Anda di halaman 1dari 3

Jurnal Refleksi Minggu Ke-7

Oleh:
Ai Nurhasanah
CGP Angkatan 4

Pada Jurnal Refleksi Minggu Ke-7 ini, saya mendapatkan pembahasan materi baru mengenai
bagaimana membangun Budaya positif dan akan mempaparkan perjalanan Calon Guru
Penggerak yang sudah saya lalui dari hari ke hari, dengan menerapkan Model 9: Gaya Round
Robin. Untuk membuat refleksi model ini, saya menulis penjabaran dari pertanyaan panduan
berikut:

Apa hal yang paling Anda kuasai setelah pembelajaran hari ini? Mengapa Anda merasa hal
tersebut bisa membuat Anda sangat menguasainya?

Dari modul 1.4 yang membahas Budaya Positif, yang paling saya kuasai adalah bagian pembahasan
mengenai Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia. Setiap manusia terlahir secara fitrah dengan
membawa kebutuhan dasar yang harus dipenuhi agar mendapat kebahagiaan dan kepuasan.
Kebutuhan dasar ini meliputi :
1.Kebutuhan Bertahan Hidup
Kebutuhan paling dasar pada setiap orang adalah kebutuhan fisiologis yakni kebutuhan untuk
mempertahankan hidupnya secara fisik. Kebutuhan-kebutuhan itu seperti kebutuhan akan
makanan, minuman, tempat berteduh, tidur dan oksigen (sandang, pangan, papan).
Kebutuhan-kebutuhan fisiologis adalah potensi paling dasar dan besar bagi semua pemenuhan
kebutuhan yang lainnya. Manusia yang lapar akan selalu termotivasi untuk makan, bukan
untuk mencari teman atau dihargai. Manusia akan mengabaikan atau menekan dulu semua
kebutuhan lain sampai kebutuhan fisiologisnya itu terpuaskan. Di masyarakat yang sudah
mapan, kebutuhan untuk memuaskan rasa lapar adalah sebuah gaya hidup. Mereka biasanya
sudah memiliki cukup makanan, tetapi ketika mereka berkata lapar maka yang sebenarnya
mereka pikirkan adalah citarasa makanan yang hendak dipilih, bukan rasa lapar yang
dirasakannya. Seseorang yang sungguh-sungguh lapar tidak akan terlalu peduli dengan rasa,
bau, temperatur ataupun tekstur makanan. Kebutuhan dasar ini hakikatnya adalah
pengulangan, dan akan muncul terus menerus, sehingga perlu arahan, bimbingan dan
tuntunan agar dapat memenuhi kebutuhannya secara positif.
Komponen psikologis pada kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan perasaan aman. Kebutuhan
rasa aman ini diantaranya adalah rasa aman fisik, perlindungan dari berbagai ancaman seperti
kriminalitas, takut, cemas, bahaya serta kebutuhan secara psikis yang mengancam kondisi
kejiwaan seperti tidak diejek, tidak direndahkan dan tidak stress
2. Kebutuhan Cinta dan Kasih Sayang
Kebutuhanini merupakan kebutuhan psikologis. Kebutuhan-kebutuhan ini meliputi dorongan
untuk dibutuhkan oleh orang lain agar ia dianggap sebagai warga komunitas sosialnya. Bentuk
akan pemenuhan kebutuhan ini seperti bersahabat, keinginan memiliki pasangan dan keturunan,
kebutuhan untuk dekat pada keluarga dan kebutuhan antarpribadi seperti kebutuhan untuk
memberi dan menerima cinta. Seseorang yang kebutuhan cintanya sudah relatif terpenuhi sejak
kanak-kanak tidak akan merasa panik saat menolak cinta. Ia akan memiliki keyakinan besar
bahwa dirinya akan diterima orang-orang yang memang penting bagi dirinya. Ketika ada orang
lain menolak dirinya, ia tidak akan merasa hancur.

Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar cinta kasih sayang yang baik (terpenuhi) mereka
akan akrab dengan keluarga, teman, guru dan orang-orang yang ada disekitarnya. Mereka
biasanya menyukai bekerja secara kelompok, dan ingin senantiasa berbagi dan memberi
kebahagiaannya. Sebaliknya jika kebutuhan dasar cinta dan kasih sayang tidak terpenuhi, anak-
anak akan mencari perhatian dengan berbagai tingkah laku yang kadang-kadang membuat guru
dan teman-temannya kesal,marah dan benci. Hal ini perlu penangana khusus agar emosinya
stabil dan kebutuhan dasarnya terpenuhi dengan cara memperhatikan sepenuh hati dengan
penuh kesabaran.

3. Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan)

Kebutuhan ini berhubungan dengan penghargaan. S etiap orang yang memiliki dua kategori
mengenai kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan yang lebih rendah dan lebih tinggi.
Kebutuhan yang rendah adalah kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan
akan status, ketenaran, kemuliaan, pengakuan, perhatian, reputasi, apresiasi, martabat,
bahkan dominasi. Kebutuhan yang tinggi adalah kebutuhan akan harga diri termasuk perasaan,
keyakinan, kompetensi, prestasi, penguasaan, kemandirian.

Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar akan kekuasaan yang tinggi biasanya ingin selalu
menjadi pemimpin, suka mengamati, suka hal-hal yang baru, sistematik dan selalu ingin menjadi
yang terbaik. Jika dapat tergali kebutuhan dasar ini secara optimal, akan muncul pemimpin yang
berdedikasi.Tetapi jika tepat dalam pemenuhan kebutahan dasar ini, maka akan muncul
pemimpin yang dzolim. Sehingga menjadi tugas mulia bagi seorang guru untuk senantiasa
membina, mengarahkan ke budaya positif agar memenuhi kebutuhannya secara positif.

4. Kebebasan (Kebutuhan akan pilihan)

Kebutuhan untuk membuktikan dan menunjukan dirinya kepada orang lain. Pada tahap ini,
seseorang mengembangkan semaksimal mungkin segala potensi yang dimilikinya. Kebutuhan
aktualisasi diri adalah kebutuhan yang tidak melibatkan keseimbangan, tetapi melibatkan
keinginan yang terus menerus untuk memenuhi potensi dirinya. kebutuhan ini sebagai hasrat
untuk semakin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut
kemampuannya.

5. Kesenangan (kebutuhan untuk merasa senang)

Kebutuhan akan kesenangan adalah kebutuhan untuk mencari kesenangan, bermain, dan tertawa.
Bayangkan hidup tanpa kenikmatan apa pun, betapa menyedihkan. Glasser menghubungkan
kebutuhan akan kesenangan dengan belajar. Semua hewan dengan tingkat intelegensi tinggi (anjing,
lumba-lumba, primata, dll) bermain. Saat mereka bermain, mereka mempelajari keterampilan hidup
yang penting. Manusia tidak berbeda. Anak-anak dengan kebutuhan dasar kesenangan yang tinggi
biasanya Ingin menikmati apa yang dilakukan. Mereka juga konsentrasi tinggi saat mengerjakan hal
yang disenangi. Mereka suka permainan dan suka mengoleksi barang, suka bergurau, suka melucu
dan juga menggemaskan, bahkan saat bertingkah laku buruk.

Apa hal yang belum Anda kuasai setelah pembelajaran hari ini? Apa yang akan Anda lakukan
untuk mengatasi hal tersebut?

Yang belum saya kuasai adalah pemahaman mengenai Restitusi. Agar lebih memahami saya baca
ulang materi tersebut dan mencari literatur untuk lebih menambah wawasan mengenai restitusi.
Karena bahasan ini merupakan hal yang baru, sehingga perlu pengulangan dan mencoba
diaplikasikan pada beberap contoh kasus yang terjadi di lingkungan kelas/sekolah dan bagaimana
penangangannya berdasarkan teori restitusi ini.

Restitusi merupakan salah satu cara menanamkan disiplin positif pada murid sebagai bagian
dari budaya positif sekolah. Disinilah guru diharapkan mampu menerapkan restitusi dalam
membimbing murid berdisiplin positif agar menjadi murid yang merdeka, mamahami orang lain dan
menumbuhkan rasa empati. Dengan restitusi ketika murid melakukan kesalahan,mereka akan
mencari cara untuk memperbaiki dirinya, tidak hanya membayar ketidaknyamanan tetapi lebih
mengembalikan harga diri mereka sendiri.

Apa hal yang masih membingungkan Anda dari pembelajaran hari ini? Ceritakan hal-hal apa saja
yang membuat hal tersebut membingungkan.

Hal yang membingungkan pada saat mengupas materi” Dihukum dengan Penghargaan”. Saya
berpendapat bahwa penghargaan merupakan sarana untuk membangkitkan motivasi dalam proses
pembelajaran. Dengan adanya penghargaan atau hadiah, banyak siswa menjadi lebih semangat
dalam proses kegiatan belajar mengajar di kelas, lebih kompetitif dan kelas menjadi lebih aktif.
Namun ketika Alfie Kohn mengemukakan baik penghargaan maupun hukuman adalah cara-cara
mengontrol prilaku seseorang yang menghancurkan potensi untuk pembelajaran sesungguhnya,
saya kurang sependapat dengan hal ini dan membingungkan. Teori ini mengungkapkan beberapa
alasan yakni :

 Penghargaan berlaku untuk jangka pendek


 Penghargaan menjadi syarat untuk melakukan sesuatu
 Penghargaan membuat rusak hubungan, karena bagi yang tidak mendapatkannya akan
menjadi iri
 Penghargaan mengurangi ketepatan
 Penghargaan menghukum mereka yang tidak mendapatkan penghargaan

Dari beberapa alasan di atas, seolah olah hukuman dan penghargaan menjadi tidak efektif untuk
membangun budaya positif. Mungkin akan dapat diterima jika murid murid kita sudah dapat
memahami arti tanggungjawab terhadap diri pribadi, sehingga tidak diperlukan lagi bentuk
penghargaan. Namun masih banyak murid kita untuk memenuhi kebutuhan dasar aktualisasi diri,
perlu dibuktikan dengan penghargaan sehingga lebih memotivasinya agar terus mencoba untuk
lebih baik lagi.

Anda mungkin juga menyukai