PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan merupakan Pelayanan integral dari pelayanan kesehatan dalam
bentuk bio, psiko, sosio dan spiritual guna untuk mempertahankan, meningkatkan derajat
kesehatan yang ditujukan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik dalam
keadaan sakit maupun sehat. Pelayanan keperawatan yang baik dan berkualitas akan
sangat mempengaruhi tingkat pelayanan kesehatan. Pelayanan keperawatan yang
berkualitas diperlukan kedisiplinan dan pedoman dalam memberikan asuhan
keperawatan, salah satunya adalah dengan menerapkan praktik berbasi bukti atau disebut
Evidence Based Practice (EBP).
Ahli bedah dalam keperawatan memiliki wawasan penting yang
bertanggungjawab untuk memajukan pelayanan dimana menyadari bahwa ketidakkekalan
dan fluiditas dari pengetahuan. Selain itu, perawat bedah juga harus menyadari bahwa
“praktik yang baik” akan tercapai apabila terdapat referensi tentang apa yang harus
dilakukan berdasarkan hasil penelitian yang ada(Brunicardi et al., 2019). Namun, dalam
penerapan EBP sendiri memiliki kriteria dan tahapan dalam aplikasi dalam praktik untuk
mencapai tujuan pelayanan yang berkualitas(Melnyk & Fineout-Overholt, 2011).
Semua profesional perawatan kesehatan perlu memahami dan menggunakan
pendekatan praktik berbasis bukti (EBP) untuk praktik. Pada tahun 2003, Institute of
Medicine (IOM) menerbitkan laporan berjudul Health Professions Education: A Bridge
to Quality. Laporan itu berisi mandat ini: “Semua profesional kesehatan harus dididik
untuk memberikan perawatan yang berpusat pada pasien sebagai anggota tim
interdisipliner, menekankan praktik berbasis bukti, pendekatan peningkatan kualitas dan
informatika” (IOM, 2003, hlm. 3). Sejak laporan itu diterbitkan, EBP untuk
meningkatkan kualitas perawatan pasien telah menjadi tema yang konsisten dalam
publikasi IOM, dengan lebih dari 24 laporan ditemukan di situs web mereka untuk
memandu penerapan EBP(Melnyk & Fineout-Overholt, 2011)
B. Tujuan
1. Umum.
Mengetahui konsep penerapan EBP dalam dunia praktik klinis keperawatan sehingga
dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dan berkualitas.
2. Khusus.
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
a. Dapat menjelaskan definisi EBP
b. Dapat menjelaskanPraktek EBP
c. Dapat menjelaskan Langkah-langkah EBP
d. Dapat menjelaskan Sejarah praktek EBP
e. Dapat menjelaskan Peran dan tujuan
f. Dapat menjelaskan Kesenjangan teori-praktik
g. Dapat menjelaskan pengambilan keputusan dan praktik berbasis bukti
h. Dapat menjelaskan Membedakan antara informasi dan bukti
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi EBP.
Beberapa pakar keperawatan dan gerakan Quality and Safety Education for
Nurses (QSEN), EBP menggabungkan bukti terkini terbaik dengan keahlian klinisi dan
nilai serta preferensi pasien untuk membuat keputusan tentang perawatan
kesehatan(Melnyk & Fineout-Overholt, 2015).Definisi ini didasarkan pada karya Sackett
et al. (2000) dalam (Lewis et al., 2014; Melnyk & Fineout-Overholt, 2015), yang telah
mengusulkan tiga komponen EBP yaitu bukti terbaik, keahlian klinis, dan nilai serta
preferensi pasien sebagai bagian dari definisi kedokteran berbasis bukti.Ervin (2002)
sebagaimana dalam (Melnyk & Fineout-Overholt, 2015) mengusulkan definisi EBP
untuk keperawatan: “Praktek keperawatan berbasis bukti adalah praktik di mana perawat
membuat keputusan klinis menggunakan penelitian terbaik yang tersedia dan bukti lain
yang tercermin dalam 271 kebijakan, prosedur, dan pedoman klinis yang disetujui dalam
lembaga kesehatan” (Ervin, 2002, hal. 12). Proses EBP bersifat kolaboratif dan
melibatkan semua anggota tim perawatan kesehatan, termasuk pasien dan keluarga.
Model ini dimiliki oleh banyak profesi perawatan kesehatan dan tidak hanya untuk
keperawatan(Lewis et al., 2014).
F. Kesenjangan teori-praktik
Sering ada jeda panjang bertahun-tahun antara bukti kuat dan perubahan dalam
praktik klinis. Ini disebabkan oleh kombinasi dari:
1. Waktu terbatas
Dokter memiliki waktu terbatas untuk secara teratur membaca dan mengasimilasi
sejumlah besar informasi untuk pengambilan keputusan klinis.
2. Akses dan kemampuan
Penelitian disajikan dengan cara yang tidak mudah diakses dan dokter mungkin tidak
dapat menilai kualitas informasi.
3. Opini pribadi
Temuan penelitian mungkin tidak dapat dipercaya atau didiskon jika tidak sesuai
dengan kepercayaan atau pengalaman dokter.
4. Kurangnya otoritas
Dokter mungkin merasa mereka kurang memiliki otoritas untuk melakukan
perubahan.
Adapun hambatan yang dijumpai dalam penggunaan hasil-hasil penetitian
keperawatan terkait karakteristik penelitian, perawat, organisasi dan profesi keperawatan
menurut Polit & Hungler (1999) adalah:
1. Karakteristik Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh perawat kadang tidak dapat meniamin bahwa hal
tersebut dapat diterapkan dalam praktek sehari-hari. Hal ini,tbrkait'desain,penelitian
yang digunakan, proses dalam pemilihan sampel, instrument yang digunakan untuk
mengumpulkan data, atau analisis data yang dilakukan.
2. Karakteristik perawat
Masih banyak perawat yang belum mengetahui cara mengakses hasil-hasil
penelitian, mengkritisi hasil penelitian sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.
Selairr itu, Brett (1987) mengidentifikasi kesadaran perawatan dan penerapan hasil
penelitian dalam praktek perawatan yang dilakukan mereka
3. Karakteristikorganisasi/tempatkerja
Di beberapa terhpat, suasana tempat kerja tidak mendukung adanya penggunaan
hasil penelitian. Dibutuhkan semangat untuk selalu ingin tahu terhadap hal baru dan
keterbukaan.
4. Karakteristik profesi Keperawatan
Masih adanya kesulitan untuk menggabungkan antara pglawat klinisi dan.perawat
peneliti untuk berinteraksi dan berkolaborasi terkait penelitian.
Tingkatbukti
Satu pendekatan untuk membantu dokter yang sibuk menemukan bukti terbaik
dengan cepat telah disarankan oleh Brian Haynes. Ini adalah pendekatan hierarkis dengan
6 level bukti. Bukti primer dan sekunder sering di golongkan ke
dalam level sesuai dengan kualitas studi penelitian ketika digunakan untuk
membuat keputusan klinis berbasis bukti. Ini sering dikenal sebagai 'hierarki' bukti, dan
diilustrasikan dalam piramida di bawah ini. Tingkat bukti umumnya digunakan dalam
pedoman praktik klinis dan rekomendasi untuk memungkinkan dokter memeriksa
kekuatan bukti untuk tindakan pengobatan atau tindakan tertentu.
Tingkatannya berada dalam urutan kegunaan untuk dokter yang sibuk.
Idenya adalah untuk memulai dari atas dan turun ke bawah sampai Anda menemukan
jawaban untuk masalah klinis Anda, dengan penelitian utama atau asli di dasar piramida.
Jika setiap level 'S' lainnya gagal memberikan jawaban atas pertanyaan Anda, inilah
saatnya untuk mencari studi asli. Ini termasuk uji coba terkontrol secara acak, studi
kohort, studi kasus kontrol, dan studi crosssectional.
Buktisekunder
Brunicardi, F. C., Andersen, D. K., Billiar, T. R., Dunn, D. L., Hunter, J. G., Kao, L. S., &
Pollock, J. B. M. R. E. (2019). Schwartz’s Principles of Surgery (7th ed.). McGraw-Hill
Education.
Hoffmann T, Légaré F, Simmons MB, McNamara K, McCaffery K, Trevena LJ, et al.
Shared decision making: what do clinicians need to know and why should they bother?
MJA. 2014;201(1):35–9.
Lewis, S. L., Ruff, S., Dirksen, Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2014). Medical-surgical
nursing : assessment and management of clinical problems. Elsevier Mosby.
Melnyk, B. M., & Fineout-Overholt, E. (2011). Evidence-Based Practice in Nursing &
Healthcare : a guid to best practice. Wolters Kluwer/lippincott Williams & Wilkins.
Melnyk, B. M., & Fineout-Overholt, E. (2015). Evidence-based practice in nursing &
healthcare : a guide to best practice. Wolters Kluwer Health.