkan) ditingkatkan pada skala 4
(sering menunjukkan)
3) Menggunakan pengurangan nyeri tanpa analgesic
dipertahankan pada skala 3 (kadang – kadang
menunjukan) ditingkatkan ke skala 5 (secara konsisten
menunjukan)
b. Tingkat Nyeri
1) Mengernyit dipertahankan pada skala 3 (sedang)
ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada)
2) Berkeringat berlebihan dipertahankan pada skala 3
(sedang) ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada)
3) Mual dipertahankan pada skala 3 (sedang) ditingkatkan ke
skala 5 (tidak ada)
5. Kerusakan integritas kulit b.d agen cedera kimiawi
a. Integritas kulit dan membrane mukosa
1) Integritas kulit dipertahankan pada skala 3 (cukup
terganggu) ditingkatkan ke skala 5 (tidak terganggu)
2) Elastisitas kulit dipertahankan pada skala 3 (cukup
terganggu) ditingkatkan ke skala 4 (sedikit terganggu)
3) Eritema dipertahankan pada skala 2 (terganggu)
ditingkatkan ke skala 4 (sedikit terganggu)
6. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
a. Daya Tahan
1) Melakukan aktivitas rutin pasien dipertahan kan pada
skala 1 atau sangat terganggu ditingkatkan ke skala 5 atau
tidak terganggu
2) Aktivitas fisik pasien dipertahan kan pada skala 1 atau
sangat terganggu ditingkatkan ke skala 5 atau tidak
terganggu
3) Kelelahan passion dioertahankan pada skala 1 atau berat
ditingkatkan ke skala 5 atau tidak ada
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2020.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 2. Jakarta :
EGC.

Hutagaola, Veronica Emma. 2017. Peningkatan Kualitas Hidup Pada Penderita


Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Melalui
Psychological Intervention Di Unit Hemodialisa Rs Royal Prima Medan
Tahun 2016. Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Prima
Indonesia Medan. Tersedia
dijurnal.uinsu.ac.id/index.php/kesmas/article/download/968/775. Diakses
pada tanggal 11 September 2018.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2017.Situasi Penyakit Ginjal


Kronik.Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

Nanda.NIC-NOC, 2021. :Diagnosa Nanda NIC-NOC. “Jakarta: Prima Medika

National Kidney Foundation.2018. Kidney International Supplements Kidney


Disease Improving Global Outcomes Clinical Practice Guidline for the
International Society of Nephrology, vol 3:1-163.

Nurarif, Amin Huda & Kusuma.2016.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & Nanda NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid
2.Yogyakarta:Mediaction.
Sloane, E.2016. Anatomi dan Fisiologi: untuk Pemula.Jakarta: EGC.

Smeltzer, S.C. 2019. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai