Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


“GAGAL GINJAL KRONIK”

Disusun Oleh :
LISA FEBRIANI
24.21.1511

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2021
A. PENGERTIAN
Penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal dan/atau penurunan
Glomerular Filtration Rate (GFR) kurang dari 60mL/min/1,73 m2 selama minimal 3
bulan (KDIGO, 2012). Hal ini berdasarkan tingkat keparahan kerusakan dari ginjal dan
tingkat penurunan fungsinya dapat dibagi menjadi 5 tahap. Tahap 5 Gagal Ginjal Kronik
(GGK) biasa dikenal dengan penyakit ginjal stadium akhir / gagal ginjal (End Stage
Renal Disease). Dimana kerja dari ginjal sudah kurang dari 15% dari normal (Corrigan
2011).
Penyakit ginjal kronis adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir
dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Definisi penyakit ginjal kronik berdasarkan KDOQI adalah :
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan
struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG). Dengan manifestasi :
a. Kelainan patologis
b. Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk, termasuk kelainan dalam komposisi
darah atau urin
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1.73m 2 selama 3 bulan,
dengan atau tanpa kerusakan ginjal (Am J Kidney, 2015)
B. KLASIFIKASI
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR (Glomerulo
Filtration Rate). Stadium-stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR yang
tersisa. Dan mencakup:
a. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal.
b. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari normal.
Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena
beratnya beban yang mereka terima.
c. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakin banyak
nefron yang mati.
d. Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5% dari
normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan
jaringan parut dan atrofi tubulus.
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtrasi Glomerolus)
dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73 m2. LFG dihitung dengan menggunakan
rumus Kockcroft Gault sebagai berikut :

Berikut adalah klasifikasinya:

C. ETIOLOGI
Beberapa penyebab penyakit ginjal kronis adalah sebagai berikut:
1. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah inflamasi nefron, terutama pada glomerulus.
Glomerulonefritis terbagi menjadi dua, yaitu glomerulonefritis akut dan
glomerulonefritis kronis. Glomerulonefritis akut seringkali terjadi akibat respon imun
terhadap toksin bakteri tertentu (kelompok streptokokus beta A). Glomerulonefritis
kronis tidak hanya merusak glomerulus tetapi juga tubulus. Inflamsi ini mungkin
diakibatkan infeksi streptokokus, tetapi juga merupakan akibat sekunder dari penyakit
sistemik lain atau glomerulonefritis akut (Sloane, 2004).
2. Pielonefritis kronis
Pielonefritis adalah inflamasi ginjal dan pelvis ginjal akibat infeksi bakteri. Inflamasi
dapat berawal di traktus urinaria bawah (kandung kemih) dan menyebar ke ureter,
atau karena infeksi yang dibawa darah dan limfe ke ginjal. Obstruksi kaktus urinaria
terjadi akibat pembesaran kelenjar prostat, batu ginjal, atau defek kongenital yang
memicu terjadinya pielonefritis (Sloane, 2004).
3. Batu ginjal
Batu ginjal atau kalkuli urinaria terbentuk dari pengendapan garam kalsium,
magnesium, asam urat, atau sistein. Batu-batu kecil dapat mengalir bersama urine,
batu yang lebih besar akan tersangkut dalam ureter dan menyebabkan rasa nyeri yang
tajam (kolik ginjal) yang menyebar dari ginjal ke selangkangan (Sloane, 2004).
4. Penyakit polikistik ginjal
Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista multiple, bilateral, dan berekspansi
yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat
penekanan (Price dan Wilson, 2012).

5. Penyakit endokrin (nefropati diabetik)


Nefropati diabetik (peyakit ginjal pada pasien diabetes) merupakan salah satu
penyebab kematian terpenting pada diabetes mellitus yang lama. Lebih dari sepertiga
dari semua pasien baru yang masuk dalam program ESRD (End Stage Renal Disease)
menderita gagal ginjal. Diabetes mellitus menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam
berbagai bentuk. Nefropati diabetik adalah istilah yang mencakup semua lesi yang
terjadi di ginjal pada diabetes mellitus (Price dan Wilson, 2012).
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi GGK (Gagal Ginjal Kronik) pada awalnya tergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Namun, setelah itu proses yang terjadi adalah sama. Pada diabetes melitus,
terjadi hambatan aliran pembuluh darah sehingga terjadi nefropati diabetik, dimana
terjadi peningkatan tekanan glomerular sehingga terjadi ekspansi mesangial, hipertrofi
glomerular. Semua itu akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang mengarah pada
glomerulosklerosis (Sudoyo, 2009). Tingginya tekanan darah juga menyebabkan terjadi
GGK. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan perlukaan pada arteriol aferen ginjal
sehingga dapat terjadi penurunan filtrasi (Rahman,dkk, 2013).
Pada pasien GGK, terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh. Hal ini
disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu keseimbangan glomerulotubular
sehingga terjadi peningkatan intake natrium yang akan menyebabkan retensi natrium dan
meningkatkan volume cairan ekstrasel. Reabsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis
air dari lumen tubulus menuju kapiler peritubular sehingga dapat terjadi
hipertensi .Hipertensi akan menyebabkan kerja jantung meningkat dan merusak
pembuluh darah ginjal. Rusaknya pembuluh darah ginjal mengakibatkan gangguan
filtrasi dan meningkatkan keparahan dari hipertensi (Rahman, 2013).
G. PATHWAY
Pielonefritis Batu ginjal Polikistik
Glomerulonefritis
ginjal

Nefropati Diabetik
Area filtrasi
Glomerulosklerosis
berkurang

Tekanan glomelural
meningkat

Gangguan
keseimbangan
Glomerulotubural
Osmosis air Retensi Intake natrium
natrium meningkat

Hipertensi
Kerja jantung
meningkat

Resiko Resiko
ketidakefektifan ketidakseimbangan Deprivasi tidur
perfusi jaringan elektrolit
perifer
H. KOMPLIKASI
Gangguan fungsi ginjal dapat berdampak pada kondisi klinis pasien, diantaranya adalah:
1. Sindroma uremia (Irwan ,2016)
Ginjal merupakan organ dengan daya kompensasi tinggi. Jaringan ginjal sehat akan
mengambil alih tugas dan pekerjaan jaringan ginjal yang sakit dengan mengkat
perfusi darah ke ginjal dan flitrasi. Bila jaringan ginjal yang rusak mencapai 77-85%,
maka daya kompensasi tidak lagi mencukupi sehingga timbul uremia yaitu
penumpukan zat-zat yang tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal yang sakit.
2. Anemia
Anemia merupakan salah satu gejala komplikasi akibat dari penyakit gagal ginjal
kronik. Mekanisme yang dikemukakan sebagai penyebab anemia pada gagal ginjal
kronis, yaitu: defisiensi eritropoietin (Epo), pemendekan panjang hidup eritrosit,
metabolik toksik yang merupakan inhibitor eritropoesis, dan kecenderungan berdarah
karena trombopati. (Pranawa,1993).
3. Hipokalemia
Hipokalemia adalah konsentrasi kalium plasma kurang dari 3,5 mEq/1. Dapat terjadi
akibat penurunan asupan dalam diet, peningkatan pengeluaran kalium dari ginjal,
usus, atau lewat keringat, atau perpindahan kalium dari kompartemen ekstrasel ke
intrasel. Pada hypokalemia yang lebih parah, muncul gejala kelemahan, keletihan,
mual dan muntah, dan konstipasi (Corwin, 2009).

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap pasien dengan gagal ginjal kronik :
1. Antropometri
Antropomerti dapat dilakukan dengan berbagai cara, pada setiap klien/ pasien
dilakukan pengukuran antropometri tinggi badan (TB)/ panjang badan (PB) dan berat
badan (BB). Pada kondisi tinggi badan klien/ pasien tidak dapat diukur, dapat
melakukan rentang lengan atau separuh rentang lengan atau tinggi lutut. Pengukuran
antropometri antara lain seperti lingkar lengan atas (LILA), skin fold thickness,
lingkar kepala, lingkar dada, RLPP (rasio lingkar pinggang pinggul) dapat dilakukan
sesuai kebutuhan (Aritonang, 2012). Data antropometri digunakan untuk menilai
status gizi pasien dan menentukan kebutuhan energi dan zat gizi pasien. Jenis
parameter antropometri yang digunakan untuk pesienpasca bedah saluran pencernaan
bagian atas meliputi : Umur, Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB), Lingkar Lengan
Atas (LILA), Tinggi Lutut (TL) (Nandung, 2015).
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan biokimia
dalam rangka mendukung diagnose penyakit serta menegakkan masalah gizi pasien.
Data pemeriksaan laboratorium yang berhubungan dengan status gizi dan penyakit
yang menyertai misalnya kadar Hb, albumin darah, glukosa, profil lipid, kreatinin,
kolestrol total, HDL, LDL, glukosa darah, ureum, asam urat, trigliserid, dan feses
(Nandung, 2015).
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI GAGAL GINJAL KRONIK

A. PENGKAJIAN
Pemeriksaan fisik
a.       Keadaan umum : Kesadaran kompos mentis

b.      Pernafasan : Nafas teratur

c.       Kardiovaskuler : Hipertensi, nadi aritmia.

d.      Persarafan :

e.       Gastrointestinal :

f.       Integumen : Berkeringat

g.      Muskuloskeletal : Kelelahan, kelemahan

h.      Integritas Ego : Gelisah, pucat

i.       Eliminasi : involunter miksi

j.       Selaput lender : Hipersaliva

k.      Sensori : Mata mengecil/membesar, pupil miosis

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes mellitus

2. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan disfungsi ginjal

3. Deprivasi tidur berhubungan dengan enuresis terkait tidur


RENCANA KEPERAWATAN
NO TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI
1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC 1: Fluid/ electrolyte management
1 x 24 jam diharapkan kebutuhan cairan 1. Monitor intake dan output
pasien terpenuhi dengan kriteria hasil: 2. Pemberian cairan infus sesuai dengan pasien (infus)
NOC 1 : 3. Menganjurkan pasien untuk mendapatkan intake melalui oral
Fluid balance 0601 : 4. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala deficit cairan tetap
 Tekanan darah normal atau memburuk
 Turgor kulit < 1detik
 Serum elektrolit teratasi
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC 2 : Electrolyte Management
selama 1 x 24 jam pemenuhan elektrolit 1. Monitor manifestasi ketidakseimbangan elektrolit.
pasien adekuat/terpenuhi dengan kriteria 2. Dapatkan hasil analisis laboran untuk mengetahui level elektrolit
hasil : pasien.
NOC 2 : 3. Edukasi pasien dan keluarga tentang jenis, penyebab dan penanganan
Electrolyte & acid/ base balance 0600 : ketidakseimbangan elektrolit sewajarnya.
 Osmolaritas urin teratasi 4. Kolaborasi dalam pendampingan pasien yang akan hemodialisis
 Serum albumin tercukupi

3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC3 : Sleep Enhancement 1850


selama 1 x 24 jam pemenuhan tidur 1. Monitor atau mencatat pola tidur pasien dan berapa kali tidur
pasien dapat teratasi dengan kriteria 2. Monitor makan disaat jam tidur dan intake nutrisiyang dapat
hasil : membantu pasien atau mengganggu tidur pasien
NOC 3 : 3. Atur stimulus lingkungan untuk mempertahankan perputaran antara
Sleep 0004 : aktivitas siang-malam
 Nocturia dapat teratasi 4. Sediakan pamphlet dengan informasi tentang teknik meningkatkan
 Kualitas tidur dapat terpenuhi pola tidur
5. Diskusi dengan keluarga dan pasien dalam menentukan teknik
meningkatkan pola tidur yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

NKF-KDIGO. KDIGO 2012 clinical practice guideline for the evaluation and management of
chronic kidney disease. ISN. 2013; 3(1):1–163.
Corrigan, RM. (2011). The Experience Of The Older Adult With End-Stage Renal Disease On
Hemodialysis. Thesis of Queen’s University. Canada.
Daugirdas JT, Depner TA, Inrig J, Mehrotra R, Rocco MV, Suri RS, et al. KDOQI Clinical
Practice
Guideline for Hemodialysis Adequacy: 2015 Update. American Journal of Kidney
Diseases 2015;66:884–930. doi:10.1053/j.ajkd.2015.07.015.
Aru W.Sudoyo, B. S. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (2 ed., Vol. III). Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta:
EGC; 2012.
Rahman, ARA, Rudiansyah, M Triawanti 2013, ‘’Hubungan antara adekuasi hemodialisis dan
kualitas hidup pasien di RSUD Ulin Banjarmasin’’.
Irwan. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Yogyakarta : Deepublish.
Elizabeth J. Corwin. (2009).Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: AdityaMedia.
Aritonang, Irianton. 2012. Penyelenggaraan Makanan, Manajemen Sistem Pelayanan Gizi
Swakelola dan Jasaboga di Instalasi Gizi Rumah Sakit. Yogyakarta: Leutika.
Nandung Eko Pambudi. 2015. Asuhan Gizi Pada Pasien DM dengan HipertensiStage I di
Gedung
Mawar Putih Ruang 04 RSUD Sidoarjo

Anda mungkin juga menyukai