Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PUSTAKA

A. SISTEM KLASIFIKASI PASIEN


1. Definisi
Klasifikasi pasien adalah metode pengelompokkan pasien menurut jumlah dan kompleksitas
persyaratan perawatan mereka. Dalam banyak sistem klasifikasi, pasien dikelompokkan
sesuai dengan ketergantungan mereka pada pemberi perawatan dan kemampuan yang
diperlukan untuk memberikan perawatan.
2.  Tujuan Sistem klasifikasi Pasien
Tujuan klasifikasi pasien adalah untuk mengkaji pasien dan pemberian nilai untuk mengukur
jumlah usaha yang diperlukan untuk memenuhi perawatan yang dibutuhkan pasien (Gillies,
1994). Menurut Swanburg, tujuan klasifikasi pasien adalah untuk menentukan jumlah dan
jenis tenaga yang dibutuhkan dan menentukan nilai produktivitas.
Setiap kategori deskriptor empat perawatan (aktifitas sehari-hari, kesehatan umum, dukungan
pengajar serta emosional, dan perlakuan sekitar pengobatan) dipakai untuk menunjukkan
karakteristik dan tingkat perawat yang dibutuhkan pasien di dalam klasifikasi tersebut.
Klasifikasi pasien sangat menentukan perkiraan kebutuhan tenaga. Hal ini dilakukan untuk
menetapkan jumlah tenaga keperawatan sesuai dengan kategori yang dibutuhkan untuk
asuhan keperawatan klien di setiap unit.
3.  Sistem klasifikasi Pasien
Kategori keperawatan klien menurut Swanburg (1999) terdiri dari :
1)  Self-care
Klien memerlukan bantuan minimal dalam melakukan tindak keperawatan dan
pengobatan. Klien melakukan aktivitas perawatan diri sendiri secara mandiri.
Biasanya dibutuhkan waktu 1-2 jam dengan waktu rata-rata efektif 1,5 jam/24 jam.
2) Minimal care
Klien memerlukan bantuan sebagian dalam tindak keperawatan dan pengobatan
tertentu, misalnya pemberian obat intravena, dan mengatur posisi. Biasanya
dibutuhkan waktu 3-4 jam dengan waktu rata-rata efektif 3,5 jam/24 jam.
3)  Intermediate care
Klien biasanya membutuhkan waktu 5-6 jam dengan waktu rata-rata efektif 5,5
jam/24 jam.
4) Mothfied intensive care
Klien biasanya membutuhkan waktu 7-8 jam dengan waktu rata-rata efektif 7,5
jam/24 jam.
5) . Intensive care
Klien biasanya membutuhkan 10-14 jam dengan waktu rata-rata efektif 12 jam/24
jam.

Metode lain yang sering digunakan di Rumah Sakit adalah metode menurut Donglas (1984), yang
mengklasifikasi derajat ketergantungan pasien dalam tiga kategori, yaitu perawatan miniaml, perawatan
intermediate, dan perawatan maksimal atau total.

1)  Perawatan minamal
Perawatan ini memerlukan waktu 1-2 jam/24 jam. Kriteria klien pada klasifikasi ini
adalah klien masih dapat melakukan sendiri kebersihan diri, mandi, dan ganti pakaian, termasuk
minum. Meskipun demikian klien perlu diawasi ketika melakukan ambulasi atau gerakan. Ciri-
ciri lain pada klien dengan klasifikasi ini adalah observasi tanda vital dilakukan setiap shift,
pengobatan minimal, status psikologis stabil, dan persiapan pprosedur memerlukan pengobatan.
2) Perawatan intermediate
Perawatan ini memerlukan waktu 3-4 jam/24 jam. Kriteria klien pada klasifikasi ini
adalah klien masih perlu bantuan dalam memenuhi kebersihan diri, makan dan minum. Ambulasi
serta perlunya observasi tanda vital setiap 4 jam. Disamping itu klien dalam klasifikasi ini
memerlukan pengobatan lebih dan sekali. Kateter Foley atau asupan haluarannya dicatat. Dan
klien dengan pemasangan infus serta persiapan pengobatan memerlukan prosedur.
3)  Perawatan maksimal atau total
Perawat ini memerlukan waktu 5-6jam/24 jam. Kriteria klien pada klasifikasi ini adalah
klien harus dibantu tentang segala sesuatunya. Posisi yang diatur, observasi tanda vital setiap 2
jam, makan memerlukan selang NGT (Naso Gastrik Tube), menggunakan terapi intravena,
pemakaian alat penghisap (suction), dan kadang klien dalam kondisi gelisah/disorientasi.

4. Faktor Pendukung
1. Penjadwalan
Metode penjadwalan siklis merupakan salah satu metode penjadwalan yang dapat digunakan
untuk penjadwalan perawat. Dalam metode ini setiap perawat akan bekerja selama periode
waktu tertentu dan akan berulang secara periodik.
2. catatan personal.
Setiap perawat melakukan pencatatan, diantaranya menulis diagnosa pasien, perencanaan
tindakan, pengisian realisasi asuhan keperawatan, laporan sak peruang, laporan rekap sak
peruang.
3. Laporan bertahap
Sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan dilakukan penilaian untuk menilai
keberhasilannya. Bila belum berhasil, perli disusun rencana baru yang sesuai. Semua
tindakan keperaeatan mungkiin tidak dapat dilaksanakan dalam satu kali, maka dari itu perlu
adanya laporan bertahap.
4. Pengembangan anggaran
Dalam tahun anggaran hanya dapat terealisasi sekitar 16% dari anggaran yang diusulkan,
pendidikan perawat dengan latar belakang spk 31%. Perawat yang mempunyai pendidikan
profesi satu orang, oleh sebab itu, RS belum mempunyai perencanaan untuk pelatihan bagi
tenaga perawat yang berkesinambungan dan proaktif.
5. Alokasi sumber dan pengendalian biaya
RS tetap fokus pada bisnis inti pelayanan kesehatan.
 Mengatur alokasi sumber daya dibidang keperawatan secara epektif dan efisien.
 mengumpulkan data untuk mengidentifikasi kegiatan layanan pasien yang sedang
berjalan.
 Merekomendasikan strategi untuk meningkatka untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan sumber daya
6. Analisa kelompok diagnosa yang berhubungan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan
masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana berdasarkan
pendidikkan dan pengalamannya, perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi mencegah dan
merubah status kesehatan klien.
7. Pengendalian mutu
Salahsatu cara untuk pengembangan dan pengendalian mutu keperawatan adalah dengan cara
mengembangkan lahan praktek keperawatan disertai dengan adanya pembinaan masyarakat
profesional keperawatan untuk melaksanakan pengalaman belajar dilapangan dengan benar
bagi peserta didik.
8. Catatan pengembangan staf
Membantu RS untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan staf
yang lebih tepat guna. Sehingga RS akan mempunyai tenaga yang cukup tampil
untuk pengembangan pelayanan perawatan dimasa depan.
9. Model dan simulasi untuk pengambilan keputusan
DSS : Decission Support System “ Problem yang kompleks dapat diselesaikan “
DSS selain dapat dapat digunakan untuk membantu user mengambil keputusan dari
data yang bersifat kuantitatif, dan dapat juga digunakan untuk membantu proses
pengambilan keputusan yang bersipat kualitatif. DSS Dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kemudahan dan rintangan yang didapatkan ketika mengintegrasi
perawat magang ke unit gawat darurat.
10. Rencana strategi
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau
mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Tahap ini
dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi (
Iyer, Taptich & Bernocchi-Losey, 1996). Secara tradisional, rencana keperawatan diartikan
sebagai suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelasaiakan masalah,tujuan dan intervensi.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, rencana keperawatan merupakan metode komunikasi
tentang asuhan keperawatan kepada klien. Setiap klien yang memerlukan asuhan keperawatan
perlu suatu perencanaan yang baik. Misalnya, semua klien pasca operasi memerlukan suatu
pengamatan tentang pengelolaan cairan dan nyeri. Sehingga semua tindakan keperawatan
harus distandarisasi. Dari Depkes R.I (1995).
11. Rencana permintaan jangka pendek dan rencana kerja
Agar tenaga kerja kesehatan terus diupdate dengan teknologi terkini dan untuk memastikan
mutu pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, tenaga kerja kesehatan membutuhkan
pelatihan jangka pendek yang diselenggarakan secara reguler.
12. Evolusi program
Evolusi perkembangan sistem pelayanan kesehatan telah mengubah peran dan tanggung
jawab perawat secara signifikan. Dalam perkembangan lebih lanjut, perawat dituntut untuk
bertanggungjawab memberikan praktik yang aman dan epektif serta bekerja dalam
lingkungan yang memiliki standar klinik yang tinggi. ( Mahlmeister, 1999 )

4. Konsep Timbang Terima (hand Over)


1. Pengertian
Timbang terima memiliki beberapa istilah lain. Beberapa istilah itu diantaranya handover,
handoffs, shift report, signout, signover dan cross coverage. Handover adalah komunikasi
oral dari informasi tentang pasien yang dilakukan oleh perawat pada pergantian shift jaga.
Friesen (2008) menyebutkan tentang definisi dari handover adalah transfer tentang informasi
(termasuk tanggungjawab dan tanggunggugat) selama perpindahan perawatan yang
berkelanjutan yang mencakup peluang tentang pertanyaan, klarifikasi dan konfirmasi tentang
pasien.
Handoffs juga meliputi mekanisme transfer informasi yang dilakukan, tanggungjawab utama
dan kewenangan perawat dari perawat sebelumnya ke perawat yang akan melanjutnya
perawatan.
Nursalam (2008), menyatakan timbang terima adalah suatu cara dalam menyampaikan
sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan klien. Handover adalah waktu dimana
terjadi perpindahan atau transfer tanggungjawab tentang pasien dari perawat yang satu ke
perawat yang lain.
Tujuan dari handover adalah menyediakan waktu, informasi yang akurat tentang rencana
perawatan pasien, terapi, kondisi terbaru, dan perubahan yang akan terjadi dan antisipasinya.

SKEMA TIMBANG TERIMA


2. Tujuan Timbang Terima
 Menyampaikan masalah, kondisi, dan keadaan klien (data fokus).
 Menyampaikan hal-hal yang sudah atau belum dilakukan dalam asuhan keperawatan
kepada klien.
 Menyampaikan hal-hal penting yang perlu segera ditindaklanjuti oleh dinas
berikutnya. Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.
Timbang terima (handover) memiliki tujuan untuk mengakurasi, mereliabilisasi komunikasi
tentang tugas perpindahan informasi yang relevan yang digunakan untuk kesinambungan
dalam keselamatan dan keefektifan dalam bekerja.
Timbang terima (handover) memiliki 2 fungsi utama yaitu:
 Sebagai forum diskusi untuk bertukar pendapat dan mengekspresikan perasaan
perawat.
 Sebagai sumber informasi yang akan menjadi dasar dalam penetapan keputusan dan
tindakan keperawatan.
3. Langkah-langkah dalam Timbang Terima
1) Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap.
2) Shift yang akan menyerahkan perlu menyiapkan hal-hal yang akan disampaikan.
3) Perawat primer menyampaikan kepada perawat penanggung jawab shift selanjutnya
meliputi:
a. Kondisi atau keadaan pasien secara umum
b. Tindak lanjut untuk dinas yang menerima operan
c. Rencana kerja untuk dinas yang menerima laporan
4) Penyampaian timbang terima diatas harus dilakukan secara jelas dan tidak terburu-
buri.
5) Perawat primer dan anggota kedua shift bersama-sama secara langsung melihat
keadaan pasien. (Nursalam, 2002)

4. Prosedur dalam Timbang Terima


1. Persiapan
 Kedua kelompok dalam keadaan siap.
 Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan.
2. Pelaksanaan
Dalam penerapannya, dilakukan timbang terima kepada masing-masing penanggung
jawab:
1) Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian shift atau operan.
2) Dari nurse station perawat berdiskusi untuk melaksanakan timbang terima
dengan mengkaji secara komprehensif yang berkaitan tentang masalah
keperawatan klien, rencana tindakan yang sudah dan belum dilaksanakan serta
hal-hal penting lainnya yang perlu dilimpahkan.
3) Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang lengkap sebaiknya
dicatat secara khusus untuk kemudian diserahterimakan kepada perawat yang
berikutnya.
4) Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat timbang terima adalah :
 Identitas klien dan diagnosa medis.
 Masalah keperawatan yang kemungkinan masih muncul.
 Tindakan keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan.
 Intervensi kolaborasi dan dependen.
 Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalam kegiatan
selanjutnya, misalnya operasi, pemeriksaan laboratorium atau
pemeriksaan penunjang lainnya, persiapan untuk konsultasi atau
prosedur lainnya yang tidak dilaksanakan secara rutin.
5) Perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan klarifikasi, tanya
jawab dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang kurang jelas Penyampaian
pada saat timbang terima secara singkat dan jelas
6) Lama timbang terima untuk setiap klien tidak lebih dari 5 menit kecuali pada
kondisi khusus dan memerlukan penjelasan yang lengkap dan rinci.
7) Pelaporan untuk timbang terima dituliskan secara langsung pada buku laporan
ruangan oleh perawat. (Nursalam, 2002)
Timbang terima memiliki 3 tahapan yaitu:
1) Persiapan yang dilakukan oleh perawat yang akan melimpahkan tanggungjawab. Meliputi
faktor informasi yang akan disampaikan oleh perawat jaga sebelumnya.
2) Pertukaran shift jaga, dimana antara perawat yang akan pulang dan datang melakukan
pertukaran informasi. Waktu terjadinya operan itu sendiri yang berupa pertukaran
informasi yang memungkinkan adanya komunikasi dua arah antara perawat yang shift
sebelumnya kepada perawat shift yang datang.
3) Pengecekan ulang informasi oleh perawat yang datang tentang tanggung jawab dan tugas
yang dilimpahkan. Merupakan aktivitas dari perawat yang menerima operan untuk
melakukan pengecekan data informasi pada medical record atau pada pasien langsung.
5. Metode dalam Timbang Terima
1. Timbang terima dengan metode tradisional
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kassesan dan Jagoo (2005) di sebutkan
bahwa operan jaga (handover) yang masih tradisional adalah:
a. Dilakukan hanya di meja perawat.
b. Menggunakan satu arah komunikasi sehingga tidak memungkinkan munculnya
pertanyaan atau diskusi.
c. Jika ada pengecekan ke pasien hanya sekedar memastikan kondisi secara umum.
d. Tidak ada kontribusi atau feedback dari pasien dan keluarga, sehingga proses
informasi dibutuhkan oleh pasien terkait status kesehatannya tidak up to date.
2. Timbang terima dengan metode bedside handover
Menurut Kassean dan Jagoo (2005) handover yang dilakukan sekarang sudah
menggunakan model bedside handover yaitu handover yang dilakukan di samping tempat
tidur pasien dengan melibatkan pasien atau keluarga pasien secara langsung untuk
mendapatkan feedback.
Secara umum materi yang disampaikan dalam proses operan jaga baik secara tradisional
maupun bedside handover tidak jauh berbeda, hanya pada handover memiliki beberapa
kelebihan diantaranya:
 Meningkatkan keterlibatan pasien dalam mengambil keputusan terkait kondisi
penyakitnya secara up to date.
 Meningkatkan hubungan caring dan komunikasi antara pasien dengan perawat.
Mengurangi waktu untuk melakukan klarifikasi ulang pada kondisi pasien secara
khusus.

Bedside handover juga tetap memperhatikan aspek tentang kerahasiaan pasien jika ada
informasi yang harus ditunda terkait adanya komplikasi penyakit atau persepsi medis
yang lain.

Timbang terima memiliki beberapa metode pelaksanaan diantaranya:

 Menggunakan Tape recorder Melakukan perekaman data tentang pasien


kemudian diperdengarkan kembali saat perawat jaga selanjutnya telah datang.
Metode itu berupa one way communication.
 Menggunakan komunikasi Oral atau spoken Melakukan pertukaran informasi
dengan berdiskusi.
 Menggunakan komunikasi tertulis –written Melakukan pertukaran informasi
dengan melihat pada medical record saja atau media tertulis lain.
Berbagai metode yang digunakan tersebut masih relevan untuk dilakukan bahkan
beberapa rumah sakit menggunakan ketiga metode untuk dikombinasi.
Menurut Joint Commission Hospital Patient Safety, menyusun pedoman implementasi
untuk timbang terima, selengkapnya sebagai berikut:
1) 1. Interaksi dalam komunikasi harus memberikan peluang untuk adanya
pertanyaan dari penerima informasi tentang informasi pasien.
2) Informasi tentang pasien yang disampaikan harus up to date meliputi terapi,
pelayanan, kodisi dan kondisi saat ini serta yang harus diantipasi.
3) Harus ada proses verifikasi tentang penerimaan informasi oleh perawat penerima
dengan melakukan pengecekan dengan membaca, mengulang atau
mengklarifikasi.
4) Penerima harus mendapatkan data tentang riwayat penyakit, termasuk perawatan
dan terapi sebelumnya.
5) Handover tidak disela dengan tindakan lain untuk meminimalkan kegagalan
informasi atau terlupa.

6. Faktor-faktor dalam Timbang Terima


a) Komunikasi yang objective antar sesama petugas kesehatan.
b) Pemahaman dalam penggunaan terminology keperawatan.
c) Kemampuan menginterpretasi medical record.
d) Kemampuan mengobservasi dan menganalisa pasien.
e) Pemahaman tentang prosedur klinik
7. Efek Timbang Terima dalam Shift Jaga
Timbang terima atau operan jaga memiliki efek-efek yang sangat mempengaruhi diri seorang
perawat sebagai pemberi layanan kepada pasien. Efek-efek dari shift kerja atau operan adalah
sebagai berikut:
a. Efek Fisiologi
Kualitas tidur termasuk tidur siang tidak seefektif tidur malam, banyak gangguan dan
biasanya diperlukan waktu istirahat untuk menebus kurang tidur selama kerja malam.
Menurunnya kapasitas fisik kerja akibat
b. Efek Psikososial
Efek ini berpengeruh adanya gangguan kehidupan keluarga, efek fisiologis hilangnya
waktu luang, kecil kesempatan untuk berinteraksi dengan teman, dan mengganggu
aktivitas kelompok dalam masyarakat. Saksono (1991) mengemukakan pekerjaan malam
berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang biasanya dilakukan pada siang atau
sore hari. Sementara pada saat itu bagi pekerja malam dipergunakan untuk istirahat atau
tidur, sehingga tidak dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut, akibat tersisih dari
lingkungan masyarakat.
c. Efek Kinerja
Kinerja menurun selama kerja shift malam yang diakibatkan oleh efek fisiologis dan efek
psikososial. Menurunnya kinerja dapat mengakibatkan kemampuan mental menurun yang
berpengaruh terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan seperti kualitas kendali dan
pemantauan.
d. Efek Terhadap Kesehatan
Shift kerja menyebabkan gangguan gastrointestinal, masalah ini cenderung terjadi pada
usia 40-50 tahun. Shift kerja juga dapat menjadi masalah terhadap keseimbangan kadar
gula dalam darah bagi penderita diabetes.
e. Efek Terhadap Keselamatan Kerja
Survei pengaruh shift kerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja yang dilakukan
Smith et. Al (dalam Adiwardana, 1989), melaporkan bahwa frekuensi kecelakaan paling
tinggi terjadi pada akhir rotasi shift kerja (malam) dengan rata-rata jumlah kecelakaan
0,69 % per tenaga kerja. Tetapi tidak semua penelitian menyebutkan bahwa kenaikan
tingkat kecelakaan industri terjadi pada shift malam. Terdapat suatu kenyataan bahwa
kecelakaan cenderung banyak terjadi selama shift pagi dan lebih banyak terjadi pada shift
malam.

8. Dokumentasi dalam Timbang Terima


Dokumentasi adalah salah satu alat yang sering digunakan dalam komunikasi keperawatan.
Hal ini digunakan untuk memvalidasi asuhan keperawatan, sarana komunikasi antar tim
kesehatan, dan merupakan dokumen pasien dalam pemberian asuhan keperawatan.
Ketrampilan dokumentasi yang efektif memungkinkan perawat untuk mengkomunikasikan
kepada tenaga kesehatan lainnya dan menjelaskan apa yang sudah, sedang, dan akan
dikerjakan oleh perawat.
Yang perlu di dokumentasikan dalam timbang terima antara lain:
a. Identitas pasien.
b. Diagnosa medis pesien.
c. Dokter yang menangani.
d. Kondisi umum pasien saat ini.
e. Masalah keperawatan.
f. Intervensi yang sudah dilakukan.
g. Intervensi yang belum dilakukan.
h. Tindakan kolaborasi.
i. Rencana umum dan persiapan lain.
j. Tanda tangan dan nama terang.

Manfaat pendokumentasian adalah:

a. Dapat digunakan lagi untuk keperluan yang bermanfaat.


b. Mengkomunikasikan kepada tenaga perawat dan tenaga kesehatan lainnya tentang apa
yang sudah dan akan dilakukan kepada pasien.
c. Bermanfaat untuk pendataan pasien yang akurat karena berbagai informasi mengenai
pasien telah dicatat. (Suarli & Yayan B, 2009)

Anda mungkin juga menyukai