Anda di halaman 1dari 30

Kasus Forensik Kekerasan dan Asfiksia Mekanis pada Anak Usia 2 Tahun

Togu Jastin Lodewiyk Simarmata


102018149
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida
Jalan Arjuna Utara No.6 – Jakarta Barat
Abstrak

Dalam proses penyidikan suatu tindak pidana pembunuhan biasa maupun berencana perlu
adanya alat-alat bukti untuk membuktikan tindak pidana tersebut telah dilakukan. Salah satu alat
bukti yang dimaksud berupa Keterangan Ahli dalam bentuk tertulis maupun lisan, dalam hal ini
adalah Visum et Repertum (VER). Pada tingkat penyidikan permintaan VER menjadi
kewenangan tunggal penyidik Polri dengan minimal pangkat Pembantu Letnan Dua polisi (Ajun
Inspektur Dua). VER hanya dilakukan oleh dokter yang memiliki keahlian khusus berdasarkan
sumpah atau jabatannya dan menjadi kewajiban hukumnya. Dalam melakukan visum, dokter
dapat melakukan beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan luar, dalam, dan penunjang. Tidak
jarang dokter juga dapat diminta datang ke dalam persidangan sebagai saksi ahli. Apabila dokter
melakukan pelanggaran atau penyelewengan dalam memberikan hasil visum ataupun ketika
menjadi saksi ahli dalam persidangan, dokter dapat diberikan hukuman atau sanksi pidana. Hal-
hal mengenai VER hingga selesainya persidangan ini dituang dalam KUHAP maupun KUHP.

Kata Kunci: Penyidikan, pembunuhan, visum et repertum.

Abstract

In the process of investigating a criminal act of ordinary or planned murder, evidence is needed
to prove the crime has been committed. One of the means of evidence referred to is in the form
of Expert Statement in written or oral form, in this case is Visum et Repertum (VER). One of the
means of evidence referred to is in the form of Expert Statement in written or oral form, in this
case is Visum et Repertum (VER). VER is only performed by doctors who have special expertise
based on their oath or position and it is their legal obligation. In doing a post mortem, the doctor
can perform several examinations such as external, internal, and supporting examinations. Not
infrequently doctors can also be asked to come to trial as expert witnesses. If a doctor commits a
violation or misappropriation in providing the results of a post-mortem or when he becomes an
expert witness in a trial, the doctor may be given a penalty or criminal sanction. Matters
regarding VER until the completion of this trial are stated in the KUHAP and KUHP.

Keywords: Investigation, murder, post mortem et repertum.

I. Pendahuluan
Ilmu kedokteran forensik (forensic science) bukanlah bidang ilmu baru yang dipelajari oleh
disiplin ilmu kedokteran maupun disiplin ilmu hukum. Ilmu kedokteran merupakan dasar dari
ilmu kedokteran forensik yang diaplikasikan untuk kepentingan penegakan hukum. Ilmu-ilmu
forensik memegang peranan penting dalam penyelesaian kasus kejahatan. Dilihat dari sisi
peranannya dalam penyelesaian kasus-kasus kejahatan, ilmu forensik yang menangani kejahatan
sebagai masalah manusia, antara lain meliputi psikiatri/neurologi forensik dan psikologi forensik.
Sedangkan yang berhubungan dengan pengungkapan misteri kejahatan meliputi forensik
odontologi, kimia forensik, antropologi forensik, identifikasi forensik, dan sebagainya.1
Dalam menjalankan fungsinya sebagai dokter yang diminta untuk membantu dalam
pemeriksaan kedokteran forensik oleh penyidik, dokter tersebut dituntut oleh undang-undang
untuk melakukannya dengan sejujur-jujurnya serta menggunakan pengetahuan yang sebaik-
baiknya. Dalam bidang ini dipelajari tatalaksana medikolegal, aspek hukum, tanatologi,
traumatologi, toksikologi, teknik pemeriksaan dan segala sesuatu yang terkait, agar semua dokter
dalam memenuhi kewajibannya membantu penyidik demi kepentingan peradilan serta
kepentingan yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.2

II. Pembahasan

2.1 Aspek Hukum dan Prosedur Medikolegal

Dalam menghadapi setiap perkara pidana, seorang penyidik dihadapkan untuk dapat
membuktikan bahwa memang benar telah terjadi suatu tindak pidana. Upaya penyidikan tersebut
dilakukan dalam rangka memenuhi ketentuan seperti yang telah diatur dalam undang-undang
sehingga dugaan tindak pidana dapat diajukan ke persidangan. Agar dapat diajukan ke
pengadilan maka upaya pembuktian tersebut harus dikemas dalam suatu bentuk alat bukti yang
sah.3

Seorang hakim dalam menentukan putusan perkara pidana setidak-tidaknya membutuhkan


dua alat bukti yang sah ditambah dengan keyakinan hakim bahwa memang benar telah terjadi
tindak pidana dan bahwa terdakwa yang bersalah melakukannya. Alat bukti yang sah
sebagaimana diatur dalam undang-undang adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk dan keterangan terdakwa.3
Seorang dokter mempunyai kewajiban membuat keterangan ahli yang diatur dalam Pasal 133
KUHAP. Keterangan ahli ini kemudian dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah di depan
sidang pengadilan (Pasal 184 KUHAP). Keterangan ahli ini dapat diberikan secara lisan di depan
sidang pengadilan (Pasal 186 KUHAP), atau pada masa penyidikan dalam bentuk laporan
penyidik (Penjelasan Pasal 186 KUHAP), dapat juga diberikan dalam bentuk keterangan tertulis
di dalam suatu surat (Pasal 187 KUHAP).3

2.1.1 Kewajiban Dokter Membantu Peradilan


Untuk melakukan pemeriksaan pada kasus pembunuhan maka penyidik harus mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
Pasal 133 KUHAP menyebutkan:
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan maupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya.2
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.2
2.1.2 Pejabat yang Berwenang Meminta Visum et Repertum
Pasal 133 KUHAP mengatakan yang berwenang adalah penyidik, dan menurut pasal 6 (1)
KUHAP, penyidik adalah
1. Pejabat polisi negara Republik Indonesia
2. Pejabat PNS tertentu yang diberikan wewenang
Tetapi, yang membutuhkan Visum et Repertum adalah kasus pidana umum, sehingga
penyidiknya adalah penyidik polisi dan penyidik pembantu. Jadi, penyidik PNS tidak berwenang
untuk meminta Visum et Repertum.2

2.1.3 Penyidik dan Penyidik Pembantu Menurut PP No. 27 Tahun 1983

Menurut PP No 27 Tahun 1983 pasal 2, penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua polisi (Ajun
Inspektur Dua).2 Sedangkan penyidik pembantu penyidik menururt PP pasal 3 PP No. 27 tahun
1983, penyidik pembantu adalah:
0. Pejabat Polisi Negara RI tertentu yg sekurangkurangnya berpangkat Sersan Dua polisi.2
a. Pejabat PNS tertentu yg sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (golongan II/a)
atau yang disamakan dengan itu.2

2.1.4 Permintaan Sebagai Saksi Ahli


Menurut pasal 179 KUHAP:
1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau     dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.2
2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang    
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah    
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya    
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.2
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu   
sebagaimana bunyi pasal 7 (1) butir h dan pasal 11 KUHP.Yang dimaksud dengan    penyidik
disini adalah penyidik sesuai dengan dengan pasal 6 (1) butir a, yaitu    penyidik yang pejabat
Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi    pidana umum, termasuk pidana
yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia.2 

Oleh karena visum et repertum adalah keterangan ahli mengenai pidana yang    berkaitan
dengan kesehatan dan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil    tidak berwenang
meminta visum et repertum, karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan undang-
undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHP).2

2.1.5 Alat Bukti Sah

Pasal 183 KUHAP


Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-
benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya.2
Pasal 184 KUHAP
1) Alat bukti yang sah adalah:2
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Pertunjuk
e. Keterangan terdakwa
2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

2.1.6 Keterangan Ahli Secara Lisan


Menurut pasal 186 KUHAP, keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang
pengadilan.2
2.1.7 Keterangan Ahli Secara Tertulis
Pasal 187 KUHAP
Surat sebagaimana tesebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau
dikuatkan dengan sumpah, adalah surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi
dari padanya.2

Pasal 180 KUHAP

1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang    
pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta     agar
diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.2
2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum    
terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim    
memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.2
3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang    
sebagaimana tersebut pada ayat (2).2
4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh    
instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang    
mempunyai wewenang untuk itu.2
2.1.8 Sanksi bagi pelanggar kewajiban dokter
Pasal 216 KUHP
1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak
Sembilan ribu rupiah.2
2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undang-
undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan
umum.2
3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya dapat ditambah
sepertiga.2
Pasal 222 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan
mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.2

Pasal 224 KUHP


Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau juru bahasa,
dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia harus
melakukannnya:2
1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.

Pasal 522 KUHP 


Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa, tidak datang
secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.2
2.2 Visum et Repertum

2.2.1 Definisi dan Dasar Hukum Visum et Repertum


Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis
(resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik hidup maupun
mati ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan interpretasinya, di bawah sumpah
dan untuk kepentingan peradilan. Nama Visum et Repertum tidak pernah disebut di dalam
KUHAP maupun hukum acara pidana sebelumnya yaitu RIB (Reglemen Indonesia yang
diperbaharui).4

Nama Visum et Repertum sendiri hanya disebut di dalam Staatsblad 350 tahun 1937 pasal 1
dan 2. Nama Visum et Repertum hingga saat ini masih dipertahankan, walaupun dengan konsep
yang lama. Nama Visum et Repertum ini digunakan untuk membedakan surat atau keterangan
ahli yang dibuat dokter dengan surat atau keterangan ahli yang dibuat oleh ahli lain yang bukan
dokter. Dasar hukum dari Visum et Repertum adalah pasal 133 Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHP). Sanksi hukum bila dokter menolak permintaan penyidik, dapat dikenakan
sanksi pidana diatur dalam KUHP pasal 216.4

Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu
sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP. Sesuai pasal 6 (1) butir a, penyidik
yang dimaksud adalah pejabat polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi
pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia. Oleh karena
Visum et Repertum adalah keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan dengan kesehatan
jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang meminta Visum et Repertum,
karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar
hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHAP).4

Apabila diperlukan pemeriksaan bedah mayat dan keluarga keberatan, maka penyidik wajib
menjelaskan kepada keluarga korban hingga keluarga korban dapat memahami tujuan dan
kepentingan pemeriksaan. Penyidik juga masih dapat menerapkan Pasal 222 KUHP yang akan
memberikan sangsi pidana apabila keluarga menghalang-halangi guna pemeriksaan jenazah
untuk keadilan. Berdasarkan Pasal 134 KUHAP, seorang penyidik hanya mempunyai kewajiban
menerangkan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan diadakannya pemeriksaan bedah mayat
tersebut. Apabila penyidik sudah meminta untuk dilakukan pemeriksaan bedah mayat maka
bersifat”mutlak” atau obligatory dan tidak dapat ditolak. Keluarga korban hanya diberitahu
mengenai maksud dan tujuan bedah mayat sehingga tidak meminta persetujuan dari keluarga
korban.3

Mengenai kepangkatan pembuat surat permintaan Visum et Repertum telah diatur dalam
Peraturan Pemerintah no. 27 tahun 1983 yang menyatakan penyidik POLRI berpangkat
serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua, sedangkan pada wilayah kepolisian tertentu yang
komandannya adalah seorang bintara (Brigadir), maka ia adalah penyidik karena jabatannya
tersebut. Kepangkatan bagi penyidik pembantu adalah bintara serendah-rendahnya Brigadir dua.
Untuk mengetahui apakah suatu surat permintaan pemeriksaan telah ditandatangani oleh yang
berwenang, maka yang penting adalah bahwa si penanda tangan menandatangani surat tersebut
selaku penyidik. Wewenang penyidik meminta keterangan ahli ini diperkuat dengan kewajiban
dokter untuk memberikannya bila diminta, seperti yang tertuang dalam pasal 179 KUHAP.4

Keterangan ahli dapat menyatakannya di sidang pengadilan dan juga dapat dinyatakan saat
sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan
dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan
atau pekerjaan. Hal ini dituang dalam pasal 186 dan 187 (c) KUHP yang mengatur tentang
produk dokter yang sepadan dengan Visum et Repertum dalam Stb no.350 tahun 1937, kedua
pasal ini termasuk ke dalam alat bukti yang sah sesuai ketentuan dalam pasal 184 KUHP.
Perbedaannya adalah bahwa keterangan ahli atau surat adalah keterangan atau pendapat yang
dibuat oleh ahli (termasuk dokter) berdasarkan keilmuannya, tidak hanya terbatas pada apa yang
dilihat dan ditemukan oleh si pembuat. Oleh karena berdasarkan keilmuannya, maka keterangan
ahli atau surat tersebut yang dibuat oleh dokter harus dibuat atas dasar pemeriksaan medis.4

Pendapat yang tidak berdasarkan hasil pemeriksaan medis tentu saja tidak merupakan bagian
dari Visum et Repertum. Pemeriksaan medis tersebut tidak harus dilakukan oleh dokter pembuat
Visum et Repertum sendiri. Hal ini mengingat bahwa kemajuan ilmu kedokteran mengakibatkan
berbagai keahlian khusus pula, sehingga pemeriksaan medis terhadap seseorang korban mungki
saja dibuat oleh beberapa dokter dari berbagai bidang spesialisasi.4

2.2.2 Jenis Visum et Repertum

Secara umum terdapat dua jenis Visum et Repertum yaitu Visum et Repertum untuk korban
hidup dan Visum et Repertum untuk orang mati. Untuk korban hidup dapat berupa Visum et
Repertum luka, Visum et Repertum perkosaan/kejahatan seksual, Visum et Repertum psikiatrik
dan sebagainya sesuai dengan kondisi subjek yang diperiksa. Untuk korban mati akan disusun
Visum et Repertum jenazah. Pada umumnya semua dokter dianggap memiliki kemampuan untuk
menyusun Visum et Repertum dalam bentuk apapun.4

2.2.3 Peran dan Fungsi Visum et Repertum


Sebagai alat bukti yang sah, Visum et Repertum turut berperan dalam proses pembuktian
suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia dimana menguraikan segala sesuatu
tentang hasil pemeriksaan medis yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya
dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti.4

Apabila Visum et Repertum belum dapat menjernihkan persoalan di sidang pengadilan, maka
hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum
dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas
barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya
terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan pasal 180 KUHAP.4

Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) Visum et Repertum berguna untuk mengungkapkan


perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk menentukan pasal yang
akan didakwakan, sedangkan bagi hakim sebagai alat bukti formal untuk menjatuhkan pidana
atau membebaskan seseorang dari tuntutan hukum. Untuk itu perlu dibuat suatu Standar
Prosedur Operasional (SPO) pada suatu Rumah Sakit / pelayanan kesehatan tentang tata laksana
pengadaan Visum et Repertum.4

2.2.4 Membuat Konsep Visum et Repertum atau Laporan Medikolegal


1. Laporan obduksi harus ditulis dengan lengkap dengan tulisan yang dapat dibaca oleh
minimal 2 orang.5
2. Jika terjadi kesalahan dapat dilakukan pembetulan dengan cara pencoretan tanpa
menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf.5
3. Visum et Repertum / laporan medikolegal diketik menggunakan contoh format Visum et
Repertum yang diberikan Koordinator Pendidikan.5
4. Bertanggung jawab terhadap penyimpanan soft copy dan hard copy Visum et Repertum /
laporan medikolegal yang dibuat serta kerahasiaan informasi hasil pemeriksaan.5
5. Sangat disarankan untuk memusnahkan soft copy dan hard copy Visum et Repertum /
laporan medikolegal usai menjalani pendidikan profesi di Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik.5
2.3 Pemeriksaan Luar
Pada pemeriksaan luar pada tubuh mayat harus dilakukan dengan cermat, meliputi segala
sesuatu yang telihat, tercium maupun teraba, baik terhadap benda yang menyertai mayat,
pakaian, perhiasan, sepatu dan lain-lain. Agar pemeriksaan dapat terlaksana dengan secermat
mungkin, pemeriksaan harus mengikuti suatu sistematika yang telah ditentukan.6
Pemeriksaan luar meliputi pemeriksaan label mayat, tutup dan bungkus mayat, perhiasan
korban, pakaian korban, benda di samping mayat, kaku mayat dan lebam mayat, jenis kelamin,
ras, perkiraan usia, tinggi badan, warna kulit, pada laki-laki periksa apakah kelamin disunat atau
tidak, identitas khusus (misalnya cacat bawaan, tattoo, jaringan parut), periksa rambut, alis mata,
bulu mata, pada laki-laki periksa kumis dan jenggot, periksa keadaan mata kanan dan kiri apakah
terbuka atau tertutup, kornea, pupil, warna iris, selaput bola mata, dan selaput kelopak mata,
periksa keadaan hidung, telinga, mulut, lidah, gigi geligi, ada tidaknya cairan atau darah yang
keluar dari lubang mulut, lubang hidung, kedua lubang telinga, lubang kemaluan, dan lubang
kelepasan, periksa luka-luka, ada tidaknya patah tulang, dan periksa kondisi lain-lain seperti
golongan darah, tanda-tanda pembusukan, dan perubahan warna jaringan di bawah kuku.4
2.4 Pemeriksaan Tanatologi

Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan setelah kematian. Pemanfaatan


ilmu ini selain untuk mengetahui kepastian kematian juga dapat digunakan untuk memperkirakan
waktu kematian. Pencatatan waktu pemeriksaan menjadi hal yang sangat penting dalam
memperkirakan waktu kematian.5

2.4.1 Lebam Mayat

a. Lebam mayat disebut juga livor mortis atau postmortem lividity, adalah suatu keadaan
dimana terjadi pengumpulan darah pada bagian-bagian tubuh yang terletak paling bawah
namun bukan daerah yang tertekan akibat berhentinya pompa jantung dan pengaruh gaya
gravitasi.
b. Timbul antara 15 menit sampai 1 jam setelah kematian. Pada awalnya lebam mayat pada
penekanan akan menghilang. Seiring dengan bertambahnya waktu maka lebam mayat
berangsur-angsur semakin jelas dan merata. Dengan munculnya kaku mayat termasuk
pada tunika muskularis pembuluh darah maka lebam mayat akan menetap walaupun pada
bagian tersebut ditekan. Lebam mayat akan menetap sekitar 12 jam setelah kematian.
c. Periksa bagian terbawah dari jenazah. Tampak sebagai bercak besar pada kulit berwarna
merah keunguan yang kemudian melebar dan merata pada bagian tubuh yang rendah.
d. Tekan pada bagian yang terdapat bercak merah keunguan, saat dilepas tekanan memucat
atau tidak.
e. Foto untuk dokumentasi pemeriksaan.
f. Catat distribusi lebam mayat, warna, hilang atau tidak pada penekanan.5

Pada hasil pemeriksaan jenazah anak ditemukan lebam mayat pada punggung dan tidak
hilang pada penekanan. Sesuai dengan yang dijelaskan, diperkirakan anak ini mati sekitar 12 jam
yang lalu.

2.4.2 Kaku Mayat

a. Kaku mayat disebut juga rigor mortis atau postmortem rigidity, adalah suatu keadaan
dimana terjadi pemecahan ATP menjadi ADP dan penumpukan asam laktat yang tidak
bisa diresintesis kembali menjadi ATP karena tidak adanya oksigen yang masuk ke
tubuh. Hal ini mengakibatkan serat otot memendek dan kaku. Kaku mayat muncul sekitar
2 jam setelah kematian dan setelah 12 jam menjadi sempurna pada seluruh tubuh dan
sukar dilawan.
b. Lakukan saat melepas pakaian (jika berpakaian)
c. Raba kekakuan otot mulai dari otot-otot kecil hingga otot-otot besar.
d. Gerakkan persendian rahang, leher, anggota gerak atas dan bawah sambil merasakan
tahanan pada otot-otot di sekitarnya.
e. Catat distribusi kaku mayat dan intensitas kekakuan.5

Pada hasil pemeriksaan jenazah anak ditemukan kaku mayat pada seluruh tubuh. Sesuai
dengan yang dijelaskan, diperkirakan anak ini mati sekitar 12 jam yang lalu.

2.4.3 Penurunan Suhu Mayat (Algor Mortis)


Saat mati, proses metabolisme masih berlangsung untuk beberapa saat, sehingga masih
diproduksi kalori yang mempertahankan suhu tubuh. Pada 30-60 menit pertama suhu tubuh tidak
akan mengalami penurunan, baru setelah itu akan mengalami penurunan. Suhu tubuh akan turun
sama seperti suhu sekeliling. Hal yang dapat mempercepat turunnya suhu mayat adalah suhu
lingkugan rendah, badan kurus, dan pakaian tipis.8
2.4.4 Pembusukan
a. Pembusukan terjadi karena proses autolisis dan aktifitas mikroorganisme. Tanda
pembusukan yang mulai terjadi 24-36 jam setelah kematian adalah warna kehijauan pada
kulit yang diawali dari perut samping kanan bagian bawah. Selanjutnya, 36-48 jam
setelah kematian, akan tampak pelebaran pembuluh darah di bawah kulit berwarna hitam
kehijauan (marbling sign). Kemudian, 48-72 jam setelah kematian, akan terjadi
pembengkakan pada tubuh (bloating) yang memiliki jaringan ikat longgar seperti kantung
zakar, wajah membengkak, kedua bola mata menonjol, lidah terjulur, mulut mencucu,
serta perut menegang yang mengakibatkan keluarnya cairan merah kehitaman dari hidung
dan mulut yang disebut purging. Gelembung-gelembung pembusukan yang disertai
pengelupasan kulit dan menyebabkan rambut mudah dicabut akan terjadi 72-96 jam
setelah kematian. Beberapa minggu kemudian akan terjadi skeletonisasi.
b. Foto dan catat distribusi dan kondisi pembusukan yang terjadi.5

2.4.5 Lilin Mayat (Adipocere)


Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau berminyak,
berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati.  Dulu disebut sebagai
saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena menunjukkan sifat-sifat diantara lemak
dan lilin. Adiposera terdiri dari asam asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh hidrolisis lemak
dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh yang bereaksi dengan alkali
membentuk sabun.7
Adiposera dapat menyebabkan pembusukan terhambat. Hal ini dikarenakan derajat keasaman
dan dehidrasi jaringan meningkat. Adiposera pada dasarnya terbentuk di berbagai bagian tubuh,
tetapi biasanya akan timbul bercak yang dapat dilihat di pipi, payudara, bokong, bagian tubuh
lain atau ekstrimitas, tetapi jarang di temukan di seluruh bagian tubuh.7 
2.4.6 Mummifikasi
Mummifikasi dapat terjadi bila keadaan lingkungan menyebabkan pengeringan dengan cepat
sehingga dapat menghentikan proses pembusukan. Jaringan akan menjadi gelap, keras dan
kering. Pengeringan akan mengakibatkan menyusutnya alat-alat dalam tubuh, sehingga tubuh
akan menjadi lebih kecil dan ringan. Mumifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah,
aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu).7
2.5 Asfiksia
Dalam kedokteran forensik, kekurangan oksigen (O2) yang disebabkan oleh trauma spesifik
dan langsung mengakibatkan kematian otak hipoksik-iskemik didefinisikan sebagai asfiksia.
Trauma ini dapat berupa pencekikan, penyumbatan jalan pernafasan, penyumbatan lubang
pernafasan dan defisiensi O2 oleh polusi tidal. Dalam hal ini, kematian otak pada dasarnya dipicu
oleh tiga faktor, iskemia serebral akibat kompresi leher atau kompresi toraks dan / atau karena
penurunan kadar O2 di udara alveolar. Selain itu, peningkatan kebutuhan O2 tubuh yang tidak
dapat dipenuhi mungkin memiliki efek kausatif.8

Diagnosis penyebab kematian dituliskan berdasarkan bagaimana kematian otak terjadi,


misalnya dengan bunuh diri gantung, sindrom asfiksia posisional atau sesak napas karena
pernapasan ulang. Penyakit dalam, cedera dan intoksikasi dapat menyebabkan insufisiensi
pernafasan akut dengan gangguan difusi di paru-paru serta gangguan pada pengangkutan,
pengikatan atau pelepasan O2 dalam tubuh. Hipoksia juga bisa terjadi karena hipotensi atau
dalam keadaan syok. Defisiensi O2 yang timbul pada akhirnya secara tidak langsung
menyebabkan kerusakan otak hipoksia-iskemik.8

Pada bagian tubuh lainnya dapat ditemukan tardieu’s spot pada dahi, diatas kelopak mata,
dibawah konjungtiva dan di dekat pelipis. Perubahan warna pada tubuh juga dapat dijumpai
berupa kebiruan (sianosis) maupun keunguan. Sianosis dapat ditemukan pada kuku jari
sementara pewarnaan ungu pada kulit dapat terlihat pada ekstremitas bawah atau bagian bawah
dari ekstremitas atas. Pada pria dan wanita dapat ditemukan discharge feses atau urin yang
dikeluarkan secara involunter sementara itu pada pria dapat ditemukan discharge sperma.8

Jika kematian terjadi sebagai akibat dari kerusakan otak ini, kasus seperti itu biasanya disebut
kematian otak hipoksia. Kematian otak hipoksia sebagai akibat dari infark jantung yang disertai
dengan hemoperfusi otak sementara tidak diklasifikasikan sebagai sesak napas. Kematian otak
setelah perdarahan subdural dengan kompresi serebral dan penurunan perfusi otak juga tidak
dianggap sebagai sesak napas. Pingsan juga menyebabkan kematian karena otak bereaksi paling
sensitif dari semua organ terhadap defisiensi O2 dan kematian otak terjadi secara tidak
langsung.8,9

2.6 Pemeriksaan Traumatologi Forensik


Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya
dengan berbagai kekerasan, sedangkan. Trauma atau kecelakaan merupakan hal yang biasa
dijumpai dalam kasus forensik. Hasil dari trauma atau kecelakaan adalah luka, perdarahan, skar,
atau hambatan dalam fungsi organ. Penyebab trauma diklasifikasikan dalam beberapa cara,
antara lain kekuatan mekanik, aksi suhu, agen kimia, agen elektromagnet, asfiksia dan trauma
emboli.10
2.6.1 Luka Akibat Kekerasan Benda Tajam
Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa luka iris atau luka sayat, luka tusuk dan luka
bacok. Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka seperti ini adalah benda
yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang bervariasi dari alat-alat seperti
pisau, golok, hingga keping kaca. Gambaran umum luka yang diakibatkan benda tajam dapat
berupa tepi dan dinding luka yang rata, tidak terdapat jembatan jaringan dan luka yang berbentuk
garis atau titik. Luka iris atau sayat dan luka bacok mempunyai gambaran berupa kedua sudut
luka yang lancip dan dalam luka tidak melebihi panjang luka. Sudut luka yang lancip dapat
terjadi dua kali pada tempat yang berdekatan akibat pergeseran senjata sewaktu ditarik atau
akibat bergeraknya korban. Bila disertai gerak memutar, dapat menghasilkan luka yang tidak
selalu segaris.10,11
Kulit di sekitar luka akibat kekerasan benda tajam biasanya tidak menunjukkan adanya luka
lecet atau memar, kecuali bila bagian gagang turut membentur kulit. Pada luka tusuk, panjang
luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam penyebabnya, demikian pula panjang
saluran luka biasanya tidak menunjukkan panjang benda tajam tersebut. Hali ini disebabkan oleh
faktor elastisitas jaringan dan gerakan korban.10
2.6.2 Luka Akibat Kekerasan Benda Tumpul
Luka ini merupakan luka dengan yang disebabkan oleh benda-benda yang memiliki
permukaan tumpul. Luka yang terjadi dapat berupa memar (kontusio, hematom), luka lecet
(ekskoriasi, abrasi) dan luka terbuka/robek (vulnus laseratum). Memar adalah suatu perdarahan
dalam jaringan bawah kulit/kutis akibat pecahnya kapiler dan vena, yang disebabkan oleh
kekerasan benda tumpul. Luka memar biasanya dapat memberi petunjuk tentang bentuk benda
penyebabnya.10
Letak, bentuk dan luas luka memar dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti besarnya
kekerasan, jenis benda penyebab, kondisi dan jenis jaringan, usia, jenis kelamin, corak dan warna
kulit, kerapuhan pembuluh darah, dan penyakit. Umur luka memar secara kasar dapat
diperkirakan melalui perubahan warnanya. Pada saat timbul, memar berwarna merah, kemudian
berubah menjadi ungu atau hitam, setelah 4-5 hari akan berwarna hijau yang kemudian akan
berubah menjadi kuning dalam 7-10 hari, dan akhirnya menghilang dalam 14-15 hari.10
2.7 Pemeriksaan Dalam
Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati dan dicatat. 2 Hal
yang harus diperhatikan dalam periksaan dalam adalah ukuran, bentuk, permukaan, konsistensi,
daya regang antar jaringan pada organ. Pemeriksaan organ atau alat tubuh biasanya dimulai dari
lidah, kerongkongan, batang tenggorok, paru, jantung, ginjal, hati, limpa, lambung dan
seterusnya sampai meliputi seluruh alat tubuh, dan yang terakhir diperiksa biasanya adalah otak.5
2.8 Macam-macam Autopsi
2.8.1 Autopsi Klinik
Jenis autopsi ini dilakukan di rumah sakit dengan persetujuan keluarga terdekat jenazah.
Tujuanya tidak hanya untuk menemukan kelainan-kelainan, penyebab kelainan, hubunganya
dengan gejala-gejala klinik maupun sebab kematian dari jenazah, tetapi juga untuk menentukan
kebenaran- kebenaran maupun kesalahan-kesalahan dokter dalam mendiagnosa penyakit maupun
dalam memberikan pengobatan.12
2.8.2 Autopsi Anatomis
Jenis autopsi ini biasanya dilakukan oleh mahasiswa kedokteran untuk mempelajari
susunan alat-alat dan jaringan tubuh manusia dalam keadaan sehat. Jenis autopsi ini dilakukan
dalam bangsal anatomi di bawah pengawasan dari dokter ahli anatomi.12
2.8.3 Autopsi Kehakiman
Autopsi ini adalah autopsi atas permintaan dari pihak yang berwajib (Kepolisian/Penyidik).
Penyidik akan meminta dilakukanya autopsi dengan terlebih dahulu memberikan suatu
permintaan yang disebut surat permintaan Visum et Repertum atas jenazah. Pada autopsi
kehakiman perlu ditentukan hubungan sebab akibat antara perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang atau beberapa orang dengan akibat yang terjadi pada tubuh korban. Berdasarkan
hubungan sebab akibat ini hakim bisa memberikan pertimbangan dalam memutus suatu perkara
pidana.12
2.9 Pemeriksaan Penunjung Kedokteran Forensik
2.9.1 Pemeriksaan Toksikologi Forensik
Pemeriksaan toksikologi forensik merupakan penerapan ilmu alam untuk menganalisis
kandungan racun atas dugaan adanya tindak pidana. Tujuannya untuk mengidentifikasi
kandungan racun dan menganalisis akibat yang ditimbulkan dari keracunan tersebut, sehingga
dapat menemukan penyebab kematian atau tindak pidana lain dalam suatu kasus.1
Untuk menentukan jenis racun penyebab kematian seseorang, maka pemeriksaan dalam mayat
(otopsi forensik) wajib dilakukan dalam kasus keracunan guna menemukan jenis racun yang
digunakan untuk melakukan pembunuhan. Penentuan jenis racun dalam kasus pembunuhan
berhubungan dengan kesimpulan dalam pembuatan visum et repertum atas mayat, yaitu
hubungan kausal antara racun yang digunakan dengan penyebab matinya korban.1
2.9.2 Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi merupakan pemeriksaan mikroskopik pada salah satu bagian
jaringan menggunakan teknik histologist. Pemeriksaan histopatologi dalam perkara pidana antara
lain dilakukan pada uji apung paru untuk menentukan ada atau tidaknya pembunuhan bayi
setelah
dilahirkan atau tidak lama setelah dilahirkan. Bayi dilahirkan hidup dapat diketahui dari uji tes
paru secara makroskopis maupun mikroskopis.1
Pemeriksaan makroskopis paru anak yang dilahirkan hidup akan tampak mengembang dan
menutupi jantung, tepinya tumpul, berwarna merah ungu dengan gambaran mozaik, bila
dimasukkan ke dalam air akan mengapung, bila diiris dan dipijat akan banyak mengeluarkan
darah dan busa, secara mikroskopik akan tampak jelas ada pengembangan dari kantung-kantung
udara.1
2.9.3 Pemeriksaan Antropologi Forensik
Pemeriksaan antropologi forensik merupakan aplikasi dari antropologi fisik atau biologi
antropologi ke dalam perkara hukum. Antropologi forensik berperan dalam mengidentifikasi
identitas kerangka tersebut, antara lain untuk menentukan jenis kelamin, perkiraan usia, bentuk
tubuh, ras, perkiraan waktu kematian, penyebab kematian, riwayat penyakit terdahulu atau luka
yang bisa terlihat jelas pada struktur tulang, dan sebagainya.1
2.9.4 Pemeriksaan Teknik Superimposisi
Pemeriksaan teknik superimposisi merupakan salah satu cara identifikasi mayat dengan
menggunakan sistem pemeriksaan melalui cara membandingkan kerangka atau tengkorak yang
ditemukan pada korban saat waktu hidup dan ciri-ciri khusus yang ada pada tubuh korban.
Pemeriksaan teknik superimposisi dapat dilakukan dengan cara mencocokkan tengkorak korban
dengan foto korban semasa hidupnya. Ciri-ciri yang dapat dilihat misalnya, melalui pemeriksaan
odontologi forensik atau pemeriksaan kondisi gigi geligi korban, gigi ompong atau gigi patah,
lubang pada bagian depan, dan sebagainya. Pemeriksaan teknik superimposisi dapat dilakukan
dengan cara mencocokkan tengkorak korban dengan foto korban semasa hidupnya.1
2.9.5 Pemeriksaan Laboratorium Forensik
Pemeriksaan laboratorium forensik merupakan pemeriksaan laboratorium yang mengaplikasikan
ilmu pengetahuan untuk menemukan kebenaran. Pemeriksaan laboratorium forensik antara lain
meliputi pemeriksaan sidik jari, genetik, mayat, analisis kimia, analisis fisika, dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan tubuh manusia atau bagian dari dalam tubuh maupun luar tubuh.
Misalnya, dalam kasus narkoba dilakukan dengan cara pemeriksaan urine tersangka yang diduga
pengguna narkoba, atau dalam kasus pembunuhan yang tidak ditemukan bukti lain selain sidik
jari yang tertinggal. Hasil penelitian dan pemeriksaan laboratorium forensik berupa berita acara
pemeriksaan barang bukti merupakan alat bukti sah dalam perkara di persidangan.1
2.10 Olah Tempat Kejadian Perkara (TKP)
2.10.1 Definisi Tempat Kejadian Perkara (TKP)
Tempat Kejadian Perkara adalah tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan atau terjadi.
Tempat kejadian perkara juga merupakan tempat-tempat lain dimana barang bukti yang
berhubungan dengan tindak pidana tersebut diketemukan.3
2.10.2 Definisi Penanganan Tempat Kejadian Perkara
Penanganan Tempat Kejadian Perkara adalah tindakan penyelidik atau penyidik yang dilakukan
di tempat kejadian perkara yang menyelenggarakan kegiatan dan tindakan kepolisian yang
dilakukan di tempat kejadian perkara. Tindakan kepolisian tersebut terdiri dari Tindakan Pertama
di TKP (TP-TKP) dan Pengolahan TKP (Crime Scene Processing).3
2.10.3 Tindakan Pertama di Tempat Kejadian Perkara (TP-TKP)
Tindakan Pertama di Tempat Kejadian Perkara adalah tindakan kepolisian yang harus dilakukan
segera setelah terjadinya tindakan pidana untuk melakukan pertolongan atau perlindungan
kepada korban atau anggota masyarakat serta penutupan dan pengamanan Tempat Kejadian
Perkara (TKP) guna persiapan penyidikan selanjutnya.3
2.10.4 Pengolahan Tempat Kejadian Perkara
Pengolahan Tempat Kejadian Perkara adalah tindakan atau kegiatan-kegiatan setelah tindakan
pertama di tempat kejadian perkara dilakukan dengan maksud untuk mencari, mengumpulkan,
mendokumentasikan, menganalisa, mengevaluasi petunjuk-petunjuk, keterangan dan bukti serta
identitas tersangka menurut teori pembuktian segitiga untuk memberikan arah penyidikan
selanjutnya. Dasar teori pembuktian segitiga di TKP adalah adanya unsur Korban (K), Pelaku (P)
dan Alat (A) yang dipakai melakukan kejahatan bertemu sehingga terjadi kontak satu dengan
yang lainnya dan mengakibatkan adanya perpindahan material dari unsur satu dengan yang
lainnya.3
2.10.5 Penanganan Barang Bukti Kedokteran Forensik

Dalam penanganan barang bukti kedokteran forensik untuk pemeriksaan lanjutan atau
pemeriksaan DNA harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:3

a. Barang bukti kedokteran forensik berupa darah, liur, sperma, rambut dengan akar rambut,
gigi, tulang, kulit, otot, dan semua yang berkaitan dengan tubuh manusia.
b. Perlu dipikirkan untuk mengamankan dan merawat barang bukti dari kerusakan.
c. Darah segar disimpan dalam tabung darah dengan menambahkan larutan EDTA 10%
(jangan menggunakan formalin).
d. Darah, sperma dan liur disimpan dalam kassa kering dan diangin anginkan sampai kering
lalu disimpan dalam amplop bukan kantong plastik.
e. Rambut dengan akarnya, gigi, tulang, kulit, otot dan semua yang berkaitan dengan tubuh
manusia disimpan dalam amplop.3

2.11 Pembunuhan Anak Sendiri, Pembunuhan Biasa, dan Pembunuhan Berencana


Pembunuhan anak kandung sendiri di dalam KUHP ditentukan dalam Pasal 341 dan 342.
Pasal 341 KUHP, menentukan “Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak
pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya,
diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”;
sedangkan Pasal 342 KUHP, “Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan
karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak
lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri
dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.1
Berdasarkan pada ketentuan Pasal 341 dan 342 KUHP, unsur yang harus dipenuhi untuk
dapat dituntut melakukan tindak pidana pembunuhan anak atau bayi adalah pelaku seorang ibu
kandung, korban merupakan anak kandung, dilakukan pada saat korban dilahirkan atau tidak
lama kemudian setelah korban dilahirkan, dan didasari karena rasa takut diketahui orang lain jika
pelaku telah melahirkan anak.1
Apabila tidak terpenuhi keempat unsur yang bersifat kumulatif, yang berhubungan dengan
pelaku, korban, waktu dan motif sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 341 dan 342 KUHP,
maka seseorang tidak dapat dituntut melakukan tindak pidana pembunuhan anak. Dengan
demikian, sepanjang tidak adanya motif atau alasan perasaan malu bahwa pelaku telah
melahirkan anak, maka perlu dibuktikan kemungkinan adanya pembunuhan biasa sebagaimana
ditentukan Pasal 338 KUHP atau pembunuhan berencana sebagaimana ditentukan Pasal 340
KUHP.1
Tidak ditentukannya secara “limitatif masa antara” anak dilahirkan dengan dilakukannya
tindak pidana pembunuhan anak dalam KUHP Pasal 341 dan 342, yaitu “pada saat anak
dilahirkan atau tidak lama kemudian setelah dilahirkan”, maka konsekuensi yuridisnya adalah
beban pembuktian berada di tangan jaksa penuntut umum.1
Selain KUHP, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak juga
memberikan ancaman pidana penjara 10 (sepuluh) tahun dan/atau paling banyak
Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan juga dapat diperberat menurut Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak pada pasal 80 ayat (4) yang
menyatakan “pidana ditambah 1/3 dari ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan pembunuhan tersebut adalah orang tuanya”.
2.12 Teknik Pembuatan Visum et Repertum
2.12.1 Pro Justitia
Kata ini harus dicantumkan di kiri atas, dengan demikian Visum et Repertum tidak perlu
bermaterai. Maksud pencantuman kata "Pro Justitia" adalah sesuai dengan artinya, yaitu dibuat
secara khusus hanya untuk kepentingan peradilan. Di bagian atas tengah dapat dituliskan judul
surat tersebut, yaitu Visum et Repertum.4
2.12.2 Pendahuluan
Bagian pendahuluan ini minimal memuat identitas pemohon Visum et Repertum, tanggal dan
pukul diterimanya permohonan Visum et Repertum, identitas dokter yang melakukan
pemeriksaan, identitas objek yang diperiksa, seperti nama, jenis kelamin, umur, bangsa, alamat,
pekerjaan, kapan dilakukan pemeriksaan, dimana dilakukan pemeriksaan.4
2.12.3 Pemberitaan (Hasil Pemeriksaan)
Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang diamati, dilihat, dan ditemukan
pada korban atau benda yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari atas ke
bawah sehingga tidak ada yang tertinggal. Deskripsinya juga mulai dari letak anatomisnya,
koordinatnya (absis adalah jarak antara luka dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak
antara luka dengan titik anatomis permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera,
karakteristiknya serta ukurannya. Rincian ini terutama penting pada pemeriksaan korban mati
yang pada saat persidangan tidak dapat dihadirkan kembali.4
2.12.4 Kesimpulan
Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari fakta yang
ditemukan sendiri oleh dokter pembuat visum et repertum, dikaitkan dengan maksud dan tujuan
dimintakannya visum et repertum tersebut. Pada bagian ini harus memuat minimal 2 unsur yaitu
jenis luka dan kekerasan dan derajat kualifikasi luka.4
Hasil pemeriksaan anamnesis yang tidak didukung oleh hasil pemeriksaan lainnya, sebaiknya
tidak digunakan dalam menarik kesimpulan. Pengambilan kesimpulan hasil anamnesis hanya
boleh dilakukan dengan penuh hati-hati.4
Kesimpulan visum et repertum adalah pendapat dokter pembuatnya yang bebas, tidak terikat
oleh pengaruh suatu pihak tertentu. Tetapi di dalam kebebasannya tersebut juga terdapat
pembatasan, yaitu pembatasan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, standar profesi dan
ketentuan hukum yang berlaku.4
Kesimpulan visum et repertum haruslah dapat menjembatani antara temuan ilmiah dengan
manfaatnya dalam mendukung penegakan hukum. Kesimpulan bukanlah sekedar resume hasil
pemeriksaan, melainkan lebih ke arah interpretasi hasil temuan dalam kerangka ketentuan-
ketentuan hukum yang berlaku.4
Salah satu yang harus diungkapkan dalam kesimpulan sebuah visum et repertum perlukaan
adalah derajat luka atau kualifikasi luka. Dari aspek hukum, visum et repertum dikatakan baik
apabila substansi yang terdapat dalam visum et repertum tersebut dapat memenuhi delik rumusan
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Penentuan derajat luka sangat tergantung
pada latar belakang individual dokter seperti pengalaman, keterampilan, keikutsertaan dalam
pendidikan kedokteran berkelanjutan dan sebagainya.4
2.12.5 Penutup
Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat dengan mengingat sumpah
atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat dengan mengucapkan sumpah atau janji lebih
dahulu sebelum melakukan pemeriksaan serta dibubuhi tanda tangan dokter pembuat visum et
repertum.4
2.13 Interpretasi Hasil Temuan
Ditemukan seorang anak laki-laki berusia 2 tahun keadaan sudah meninggal, dengan banyak
darah yang tercecer di lantai. Didekat anak tersebut, ditemukan ibunya dalam keadaan kejang-
kejang dan mulutnya keluar busa.

Pemeriksaan Luar:

1. Label mayat:-
2. Tutup mayat:-
3. Bungkus mayat: -
4. Pakaian:-
5. Perhiasan:-
6. Benda di samping mayat: ditemukan cairan pembasmi serangga dan satu buah pisau
berlumuran darah
Tanda kematian:
1. Lebam mayat
Pada kasus ini ditemukan lebam mayat pada punggung anak dan tidak hilang pada
penekanan. Kemungkinan korban meninggal sekitar 12 jam yang lalu.7
2. Kaku mayat
Pada kasus ini ditemukan kaku mayat pada seluruh tubuh. Kaku mayat yang sudah
lengkap memberikan menandakan korban meninggal sekitar 12 jam yang lalu.7
3. Suhu tubuh : -
4. Pembusukan: -
5. Mummifikasi: -
6. Adipocere: -
Identifikasi umum:
1. Jenis Kelamin: Laki-laki
2. Bangsa: Indonesia
3. Ras: -
4. Umur: 2 tahun
5. Warna Kulit: -
6. Keadaan gizi: -
7. Tinggi badan: -
8. Berat badan: -
Identifikasi khusus
1. Tattoo: -
2. Jaringan parut: -
3. Anomali: -
4. Pemeriksaan rambut: -
5. Pemeriksaan mata: -
6. Pemeriksaan daun telinga dan hidung: -
7. Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut: pada seluruh permukaan bibir atas dan
bawah terdapat memar berwarna biru kehitaman. Kemungkinan akibat kekerasan tumpul
pada mulut.
8. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan: -
9. Pemeriksaan terhadap tanda-tanda kekerasan:
- Letak luka: pada pergelangan tangan kiri, terdapat luka terbuka tepi rata, dasar
jaringan otot, dengan tidak ada pembuluh darah yang terpotong.
- Jenis luka: luka terbuka tepi rata yang memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat
kekerasan tajam.
- Arah luka: -
- Tepi luka: rata
- Sudut luka: -
- Dasar luka: dasar jaringan otot
- Ukuran luka: -
10. Pemeriksaan terhadap patah tulang: -
Pemeriksaan Dalam
1. Lidah :-
2. Tonsil :-
3. Kerongkongan :-
4. Batang tenggorok :-
5. Rawan gondok :-
6. Arteria karotis interna : -
7. Kelenjar timus :-
8. Paru-paru : pada dinding paru ditemukan banyak bintik perdarahan, serta
pelebaran pembuluh darah pada organ-organ menunjukkan terjadinya asfiksia.9
9. Jantung : pada dinding jantung ditemukan banyak bintik perdarahan serta
pelebaran pembuluh darah pada organ.

10. Aorta thorakalis :-


11. Aorta abdominalis :-
12. Ginjal :-
13. Hati, kandung empedu, dan pankreas: -
14. Limpa dan kelenjar getah bening: -
15. Lambung dan Usus: -
16. Otak besar, otak kecil, dan batang otak: -
17. Alat kelamin dalam: -
Olah Tempat Kejadian Perkara
1. Ditemukan gelas berisi cairan pembasmi serangga

2. Satu buah pisau berlumuran darah

3. Tidak ada barang berharga yang hilang

4. Tidak ada kerosakan pada pintu dan jendela

Hasil dari Keterangan Saksi

Tidak ada yang melihat orang lain yang masuk atau keluar dari rumah. Beberapa hari terakhir si
ibu dan ayahnya sering bertengkar hebat. Saat kejadian ayahnya sedang bekerja di kantor.
Sebab kematian

Kekerasan tumpul pada mulut yang menyebabkan tertutupnya jalan napas bagian luar.

Mekanisme Kematian
Mekanisme kematian pada kasus ini adalah asfiksia.

2.14 Contoh Visum et Repertum

Rumah Sakit UKRIDA


Jalan Arjuna Utara No 6 – Jakarta Barat 11470
Telp/fax 021-21212121

Jakarta, 5 Desember 2020


PRO JUSTITIA
VISUM ET REPERTUM
No.: 1435-SK.III/VER/3-11

Yang bertandatangan di bawah ini, dr. Daniel Geraldo, Sp.F, dokter pada Rumah Sakit UKRIDA
Jakarta Barat, atas permintaan tertulis dari Kepolisian Metropolitan Grogol dengan suratnya
nomor VER-19/11/ 2018, tertanggal 29 November 2020, maka dengan ini menerangkan bahwa
pada tanggal dua puluh sembilan november tahun dua ribu dua puluh, pukul enam belas lewat
lima belas menit waktu indonesia bagian barat, bertempat di RS UKRIDA Jakarta Barat, telah
melakukan pemeriksaan jenazah dengan nomor registrasi 096-20-07 yang menurut surat
permintaan tersebut adalah:

Nama : Bayi X
Umur : 2 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Warganegara : Indonesia
Pekerjaan :
Alamat :
HASIL PEMERIKSAAN
I. Pemeriksaan Luar
1. Label mayat: ------------------------------------------------------------
2. Tutup mayat: -----------------------------------------------------------
3. Bungkus mayat: --------------------------------------------------------
4. Pakaian: -----------------------------------------------------------------
5. Perhiasan: ---------------------------------------------------------------
6. Benda di samping mayat: ditemukan cairan pembasmi serangga dan satu buah pisau
berlumuran darah.
7. Lebam mayat: pada kasus ini ditemukan lebam mayat pada punggung anak dan tidak
hilang pada penekanan.
8. Kaku mayat: pada kasus ini ditemukan kaku mayat pada seluruh tubuh.
9. Suhu tubuh: ----------------------------------------------------------------------
10. Pembusukan: ---------------------------------------------------------------------
11. Identifikasi umum:
Jenis Kelamin: Laki-laki
Bangsa: Indonesia
Ras: --------------------------------------------------------------------------------
Umur: 2 tahun
Warna kulit: ------------------------------------------------------------
Keadaan gizi: -----------------------------------------------------------
Tinggi badan: ----------------------------------------------------------
Berat badan: -------------------------------------------------------------------------------------
17. Identifikasi khusus
Tattoo: ---------------------------------------------------------------------------
Jaringan parut: -----------------------------------------------------------------
Anomali: -------------------------------------------------------------------------
18. Pemeriksaan rambut: ----------------------------------------------------------------------------
19. Pemeriksaan mata: -------------------------------------------------------------------------------
20. Pemeriksaan daun telinga dan hidung: --------------------------------------------------------
21. Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut: Pada seluruh permukaan bibir atas dan
bawah terdapat memar bewarna biru kehitaman
22. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan: --------------------------------------------
23. Pemeriksaan terhadap tanda-tanda kekerasan:
Letak luka: Pada pergelangan tangan kiri ditemukan adanya satu luka terbuka tepi rata,
dasar jaringan otot dengan tidak ada pembuluh darah yang terpotong.
Jenis luka: Luka terbuka tepi rata yang memiliki ciri-ciri sesuai dengan akibat kekerasan
tajam.
Arah luka: --------------------------------------------------------------------------
Tepi luka: rata
Sudut luka: -------------------------------------------------------------------------
Dasar luka: jaringan otot. --------------------------------------------------------
Ukuran luka: -----------------------------------------------------------------------
24. Pemeriksaan terhadap patah tulang: -
II. Pemeriksaan Dalam
Lidah :-------------------------------------------------------------------------------------------
Tonsil:-------------------------------------------------------------------------------------------
Kerongkongan:---------------------------------------------------------------------------------
Batang tenggorok:-----------------------------------------------------------------------------
Rawan gondok:--------------------------------------------------------------------------------
Arteria karotis interna :-----------------------------------------------------------------------
Kelenjar timus:--------------------------------------------------------------------------------
Paru-paru: pada dinding paru ditemukan banyak bintik perdarahan serta pelebaran
pembuluh darah pada organ menunjukkan terjadinya asfiksia
Jantung: pada dinding jantung ditemukan banyak bintik perdarahan serta pelebaran
pembuluh darah pada organ.
Aorta thorakalis: ----------------------------------------------------------------------------------
Aorta abdominalis: -------------------------------------------------------------------------------
Ginjal :----------------------------------------------------------------------------------------------
Hati, kandung empedu, dan pankreas : --------------------------------------------------------
Limpa dan kelenjar getah bening : -------------------------------------------------------------
Lambung dan Usus : ------------------------------------------------------------------------------
Otak besar, otak kecil, dan batang otak : ------------------------------------------------------
Alat kelamin dalam : -----------------------------------------------------------------------------

KESIMPULAN
Pada pemeriksaan mayat anak laki-laki berusia 2 tahun ditemukan lebam mayat pada
punggung yang tidak hilang pada penekanan serta kaku mayat pada seluruh tubuh, diperkiraan
waktu kematian sekitar 12 jam yang lalu. Pada pemeriksaan luar ditemukan memar bewarna biru
kehitaman di seluruh permukaan bibir atas dan bawah akibat kekerasa benda tumpul. Pada
pergelangan tangan kiri, terdapat luka terbuka tepi rata, dasar jaringan otot dengan tidak ada
pembuluh darah yang terpotong yang memberi petunjuk bahwa terdapat kekerasan benda tajam.
Pada kuku jari-jari tangan dan kaki bewarna kebiruan diduga disebabkan oleh asfiksia. Pada
pemeriksaan ditemukan bintik perdarahan pada paru-paru dan jantung, serta pelebaran pembuluh
darah pada organ. Hal ini menunjukkan telah terjadi proses asfiksia yang berakibat kematian.
Sebab mati pada kasus ini adalah kekerasan tumpul pada mulut (pembekapan) yang
mengakibatkan tersumbatnya jalan nafas sehingga menyebabkan mati lemas, sedangkan
mekanisme kematian adalah asfiksia.
PENUTUP
Demikian surat keterangan ini dibuat berdasarkan dengan penguraian yang sejujur-jujurnya dan
menggunakan pengetahuan yang sebaik-baiknya serta mengingat sumpah pada saat menerima
jabatan.

Dokter yang memeriksa,

dr. Daniel Geraldo, Sp.F


NIP 102017229
Daftar Pustaka
1. Ohoiwutun Y.A.T. Ilmu kedokteran forensik (interaksi dan dependensi hukum pada ilmu
kedokteran). Edisi Ke-1. 2016. Jamber: Universitas Jamber. h. 9-18
2. Safitry O. Kompilasi peraturan perundang-undangan terkait praktik kedokteran.
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta Pusat. h.7-30.

3. Badan Diklat Kejaksaan R.I. Kedokteran forensik. 2019.


4. Afandi D. Visum et reptertum: tatalaksana dan teknik pembuatan. Edisi ke-2. Riau:
Fakultas Kedokteran Universitas Riau. h. 1-40

5. Henky, Yulianti K, Alit I.B.P, Rustyadi D. Ilmu kedokteran forensik dan medikolegal.
Edisi ke-1. Denpasar: Udayana University Press; 2017. h.16-8
6. Staf Pengajar Bagian Forensik FKUI. Teknik autopsi forensik. Jakarta: Penerbit Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000.h.12-44.
7. Bardale, R. Principle of Forensic Medicine and Toxicology. New Delhi: Jaypee Brother
Medical Publisher; 2011. P.138-196

8. Maeda B. Handbook of forensic medicine. 1st Edition. Germany: John Wileu & Sons,
Ltd; 2014. p. 367-8
9. Kushasamita H. perbandingan gambar histopatologi otak tikus wistar yang digantung
dengan pembedaan periode postmortem. 2018. Diponegoro; 15.
10. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta:
Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997. 
11. Dahlan S. Ilmu kedokteran forensik: pedoman bagi dokter dan penegak hukum.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro;2000.p.141-8.
12. Kastubi K. Fungsi bedah mayat forensik (autopsi) untuk mencari kebenaran materiil
dalam suatu tindak pidana. Jurnal Spektrum Hukum. 2016 Apr 18;13(1):73-88.

Anda mungkin juga menyukai