Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENGAJUAN KERINGANAN PAJAK


Dosen Pengampu : Drs. Yon Rizal, M.Si

Fanny Rahmawati, S.Pd, M.Pd

Oleh :

Adinda Putri Kariennina (2013031049)

Amelia Rahmawati (2013031021)

Ivena Clearesta Widodo (2013031055)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Pengajuan Keringanan
Pajak ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak Drs.
Yon Rizal, M.Si dan Ibu Fanny Rahmawati, S.Pd, M.Pd, pada mata kuliah Belajar dan
Pembelajaran. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Pengajuan Keringanan Pajak yang dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Yon Rizal, M.Si dan Ibu Fanny
Rahmawati, S.Pd, M.Pd,selaku dosen pengampu mata kuliah Perpajakan yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

Bandar Lampung, 27 Agustus 2021

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
1.3 Tujuan Pembahasan .......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian SKP .................................................................................................. 3

2.2 Dasar Aturan Pemberian Keringanan Pajak .................................................... 4

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Membayar Pajak ................. 6

BAB III PENUTUP

Kesimpulan .............................................................................................................. 8

REFERENSI ........................................................................................................................ 9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang–undang) dengan tidak
mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran–pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo,2011:2).
Sumber utama pembiayaan dan pembangunan nasional berasal dari penerimaan pajak.
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menetapkan pajak sebagai
komponen strategis agar perencanaan pembangunan tetap berlanjut, menghimpun
penerimaan pajak dalam negeri dari sektor pajak yang mampu menunjang kemandirian
pembiayaan pemerintah berdasarkan Undang-Undang Perpajakan dengan tingkat efisiensi
yang tinggi.
Berdasarkan wewenang pemungutannya, jenis pajak yang diterapkan diIndonesia adalah
pajak pusat dan pajak daerah. Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang–undang,
dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi
sebesar–besarnya kemakmuran rakyat (Undang–Undang Nomor 28 Tahun 2009).Pajak
kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
memberikan kontribusi cukup besar bagi pembiayaan pemerintah dan pembangunan daerah.
Pajak kendaraan bermotor merupakan bagian dari pajak daerah dimana pemungutannya
dilakukan oleh Pemerintah Provinsi. Kewenangan pemungutan pajak daerah untuk saat ini
adalah Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah (DPPAD). Definisi Pajak kendaraan
bermotor dalam Pasal 1 ayat 12 Undang–Undang Nomor 28 Tahun 2009 merupakan pajak
atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan SKP ?
2. Bagaimana persyaratan permohonan SKP ?

1
3. Apakah kesadaran wajib pajak memiliki pengaruh atas kepatuhan wajib pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) ?
4. Apakah kondisi keuangan memiliki pengaruh atas kepatuhan wajib pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) ?

1.3 Tujuan Pembahasan


1. Menjelaskan apa itu SKP kepada pembaca.
2. Menjelaskan bagaimana sistem permohonan dan pembayaran SKP.
3. Untuk menguji secara empiris pengaruh tentang kesadaran wajib pajak terhadap
kepatuhan wajib pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
4. Untuk menguji secara empiris pengaruh tentang kondisi keuangan terhadap kepatuhan
wajib pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
5. Untuk menguji secara empiris apakah kondisi keuangan mampu memoderasi hubungan
kesadaran wajib pajak dengan kepatuhan wajib pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

2
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

2.1 Pengertian SKP


Anda dapat mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi atas sanksi administrasi yang ada dalam surat ketetapan pajak (SKP) atau
surat tagihan pajak (STP). Permohonan pengurangan sanksi administrasi diajukan,
apabila menurut Anda perhitungan besarnya sanksi dalam SKP/STP tidak benar,
Permohonan penghapusan sanksi administrasi diajukan, apabila menurut Anda sanksi
adminisrasi dimaksud tidak seharusnya dikenakan.
a. Syarat Permohonan
1. Permohonan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak,
kecuali permohonan tersebut diajukan untuk Surat Tagihan Pajak disebabkan
adanya pajak yang kurang dibayar berdasarkan ketetapan pajak, sepanjang terkait
dengan surat ketetapan pajak yang sama maka 1 (satu) permohonan dapat
diajukan untuk lebih dari satu Surat Tagihan Pajak.
2. Permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
3. Mengemukakan jumlah sanksi administrasi menurut Wajib Pajak dengan disertai
alasan.
4. Permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar.
5. Surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat
permohonan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat permohonan tersebut
harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.

b. Ketentuan Permohonan
1. Atas surat ketetapan pajak atau surat tagihan pajak yang diajukan permohonan,
tidak diajukan upaya hukum lain, seperti keberatan, permohonan pengurangan
atau pembatalan SKP/STP.
2. Permohonan dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali.
3. Permohonan yang kedua harus diajukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal
surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim,

3
kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat
dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak.
4. Permohonan yang kedua tetap diajukan terhadap surat ketetapan pajak atau Surat
Tagihan Pajak yang telah diterbitkan surat keputusan Direktur Jenderal Pajak.

2.2 Dasar Aturan Pemberian Keringanan Pajak


Aturan terbaru Pajak Bumi dan Bangunan dalam Peraturan Menteri Keuangan PMK
Nomor 82/PMK.03/2017 disahkan pada tanggal 20 Juni 2017. Aturan ini diterbitkan
karena pemerintah memandang bahwa ketentuan mengenai pemberian pengurangan atau
keringanan terhadap Pajak Bumi dan Bangunan perlu disesuaikan. Misalnya, apabila
terjadi bencana alam dan sebab-sebab lainnya yang bersifat luar biasa. Bencana alam
merupakan peristiwa atau kejadian yang disebabkan oleh faktor alam, misalnya tsunami,
tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus, banjir, kekeringan, dan angin topan.
Direktorat Jenderal Pajak menyatakan bahwa ternyata iuran Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) dapat diajukan keringanan dalam kondisi tertentu. Contohnya, wajib
pajak yang memiliki objek pajak namun berpenghasilan rendah dan Nilai Jual Objek
Pajak atau NJOP-nya meningkat akibat dampak pembangunan dan lingkungan, berhak
mengajukan keringanan.
a) Persyaratan Pengajuan Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan
1) Berdasarkan Pergub DKI Jakarta Nomor 84 Tahun 2013, para veteran, penerima
gelar kehormatan, mantan presiden dan wakil presiden, mantan gubernur dan
wakil gubernur, purnawirawan TNI/Polri, serta pensiunan PNS dapat mengajukan
pengurangan atau keringanan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Berikut ini
adalah persyaratan yang harus dipenuhi:
1) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
2) Fotokopi Kartu Tanda Anggota Veteran
3) Fotokopi Surat Keputusan tentang pengakuan, pengesahan, dan
penganugerahan gelar kehormatan dari pejabat berwenang
4) Fotokopi Surat Keputusan Pengangkatan atau Pemberhentian sebagai presiden
dan wakil presiden, gubernur dan wakil gubernur

4
5) Fotokopi Surat Keputusan sebagai Purnawirawan TNI/Polri, atau pensiunan
PNS
6) Fotokopi Surat Keterangan Kematian
7) Fotokopi Bukti Pelunasan PBB-P2 tahun sebelumnya.

b) Prosedur Pengajuan Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan


Tata cara yang dapat Anda lakukan ketika akan mengajukan keringanan
PBB adalah sebagai berikut:
1) Melakukan permohonan pengurangan atau keringanan secara tertulis
menggunakan bahasa Indonesia. Pengajuan ditujukan kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak yang melakukan penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak (SKP).
2) Di dalam Surat Permohonan yang akan diajukan, harus menyebutkan berapa
besaran angka persentase pengurangan yang diajukan.
3) Saat melakukan proses pengajuan, wajib pajak diminta untuk mempersiapkan
lampiran Surat Pernyataan, Fotokopi Kartu Keluarga, Fotokopi rekening
tagihan listrik, air, dan telepon, Fotokopi Bukti Pelunasan Pajak Bumi dan
Bangunan tahun pajak sebelumnya, dan dokumen-dokumen pendukung
lainnya.
4) Permohonan pengurangan atau keringanan Pajak Bumi dan Bangunan
dilakukan paling lambat 3 bulan sejak Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
(SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak (SKP) diterima oleh wajib pajak atau
paling lambat 6 bulan sejak bencana alam dan sebab-sebab lain yang luar
biasa terjadi.
5) Pengurangan atau keringanan diajukan secara kolektif, akan diterbitkan paling
lambat tanggal 10 Januari sebelum dikeluarkannya Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang (SPPT) untuk tahun pajak tersebut.

c) Jangka Waktu Pengabulan Permohonan Pengurangan

1) Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak wajib memberikan


keputusan mengenai permohonan pengurangan atau keringanan PBB dalam

5
jangka waktu paling lama 4 bulan sejak diterimanya surat permohonan
pengurangan pajak bumi dan bangunan. Keputusan oleh Kepala Kantor Wilayah
(Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak berupa pemberian keputusan mengabulkan
seluruhnya, mengabulkan sebagian, atau bahkan menolak permohonan yang telah
dilakukan oleh wajib pajak.

d) Besaran Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan


Dalam berbagai kondisi, besarnya pengurangan atau keringanan pajak bumi dan
bangunan dapat mencapai 75% dari jumlah PBB yang terutang. Akan tetapi, dalam
kasus wajib pajak yang berpenghasilan rendah, pengurangan atau keringanan pajak
dapat mencapai 100% dari jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang.

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Membayar Pajak


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak,diketahui bahwa
persepsi wajib pajak tentang kualitas pelayanan perpajakan dan pengetahuan dan
pemahaman wajib pajak tentang peraturan perpajakan berpengaruh positif terhadap
kepatuhan wajib pajak. Hal ini berarti bahwa persepsi wajib pajak yang baik tentang
kualitas pelayanan perpajakan dan tingkat pengetahuan dan pemahaman wajib pajak yang
tinggi tentang peraturan perpajakan maka akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Selain itu, kondisi keuangan dan preferensi risiko berperan sebagai variabel moderating.
Variabel kondisi keuangan dan preferensi risiko wajib pajak memperlemah hubungan
antara persepsi wajib pajak tentang kualitas pelayanan perpajakan terhadap kepatuhan
wajib pajak dalam membayar pajak. Sedangkan, variabel kondisi keuangan dan
preferensi risiko wajib pajak memperkuat hubungan antara pengetahuan dan pemahaman
wajib pajak tentang peraturan perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak dalam
membayar pajak.
 Pengaruh Persepsi wajib pajak tentang kualitas pelayanan perpajakan terhadap
Kepatuhan wajib pajak
Caro dan Garcia (2007) menunjukkan bahwa indikator kualitas pelayanan
ditentukan oleh tiga faktor yaitu kualitas interaksi, kualitas lingkungan fisik, dan hasil
kualitas pelayanan. Yang dimaksud dari kualitas interaksi yaitu bagaimana cara fiskus

6
dalam mengkomunikasikan pelayanan pajak kepada wajib pajak sehingga wajib pajak
puas terhadap pelayanannya. Kualitas lingkungan fisik yang dimaksud adalah
bagaimana peranan kualitas lingkungan dari kantor pajak sendiri dalam melayani
wajib pajak. Hasil kualitas pelayanan yang dimaksud adalah apabila pelayanan dari
pegawai pajak dapat memberikan kepuasan terhadap wajib pajak maka persepsi wajib
pajak terhadap perpajakan akan baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib
pajak (Aryobimo, 2012). Oleh karena itu, apabila persepsi wajib pajak puas tentang
pelayanan yang diberikan oleh pegawai pajak maka wajib pajak tersebut akan taat
membayar pajak dan kepatuhan wajib pajak di suatu negara akan meningkat.

 Pengaruh Pengetahuan dan Pemahaman Wajib Pajak tentang peraturan perpajakan


terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi
Terdapat beberapa indikator bahwa wajib pajak mengetahui dan memahami
peraturan perpajakan. Pertama, kepemilikan NPWP oleh wajib pajak. Kedua,
pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai wajib pajak.
Ketiga, pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi perpajakan. Keempat,
pengetahuan dan pemahaman mengenai PTKP, PKP, dan tarif pajak. Kelima,
pengetahuan dan pemahaman peraturan perpajakan melalui sosialisasi yang dilakukan
oleh KPP. Keenam, pengetahuan dan pemahaman peraturan perpajakan melalui
training yang mereka ikuti.

7
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dalam pembayaran pajak atau permohonan keringanan pajak,pemerintah telah


memberikan pelayanan yang seluas-lusnya terhadap masyarakat maka dari itu kesadaran untuk
meningkatkan kepatuhan perpajakan diperlukan karena merupakan sarana untuk mewujudkan
rasa nasionalisme, cinta kepada bangsa dan negara dimana uang dari hasil pajak tersebut
digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan seluruh masyarakat. Seharusnya dengan
jumlah penduduk yang bertambah setiap tahunnya maka potensi penerimaan negara yang berasal
dari sektor pajak masih sangat besar untuk diperoleh untuk negara.

Dari semua penerimaan Negara tersebut, pajak penghasilan tetap menjadi sumber utama
pendapatan pemerintah di beberapa Negara termasuk di Indonesia (Alabede, 2001; Olaofe, 2008
dalam Alabede et al., 2011). Hammar, Jager dan Norddlow (2005) mengungkapkan apabila
semua wajib pajak tidak mempunyai kewajiban membayar pajak maka pemerintah tidak akan
berfungsi secara baik. Hal ini dikarenakan dalam melaksanakan kegiatan – kegiatannya
pemerintah membutuhkan biaya. Biaya – biaya yang digunakan untuk pengeluaran pemerintah
sebagian besar berasal dari pajak. Berdasarkan Rencana Anggaran Penerimaan dan Belanja
Negara–Perubahan pada Tahun 2013 Pemerintah menganggarkan hampir 76% atau Rp 1.148,36
Triliun penerimaan negara berasal dari pajak sedangkan sisanya sekitar 24% berasal dari
pendapatan bukan pajak dan hibah.

8
REFERENSI

https://www.pajak.go.id/id/pengurangan-dan-penghapusan-sanksi-administrasi-0.Diakases
pada : 26 Agustus 2021 pukul 20:09.

https://klikpajak.id/blog/bayar-pajak/begini-prosedur-pengajuan-keringanan-pbb/. iakses
pada : 26 Agustus 2021 pukul 20:56

Murni Julianti,Zulaikha.2014. ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI UNTUK MEMBAYAR PAJAK DENGAN
KONDISI KEUANGAN DAN PREFERENSI RISIKO WAJIB PAJAK SEBAGAI
VARIABEL MODERATING.(Studi Kasus pada Wajib Pajak yang Terdaftar di KPP Pratama
Candisari Semarang).Jurnal Penelitian : Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro. Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014, Halaman 1–15.Diakses pada : 27
Agustus 2021 pukul 07:44.

9
STUDY KASUS

Kasus : Hengkangnya Restoran Bakso Haji Sony Diseluruh Wilayah Bandar Lampung
akibat Pajak dan Permohonan Pajak yang Tidak Sesuai.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pemilik usaha Bakso Hajisony atau Bakso Sony diduga
masih berhutang pajak sebesar Rp10,25 miliar kepada Pemkot Bandar Lampung. Meski sudah
disegel dan dilarang beroperasi, hingga kini Bakso Sony di sejumlah tempat masih buka.Bakso
Son Hajisony tersebar di 18 gerai atau cabang di Kota Bandar Lampung, buka dari tahun 2018.
Selain di Bandar Lampung, Bakso Sony juga tersebar di tiga daerah lainnya, yakni Kabupaten
Lampung Selatan, Metro dan Kabupaten Pringsewu.Berdasarkan hitungan Badan Pengelola
Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Bandar Lampung, potensi pajak rumah makan dan
restoran bakso Sony sebesar Rp400 juta per bulan dari 18 gerai di Bandar Lampung.Jika pajak
restoran yang ditarik 20 persen dari omzet, maka pendapatan Bakso Sony dalam satu bulan di
Bandar Lampung ditaksir bisa mencapai Rp2 miliar.

Berdasarkan catatan BPPRD Bandar Lampung, selama ini pemilik Bakso Sony hanya
membayar pajak restoran sebesar Rp150 juta per bulan untuk 18 gerai yang dimiliki. Sehingga
ada kekurangan sekitar Rp250 juta, jika dibandingkan dengan potensi pajak yang ada. Jika
ditotal sejak tahun 2018 hingga bulan tahun 2021, Bakso Sony diduga menunggak membayar
pajak restoran mencapai Rp10,250 miliar ke Pemkot Bandar Lampung. “Ada sekitar Rp10,250
miliar pajak restoran yang hilang dari PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kota Bandar Lampung,
akibat sikap Bakso Sony yang tak menyetorkan pajak makan konsumen,” kata Kepala Bidang
Pajak BPPRD Kota Bandar Lampung, Andre, kemarin. Menurut Andre, memang bukan
tunggakan hutang pajak yang ditinggalkan oleh pemilik Bakso Sony, namun dapat disebut ada
pajak yang hilang karena tidak menggunakan tapping box dari Pemkot Bandar Lampung.
“Proyeksi kita Rp400 juta perbulan, sedangkan mereka hanya bayar Rp150 juta. Sehingga jika
dihitung sejak tahun 2018 ada potensi pajak yang hilang sekitar Rp10,250 miliar,” ujar Andre.
Penggunaan tapping box yang tidak maksimal oleh pemilik Bakso Sony sudah dilakukan sejak
tahun 2018 . “Padahal jika pemilik Bakso Sony mau pakai tapping box kita, sudah beres
masalahnya,” ujarnya. Andre melanjutkan, pemerintah kota Bandar Lampung sudah melakukan

10
penyegelan terhadap semua gerai Bakso Sony di Bandar Lampung. Bahkan, pemilik Bakso Sony
menyatakan akan hengkang atau meninggalkan Bandar Lampung, dan fokus membuka gerai di
luar Bandar Lampung.

https://www.kupastuntas.co/2021/07/19/cerita-di-balik-penyegelan-bakso-sony-di-bandar-
lampung-bagian-1-diduga-menggelapkan-pajak-1025-m.diakses pada : 27 Agustus 2021 pukul
15:27

Pertanyaan Study Kasus

 Bagaimana menurut anda sebuah gerai restoran besar Bakso Hajisony dapat menunggak
pembayaran pajak,padahal pendapatan perbulan yang diterima cukup besar,jelaskan!
 Bakso Hajisony tidak dapat mengajukan keringanan pembayaran pajak atau SKP karena
pendapatan yang dimilikinya tidak memungkinkan untuk mendapat keringanan. Apakah
menurut anda pernyataan tersebut benar atau salah?Jelaskan!
 Solusi apa yang menurut anda sesuai untuk dapat diberikan kepada gerai Bakso
Hajisony,agar restorannya tidak lagi mengalami masalah?Jelaskan!

11

Anda mungkin juga menyukai