Anda di halaman 1dari 33

AKUNTANSI PERPAJAKAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

Disusun oleh :
Intan Puspita Sari

KONVERSI AKUNTANSI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MAKASSAR MAJU
2018

1
I . AKUNTANSI DAN KEGIATAN PERUSAHAAN

1. Hubungan Pajak dengan Akuntansi.


Pada dasarnya pajak dikenakan atas-kegiatan-kegiatan ekonomi yang dikelola
perusahaan. Sementara itu akuntansi bertugas melaporkan kegiatan-kegiatan
tersebut dalam rangka pertanggungjawaban kepada pemangku kepentingan
( stakeholders). Dalam sistem self assessment, akuntansi mempunyai peranan yang
sangat strategis. Agar dapat mengisi SPT dengan baik,lengkap dan benar diperlukan
sarana pembukuan yang tertib, lengkap, dan benar, yang merupakan suatu proses
akuntansi dari waktu ke waktu

2. Definisi/Pengertian Akuntansi.
a. American Institute of Certified Public Accountant ( AICPA )
Akuntansi adalah seni pencatatan, penggolong-golongan, dan pengikhtisaran
dengan cara tertentu dan dalam suatu ukuran moneter transaksi dan kejadian
yang pada umumnya bersifat keuangan, dan penginterpretasian hasil-hasilnya.
b. American Accounting Association ( AAA )
Akuntansi adalah proses mengidentifikasikan, mengukur, dan melaporkan
informasi ekonomi, untuk memungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang
jelas dan tegas bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut.
c. Accounting Principle Board (APB)
Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa. Fungsinya adalah memberikan informasi
kuantitatif,umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatau badan usaha
ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan
ekonomi sebagai dasar memilih di antara beberapa alternatif.
Kesimpulan :
1. Akuntansi bersangkutan dengan kejadian/peristiwa keuangan dalam suatu
kesatuan usaha.
2. Akuntansi berkaitan dengan pemprosesan informasi kuantitatif tentang
transaksi keuangan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi.
3. Informasi yang dihasilkan akuntansi bermanfaat baik bagi pihak manajemen
( intern ) maupun bagi pihak luar ( ekstern ) yang berkepentingan terhadap
kesatuan usaha tersebut.
4. Dalam memenuhi fungsinya sebagai sumber informasi, maka akuntansi
membutuhkan bahasa pelaporan, aturan-aturan permainan atas praktik yang
dilaksanakan.
3. Asumsi Dasar dan Prinsip-prinsip Akuntansi.
a. Asumsi Dasar.
 Kesatuan Usaha ( Economic Entity )
Asumsi ini memandang perusahaan sebagai kesatuan usaha atau entitas
yang berdiri sendiri, terpisah dari pemiliknya. Dengan demikian maka
seluruh pencatatan dan dan laporan dibuat untuk perusahaan terpisah dari
transaksi pemilik.

 Kesinambungan Usaha ( Going Concern )

2
Asumsi ini menganggap bahwa jika tidak ada bukti yang menyatakan
sebaliknya, maka perusahaan akan hidup terus. Berbagai metode penilaian
dan pengalokasian dalam akuntansi didasarkan atas asumsi ini.

 Transaksi yang Wajar ( Arm’s Length Transaction)


Transaksi dianggap dilakukan oleh pihak-pihak yang independen di mana
masing-masing pihak melindungi kepentingannya sendiri.

 Nilai Uang Stabil ( Stable Monetary Unit )


Semua transaksi yang terjadi dinyatakan dan dicatat dengan satuan nilai
uang pada saat terjadinya transaksi .Daya beli ( purchasing power ) uang
adalah stabil dan tidak berubah.

 Periode Waktu ( Time Period )


Kegiatan perusahaan berjalan terus dari suatu periode ke periode yang lain
dengan volume dan laba yang berbeda. Laporan keuangan menyajikan
informasi untuk tanggal tertentu, atau jangka waktu tertentu.

b. Prinsip-prinsip Akuntansi.
 Prinsip Biaya ( The Cost Principle)
Prinsip biaya atau biaya historis (historical cost ) yaitu dasar penilaian untuk
mencatat perolehan barang, jasa, harga pokok ,beban, pendapatan, dan
ekuitas, atau dengan perkataan lain penilaian yang didasarkan pada harga
pertukaran atau harga perolehan saat tanggal perolehan.

 Prinsip Pendapatan ( The Revenue Principle )


Prinsip pendapatan ini lebih menjelaskan tentang sifat dan komponen,
pengukuran, maupun waktu pengakuan pendapatan sebagai salah satu
komponen penyusunan laporan laba rugi.

 Prinsip Penyandingan ( The Matching Principle )


Prinsip penyandingan adalah menyandingkan beban dengan pendapatan
yang didatangkan oleh beban tersebut artinya pembebanan biaya harus
dilakukan dalam periode yang sama dengan pengakuan penghasilan.

 Prinsip Objektivitas ( The Objectivity Principle )


Kegunaan informasi keuangan sangat tergantung pada keandalan prosedur
pengukuran yang digunakan. Karena sangat sulit meningkatkan keyakinan
pada informasi keuangan, maka akuntan menggunakan prinsip objektivitas
untuk membenarkan pemilihan prosedur pengukuran yang digunakan.
Namun demikian prinsip objektivitas ini memiliki penafsiran yang berbeda-
beda.

 Prinsip Konsistensi ( Consistency Principle )


Prinsip ini menekankan bahwa kejadian atau peristiwa ekonomi yang serupa
harus dilaporkan secara konsisten dari suatu periode ke priode lainnya,
artinya prosedur dan prinsip akuntansi yang sama atas peristiwa ekonomi

3
yang serupa sepanjang waktu. Penerapan prinsip ini akan membuat laporan
keuangan lebih komparabel dan lebih berguna.

 Prinsip Pengungkapan Penuh ( The Full Disclosure Principle )


Laporan keuangn harus disajikan secara lengkap ( full) , wajar atau jujur
( fair ), cukup atau memadai ( adequate ). Prinsip ini menyaratkan bahwa
laporan keuangan disusun dan disajikan untuk merepresentasikan secara
akurat peristiwa ekonomi yang telah mempengaruhi perusahaan untuk
suatu periode dan memuat informasi yang memadai agar laporan keuangan
berguna dan tidak menyesatkan masyarakat umum dan investor.

 Prinsip Konservatisme ( The Conservatism Principle )


Prinsip ini merupakan prinsip pengecualian atau prinsip yang mengubah
konsensus umum. Disebutkan demikian karena prinsip ini membuat
pembatasan pada penyajian data akuntansi yang relevan dan terpercaya.
Menurut prinsip ini apabila dihadapkan untuk memilih antara dua atau lebih
prinsip atau teknik akuntansi yang sama-sama diterima maka harus
diutamakan pilihan yang memberikan pengaruh keuntungan yang paling
kecil pada ekuitas pemilik; Salah satu contoh penerapan prinsip ini adalah
penyajian persediaan pada nilai terendah antara harga perolehan dan harga
pasar ( lower of cost or market---locom )

 Prinsip Materialitas ( Materiality Principle )


Sama seperti prinsip konservatisme, prinsip materialitas ini juga termasuk
prinsip pengecualian atau prinsip yang mengubah konsensus umum.
Menurut prinsip ini transaksi atau kejadian yang memiliki pengaruh ekonomi
yang tidak signifikan dapat dicatat dengan cara yang dipermudah tanpa
mempertimbangkan apakah sesuai dengan prinsip akuntansi dan tidak perlu
diungkapkan.

 Prinsip Keseragaman dan Komparabilitas. ( The Uniformity and


Comparability Principle )
Prinsip ini menekankan pada keseragaman dan komparabilitas yang
merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam penyusunan prinsip
akuntansi.

4. Akuntansi Keuangan (Financial Accounting ) dan Akuntansi Pajak (Tax Accounting )


a. Akuntansi Keuangan.
“Bidang akuntansi yang berkaitan dengan pencatatan transaksi dari suatu
perusahaan atau unit ekonomi dan penyusunan berbagai laporan secara berkala
atas transaksi yang dicatat tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang
berlaku umum”.
b. Akuntansi Pajak.
“Bidang akuntansi yang menekankan pada perhitungan pajak terutang dan
penyusunan surat pemberitahuan serta konsekuensi perpajakan atas transaksi
atau kegiatan perusahaan.”

4
5. Proses Akuntansi.
Kegiatan akuntansi meliputi :
1. Pengidentifikasian dan pengukuran data relevan untuk pengambilan
keputusan;
2. Pemprosesan data dan pelaporan informasi yang dihasilkan;
3. Pengomunikasian informasi kepada pemakai laporan.

Kegiatan-kegiatan di atas merupakan suatu proses yang berulang sehingga


membentuk siklus. Secara ringkas proses akuntnasi dapat digambarkan sebagai
berikut :

. Mengana-
Pemakai
Pencatatan Penggolongan Pengikhti- Laporan lisis dan
Transakaksi informasi
saran akuntansi menginter-
akuntansi
pretasikan

Pengidenti- Pemprosesan dan pelaporan Pengomu-


fikasian dan nikasian
pengukuran informasi
data

6 .Kegiatan Perusahaan dan Akuntansi.


a. Pengertian Perusahaan.
“Suatu organisasi yang didirikan oleh seseorang atau sekelompok orang atau badan
lain yang kegiatannya adalah melakukan produksi dan distribusi guna memenuhi
kebutuhan manusia.
b. Berdasarkan kegiatan utama yang dijalankan, secara garis besar jenis perusahaan
dapat digolongkan menjadi
 Perusahaan jasa.
 Perusahaan dagang.
 Perusahaan pabrik ( manufaktur )

Kegiatan perusahaan sehubungan dengan usaha yang dilakukan dapat digambarkan

5
sebagai berikut :

Pemilik

Kreditur

Perusahaan memperoleh Perusahaan membagikan


setoran modal dari laba kepada pemilik dan
pemilik dan pinjaman mengembalikan pinjaman
dari kreditur kepada kreditur

Uang Tunai

Perusahaan menjual
Perusahaan mengubah barang atau jasa kepada
uang tunai menjadi aset pelanggan. Pada akhirnya
produktif akan diterima uang tunai

Perusahaan
menghasilkan barang
atau jasa

7.Transaksi Usaha dan Pencatatannya

6
Transaksi usaha adalah kejadian atau peristiwa yang mempengaruhi posisi keuangan
perusahaan, artinya mengakibatkan berubahnya jumlah atau komposisi persamaan
antara kekayaan dan sumber pembelanjaan. Transaksi usaha dapat berupa transaksi
intern dan transaksi ekstern.
Transaksi tersebut harus diidentifikasi terlebih dahulu, kemudian diukur dan dicatat.
Ukuran yang digunakan dalam akuntansi adalah satuan uang.

8.Persamaan Akuntansi.
Analisis akuntansi berlangsung dalam kerangka acuan yang disebut persamaan
akuntansi ( accounting equation ). Persamaan akuntansi menyatakan bahwa sumber-
sumber daya ekonomi dari kesatuan /entitas tertentu adalah sama dengan klaim-
klaim atas sumber-sumber daya tersebut. Persamaan akuntansi menyajikan aset-aset
perusahaan dan hak-hak atas aset-aset tersebut. Persamaan akuntansi memberikan
landasan untuk pemahaman sistem akuntansi konvensional perusahaan.
Aset = Kewajiban + Modal
Setiap transaksi usaha dapat dinyatakan dalam bentuk dampaknya terhadap
persamaan akuntansi. Oleh karena itu, maka persamaan tersebut dapat digunakan
untuk mencatat semua transaksi yang terjadi dalam perusahaan.

Ketentuan yang perlu dipahami dari persamaan akuntansi ini adalah :


a.Pengaruh setiap transaksi usaha dapat dinyatakan dalam penambahan dan atau
pengurangan dua atau lebih pos dalam persamaan akuntansi.
b. Persamaan akuntansi harus selalu seimbang.

9. Laporan Keuangan.
Produk akhir dari proses akuntansi adalah Laporan Keuangan ( Financial Statement )
Laporan Keuangan terdiri dari :
a. Neraca ( Balance Sheet )
b. Laporan Laba-Rugi ( Income Statement)
c. Laporan Arus Kas ( Statement of Cash Flows)
d. Laporan Perubahan Modal ( Statement of Stockholder’s Equity )
e. Catatan atas Laporan Keuangan ( Notes to Financial Statement )

II. SIKLUS AKUNTANSI.

7
Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut :

Transaksi

Laporan Keuangan Pencatatan

Pengikhtisaran Penggolongan

Siklus akuntansi terdiri dari kegiatan kegiatan sebagai berikut


I. Tahap Pencatatan.
1. Pembuatan atau penerimaan bukti transaksi.
2. Pencatatan dalam jurnal ( buku harian )
3. Pemindahbukuan ( posting ) ke buku besar

II. Tahap Pengikhtisaran


4.Pembuatan neraca saldo ( trial balance )
5. Pembuatan neraca lajur dan jurnal penyesuaian (adjustment )
6. Penyusunan laporan keuangan.
7. Pembuatan jurnal penutup ( closing entries )
8. Pembuatan neraca saldo penutup ( post closing trial balance )
9. Pembuatan jurnal balik ( reversing entries )

I.Tahap Pencatatan.
1. Bukti transaksi.
Setiap transaksi perlu ada buktinya untuk memastikan keabsahan transaksi yang
dicatat, dan sebagai rujukan apabila terjadi masalah di kemudian hari. Bukti transaksi
dapat berasal dari perusahaan sendiri ( bukti intern ) atau diperoleh dari pihak luar
( bukti ekstern )

2. Pencatatan dalam jurnal ( buku harian )


Buku harian dapat berupa Buku Harian Umum dan atau Buku Harian Khusus. Buku
Harian Khusus terdiri dari :
a. Buku Harian Pembelian.
Dalam Buku Harian Pembelian ini dicatat semua transaksi pembelian yang
dilakukan secara kredit

Buku Pembelian

8
Bulan Januari 200A

Halaman : ............
Debet Kredit
Tanggal Nomor Faktur Keterangan Ref.
Pembelian Serba-serbi Utang Dagang

b. Buku Harian Pengeluaran Kas


Buku Harian ini digunakan untuk mencatat semua pengeluaran uang yang
dilakukan perusahaan.
Banyaknya kolom khusus yang harus disediakan tergantung pada sifat dan
frekuensi terjadinya transaksi.

Buku Pengeluaran Kas


Bulan Januari 200A
Halaman : ........
Nomor Bukti Nomor Debet Kredit
Tgl. Pengeluaran Check Keterangan Ref. Serba- Utang Pot. Kas
Kas serbi Dagang Pembelian

c. Buku Harian Penjualan


Buku Harian ini digunakan untuk mencatat penjualan barang dagangan yang
dilakukan secara kredit.

Buku Penjualan
Bulan Januari 200A
Halaman : ........
Tanggal Nomor Faktur Ref. Jumlah

d. Buku Harian Penerimaan Kas


Buku harian ini digunakan untuk mencatat semua transaksi yang menambah uang
kas.

Buku Penerimaan Kas


Bulan Januari 200A
Halaman : .......
Debet Kredit
Nomor
Tgl. Keterangan Ref. Pot. Serba- Piutang
Bukti Kas Penjualan
Penjualan serbi Dagang

3. Pemindah Bukuan (Posting)


a. Akun dan Buku Besar

9
Transaksi-transaksi yang telah dicatat dalam Buku Harian secara berkala
dipindahkan ke akun yaitu formulir khusus yang digunakan untuk mencatat dan
menggolongkan transaksi sejenis. Kumpulan akun yang saling berhubungan dan
merupakan satu kesatuan, misalnya semua akun yang digunakan dalam sebuah
perusahaan disebut buku besar (General Ledger).

Di bawah ini dijelaskan hubungan antara akun dan persamaan akuntansi :

Aset = Kewajiban + Modal


Kas + Perlengkapan + Kendaraan = Utang Bank + Utang Dagang + Modal Tono

Bentuk akun yang paling sederhana terdiri dari 3 bagian, yaitu :


(1) Nama akun  menjelaskan tentang jenis aset, kewajiban, modal, pendapatan,
beban.
(2) Tempat untuk mencatat penambahan yang terjadi pada akun yang
bersangkutan.
(3) Tempat untuk mencatat pengurangan.

Nama Akun
Sisi sebelah kiri (debit) Sisi sebelah kanan (kredit)

b. Klasifikasi Akun
Akun dalam Buku Besar biasanya diklasifikasikan menurut sifat-sifatnya sebagai
aset, kewajiban, modal, pendapatan dan beban.
Pengklasifikasian akun-akun dilakukan sesuai dengan ketentuan bahwa transaksi
akuntansi disamping dicatat, harus digolong-golongkan. Penggolong-golongan
transaksi berarti bahwa transaksi yang mempunyai sifat yang sama harus
dilaporkan sebagai satu kesatuan, misal : perlengkapan.

Akun-akun yang terdapat dalam suatu perusahaan dapat digolongkan :


a) Akun Neraca (Real / Permanent Account)
Akun aset, kewajiban, dan modal disebut akun-akun Neraca, karena aset,
kewajiban, dan modal merupakan unsur-unsur dari Neraca.
Akun Aset = Tanah, Bangunan, Mesin, Kendaraan, dan sebagainya.
Akun Kewajiban = Utang Dagang, Utang Bank, Utang Bunga, dan
sebagainya
Akun Modal = Modal Tn. X dan Prive Tn. X

b) Akun Laba Rugi (Nominal / Temporary Account)


Dalam persamaan akuntansi dijelaskan bahwa transaksi pendapatan dan
beban dicatat sebagai penambahan dan pengurangan modal. Akun-akun
pendapatan dan beban disebut akun-akun laba rugi atau akun
nominal/temporer.
Akun-akun nominal ini secara berkala ditutup, sedangkan akun neraca tidak.
Ketentuan umum yang diberlakukan untuk akun ini adalah sebagai berikut :
1. Akun Aset dan Akun Beban

10
Setiap penambahan Aset dan Beban, akan dicatat di sebelah debit, dan setiap
pengurangan akan dicatat di sebelah kredit.
2. Akun Kewajiban, Modal, dan Pendapatan
Setiap penambahan Kewajiban, Modal, dan Pendapatan akan dicatat di
sebelah kredit, dan setiap pengurangan akan dicatat di sebelah debit.

II. Tahap Pengikhtisaran


4. Pembuatan Neraca Saldo
Dari waktu ke waktu, kesamaan antara debit dan kredit dalam buku besar harus
selalu diperiksa. Pada setiap akhir periode akuntansi, hasil pemeriksaan ini
diperlihatkan dengan membuat Neraca Saldo (Trial Balance).
Kesamaan debit dan kredit dalam Neraca Saldo tidak selalu berarti bahwa
pencatatan telah dilakukan dengan benar, misalnya pemindahbukuan ke akun
yang salah tidak akan mempengaruhi keseimbangan debit dan kredit, walaupun
hal itu tetap merupakan kesalahan. Neraca Saldo merupakan titik awal yang baik
untuk penyusunan laporan keuangan. Sebagian dari jumlah yang dicantumkan
dalam Neraca Saldo dapat langsung disajikan dalam Neraca, laporan laba rugi, dan
perubahan modal.

5. Neraca Lajur dan Jurnal Penyesuaian


Jumlah-jumlah dalam Neraca Saldo yang telah benar, belum menyajikan saldo
yang benar dan lengkap untuk semua akun. Oleh karena itu, jurnal penyesuaian
perlu dibuat agar akun-akun yang ada mencerminkan keadaan aset, kewajiban,
pendapatan, beban, dan modal yang sebenarnya.

Ada dua macam jurnal penyesuaian, yaitu :


a. Jurnal penyesuaian untuk transaksi yang belum dicatat.
b. Jurnal penyesuaian untuk mengoreksi saldo akun yang sudah tidak
mencerminkan keadaan yang sebenarnya.

Dilihat dari pengaruhnya terhadap akun Neraca dan Laporan Laba Rugi, jurnal
penyesuaian dapat digolongkan sebagai berikut :
(1) Jurnal penyesuaian yang mempengaruhi akun beban dan utang.
Jurnal penyesuaian ini perlu dibuat karena adanya beban yang telah terjadi
tetapi belum dicatat. Beban-beban ini disebut beban harus dibayar (accrued
expenses).
(2) Jurnal penyesuaian yang mempengaruhi akun beban dan aset.
Jurnal penyesuaian ini perlu dibuat karena saldo akun yang ada sudah tidak
mencerminkan keadaan akun dan aset yang sebenarnya. Beban-beban ini
disebut beban yang dibayar di muka (prepaid expenses).
(3) Jurnal penyesuaian yang mempengaruhi akun pendapatan dan aset.
Jurnal penyesuaian ini berhubungan dengan pendapatan yang telah dihasilkan
tetapi belum dicatat. Kadang-kadang pendapatan ini disebut pendapatan yang
masih harus diterima (accrued revenues).

(4) Jurnal penyesuaian yang mempengaruhi pendapatan dan utang.

11
Jurnal penyesuaian ini berhubungan dengan saldo akun pendapatan atau
utang yang sudah tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
Pendapatan jenis ini disebut pendapatan diterima di muka (unearned
revenues).

Dalam suatu perusahaan dagang, jurnal penyesuaian yang biasanya dilakukan


pada akhir tahun adalah :
a) Pemakaian beban dibayar di muka;
b) Pemakaian aset tetap;
c) Pengakuan beban terutang;
d) Koreksi persediaan

Contoh jurnal penyesuaian adalah sebagai berikut :


a) Beban asuransi Rp 300.000
Asuransi dibayar di muka Rp 300.000

b) Beban penyusutan peralatan Rp 150.000


Akumulasi penyusutan peralatan Rp 150.000

c) Beban bunga Rp 15.000


Utang bunga Rp 15.000

d) Ikhtisar laba rugi Rp


Persediaan barang dagangan Rp
Persediaan barang dagangan Rp
Ikhtisar laba rugi Rp

(5) Neraca Saldo Disesuaikan.


Setelah semua ayat jurnal penyesuaian dicatat, maka setiap saldo akun di
kolom Neraca Saldo ditambah atau dikurangi dengan jurnal penyesuaian yang
ada sehingga akan diperoleh saldo yang telah disesuaikan dalam Neraca Saldo
Disesuaikan.
Saldo-saldo itu kemudian dipindahkan ke kolom Neraca atau Laporan Laba
Rugi, tergantung pada jenis akun yang bersangkutan. Laporan keuangan
dibuat dari kolom Neraca dan Laporan Laba Rugi.

6. Laporan Keuangan.
(a) Neraca (Balance Sheet )
Neraca disusun berdasarkan angka-angka yang tercantum dalam Neraca Lajur.
Secara garis besar aset dikelompokkan menjadi aset lancar, investasi jangka
panjang, dan aset tetap. Sedangkan sisi kewajiban dalam neraca dikelompokkan
menjadi kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang. Selisih antara
aset dan kewajiban adalah modal, yang merupakan hak pemilik atau kekayaan
perusahaan. Dalam perusahaan berbentuk perseroan terbatas, modal terdiri
dari modal disetor dan saldo laba ditahan ( retained earning ).

12
Neraca ini dapat disusun dalam bentuk akun (account form) atau bentuk
laporan ( report form ). Neraca dalam bentuk akun, sisi kiri atau debit adalah
aset dan sisi kanan atau kredit adalah kewajiban dan modal.
Neraca dalam bentuk laporan, kelompok aset diurutkan sebelah atas, kewajiban
dan modal diurutkan sesudah aset.

(b) Laporan Laba Rugi ( Income Statement )


Laporan laba rugi dapat dibuat dalam bentuk langsung ( single step ) atau dalam
bentuk bertahap/berjenjang ( multiple step ). Dalam bentuk langsung, semua
pendapatan digabungkan jadi satu, dan beban digabungkan jadi satu dan
kemudian dikurangkan dari pendapatan.
Dalam bentuk bertahap/berjenjang, Laporan Laba Rugi disusun dengan urutan :
Penjualan, Harga Pokok Penjualan, Beban Usaha, Pendapatan ( Beban ) Lain-
lain, Laba Neto.

7. Jurnal Penutup ( Closing Entries )


Saldo akhir akun-akun yang bersifat sementara ( nominal account ) harus
dipindahkan ke akun-akun tetap/permanen ( real account ).
Dengan demikian, akun-akun sementara tersebut dapat digunakan untuk
mengumpulkan data periode berikutnya. Pemindahan ini dilakukan melalui satu seri
ayat jurnal yang disebut Jurnal Penutup ( Closing Entries )
Jurnal penutup ini terdiri dari :
a) Jurnal penutup untuk pendapatan
b) Jurnal penutup untuk beban
c) Jurnal penutup untuk ikhtisar laba rugi
d) Jurnal penutup untuk dividen

8. Neraca Saldo Penutup ( Post Closing Trial Balance )


Setelah jurnal penyesuaian dan jurnal penutup dicatat, tahap selanjutnya adalah
penyusunan neraca saldo penutup.
Tujuan dibuatnya neraca saldo penutup adalah untuk memastikan bahwa buku
besar telah seimbang sebelum memulai pencatatan data akuntansi periode
berikutnya. Neraca Saldo Penutup hanya akan terdiri dari akun-akun neraca saja,
karena akun-akun nominal/sementara ( pendapatan, beban, prive/dividen ) telah
ditutup dan bersaldo nol. Neraca Saldo Penutup disusun dengan mengambil saldo-
saldo di akun buku besar setelah jurnal penutup dibukukan.

9. Jurnal Balik ( Reversing Entries )


Jurnal balik ( reversing entries) adalah jurnal yang dibuat pada awal suatu periode
akuntansi untuk membalik jurnal penyesuaian yang dibuat pada periode
sebelumnya. Jurnal ini sebenarnya bukan merupakan suatu keharusan. Jurnal balik
ini dibuat agar pencatatan dalam periode berikutnya dapat dilakukan dengan lebih
mudah. Hal ini tidak lepas dari pengaruh sistem akuntansi yang diterapkan dan demi
kepraktisan.

Pada dasarnya ada 4 macam jurnal penyesuaian yang memerlukan jurnal balik :
a. Beban yang harus dibayar ( accrued expenses )

13
b. Beban dibayar di muka ( prepaid expenses ) apabila beban tersebut mula-mula
dicatat pada akun beban ( bukan akun aset)
c. Pendapatan yang masih harus diterima ( accrued revenues )
d. Pendapatan diterima di muka ( unearned revenues ) apabila pendapatan
tersebut mula-mula dicatat pada akun pendapatan ( bukan akun utang )

14
III . POS – POS NERACA.

Dalam pos-pos neraca ini yang akan dibahas adalah pos-pos neraca tertentu yang erat
kaitannya dengan laporan laba rugi.

A. Surat-surat Berharga Jangka Pendek ( Marketable Securities )


Surat-surat berharga adalah saham, obligasi, dan surat-surat berharga lainnya yang
dimiliki perusahaan dalam rangka investasi sementara untuk memanfaatkan dana
selama tidak digunakan.

Surat-surat berharga jangka pendek mempunyai sifat sebagai berikut :


(1) Mempunyai pasar, sehingga dapat diperjual belikan dengan segera.
(2) Pemilikannya dimaksudkan untuk dijual kembali dalam waktu dekat apabila
terdapat kebutuhan dana.
(3) Pemilikannya bukan dimaksudkan untuk menguasai perusahaan lain.

Surat-surat berharga ini pada akhir tahun buku dinilai pada harga yang lebih rendah
antara harga perolehan ( cost ) dan harga pasar ( market ) ( Lower Of Cost Or Market
– LOCOM ). Apabila ternyata harga pasar lebih rendah daripada harga
pokok/perolehan, maka harga saham harus diturunkan dengan dengan melakukan
jurnal sebagai berikut :
( D ) Kerugian penurunan harga surat-surat berharga Rp.....................
(K) Surat-surat berharga Rp.................
atau dapat dibentuk akun penyisihan penurunan harga surat-surat
berharga,sehingga jurnalnya adalah sebagai berikut:
( D ) Kerugian penurunan harga surat-surat berharga Rp...................
(K) Penyisihan penurunan harga surat-surat berharga Rp.................

Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, penilaian surat-


surat berharga berdasarkan LOCOM tidak dibenarkan ( Harus berdasarkan harga
pokok/perolehan – Pasal 10 ayat (6) UU PPh ).
Apabila surat-surat berharga yang dimiliki dijual melalui Bursa Efek Indonesia,
pengenaan pajakya bersifat final yaitu 0,1 % dari harga jual, sehingga laba yang
diperoleh atau rugi yang diderita atas penjualan surat-surat berharga tersebut tidak
digabungkan lagi dengan penghasilan lainnya yang pengenaan pajaknya berdasarkan
tarif umum ( Pasal 17 UU PPh ).

B, Piutang
Piutang disajikan di neraca dalam jumlah neto setelah dikurangi penyisihan piutang
tak tertagih ( allowance method ). Pada dasarnya terdapat dua cara untuk menaksir
jumlah penyisihan piutang tak tertagih, yaitu :
a. Berdasarkan saldo piutang;
b. Berdasarkan jumlah penjualan neto.
Jurnal penyesuaian untuk pembentukan penyisihan piutang tak tertagih adalah :
( D ) Beban piutang tak tertagih Rp..........................
(K) Penyisihan piutang tak tertagih Rp.........................

15
Jika telah dapat dipastikan bahwa piutang kepada debitur tertentu tidak dapat
ditagih misalnya debitur telah pailit, bangkrut atau tidak diketahui lagi
keberadaannya maka piutang tersebut harus dihapusbukukan.
Piutang yang telah dihapusbukukan, akan dikeluarkan dari catatan perusahaan dan
dibuat jurnal sebagai berikut :
( D ) Penyisihan piutang tak tertagih Rp...........................
(K) Piutang dagang Rp.....................................

Sekiranya yang telah dihapusbukukan tersebut ternyata di kemudian hari dapat


ditagih seluruhnya atau sebagian, maka akan dilakukan jurnal sebagai berikut :
( D ) Piutang dagang Rp..........................
( K ) Penyisihan piutang tak tertagih Rp..................................

( D ) Bank Rp............................
(K) Piutang dagang Rp.................................

Kadang-kadang suatu perusahaan tidak melakukan penyisihan untuk piutang yang


mungkin tidak tertagih. Apabila pada suatu waktu, karena sesuatu sebab piutang
tidak akan tertagih dan diputuskan untuk menghapusbukukannya, maka baru pada
saat itu dicatat kerugian karena tidak tertagihnya piutang. Metode ini disebut
metode penghapusbukuan langsung atau “ direct write off method “

Jika ternyata kemudian piutang dagang yang telah dihapusbukukan ternyata


sebagian atau seluruhnya dapat ditagih, maka akan dilakukan jurnal sebagai berikut:
( D ) Piutang dagang Rp...........................
(K) Beban piutang tak tertagih Rp...................................

( D ) Bank Rp............................
( K ) Piutang dagang Rp...................................

Berdasarkan Pasal 6 ayat ( 1 ) huruf h UU PPh ( ketentuan terbaru, mulai berlaku 1


Januari 2009 ) , piutang yang nyata- nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan
sebagai biaya dengan syarat :
( 1 ) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
( 2 ) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktorat Jenderal Pajak;
( 3 ) telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis
mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan
debitur yang bersangkutan;atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum ;
atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk
jumlah utang tertentu;
( 4 ) syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan
piutang tak tertagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k UU
PPh.

16
Pembentukan penyisihan piutang tak tertagih tidak diperkenankan untuk
kepentingan pajak kecuali untuk usaha tertentu, karena pembentukan penyisihan
piutang tak tertagih termasuk dalam pengertian pembentukan atau pemupukan
dana cadangan.
Pembentukan atau pemupukan dana cadangan tidak diperkenankan dalam pajak,
namun demikian terdapat pengecualian ( Pasal 9 ayat (1) huruf c ) yaitu :
1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi; perusahaan pembiayaan
konsumen, dan perusahaan anjak piutang ;
2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk
oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3. cadangan jaminan untuk Lembaga Penjaminan Simpanan;
4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah
industri untuk usaha pengolahan limbah industri.

yang ketentuan dan syarat syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.

C. Persediaan.
Persediaan barang dagangan ( merchandise inventory ) adalah barang-barang
perusahaan untuk dijual kembali. Persediaan barang dagangan pada umumnya dinilai
pada harga terendah antara harga pokok/perolehan dan harga pasar (LOCOM) atau
nilai yang diharapkan dapat direalisasikan (net realizable value - selling price less
estimated cost to complete and sell )
Dalam laporan keuangan, persediaan barang dagangan disajikan baik dalam neraca
maupun dalam laporan laba rugi jika perusahaan mengadministrasikan persediaan
berdasarkan sistem persediaan periodik ( periodic inventory system ) . Persediaan
barang dagangan yang yang tercantum di neraca mencerminkan nilai barang
dagangan yang ada pada tanggal neraca, sedangkan dalam laporan laba rugi
persediaan barang dagangan muncul dalam harga pokok penjualan. Terdapat saling
hubungan antara persediaan barang dagangan pada tahun berjalan dengan tahun
sebelumnya dan tahun yang akan datang. Oleh karena itu kesalahan dalam
menentukan nilai persediaan barang dagangan akan mempengaruhi tidak saja
laporan laba rugi dan neraca tahun berjalan, tetapi juga neraca dan laporan laba rugi
tahun yang akan datang.
Dalam menetapkan harga pokok persediaan, dapat digunakan metode sebagai
berikut:
a. Pertama Masuk Pertama Keluar ( First In First Out = FIFO )
b. Terakhir Masuk Pertama Keluar ( Last In First Out = LIFO )
c. Rata-rata ( Average ) :
 Rata-rata sederhana ( Simple Average )
 Rata-rata tertimbang ( Weighted Average )
 Rata-rata gerak ( Moving Average )

Metode lainnya dalam penetapan harga pokok persediaan :

17
a. Identifikasi Khusus ( Special Identification )
b. Metode Taksiran ( Estimated Method )
 metode eceran ( retail method )
 metode laba bruto ( gross profit method )

Dalam mengadmistrasikan persediaan dapat dilakukan berdasarkan sistem persediaan


periodik ( periodic inventory system ) atau berdasarkan sistem persediaan perpetual
( perpetual inventory system ). Antara kedua sistem ini terdapat perbedaan dalam
melakukan pencatatan atas pembelian dan penjualan dan jurnal penutup pada akhir
tahun buku.

Berdasarkan Pasal 10 angka 6 UU PPh, persediaan dan pemakaian persediaan untuk


perhitungan harga pokok adalah berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara
rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama.

D. Aset Tetap ( Fixed Assets )


(1) Pengertian.
Aset tetap adalah aset berwujud yang :
a. dimiliki dan digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa,
untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan
b. diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.

(2) Biaya perolehan.


Biaya perolehan aset tetap harus diakui sebagai aset jika dan hanya jika :
a. besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan dengan
aset tersebut akan mengalir ke perusahaan.
b. biaya perolehan dapat diukur dengan andal.

Biaya perolehan aset tetap meliputi:


a. harga perolehannya, termasuk bea impor dan Pajak Pertambahan Nilai yang
tidak boleh dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan-
potongan lain’;
b. biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset
ke lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan
keinginan dan maksud manajemen;
c. estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi
lokasi aset. Kewajiban atas biaya tersebut timbul ketika aset tersebut
diperoleh atau karena entitas menggunakan aset tersebut selama periode
tertentu untuk tujuan selain untuk menghasilkan persediaan

(3) Pengukuran Setelah Pengakuan Awal.


Suatu entitas harus memilih model biaya ( cost model ) atau model revaluasi
( revaluation model) sebagai kebijakan akuntansinya dan menetapkan kebijakan
tarsebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama.
Dalam model biaya, setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap dicatat
sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi
penurunan nilai aset. Dalam model revaluasi, setelah diakui sebagai aset, suatu

18
aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus diukur pada
jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi
penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal
revaluasi. Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler
untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari
jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca.
Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, kenaikan tersebut
langsung dikredit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Namun kenaikan
tersebut harus diakui dalam laporan laba rugi hingga sebesar jumlah penurunan
nilai aset akibat revaluasi yang pernah diakui sebelumnya dalam laporan laba
rugi.
Jika jumlah tercatat aset turun akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui
dalam laporan laba rugi. Namun, penurunan nilai akibat revaluasi tersebut
langsung didebit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi selama penurunan
tersebut tidak melebihi saldo kredit surplus revaluasi untuk aset tersebut.

(4) Penyusutan.
a.Pengertian.
Penyusutatan atau depresiasi bukanlah proses di mana perusahaan
mengakumulasikan dana untuk mengganti aset tetapnya. Penyusutan bukan
pula cara untuk menghitung nilai yang berlaku dari aset tetap. Penyusutan
adalah alokasi yang sistematis dari harga perolehan aset selama periode-
periode berbeda yang memperoleh manfaat dari penggunaan suatu aset.
Akumulasi penyusutan bukanlah dana penggantian aset, melainkan jumlah
seluruh harga perolehan aset yang telah dipergunakan selama periode-periode
sebelumnya.
b.Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan jumlah beban
penyusutan tahunan yang tepat adalah :
* Harga perolehan aset.
* Nilai sisa atau nilai residu
* Masa manfaat
* Metode penyusutan.
c. Metode Penyusutan.
Terdapat beberapa metode penyusutan, yaitu:
(1) metode garis lurus ( straight line method)
(2) metode pembebanan yang menurun ( decreasing charge methods )
a) metode jumlah angka tahun ( sum of years digit method )
b) metode saldo menurun ( declining balance method)
(3) metode berdasarkan penggunaan ( activity method )
a) metode jam jasa ( service hours method )
b) metode jumlah unit produksi ( production output method )
(4) metode penuyusutan khusus ( special depreciation method )
a) jenis dan kelompok ( group and composite method )
b) anuitas ( annuity )

19
Dalam Pasal 11 UU PPh ditentukan :
1) Harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud yang mempunyai masa manfaat
lebih dari satu tahun kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan,hak
guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan ,
menagih dan memelihara penghasilan,
2) Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang
masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya
pengerjaan harta tersebut.
3) Metode penyusutan yang digunakan adalah :
a.Bangunan : metode garis lurus.
b.Harta berwujud lainnya: metode garis lurus atau metode saldo menurun.
4) Masa manfaat ditentukan sebagai berikut :
Bukan bangunan:
* kelompok 1 : 4 tahun
* kelompok 2 : 8 tahun
* kelompok 3 : 16 tahun
* kelompok 4 : 20 tahun
Bangunan :
 Permanen : 20 tahun
 Tidak permanen : 10 tahun
Pengelompokan harta berwujud yang dapat disusutkan diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
5) Nilai sisa buku
Pada akhir masa penyusutan nilai sisa buku harus nol.
Harta berwujud yang masih dalam proses sewa guna usaha ( leasing ) untuk sewa
pembiayaan ( financial lease ) tidak boleh disusutkan baik oleh lessee maupun oleh
lessor. Karena lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas harta yang masih dalam
proses leasing, maka seluruh sewa guna usaha yang dibayar oleh lessee merupakan
beban fiskal yang dapat dikurangkan.

E. Aset Tidak Berwujud


1.Pengertian.
Aset tidak berwujud adalah aset nonmeneter yang dapat diidentifikasi dan tidak
mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau
menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan
administratif.
2.Biaya perolehan.
Aset tidak berwujud diakui jika, dan hanya jika :
(a) kemungkinan besar perusahaan akan memperoleh manfaat ekonomis masa
depan dari aset tersebut; dan
(b) biaya perolehan aset tersebut dapat diukur secara andal.

Suatu aset tidak berwujud pada awalnya harus diakui sebesar biaya perolehan.
Biaya perolehan adalah jumlah uang kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai
wajar sumber daya yang dikeluarkan untuk mendapatkan aset pada saat perolehan
atau saat produksi.

20
3.Pengeluaran Setelah Perolehan.
Pengeluaran setelah aset tidak berwujud diperoleh diakui sebagai beban pada saat
terjadinya pengeluaran, kecuali :
a. pengeluaran tersebut besar kemungkinannya akan meningkatkan manfaat
ekonomis masa depan sehingga menjadi lebih besar daripada standar kinerja
yang diperkirakan semula; dan
b. pengeluaran tersebut dapat diukur dan dikaitkan dengan aset secara andal

Jika persyaratan-persyaratan di atas dapat dipenuhi, maka pengeluaran setelah


perolehan harus ditambahkan kepada biaya perolehan aset tidak berwujud.

4.Amortisasi
a. Pengertian.
Amortisai adalah alokasi sistematis dari nilai aset tidak berwujud yang dapat
didepresiasi selama masa manfaat aset tersebut.Jumlah yang dapat diamortisasi
dari aset tidak berwujud harus dialokasikan secara sistematis berdasarkan
perkiraan terbaik dari masa manfaatnya. Pada umumnya masa manfaat suatu
aset tidak berwujud tidak akan melebihi 20 tahun sejak tanggal aset siap
digunakan. Amortisasi harus mulai dihitung saat aset siap untuk digunakan.
b.Metode.
Metode amortisasi harus mencerminkan pola konsumsi manfaat ekonomis oleh
perusahaan. Metode ini meliputi metode garis lurus, metode saldo menurun dan
metode jumlah unit produksi. Jika pola tersebut tidak dapat ditentukan secara
andal, maka harus digunakan metode garis lurus. Biaya amortisasi setiap periode
harus diakui sebagai beban kecuali diperkenankan untuk dimasukkan ke dalam
nilai tercatat aset lain seperti amortisasi aset tidak berwujud yang digunakan
dalam proses produksi dimasukkan ke dalam nilai tercatat persediaan.

Dalam Pasal 11 A UU PPh ditentukan bahwa :


1) Amortisasi dilakukan atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan
pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna
usaha, hak pakai, dan muhibah ( goodwill ) yang mempunyai masa manfaat lebih
dari satu tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghaslilan.
2) Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang
usaha tertentu yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.
3) Masa manfaat :
Kelompok 1 : 4 tahun
Kelompok 2 : 8 tahun
Kelompok 3 : 16 tahun
Kelompok 4 : 20 tahun
4) Metode penyusutan:
a. Metode garis lurus
b. Metode saldo menurun
c. Sekaligus dibebankan pada tahun terjadinya untuk biaya pendirian/biaya
perluasan modal

21
d. Metode satuan produksi untuk hak penambangan migas
e. Metode satuan produksi secara terbatas untuk hak pengusahaan hutan, hak
penambangan selain migas dan hak pengusahaan alam lainnya.
f. Metode garis lurus dengan jangka waktu amortisasi sesuai dengan masa
kontraknya untuk kontrak bangun guna serah ( build, operate, transfer )

22
IV. PENGAKUAN PENGHASILAN DAN BEBAN

A. PENGHASILAN.
1. Pengertian.
a. Menurut akuntansi .
Menurut pragarf 6 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23
“ pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari
aktivitas normal perusahaan selama satu periode bila arus masuk itu
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam
modal”
Selanjutnya dalam Kerangka Dasar dan Penyajian Laporan Keuangan, penghasilan
(income) didefinisikan sebagai peningkatan manfaat ekonomi selama satu periode
akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan
kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari
kontribusi penanam modal. Penghasilan meliputi pendapatan ( revenues) dan
keuntungan (gains). Pendapatan (revenues ) adalah penghasilan yang timbul dari
aktivitas perusahaan yang biasa (normal) dan dikenal dengan sebutan yang
berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, dividen, royalti, dan
sewa.
Keuntungan (gains) mencerminkan pos lainnya yang memenuhi definsi
penghasilan yang mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dalam pelaksanaan
aktivitas perusahaan yang biasa. Keuntungan mencerminkan kenaikan manfaat
ekonomi, dengan demikian pada hakikatnya tidak berbeda dengan pendapatan.
Keuntungan meliputi misalnya pos yang timbul dari pengalihan aset tidak lancar.
Jika diakui galam laporan laba-rugi, keuntungan biasanya dicantumkan terpisah
karena informasi mengenai pos tersebut berguna dalam pengambilan keputusan
ekonomi. Keuntungan biasanya dilaporkan dalam jumlah bersih setelah dikurangi
dengan beban yang bersangkutan.

b.Menurut pajak.
Menurut Pasal 4 ayat (1) UU PPh, penghasilan adalah “setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan
nama atau dalam bentuk apapun, termasuk...”
Berdasarkan definisi di atas penghasilan mengandung unsur-unsur :
a). setiap tambahan kemampuan ekonomis,
b). yang diterima atau diperoleh,
c). baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia ( global income),
d). yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan,
e). dengan nama atau dalam bentuk apapun.

Tidak seluruh penghasilan menjadi objek Pajak Penghasilan. Dalam Pasal 4 ayat (3)
UU PPh ditentukan jenis-jenis penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
diantaranya dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dam negeri, koperasi, badan usaha milik negara,

23
badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan atau atau berkedudukan di Indonesia dngan syarat :
a) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b) bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik
daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25 % dari jumlah modal yang disetor.
Selain itu dalam Pasal 4 ayat (2) ditentukan bahwa penghasilan tertentu dapat
dikenai pajak yang bersifat final yang diatur atau berdasarkan Peraturan
pemerintah.

2. Pembentukan dan Realisasi Pendapatan.


Pembentukan pendapatan berkaitan dengan kapan pendapatan dianggap terbentuk,
sedangkan realisasi berkaitan dengan kapan pendapatan dianggap terealisasi dalam
suatu transaksi.
a) Pembentukan Pendapatan ( Earning Process)
Pembentukan pendapatan adalah suatu konsep yang menjelaskan proses
terjadinya pendapatan. Secara konseptual, pendapatan dianggap terbentuk
bersamaan dengan seluruh proses berlangsungnya kegiatan perusahaan. Jadi
proses pembentukan pendapatan dimulai dari kegiatan pembelian bahan baku,
produksi, penjualan dan pengumpulan/penagihan piutang. Hal ini berarti bahwa
apabila sejumlah potensi jasa tertentu yang melekat pada aset telah terbentuk
selama kegiatan produksi, otomatis telah terbentuk pendapatan, meskipun belum
terjadi penjualan.
b) Realisasi Pendapatan.
Konsep realisasi berbeda dengan konsep pendapatan. Realisasi merupakan teknik
akuntansi yang dijadikan dasar untuk menandai pengakuan pendapatan. Atas
dasar konsep ini, pendapatan baru terbentuk setelah produksi selesai dikerjakan
dan terealisasi melalui penjualan baik secara langsung maupun kontrak penjualan.
Diterimanya kas atau kesanggupan membayar dari pihak pembeli merupakan
proses realisasi pendapatan. Dengan demikian proses realisasi pendaptan ditandai
oleh dua kegiatan berikut :
1) Adanya kepastian perubahan produk menjadi bentuk aset lain ( potensi jasa)
melalui kegiatan penjualan yang sah.
2) Diperolehnya aset lain ( biasanya aset lancar) sebagai pengesahan terhadap
transaksi penjualan tersebut.
Dari kedua kejadian di atas, dapat dikatakan bahwa proses realisasi pada dasarnya
merupakan pengesahan terhadap proses pembentukan pendapatan.

3. Pengakuan Pendapatan
Pengakuan adalah proses untuk mencatat atau memasukkan secara formal suatu
pos dalam akun dan laporan keuangan entitas. Pengakuan ini meliputi penjelasan
suatu pos baik dengan kata-kata maupun angka, dan jumlah itu termasuk dalam
angka total laporan keuangan. Untuk aset dan kewajiban, pengakuan menyangkut
pencatatan bukan hanya perolehan atau terjadinya pos itu tetapi juga perubahan
sesudahnya, termasuk penghapusan dari laporan keuangan yang sebelumnya diakui.

24
a) Kriteria.
Secara umum ada dua kriteria yang dapat dijaikan dasar untuk mengakui
pendapatan, yaitu :
1. Telah terealisasi (realized), yaitu bila terjadi transaksi pertukaran antara barang
yang dihasilkan perusahaan dengan kas atau klaim untuk menerima kas, atau
ada kepastian akan segera terealisasi ( realizable), di mana barang hasil
pertukaran dapat segera diubah ( dikonversi) menjadi kas atau klaim untuk
menerima kas.
Syarat barang yang mudah dikonversi adalah :
* Memiliki harga per unit yang pasti dan barang tersebut tidak terpengaruh
oleh perubahan bentuk dan ukuran barang, misalnya logam mulia.
* Mudah dijual tanpa memerlukan biaya besar.
2. Pendapatan terbentuk (earned) yaitu bila kegiatan menghasilkan barang dan
jasa telah berjalan dan secara substansial telah selesai.

b. Saat Pengakuan.
1. Selama kegiatan produksi.
Pendapatan dapat diakui selama kegiatan produksi, meskipun produk yang
dihasilkan masih dalam proses produksi. Contohnya adalah perusahaan
konstruksi yang memerlukan penyelesaian dalam beberapa periode akuntansi.
Taksiran pendapatan dilakukan dengan dua pendekatan :
* Persentase biaya.
* Persentase penyelesaian pisik.

2. Saat produksi selesai.


Saat pengakuan ini pada umumnya dilakukan terhadap produk yang memiliki
harga yang sudah pasti dan pemasarannya terjamin, misalnya emas, perak,
timah, gandum, dan sebagainya.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi pengakuan pendapatan saat
produksi selesai, yaitu :
a. Harga jual dapat ditentukan dengan cukup tepat;
b.Tidak diperlukan kegiatan/biaya pemasaran yang cukup material untuk
menjual produk tersebut.
c. Harga pokok sulit ditentukan.
d.Satuan-satuan persediaan dapat saling dipertukarkan ( barang tidak
terpengaruh oleh perubahan bentuk dan ukuran)

3. Saat penjualan.
Pada umumnya perusahaan mengakui pendapatan pada saat penjualan yang
merupakan dasar yang paling jelas dan objektif. Kapan saat yang tepat
dijadikan dasar yang menandai terjadinya penjualan ?
Menurut pragraf 13 PSAK 23 ditentukan bahwa pendapatan dari penjualan
barang harus diakui bila seluruh kondisi berikut dipenuhi:
a.perusahaan telah memindahkan risiko secara signifikan dan telah
memindahkan manfaat kepemilikan kepada pembeli;
b.perusahaan tidak lagi mengelola atau pengendalian efektif atas barang yang
dijual;

25
c.jumlah pendapatan tersebut dapat diukur secara andal;
d.besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi
akan mengalir kepada perusahaan tersebut; dan
e.biaya yang terjadi atau akan terjadi sehubungan dengan transaksi penjualan
dapat diukur dengan andal.

4. Saat kas diterima.


Digunakan dalam hal terdapat ketidakpastian yang besar mengenai
kolektibilitas piutang yang timbul dari penjualan barang dan jasa, pengakuan
pendapatan dapat ditunda sampai saat diterimanya kas.

Menurut Pasal 4 ayat (1) UUPPh dinyatakan bahwa penghasilan adalah setiap tambahan
kemapuan ekonomis yang diterima atau diperoleh .......
Kata-kata yang menyatakan “diterima atau diperoleh” mengandung arti bahwa
penghasilan baru diakui setelah ada realisasi.

Dalam memori penjelasan Pasal 28 ayat (5) UU KUP dikemukakn sebagai berikut:
“Pengetian diperoleh merujuk kepada stelsel akrual (accrual basis) yaitu suatu metode
penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti bahwa penghasilan diakui pada waktu
diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi tidak tergantung kapan
penghasilan itu diterima atau kapan biaya itu dibayar secara tunai. Termasuk dalam
pengertian stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan berdasarkan metode
persentase tingkat penyelesaian pekerjaaan yang umumnya dipakai dalam bidang
konstruksi dan metode lain yang digunakan dalam bidang usaha tertentu seperti build,
operate, and transfer (bot) dan real estat. Perlu dikemukakan bahwa terhitung mulai 1
Januari 2009 berdasarkan PP Nomor 40 Tahun 2009 ttg perubahan PP Nomor 51 Tahun
2008, pengenaan Pajak Penghasilan atas jasa konstruksi adalah bersifat final.

Pengertian diterima merujuk kepada stelsel kas (cash basis) yaitu penghasilan baru
dianggap sebagai penghasilan apabila telah benar-benar diterima secara tunai dalam
suatu periode tertentu serta biaya baru dianggap sebagai biaya apabila benar-benar
telah dibayar secara tunai dalam suatu periode tertentu. Stelsel kas biasanya digunakan
oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa, misalnya transportasi,
hiburan, restoran, yang tenggang waktu antara penyerahan jasa dan pembayarannya
tidak berlangsung lama. Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang
atau jasa ditetapkan pada saat pembayaran diterima dari pelanggan, dan biaya-biaya
ditetapkan pada saat barang , jasa , dan biaya operasi lain dibayar. Dengan demikian
pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan terhadap
penghasilan yaitu besarnya penghasilan dari tahun ke tahun disesuaikan dengan
mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Oleh karena itu untuk penghitungan
Pajak Penghasilan, pemakaian stelsel kas harus memperhatikan hal-hal antara lain
sebagai berikut :
1) Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh
penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok
penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan.

26
2) Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat
diamortisasi, biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan hanya dapat
dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.
3) Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas atau konsisten.

Berdasakan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-184/PJ/2002 tanggal 11


April 2002 bahwa penghasilan bank berupa bunga dari kredit non-performing diakui
pada saat penghasilan bunga tersebut diterima oleh bank ( cash basis)

4. Pengukuran
Penghasilan diukur dalam satuan nilai tukar produk/jasa dalam suatu transaksi yang
wajar ( arm’s length transaction ). Nilai tukar tersebut menunjukkan ekuivalen kas atau
nilai diskonto tunai dari uang yang diterima atau akan diterima dari transaksi penjualan.

B. BEBAN (EXPENSES)
1. Pengertian
Menurut pragraf 70 butir b Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan, beban (expenses) adalah “penurunan manfaat ekonomi selama periode
akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau timbulnya kewajiban
yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada
penanam modal “ Beban mencakup baik kerugian (loss) maupun beban yang timbul
dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Beban yang timbul dari
pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa meliputi misalnya beban pokok penjualan,
gaji, dan penyusutan. Beban ini biasanya berbentuk arus keluar atau berkurangnya aset
seperti kas atau setara kas, persediaan, dan aset tetap.
Kerugian mencerminkan pos lain yang memenuhi definisi beban yang mungkin
timbul atau mungkin tidak timbul dari aktivitas perusahaan yang biasa. Kerugian
mencerminkan berkurangnya manfaat ekonomi dan pada hakekatnya tidak berbeda
dari beban lain. Kerugian dapat timbul misalnya dari bencana kebakaran, banjir, seperti
juga yang timbul dari pelepasan aset tidak lancar. Definisi beban juga mencakup
kerugian yang belum direalisasi misalnya kerugian yang timbul dari pengaruh kenaikan
kurs valuta asing dalam hubungannya dengan pinjaman perusahaan dalam mata uang
tersebut. Kalau kerugian diakui dalam laporan laba rugi, biasanya disajikan secara
terpisah karena pengetahuan mengenai pos tersebut berguna untuk tujuan
pengambilan keputusan ekonomi. Kerugian sering kali dilaporkan dalam jumlah bersih
setelah dikurangi dengan penghasilan yang bersangkutan.

2. Pengakuan ( Recognition)
Beban diakui dalam laporan laba rugi jika penurunan manfaat ekonomi masa depan
yang berkaiatan dengan penurunan aset atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan
dapat diukur dengan andal. Hal ini berarti bahwa pengakuan beban terjadi bersamaan
dengan pengakuan kenaikan kewajiban atau penurunan aset, misalnya akrual hak
karyawan atau penyusutan aset tetap.
Beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar hubungan langsung antara biaya
yang timbul dan pos penghasilan tertentu yang diperoleh. Proses yang bisanya disebut
pengaitan biaya dengan pendapatan ( matching of cost with revenues) ini melibatkan
pengakuan penghasilan dan beban secara gabungan atau bersamaan yang dihasilkan

27
secara langsung dan bersama-sama dari transaksi dan peristiwa lain yang sama;
misalnya berbagai komponen beban yang membentuk beban pokok penjualan ( cost or
expense of good sold ) diakui pada saat yang sama sebagai penghasilan yang diperoleh
dalam penjualan barang.
Jika manfaat ekonomi yang diharapkan timbul selama beberapa periode akuntansi
dan hubungannya dengan penghasilan hanya dapat ditentukam secara luas atau tidak
langsung, beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar alokasi yang sistematis dan
rasional. Hal ini sering diperlukan dalam pengakuan beban yang berkaitan dengan
penggunaan aset seperti aset tetap, goodwill, paten, merek dagang. Dalam kasus
semacam ini, beban ini disebut penyusutan atau amortisasi. Prosedur alokasi ini
dimaksudkan untuk mengakui beban dalam periode akuntansi yang menikmati manfaat
ekonomi yang bersangkutan.
Beban diakui dalam laporan laba rugi jika pengeluaran tidak menghasilkan manfaat
ekonomi masa depan atau jika sepanjang manfaat ekonomi masa depan tidak
memenuhi syarat, atau tidak lagi memenuhi syarat untuk diakui dalam neraca sebagai
aset
Beban juga diakui dalam laporan laba rugi pada saat timbul kewajiban tanpa
pengakuan aset, seperti jika timbul kewajiban akibat garansi produk.

3. Pengukuran.
Dasar pengukuran yang lazim digunakan dalam penyusunan laporan keuangan adalah
biaya historis ( historical cost). Ini biasanya digabungkan dengan dasar pengukuran yang
lain. Misalnya persediaan biasanya dinyatakan sebesar nilai terendah dari biaya historis
atau nilai realisasi bersih ( lower cost or net realizable value). Menurut biaya historis aset
dicatat sebesar kas atau setara kas atau nilai wajar dari imbalan yang diberikan untuk
memperoleh aset tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah yang
diterima sebagai penukar atau kewajiban (obligation) atau keadaan tertentu ( misalnya
pajak penghasilan ) dalam jumlah kas atau setara kas yang diharapkan kan dibayarkan
untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha yang normal.

28
V. LAPORAN KEUANGAN.

1. Pengertian.
Laporan keuangan adalah keluaran atau hasil akhir dari proses akuntansi. Laporan
keuangan ini berfungsi sebagai bahan informasi bagi pemakainya dalam
pengambilan keputusan. Laporan keuangan juga berfungsi sebagai
pertanggungjawaban atau akuntabilitas dan sebagai indikator kesuksesan
perusahaan dalam mencapai tujuannya.

Agar laporan keuangan dapat disusun dengan baik maka perusahaan harus
menyelenggarakan pembukuan. Menurut Pasal 1 angka 26 UU KUP disebutkan
bahwa pembukuan adalah suatu proses pencatatan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan
barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca
dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir.

2. Penyelenggaraan Pembukuan
Dalam Pasal 28 UU KUP ditentukan bahwa wajib pajak orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan wajib
menyelenggarakan pembukuan berlandaskan itikad baik dan dan mencerminkan
keadaan atau kegitan usaha yang sebenarnya.
Dikecualikan dari kewjiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib
menyelenggarakan pencatatan adalah :
a ) wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
yang diperkenankan menghitung penghasilan neto dengan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto.
b ) wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas.

3. Laporan Keuangan
Setiap tahun buku berakhir wajib pajak menyusun laporan keuangan yang disebut
laporan keuangan komersial. Laporan keuangan ini adalah merupakan produk akhir
dari proses akuntansi yang diselenggarakan perusahaan sesuai dengan prinsip-
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pada dasarnya laporan
keuangan komersial ini tidak harus mencerminkan seluruh pertimbangan-
pertimbangan perpajakan. Dalam Pasal 28 ayat (7) UU KUP ditentukan bahwa
pembukuan harus diselenggarakan berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang
berlaku umum, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan
lain. Dengan demikian atas laporan keuangan komersial yang telah disusun
perusahaan masih perlu dilakukan penyesuaian atau rekonsiliasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan agar dapat digunakan atau
dijadikan sebagai dasar pengisian SPT Tahunan PPh. Laporan Keuangan yang telah
direkonsiliasi tersebut disebut laporan keuangn fiskal.

29
4. Perbedaan Tetap ( Permanent Differences ) dan Perbedaan Sementara
( Temporary Differences)
a. Perbedaan Tetap.
Perbedaan tetap adalah perbedaan antara laba akuntansi/komersial dan laba
fiskal yang timbul karena administrasi pajak menghitung laba fiskal berbeda dari
laba menurut akuntansi tanpa koreksi di kemudian hari. Hal ini mengakibatkan
adanya perbedaan total laba selama masa hidup perusahaan antara laba yang
dihitung menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan
laba yang dihitung menurut ketentuan PSAK ( Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan ).
Perbedaan tetap ini meliputi :
(1) Penghasilan yang telah dipotong PPh yang bersifat final tidak dilaporkan
sebagai bagian dari penghitungan laba rugi fiskal. Contoh : penghasilan dari
penjualan transaksi saham di bursa efek, dan penghasilan bunga deposito.
(2) Penghasilan yang bukan objek pajak tidak dimasukkan sebagai penghasilan
dalam penghitungan laba rugi fiskal. Contoh : dividen yang diterima
perusahaan atas penyertaan modal pada perusahaan lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat ( 3 ) huruf f UU PPh.
(3) Pemberian natura merupakan kenikmatan kepada karyawan, bukan
penghasilan bagi pihak yang menerima dan tidak boleh dibebankan sebagai
pengurang penghasilan untuk tujuan fiskal.
(4) Biaya representase yang tidak dipertanggungjawabkan dalam daftar
nominatif berdasarkan ketentuan yang berlaku tidak boleh dibebankan
sebagai pengurang penghasilan.
(5) Pajak Penghasilan, sanksi administrasi pajak berupa bunga, denda dan
kenaikan, tidak boleh dibebankan sebagai pengurang penghasilan.
(6) Sumbangan dalam bentuk apapun tidak dapat dibebankan sebagai
pengurang penghasilan ( kecuali ada ketentuan khusus yang mengaturnya )
(7) Rugi yang timbul dari penarikan aset tetap yang tidak digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tidak boleh
dibebankan sebagai pengurang penghasilan.
(8) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham
atau kepada pihak lain yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan, tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan karena pada dasarnya pengeluaran untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dapat
dikurangkan dari penghasilan adalah pengeluaran yang jumlahnya wajar
sesuai kelaziman usaha.
(9) Dalam hal terjadi kompensasi timbal balik ( offset ) utang piutang di antara
Wajib Pajak yang melakukan pengalihan dalam rangka penggabungan atau
peleburan usaha, maka penghapusan utang bagi debitur bukan merupakan
penghasilan, sedangkan penghapusan piutang bagi debitur bukan
merupakan biaya.
b. Perbedaan Sementara.
Perbedaan sementara merupakan perbedaan waktu pengakuan penghasilan dan
biaya tertentu menurut PSAK dan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang mengakibatkan pergeseran pengakuan penghasilan dan beban

30
antara satu tahun ke tahun pajak lainnya. Perbedaan ini akan terkoreksi secara
otomatis.
Perbedaan sementara ini meliputi :
(1) Piutang Usaha.
Untuk tujuan fiskal pengakuan kerugian atas piutang pada hakekatnya
digunakan penghapusan langsung ( direct write off ) sedangkan untuk tujuan
komersial digunakan metode penyisihan ( allowance method )
(2) Persediaan
Untuk tujuan fiskal persediaan hanya boleh dinilai berdasarkan harga
perolehan dengan metode rata-rata atau metode pertama masuk pertama
keluar secara taat asas, sedangkan untuk tujuan komersial dapat juga
digunakan metode terakhir masuk pertama keluar, dan apabila harga pasar
turun sampai di bawah harga perolehan, harus dikoreksi menjadi harga
pasar. Untuk tujuan fiskal tidak diperkenankan melakukan penyisihan
penurunan harga atau kerugian karena keusangan persediaan, sedangkan
untuk tujuan komersial, penyisihan berdasarkan masa yang lalu atau
keadaan yang diketahui merupakan keharusan.
(3) Harta Berwujud
Untuk harta berwujud perbedaan waktu dapat disebabkan saat mulai
dilakukan penyusutan, metode penyusutan, nilai sisa, dan masa manfaat
Untuk tujuan fiskal penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya
pengeluaran kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan,
penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut.
Sedangkan untuk tujuan komersial penyusutan dimulai pada saat siap atau
mulai digunakan. Metode penyusutan yang digunakan untuk tujuan fiskal
adalah metode garis lurus atau metode saldo menurun, sedangkan untuk
tujuan komersial dapat juga digunakan metode penyusutan lainnya. Untuk
tujuan fiskal nilai sisa buku pada akhir masa penyusutan harus nol,
sedangkan untuk tujuan komersial tergantung pada kebijakan perusahaan.
Demikian juga masa manfaat harta berwujud untuk tujuan fiskal ditentukan
dengan Peraturan Menteri Keuangan, sedangkan untuk tujuan komersial
ditentukan sesuai dengan kebijakan perusahaan.
(4) Harta Tak Berwujud
Untuk tujuan fiskal, amortisasi harta tak berwujud yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun dilakukan dengan metode garis lurus atau
metode saldo menurun, sedangkan untuk tujuan komersial dapat juga
dilakukan metode jumlah unit produksi. Masa manfaat dan tarif amortisasi
untuk tujuan fiskal ditentukan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, sedangkan untuk tujuan komersial ditentukan sendiri
oleh perusahaan.
(5) Biaya Pendirian dan Biaya Perluasan Modal.
Untuk tujuan fiskal, pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan
modal, diamortisasi sesuai dengan masa manfaat dan tarif yang telah
ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
atau dibebankan pada tahun terjadinya, sedangkan untuk tujuan komersial,
biaya-biaya ini dapat ditangguhkan dan diamortisasi dengan tarif sesuai
taksiran masa manfaat.

31
(6) Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan.
Untuk tujuan fiskal, pembentukan atau pemupukan dana cadangan tidak
diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan kecuali yang ditentukan
dalam Pasal 9 huruf c UU PPh.

Kriteria Pengeluran yang Dapat Dikurangkan Dalam Menghitung Penghasilan Kena


Pajak :
(1) Pengeluran penghasilan ( revenue expenditure ) dibebankan pada tahun
pengeluaran, sedangkan pengeluran kapital ( capital expenditure ) dibebankan
melalui penyusutan dan amortisasi.
(2) Terdapat hubungan langsung dengan usaha dan kegiatan.
(3) Tidak terkait dengan bukan objek pajak atau penghasilan yang pengenaan
pajaknya bersifat final.
(4) Pengeluaran kas bukan natura atau kenikmatan.
(5) Dalam batas kewajaran dan sesuai dengan adat pedagang yang baik ( sound
business practice)

Beban/Biaya yang Tidak Boleh Dikurangkan ( Tidak Diakui ) Dalam Menghitung


Penghasilan Kena Pajak
(1) Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan
objek pajak;
(2) Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
pengenaan pajaknya bersifat final;
(3) Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan untuk Wajib
Pajak orang pribadi yang diperkenankan menghitung penghasilan neto dengan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
UU PPh dan Norma Penghitungan Khusus untuk Wajib Pajak tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh;
(4) Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, kecuali pajak atas
penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) UU PPh tetapi tidak
termasuk dividen, sepanjang Pajak Penghasilan tersebut ditambahkan dalam
penghitungan sebagai dasar untuk pemotongan pajak
(5) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki tetapi tidak
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasian;
(6) Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di
bidang perjakan;
(7) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali :
a.cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
b.cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang
dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
c.cadangan jaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
d.cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
e.cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan;

32
f.cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah
industri untuk usaha pengolahan limbah industri;
yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
(8) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
yang dibayar oleh Wajib Paja orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi
kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan Wajib Pajak yang
bersangkutan;
(9) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan
dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam
bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
keuangan;
(10) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan;
(11) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan , dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b UU PPh, kecuali sumbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m
serta zakat yang yang diterima badan amil zakat;
(12) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak
atau orang menjadi tanggungannya;
(13) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
(14) Pajak penghasilan;
(15) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu atau anggota.

33

Anda mungkin juga menyukai