Dalam proses penyidikan suatu tindak pidana pembunuhan biasa maupun berencana perlu
adanya alat-alat bukti untuk membuktikan tindak pidana tersebut telah dilakukan. Salah satu alat
bukti yang dimaksud berupa Keterangan Ahli dalam bentuk tertulis maupun lisan, dalam hal ini
adalah Visum et Repertum (VER). Pada tingkat penyidikan permintaan VER menjadi
kewenangan tunggal penyidik Polri dengan minimal pangkat Pembantu Letnan Dua polisi (Ajun
Inspektur Dua). VER hanya dilakukan oleh dokter yang memiliki keahlian khusus berdasarkan
sumpah atau jabatannya dan menjadi kewajiban hukumnya. Dalam melakukan visum, dokter
dapat melakukan beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan luar, dalam, dan penunjang. Tidak
jarang dokter juga dapat diminta datang ke dalam persidangan sebagai saksi ahli. Apabila dokter
melakukan pelanggaran atau penyelewengan dalam memberikan hasil visum ataupun ketika
menjadi saksi ahli dalam persidangan, dokter dapat diberikan hukuman atau sanksi pidana. Hal-
hal mengenai VER hingga selesainya persidangan ini dituang dalam KUHAP maupun KUHP.
Abstract
In the process of investigating a criminal act of ordinary or planned murder, evidence is needed
to prove the crime has been committed. One of the means of evidence referred to is in the form
of Expert Statement in written or oral form, in this case is Visum et Repertum (VER). One of the
means of evidence referred to is in the form of Expert Statement in written or oral form, in this
case is Visum et Repertum (VER). VER is only performed by doctors who have special expertise
based on their oath or position and it is their legal obligation. In doing a post mortem, the doctor
can perform several examinations such as external, internal, and supporting examinations. Not
infrequently doctors can also be asked to come to trial as expert witnesses. If a doctor commits a
violation or misappropriation in providing the results of a post-mortem or when he becomes an
expert witness in a trial, the doctor may be given a penalty or criminal sanction. Matters
regarding VER until the completion of this trial are stated in the KUHAP and KUHP.
I. Pendahuluan
Ilmu kedokteran forensik (forensic science) bukanlah bidang ilmu baru yang dipelajari oleh
disiplin ilmu kedokteran maupun disiplin ilmu hukum. Ilmu kedokteran merupakan dasar dari
ilmu kedokteran forensik yang diaplikasikan untuk kepentingan penegakan hukum. Ilmu-ilmu
forensik memegang peranan penting dalam penyelesaian kasus kejahatan. Dilihat dari sisi
peranannya dalam penyelesaian kasus-kasus kejahatan, ilmu forensik yang menangani kejahatan
sebagai masalah manusia, antara lain meliputi psikiatri/neurologi forensik dan psikologi forensik.
Sedangkan yang berhubungan dengan pengungkapan misteri kejahatan meliputi forensik
odontologi, kimia forensik, antropologi forensik, identifikasi forensik, dan sebagainya.1
Dalam menjalankan fungsinya sebagai dokter yang diminta untuk membantu dalam
pemeriksaan kedokteran forensik oleh penyidik, dokter tersebut dituntut oleh undang-undang
untuk melakukannya dengan sejujur-jujurnya serta menggunakan pengetahuan yang sebaik-
baiknya. Dalam bidang ini dipelajari tatalaksana medikolegal, aspek hukum, tanatologi,
traumatologi, toksikologi, teknik pemeriksaan dan segala sesuatu yang terkait, agar semua dokter
dalam memenuhi kewajibannya membantu penyidik demi kepentingan peradilan serta
kepentingan yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.2
II. Pembahasan
Dalam menghadapi setiap perkara pidana, seorang penyidik dihadapkan untuk dapat
membuktikan bahwa memang benar telah terjadi suatu tindak pidana. Upaya penyidikan tersebut
dilakukan dalam rangka memenuhi ketentuan seperti yang telah diatur dalam undang-undang
sehingga dugaan tindak pidana dapat diajukan ke persidangan. Agar dapat diajukan ke
pengadilan maka upaya pembuktian tersebut harus dikemas dalam suatu bentuk alat bukti yang
sah.3
Menurut PP No 27 Tahun 1983 pasal 2, penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua polisi (Ajun
Inspektur Dua).2 Sedangkan penyidik pembantu penyidik menururt PP pasal 3 PP No. 27 tahun
1983, penyidik pembantu adalah:
0. Pejabat Polisi Negara RI tertentu yg sekurangkurangnya berpangkat Sersan Dua polisi.2
a. Pejabat PNS tertentu yg sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (golongan II/a)
atau yang disamakan dengan itu.2
Oleh karena visum et repertum adalah keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan
dengan kesehatan dan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang
meminta visum et repertum, karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan undang-
undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHP).2
1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar
diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.2
2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum
terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim
memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.2
3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2).2
4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh
instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang
mempunyai wewenang untuk itu.2
2.1.8 Sanksi bagi pelanggar kewajiban dokter
Pasal 216 KUHP
1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak
Sembilan ribu rupiah.2
2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undang-
undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan
umum.2
3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya dapat ditambah
sepertiga.2
Pasal 222 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan
mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.2
Nama Visum et Repertum sendiri hanya disebut di dalam Staatsblad 350 tahun 1937 pasal 1
dan 2. Nama Visum et Repertum hingga saat ini masih dipertahankan, walaupun dengan konsep
yang lama. Nama Visum et Repertum ini digunakan untuk membedakan surat atau keterangan
ahli yang dibuat dokter dengan surat atau keterangan ahli yang dibuat oleh ahli lain yang bukan
dokter. Dasar hukum dari Visum et Repertum adalah pasal 133 Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHP). Sanksi hukum bila dokter menolak permintaan penyidik, dapat dikenakan
sanksi pidana diatur dalam KUHP pasal 216.4
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu
sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP. Sesuai pasal 6 (1) butir a, penyidik
yang dimaksud adalah pejabat polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi
pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia. Oleh karena
Visum et Repertum adalah keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan dengan kesehatan
jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang meminta Visum et Repertum,
karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar
hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHAP).4
Apabila diperlukan pemeriksaan bedah mayat dan keluarga keberatan, maka penyidik wajib
menjelaskan kepada keluarga korban hingga keluarga korban dapat memahami tujuan dan
kepentingan pemeriksaan. Penyidik juga masih dapat menerapkan Pasal 222 KUHP yang akan
memberikan sangsi pidana apabila keluarga menghalang-halangi guna pemeriksaan jenazah
untuk keadilan. Berdasarkan Pasal 134 KUHAP, seorang penyidik hanya mempunyai kewajiban
menerangkan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan diadakannya pemeriksaan bedah mayat
tersebut. Apabila penyidik sudah meminta untuk dilakukan pemeriksaan bedah mayat maka
bersifat”mutlak” atau obligatory dan tidak dapat ditolak. Keluarga korban hanya diberitahu
mengenai maksud dan tujuan bedah mayat sehingga tidak meminta persetujuan dari keluarga
korban.3
Mengenai kepangkatan pembuat surat permintaan Visum et Repertum telah diatur dalam
Peraturan Pemerintah no. 27 tahun 1983 yang menyatakan penyidik POLRI berpangkat
serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua, sedangkan pada wilayah kepolisian tertentu yang
komandannya adalah seorang bintara (Brigadir), maka ia adalah penyidik karena jabatannya
tersebut. Kepangkatan bagi penyidik pembantu adalah bintara serendah-rendahnya Brigadir dua.
Untuk mengetahui apakah suatu surat permintaan pemeriksaan telah ditandatangani oleh yang
berwenang, maka yang penting adalah bahwa si penanda tangan menandatangani surat tersebut
selaku penyidik. Wewenang penyidik meminta keterangan ahli ini diperkuat dengan kewajiban
dokter untuk memberikannya bila diminta, seperti yang tertuang dalam pasal 179 KUHAP.4
Keterangan ahli dapat menyatakannya di sidang pengadilan dan juga dapat dinyatakan saat
sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan
dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan
atau pekerjaan. Hal ini dituang dalam pasal 186 dan 187 (c) KUHP yang mengatur tentang
produk dokter yang sepadan dengan Visum et Repertum dalam Stb no.350 tahun 1937, kedua
pasal ini termasuk ke dalam alat bukti yang sah sesuai ketentuan dalam pasal 184 KUHP.
Perbedaannya adalah bahwa keterangan ahli atau surat adalah keterangan atau pendapat yang
dibuat oleh ahli (termasuk dokter) berdasarkan keilmuannya, tidak hanya terbatas pada apa yang
dilihat dan ditemukan oleh si pembuat. Oleh karena berdasarkan keilmuannya, maka keterangan
ahli atau surat tersebut yang dibuat oleh dokter harus dibuat atas dasar pemeriksaan medis.4
Pendapat yang tidak berdasarkan hasil pemeriksaan medis tentu saja tidak merupakan bagian
dari Visum et Repertum. Pemeriksaan medis tersebut tidak harus dilakukan oleh dokter pembuat
Visum et Repertum sendiri. Hal ini mengingat bahwa kemajuan ilmu kedokteran mengakibatkan
berbagai keahlian khusus pula, sehingga pemeriksaan medis terhadap seseorang korban mungki
saja dibuat oleh beberapa dokter dari berbagai bidang spesialisasi.4
Secara umum terdapat dua jenis Visum et Repertum yaitu Visum et Repertum untuk korban
hidup dan Visum et Repertum untuk orang mati. Untuk korban hidup dapat berupa Visum et
Repertum luka, Visum et Repertum perkosaan/kejahatan seksual, Visum et Repertum psikiatrik
dan sebagainya sesuai dengan kondisi subjek yang diperiksa. Untuk korban mati akan disusun
Visum et Repertum jenazah. Pada umumnya semua dokter dianggap memiliki kemampuan untuk
menyusun Visum et Repertum dalam bentuk apapun.4
Apabila Visum et Repertum belum dapat menjernihkan persoalan di sidang pengadilan, maka
hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum
dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas
barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya
terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan pasal 180 KUHAP.4
a. Lebam mayat disebut juga livor mortis atau postmortem lividity, adalah suatu keadaan
dimana terjadi pengumpulan darah pada bagian-bagian tubuh yang terletak paling bawah
namun bukan daerah yang tertekan akibat berhentinya pompa jantung dan pengaruh gaya
gravitasi.
b. Timbul antara 15 menit sampai 1 jam setelah kematian. Pada awalnya lebam mayat pada
penekanan akan menghilang. Seiring dengan bertambahnya waktu maka lebam mayat
berangsur-angsur semakin jelas dan merata. Dengan munculnya kaku mayat termasuk
pada tunika muskularis pembuluh darah maka lebam mayat akan menetap walaupun pada
bagian tersebut ditekan. Lebam mayat akan menetap sekitar 12 jam setelah kematian.
c. Periksa bagian terbawah dari jenazah. Tampak sebagai bercak besar pada kulit berwarna
merah keunguan yang kemudian melebar dan merata pada bagian tubuh yang rendah.
d. Tekan pada bagian yang terdapat bercak merah keunguan, saat dilepas tekanan memucat
atau tidak.
e. Foto untuk dokumentasi pemeriksaan.
f. Catat distribusi lebam mayat, warna, hilang atau tidak pada penekanan.5
Pada hasil pemeriksaan jenazah anak ditemukan lebam mayat pada punggung dan tidak
hilang pada penekanan. Sesuai dengan yang dijelaskan, diperkirakan anak ini mati sekitar 12 jam
yang lalu.
a. Kaku mayat disebut juga rigor mortis atau postmortem rigidity, adalah suatu keadaan
dimana terjadi pemecahan ATP menjadi ADP dan penumpukan asam laktat yang tidak
bisa diresintesis kembali menjadi ATP karena tidak adanya oksigen yang masuk ke
tubuh. Hal ini mengakibatkan serat otot memendek dan kaku. Kaku mayat muncul sekitar
2 jam setelah kematian dan setelah 12 jam menjadi sempurna pada seluruh tubuh dan
sukar dilawan.
b. Lakukan saat melepas pakaian (jika berpakaian)
c. Raba kekakuan otot mulai dari otot-otot kecil hingga otot-otot besar.
d. Gerakkan persendian rahang, leher, anggota gerak atas dan bawah sambil merasakan
tahanan pada otot-otot di sekitarnya.
e. Catat distribusi kaku mayat dan intensitas kekakuan.5
Pada hasil pemeriksaan jenazah anak ditemukan kaku mayat pada seluruh tubuh. Sesuai
dengan yang dijelaskan, diperkirakan anak ini mati sekitar 12 jam yang lalu.
Pada bagian tubuh lainnya dapat ditemukan tardieu’s spot pada dahi, diatas kelopak mata,
dibawah konjungtiva dan di dekat pelipis. Perubahan warna pada tubuh juga dapat dijumpai
berupa kebiruan (sianosis) maupun keunguan. Sianosis dapat ditemukan pada kuku jari
sementara pewarnaan ungu pada kulit dapat terlihat pada ekstremitas bawah atau bagian bawah
dari ekstremitas atas. Pada pria dan wanita dapat ditemukan discharge feses atau urin yang
dikeluarkan secara involunter sementara itu pada pria dapat ditemukan discharge sperma.8
Jika kematian terjadi sebagai akibat dari kerusakan otak ini, kasus seperti itu biasanya disebut
kematian otak hipoksia. Kematian otak hipoksia sebagai akibat dari infark jantung yang disertai
dengan hemoperfusi otak sementara tidak diklasifikasikan sebagai sesak napas. Kematian otak
setelah perdarahan subdural dengan kompresi serebral dan penurunan perfusi otak juga tidak
dianggap sebagai sesak napas. Pingsan juga menyebabkan kematian karena otak bereaksi paling
sensitif dari semua organ terhadap defisiensi O2 dan kematian otak terjadi secara tidak
langsung.8,9
Dalam penanganan barang bukti kedokteran forensik untuk pemeriksaan lanjutan atau
pemeriksaan DNA harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:3
a. Barang bukti kedokteran forensik berupa darah, liur, sperma, rambut dengan akar rambut,
gigi, tulang, kulit, otot, dan semua yang berkaitan dengan tubuh manusia.
b. Perlu dipikirkan untuk mengamankan dan merawat barang bukti dari kerusakan.
c. Darah segar disimpan dalam tabung darah dengan menambahkan larutan EDTA 10%
(jangan menggunakan formalin).
d. Darah, sperma dan liur disimpan dalam kassa kering dan diangin anginkan sampai kering
lalu disimpan dalam amplop bukan kantong plastik.
e. Rambut dengan akarnya, gigi, tulang, kulit, otot dan semua yang berkaitan dengan tubuh
manusia disimpan dalam amplop.3
Pemeriksaan Luar:
1. Label mayat:-
2. Tutup mayat:-
3. Bungkus mayat: -
4. Pakaian:-
5. Perhiasan:-
6. Benda di samping mayat: ditemukan cairan pembasmi serangga dan satu buah pisau
berlumuran darah
Tanda kematian:
1. Lebam mayat
Pada kasus ini ditemukan lebam mayat pada punggung anak dan tidak hilang pada
penekanan. Kemungkinan korban meninggal sekitar 12 jam yang lalu.7
2. Kaku mayat
Pada kasus ini ditemukan kaku mayat pada seluruh tubuh. Kaku mayat yang sudah
lengkap memberikan menandakan korban meninggal sekitar 12 jam yang lalu.7
3. Suhu tubuh : -
4. Pembusukan: -
5. Mummifikasi: -
6. Adipocere: -
Identifikasi umum:
1. Jenis Kelamin: Laki-laki
2. Bangsa: Indonesia
3. Ras: -
4. Umur: 2 tahun
5. Warna Kulit: -
6. Keadaan gizi: -
7. Tinggi badan: -
8. Berat badan: -
Identifikasi khusus
1. Tattoo: -
2. Jaringan parut: -
3. Anomali: -
4. Pemeriksaan rambut: -
5. Pemeriksaan mata: -
6. Pemeriksaan daun telinga dan hidung: -
7. Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut: pada seluruh permukaan bibir atas dan
bawah terdapat memar berwarna biru kehitaman. Kemungkinan akibat kekerasan tumpul
pada mulut.
8. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan: -
9. Pemeriksaan terhadap tanda-tanda kekerasan:
- Letak luka: pada pergelangan tangan kiri, terdapat luka terbuka tepi rata, dasar
jaringan otot, dengan tidak ada pembuluh darah yang terpotong.
- Jenis luka: luka terbuka tepi rata yang memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat
kekerasan tajam.
- Arah luka: -
- Tepi luka: rata
- Sudut luka: -
- Dasar luka: dasar jaringan otot
- Ukuran luka: -
10. Pemeriksaan terhadap patah tulang: -
Pemeriksaan Dalam
1. Lidah :-
2. Tonsil :-
3. Kerongkongan :-
4. Batang tenggorok :-
5. Rawan gondok :-
6. Arteria karotis interna : -
7. Kelenjar timus :-
8. Paru-paru : pada dinding paru ditemukan banyak bintik perdarahan, serta
pelebaran pembuluh darah pada organ-organ menunjukkan terjadinya asfiksia.9
9. Jantung : pada dinding jantung ditemukan banyak bintik perdarahan serta
pelebaran pembuluh darah pada organ.
Tidak ada yang melihat orang lain yang masuk atau keluar dari rumah. Beberapa hari terakhir si
ibu dan ayahnya sering bertengkar hebat. Saat kejadian ayahnya sedang bekerja di kantor.
Sebab kematian
Kekerasan tumpul pada mulut yang menyebabkan tertutupnya jalan napas bagian luar.
Mekanisme Kematian
Mekanisme kematian pada kasus ini adalah asfiksia.
Yang bertandatangan di bawah ini, dr. Daniel Geraldo, Sp.F, dokter pada Rumah Sakit UKRIDA
Jakarta Barat, atas permintaan tertulis dari Kepolisian Metropolitan Grogol dengan suratnya
nomor VER-19/11/ 2018, tertanggal 29 November 2020, maka dengan ini menerangkan bahwa
pada tanggal dua puluh sembilan november tahun dua ribu dua puluh, pukul enam belas lewat
lima belas menit waktu indonesia bagian barat, bertempat di RS UKRIDA Jakarta Barat, telah
melakukan pemeriksaan jenazah dengan nomor registrasi 096-20-07 yang menurut surat
permintaan tersebut adalah:
Nama : Bayi X
Umur : 2 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Warganegara : Indonesia
Pekerjaan :
Alamat :
HASIL PEMERIKSAAN
I. Pemeriksaan Luar
1. Label mayat: ------------------------------------------------------------
2. Tutup mayat: -----------------------------------------------------------
3. Bungkus mayat: --------------------------------------------------------
4. Pakaian: -----------------------------------------------------------------
5. Perhiasan: ---------------------------------------------------------------
6. Benda di samping mayat: ditemukan cairan pembasmi serangga dan satu buah pisau
berlumuran darah.
7. Lebam mayat: pada kasus ini ditemukan lebam mayat pada punggung anak dan tidak
hilang pada penekanan.
8. Kaku mayat: pada kasus ini ditemukan kaku mayat pada seluruh tubuh.
9. Suhu tubuh: ----------------------------------------------------------------------
10. Pembusukan: ---------------------------------------------------------------------
11. Identifikasi umum:
Jenis Kelamin: Laki-laki
Bangsa: Indonesia
Ras: --------------------------------------------------------------------------------
Umur: 2 tahun
Warna kulit: ------------------------------------------------------------
Keadaan gizi: -----------------------------------------------------------
Tinggi badan: ----------------------------------------------------------
Berat badan: -------------------------------------------------------------------------------------
17. Identifikasi khusus
Tattoo: ---------------------------------------------------------------------------
Jaringan parut: -----------------------------------------------------------------
Anomali: -------------------------------------------------------------------------
18. Pemeriksaan rambut: ----------------------------------------------------------------------------
19. Pemeriksaan mata: -------------------------------------------------------------------------------
20. Pemeriksaan daun telinga dan hidung: --------------------------------------------------------
21. Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut: Pada seluruh permukaan bibir atas dan
bawah terdapat memar bewarna biru kehitaman
22. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan: --------------------------------------------
23. Pemeriksaan terhadap tanda-tanda kekerasan:
Letak luka: Pada pergelangan tangan kiri ditemukan adanya satu luka terbuka tepi rata,
dasar jaringan otot dengan tidak ada pembuluh darah yang terpotong.
Jenis luka: Luka terbuka tepi rata yang memiliki ciri-ciri sesuai dengan akibat kekerasan
tajam.
Arah luka: --------------------------------------------------------------------------
Tepi luka: rata
Sudut luka: -------------------------------------------------------------------------
Dasar luka: jaringan otot. --------------------------------------------------------
Ukuran luka: -----------------------------------------------------------------------
24. Pemeriksaan terhadap patah tulang: -
II. Pemeriksaan Dalam
Lidah :-------------------------------------------------------------------------------------------
Tonsil:-------------------------------------------------------------------------------------------
Kerongkongan:---------------------------------------------------------------------------------
Batang tenggorok:-----------------------------------------------------------------------------
Rawan gondok:--------------------------------------------------------------------------------
Arteria karotis interna :-----------------------------------------------------------------------
Kelenjar timus:--------------------------------------------------------------------------------
Paru-paru: pada dinding paru ditemukan banyak bintik perdarahan serta pelebaran
pembuluh darah pada organ menunjukkan terjadinya asfiksia
Jantung: pada dinding jantung ditemukan banyak bintik perdarahan serta pelebaran
pembuluh darah pada organ.
Aorta thorakalis: ----------------------------------------------------------------------------------
Aorta abdominalis: -------------------------------------------------------------------------------
Ginjal :----------------------------------------------------------------------------------------------
Hati, kandung empedu, dan pankreas : --------------------------------------------------------
Limpa dan kelenjar getah bening : -------------------------------------------------------------
Lambung dan Usus : ------------------------------------------------------------------------------
Otak besar, otak kecil, dan batang otak : ------------------------------------------------------
Alat kelamin dalam : -----------------------------------------------------------------------------
KESIMPULAN
Pada pemeriksaan mayat anak laki-laki berusia 2 tahun ditemukan lebam mayat pada
punggung yang tidak hilang pada penekanan serta kaku mayat pada seluruh tubuh, diperkiraan
waktu kematian sekitar 12 jam yang lalu. Pada pemeriksaan luar ditemukan memar bewarna biru
kehitaman di seluruh permukaan bibir atas dan bawah akibat kekerasa benda tumpul. Pada
pergelangan tangan kiri, terdapat luka terbuka tepi rata, dasar jaringan otot dengan tidak ada
pembuluh darah yang terpotong yang memberi petunjuk bahwa terdapat kekerasan benda tajam.
Pada kuku jari-jari tangan dan kaki bewarna kebiruan diduga disebabkan oleh asfiksia. Pada
pemeriksaan ditemukan bintik perdarahan pada paru-paru dan jantung, serta pelebaran pembuluh
darah pada organ. Hal ini menunjukkan telah terjadi proses asfiksia yang berakibat kematian.
Sebab mati pada kasus ini adalah kekerasan tumpul pada mulut (pembekapan) yang
mengakibatkan tersumbatnya jalan nafas sehingga menyebabkan mati lemas, sedangkan
mekanisme kematian adalah asfiksia.
PENUTUP
Demikian surat keterangan ini dibuat berdasarkan dengan penguraian yang sejujur-jujurnya dan
menggunakan pengetahuan yang sebaik-baiknya serta mengingat sumpah pada saat menerima
jabatan.
5. Henky, Yulianti K, Alit I.B.P, Rustyadi D. Ilmu kedokteran forensik dan medikolegal.
Edisi ke-1. Denpasar: Udayana University Press; 2017. h.16-8
6. Staf Pengajar Bagian Forensik FKUI. Teknik autopsi forensik. Jakarta: Penerbit Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000.h.12-44.
7. Bardale, R. Principle of Forensic Medicine and Toxicology. New Delhi: Jaypee Brother
Medical Publisher; 2011. P.138-196
8. Maeda B. Handbook of forensic medicine. 1st Edition. Germany: John Wileu & Sons,
Ltd; 2014. p. 367-8
9. Kushasamita H. perbandingan gambar histopatologi otak tikus wistar yang digantung
dengan pembedaan periode postmortem. 2018. Diponegoro; 15.
10. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta:
Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997.
11. Dahlan S. Ilmu kedokteran forensik: pedoman bagi dokter dan penegak hukum.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro;2000.p.141-8.
12. Kastubi K. Fungsi bedah mayat forensik (autopsi) untuk mencari kebenaran materiil
dalam suatu tindak pidana. Jurnal Spektrum Hukum. 2016 Apr 18;13(1):73-88.