Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN

1.DEFENISI

a. Pengertian

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan

oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam.(Sudoyo, 2016)

DHF (dengue haemorrhagic fever) adalah penyakit infeksi yang disebabkan

oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri

sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan

ditesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai

dengan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit) atau penumpukan cairan

dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah

demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan /syok (Nurarif&

Kusuma, 2013:108).

Demam berdarah dengue atau haemorragic fever adalah penyakit infeksi

akut yang disebabkan oleh virus dengue (albovirus) dan ditukarkan oleh

nyamuk aedes, yaitu aedes aegypti dan aedes albopictus (Wijayaningsih,

2013:233).
Demam dengue (dengue fever, selanjutnya di singkat DF) adalah penyakit yang

terutama terdapat pada anak remaja atau dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam,

nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, dengan/tanpa ruam (rash)

danlimfadenopati, demam bifasik, sakit kepala, yang hebat, nyeri pada pergerakan

bola mata, rasa pengecap yang terganggu, trombositopenia ringan dan bintik-bintik

perdarahan (petekie) spontan.(Hendarwanto, 2013 :417)

Dengue haemorrhagic fever is a severe, potentially deadly infection spread by some

mosquitos. The mosquito Aedes aegypti is the main species that spreads this

disease. With early and aggressive care, most people recover from dengue

haemorrhagic fever. However, half of untreated patients who go into shock do not

survive (Medlineplus, 2015).

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa demam

berdarah dengue adalah suatu infeksi virus pada individu atau seseorang yang

disebabkan oleh virus arbovirus dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan

menimbulkan demam tinggi pada individu yang terinfeksi.


b. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi Fisiologis Sistem

Hematologik Sumber: Syaifuddin,

(2011:293).

Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat didalam pembuluh darah

yang warnanya merah. Warna merah itu keadaannya tidak tetap bergantung darah

yang banyaknya oksigen dan karbon dioksida didalamnya. Darah yang banyak

mengandung karbon dioksida warnanya merah tua. Adanya oksigen dalam darah

diambil dengan jalan bernapas, dan zat ini sangat berguna pada peristiwa

pembakaran atau metabolisme di dalam tubuh. Viskositas/kekentalan darah lebih

kental dari pada air yang mempunyai BJ 1,041-1,067, temperatur 38 ºC dan pH

7,37-7,45.
Darah selamanya beredar didalam tubuh oleh karena adanya kerja atau

pompa jantung. Selama darah berada didalam pembuluh darah, darah akan tetap

encer, tetapi kalau ia keluar dari pembuluh darah maka ia akan menjadi beku.

Pembekuan ini dapat dicegah dengan jalan mencampurkan ke dalam darah tersebut

sedikit demi sedikit obat anti pembekuan/sitras natrikus, dan keadaan ini sangat

berguna apabila darah tersebut diperlukan untuk transfusi darah.

Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapart darah sebanyak kira-kira

1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5 liter. Keadaan jumlah tersebut pada tiap-tiap

orang tidak sama, bergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung dan pembuluh

darah. Jika darah dilihat begitu saja maka ia merupakan zat cair yang warnanya

merah, tetapi apabila dilihat dibawah mikroskop maka nyatalah bahwa dalam darah

terdapat benda-benda kecil bundar yang disebut sel-sel darah. Sedangkan cairan

berwarna kekuningan disebut plasma (Syaifuddin,2011:68).Menurut Syaifuddin

(2011:68) menerangankan bahwa darah terdiri dari dua bagian yaitu :


1) Sel-sel darah

1) Eritrosit (Sel darah merah)

Bentuk sel darah merah seperti cakram/bikonkef,

tidak mempunyai inti, ukurannya 0,007mm3, tidak

bergerak, banyaknya kira-kira 4,5-5 juta mm3, warnanya

kuning kemerah- merahan, sifatnya kental sehingga dapat

berubah bentuk sesuai dengan pembuluh darah yang

dilalui (Syaifuddin, 2011:293).

b) Leukosit (Sel darah putih)

Bentuk dan sifat sel darah putih berbeda dengan

eritrosit. Bentuk nya bening, tidak berwarna, lebih besar

dari eritrosit inti sel, banyak antara 6000-9000/mm3

(Syaifuddin, 2011:301).

c) Trombosit (sel pembeku darah)

Pembekuan darah merupakan benda-benda kecil

yang bentuk dan ukurannya bermacam-macam, ada yang

bulat dan ada yang lonjong, warnanya putih. Trombosit

bukan berupa sel melainkan berbentuk keping-kepingan

yang merupakan bagian-bagian dari sel besar (Syaifuddin,

2011:304).
c. Etiologi

Gambar 2.2 Nyamuk Aedes Aegypti

Penyakit demam berdarah disebabkan oleh virus dengue dari kelompok

Arbovirus B, yaitu Arthropod-borne virus dan ditularkan melalui gigitan nyamuk

aedes aegypti dengan bintik hitam putih pada tubuhnya. Virus dengue merupakan

virus RNA rantai tunggal, genus flavivirus dari family Flaviviridae, terdiri atas 4

tipe virus yaitu D1, D2, D3 dan D4. Struktur antingen ke-4 serotipe ini sangat mirip

satu dengan yang lain, namun antibodi terhadap masing – masing tipe virus tidak

dapat saling memberikan perlindungan silang. Variasi genetik yang berbeda pada

ke-4 serotipe ini tidak hanya menyangkut antar tipe virus, tetapi juga di dalam tipe

virus itu sendiri tergantung waktu dan daerah penyebarannya. Perantara pembawa

virus dengue, dalam hal ini nyamuk Aedes disebut vector. Biasanya nyamuk Aedes

yang menggigit tubuh manusia adalah nyamuk betina, sedangkan nyamuk jantan

lebih menyukai aroma yang manis pada tumbuh – tumbuhan. Seseorang yang

tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama
hidupnya.Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan

diberbagai daerah di Indonesia (Sudoyo dkk. 2010)

Gambar 2.3 Virus dangue

Virus Dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap inaktivitas

oleh distiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 700C. Keempat tipe tersebut

telah ditemukan pula di Indonesia dengan tipe DEN 3 yang paling banyak

ditemukan (Hendarwanto 2010).

d. Fatofisiologi

Setelah virus dengue masuk kedalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan
dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal seluruh
badan,hyperemia ditenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada
systemretikuloendutelial seperti pembesaran
kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limfa. Ruam pada DF disebabkan oleh

kongesti dibawah pembuluh darah kulit.

Fenomen patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan

membedakan DF dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler

karena pelepasan zatanafilatosin, histamine dan serotonin serta aktifitas system

kalikein yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat

mengurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi,

hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Plasma merembes selama perjalan penyakit

mulai dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya pada saat renjatan.

Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat

menurun sampai lebih dari 30 %.


Gambar 124 Siklus intraseluler virus dengue

Adanya kebocoran plasma kedaerah ekstravaskuler

dibuktikan dengan ditemukanya cairan dalam rongga serosa, yaitu

rongga peritoneum, pleura dan pleikard yang pada

autopsyternyata melebihi jumlah cairan yang telah diberikan


sebelumnya melalui
infus. Renjatanhipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila

tidak segera diatasi berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

Gambar 2.4 Patomekanisme kebocoran plasma pada DHF

Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastik setelah

pemberian plasma yang efektif sedangkan pada autopsy ditemukan

kerusakan dinding pembuluh darah yang ditrotif atau akibat radang, menimbulkan

dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah mungkin disebabkan

mediate farmakologis yang bekerja singkat. Sebab lain kematian DHF adalah

pendarahan hebat, yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan

tidak teratasi. Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan

trombositopenia, gangguan fungsi trmbosit dan kelainan system koagulasi.

Komplek virus antibodi yang terbentuk akan dapat mengaktifkan sistem

koagulasi yang dimulai dari aktivasi faktor


Haegeman (faktor XII) menjadi bentuk aktif (faktor XIIa). Selanjutnya

faktor XIIa ini akan mengaktifkan faktor koagulasi lainnya secara berurutan

mengikuti suatu kaskade sehingga akhirnya terbentuk Þ brin.

Di samping mengaktifkan sistem koagulasi, faktor XIIa juga akan

mengaktifkan sistem fibrinolisis, yaitu terjadi perubahan plasminogen menjadi

plasmin melalui proses enzimatik. Plasmin memiliki sifat proteolitik dengan

sasaran khusus yaitu fibrin. Fibrin polimer akan dipecah menjadi fragmen X dan Y.

Selanjutnya fragmen Y dipecah lagi menjadi fragmen D dan fragmen E yang

dikenal sebagai D-dimer. Degradasi fibrin ini (FDP) memiliki sifat sebagai anti

koagulan, sehingga jumlah yang cukup banyak akan menghambat hemostasis.

Aktivasi sistem koagulasi dan fibrinolisis yang berkepanjangan berakibat

menurunnya berbagai faktor koagulasi seperti faktor II, V, VII, VIII, IX, dan X

serta plasminogen. Hal ini memperberat perdarahan yang terjadi pada penderita

DBD.

Sistem kinin dan sistem komplemen juga turut diaktifkan oleh faktor XIIa.

Faktor XIIa mengaktifkan prekalikrein menjadi kalikrein yang juga merupakan

enzim proteolitik. Kalikrein akan mengubah kinin menjadi bradikinin, suatu zat

yang berperan dalam proses spesifik diantaranya adalah proses inflamasi yang

menyebabkan pelebaran dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah.


Sistem komplemen merupakan salah satu mediator dasar pada proses

inflamasi dan memegang peranan penting dalam sistem pertahanan tubuh terhadap

infeksi. Komplemen merupakan sejumlah protein inaktif yang dapat diaktifkan oleh

faktor XIIa. Sebagai hasil akhir aktivasi ini ialah terjadi lisis dari sel. Disamping itu

terbentuk juga anapilatoksin yang juga meningkatkan permiabilitas pembuluh

darah.

Trombositopenia dihubungkan dengan peningkatannya megakaliosit muda

dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan

meningkatnya dekstruksi trombosit. Penyidikan dengan radioisotope membuktikan

bahwa penghancuran trombosit terjadinya pada system retikuloendotelial.

Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis

terbukti dengan terdapatnya komplek imun dalam peredaran darah. Kelainan system

koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang

terbukti terganggu oleh aktifasi sitem koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada

DHF/DSS, terutama pada pasien dengan pendarahan hebat, sejak lama telah

menjadi bahan perdebatan.

Telah dibuktikan bahwa DIC secara potensial dapat terjadi juga pada pasien

DHF tanpa renjatan. Dikatakan pada masa dini DHF, peran DIC tidak menonjol

dibandingkan dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk dengan

terjadinya asidosis
dan renjatan, maka renjatan akan memperberat DIC sehingga perannya akan

menonjol. (Hendarwanto, 2013 : 420)

Pada penderita DHF dapat terjadi leukopenia ringan sampai lekositosis sedang.

Lekopeni dapat dijumpai antara hari pertama dan ketiga dengan hitung jenis yang

masih dalam batas normal. Jumlah granulosit menurun pada hari ketiga sampai ke

delapan. Pada syok berat, dapat dijumpai lekositosis dengan netropenia absolut. Hal

lain yang menarik adalah ditemukannya cukup banyak (20 – 50%) limfosit

bertransformasi atau atipik dalam sediaan apus darah tepi penderita DBD, terutama

pada infeksi sekunder. Limfosit atipik ini merupakan sel berinti satu (mononuklear)

dengan struktur kromatin inti halus dan agak padat, serta sitoplasma yang relatif

lebar dan berwarna biru tua. Oleh karenanya sel ini juga dikenal sebagai limfosit

plasma biru. Limfosit plasma biru ini sudah dapat ditemukan sejak hari ketiga panas

dan digunakan sebagai penunjang diagnostik

e. Manifestasi Klinis

1) Kriteria klinis deferensial.

a) Suhu badan yang tiba-tiba tinggi.

b) Demam yang berlangsung hanya beberapa hari.

c) Kurva demam menyurupai pelana kuda.

d) Nyeri tekan terutama pada otot dan persendian (Wijayaningsih, 2013:234)


2) Demam berdarah dengue berdasarkan kriteria WHO

1997 diagnosis DHF ditegakkan bila semua hal dibawah

ini terpenuhi:

a) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7

hari, biasanya bersifat bifasik.

b) Manifestasi perdarahan biasanya.

(1) Uji tourniquet positif.

(2) Petekie, ekimosis, atau purpura.

(3) Perdarahan mukosa (epitaksis, perdarahan

gusi), saluran cerna, tempat bekas suntikan.

(4) Hematemesis atau melena.

c) Trombositopenia < 100.00/ul.

d) Kebocoran plasma dengan ditandai.

(1) Peningkatan nilai hematrokrit >20 % dari nilai

baku secara umur dan jenis kelamin.

(2) Penurunan nilai hematokrit > 20 % setelah

pemberian cairan yang adekuat.

e) Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi,

asietas, efusi pleura (Nurarif & Kusuma, 2015:109).


f. Klasifikasi

Klasifikasi derajat DHF terbagi menjadi derajat 1, derajat 2, derajat

3, dan derajat 4, yaitu:

1) Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manisfestasi

perdarahan adalah uji tornoquet positif.

2) Derajat satu disertai perdarahan spontan dikulit atau

perdarahan lain.

3) Di temukannya tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,

tekanan nadi menurun (<20 mmhg) atau hipotensi disertai kulit dingin,

lembab, dan klien menjadi gelisah.

4) Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak

dapat diukur (Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015:108)

Menurut WHO Klasifikasi Demam Berdarah Dengue adalah

sebagai berikut :

1) Derajat I : Demam disertai dengan gejala konstitusional non-

spesifik, satu-satunya manifestasi perdarahan adalah tes

tourniquet positif dan atau mudah memar.

2) Derajat II : Perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada

derajat I, biasanya pada bentuk perdarahan kulit atau

perdarahan lain.
3) Derajat III : Gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat

dan lemah serta penyempitan tekanan nadi atau hipotensi,

dengan adanya kulit dingin dan lembab serta gelisah.

4) Derajat IV: Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak

terdeteksi. (WHO : , hal : 32).

g. Pemeriksaan Penunjang

1) Darah Rutin

a) Trombositopenia ( N : 150.000-400.000/ui ).

b) Hemokonsentrasi ( N pria : 40-48 Nol % ).

c) pembekuan normal ( 10-15 ).

d) Masa pendarahan memanjang ( N = 1-3 )

2) Kimia darah

a) Hiponatremia.

b) Hipoproteinemia.

c) Hipokalemia.

d) SGOT, SGPT meningkat ( N < 12 u / i ).

e) Ureum meningkat.

3) Urine

Albuminurial ringan

4) Sumsum tulang

Awal hiposelular kemudian menjadi hiperselular pada hari ke-5

dengan gangguan maturasi. Hari ke-10 biasanya kembali


normal.
5) Pemeriksaan serologi

Dilakukan pengukuran titer antibodi pasien dengan cara haema

glutination inhibition tes (HI test) atau dengan uji pengikatan

komplemen (complement fixation test/CFT) diambil darah

vena 2-5 ml).

6) Foto thorak

Mungkin dijumpai pleural Efusion.

7) USG

Hematomegali – Splenomegali

8) Uji test tourniket (+).

h. Penatalaksanaan medik

1) Penatalaksanaan untuk kasus DHF adalah:

a) Tirah baring: untuk beristirahat

b) makanan lunak: untuk memenuhi nutrisi

c) Minum 1,5 – 2 liter/24 jam: untuk memenuhi cairan

yang hilang

d) Pemberian medikamentosa yang bersifat simtomatis.

e) Antibiotik diberikan apabila terdapat risiko infeksi sekunder.

f) Pemberian cairan intravena (Wijayaningsih, 2013:240).


9) Penatalaksanaan untuk kasus DHF adalah:

a) DHF tanpa rejatan

Pada klien dengan demam tinggi, anoreksia dan

sering muntah menyebabkan klien dehidrasi dan haus, beri

klien minum 1,5 sampai 2 liter dalam 24 jam. Dapat

diberikan teh manis, sirup, susu dan bila mau lebih baik

diberikan oralit. Apabila hiperpireksia diberikan obat anti

piretik dan kompres air biasa. Jika terjadi kejang, beri

luminal atau anti konvulsan lainnya. Luminal diberikan

dengan dosis anak umur kurang dari 1 tahun 50 mg/ IM,

anak lebih dari 1 tahun 75 mg. Jika 15 menit kejang belum

berhenti luminal diberikan lagi dengan dosis 3mg / kg BB.

Anak diatas satu tahun diberikan 50 mg dan dibawah satu

tahun diberikan 30 mg, dengan memperhatikan adanya

depresi fungsi vital. Infus diberikan pada klien tanpa

ranjatan apabila klien terus menerus muntah, tidak dapat

diberikan minum sehingga mengancam terjadinya

dehidrasi dan hematokrit yang cenderung meningkat.


b) DHF dengan renjatan

Klien yang mengalami rajatan(syok) harus segera

dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang akibat

kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya Ringer

Laktat. Jika pemberian cairan tersebut tidak ada respon

maka dapat diberikan plasma atau plasma akspander,

banyaknya 20 sampai 30 ml/kg BB.

Pada klien rajatan berat pemberian infus diguyur

dengan cara membuka klem infus tetapi biasanya vena-

vena telah kolaps sehingga kecepatan tetesan tidak

mencapai yang diharapkan, maka untuk mengatasinya

dimasukkan cairan secara paksa dengan spuit dimasukkan

cairan sebanyak 200 ml, lalu diguyur.

Tindakan Medis yang bertujuan untuk pengobatan

keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi,

anoreksia, dan muntah. Jenis minuman yang diajurkan

adalah jus buah, teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit.

Apabila cairan oralit tidak dapat dipertahankan maka

cairan IV perlu diberikan. Jumlah cairan yang diberikan

tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit,

dianjurkan cairan dextrose 5% di dalam 1/3 larutan NaCl

0,9%. Bila terdapat asidosis dianjurkan pemberian NaCl


0,9 %

+dextrose ¾ bagian natrium bikarbonat.


Kebutuhan cairan diberikan 200 ml/kg BB,

diberikan secepat mungkin dalam waktu 1-2 jam dan pada

jam berikutnya harus sesuai dengan tanda vital, kadar

hematokrit, dan jumlah volume urine. Untuk menurunkan

suhu tubuh menjadi kurang dari 39°C perlu diberikan anti

piretik seperti paracetamol dengan dosis 10-15 mg/kg

BB/hari. Apabila klien tampak gelisah, dapat diberkan

sedative untuk menenangkan klien seperti kloral hidrat

yang diberikan peroral/ perektal dengan dosis 12,5-50

mg/kg BB (tidak melebihi 1 gram). Pemberian antibiotic

yang berguna dalam mencegah infeksi seperti

Kalmoxcilin, Ampisilin, sesuai dengan dosis yang

ditemukan.

Terapi O2 2 liter /menit harus diberikan pada semua

klien syok. Tranfusi darah dapat diberikan pada penderita

yang mempunyai keadaan perdarahan nyata, dimaksudkan

untuk menaikkan konsentrasi sel darah merah. Hal yang

diperlukan yaitu memantau tanda-tanda vital yang harus

dicatat selama 15 sampai 30 menit atau lebih sering dan

disertai pencatatan jumlah dan frekuensi diuresis

(Nursalam, 2013:159).
2. Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

1. Pengkajian primer

a. Data Umum

Berisi mengenai identitas pasien yang meliputi nama,

umur, No.RM, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan,

pekerjaan, jam datang, jam diperiksa, tipe kedatangan dan

informasi data.

b. Airway

- Adakah Obstruksi jalan nafas : Lendir, spasme

- Kondisi trauma :

- Adakah tanda Sianosis Sekitar mulut atau bibir

c. Breathing

- RR di atas rentang normal

- Suara abnormal : Wheezing, Ronkhi

d. Circulation

- TD, Nadi, Suhu

- Capilary refill : < 2 dtk

- Warna kulit: Pucat atau tidak, sianosis

e. Disability

- Composmentis,apatis, somnolent, supor, koma

- Nilai GCS : E4M5V6 Total GCS 15

- Pupil : Isokor /anisokor


- Reaksi pupil terhadap cahaya : Positif/negatif
2. Pengkajian sekunder

1) Riwayat Kesehatan

Keluhan utama :Pasien mengeluh demam

Riwayat sekarang :Pasien datang dengan riwayat demam

beberapa hari sebelum masuk rumah sakit, klien tampak

lemas, dan dicek laboratorium terdapat hasil yang tidak normal

seperti trombositopenia.

AMPLE

1) Alergi : klien mempunyai alergi makanan, obat, alergi

debu / polusi dan udara dingin atau tidak

2) Medication ( pengobatan yang didapat)

3) Past illness : febris

4) Last meal : makanan terakhir dimakan

5) Event : klien riwayat demam/febris sebelum masuk rumah

sakit

2) Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)

Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil

sebagai berikut:

1) Keadaan umum:

Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah

sebagai berikut :

Grade I :Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah,


tanda – tanda vital dan nadi lemah.
Grade II :Kesadaran kompos mentis, keadaan umum

lemah, ada perdarahan spontan petekia,

perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah,

kecil, dan tidak teratur.

Grade III :Keadaan umum lemah, kesadaran apatis,

somnolen, nadi lemah, kecil, dan tidak teratur

serta tensi menurun.

Grade IV :Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak

teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak

teratur, ekstremitas dingin berkeringat dan kulit

tampak sianosis.

b) Kepala dan leher.

Wajah :Kemerahan pada muka, pembengkakan

sekitar mata, lakrimasi dan fotobia,

pergerakan bola mata nyeri.

Mulut :Mukosa mulut kering, perdarahan gusi,

lidah kotor, (kadang-kadang) sianosis.

Hidung :Epi

taksis Tenggorokan

:Hiperemia

Leher :Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada

sudut atas rahang daerah servikal


posterior.
c) Dada (Thorax).

Nyeri tekan epigastrik, nafas

dangkal. Pada Stadium IV :

Palpasi :Vocal – fremitus kurang

bergetar. Perkusi :Suara paru pekak.

Auskultasi :Didapatkan suara nafas vesikuler

yang lemah.

d) Abdomen (Perut).

Palpasi :Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan

dehidrasi turgor kulit dapat menurun, suffiing

dulness, balote ment point (Stadium IV).

e) Anus dan genetalia.

Eliminasi alvi :Diare, konstipasi, melena.

Eliminasi uri :Dapat terjadi oligouria sampai anuria.

f) Ekstrimitas atas dan bawah.

Stadium I : Ekstremitas atas nampak petekie akibat

RL test.

Stadium II – III :Terdapat petekie dan ekimose di

kedua ekstrimitas.

Stadium IV :Ekstrimitas dingin, berkeringat dan

sianosis pada jari tangan

3) Pemeriksaan tumbuh Kembang


Pemeriksaan dilakasanakan apabila pasien umurnya dibawah 2

tahun dengan ditanyakan riwayat imunisasinya.

4) Pemeriksaan Penunjang

1) HB, Hematokrit / PCV meningkat sama atau lebih dari 20 %.

Normal : PCV / Hm = 3 x Hb.

Nilai normal : HB = L : 12,0 – 16,8 g/dl.

P : 11,0 – 15,5

g/dl. PCV /Hm = L : 35

– 48 %.

P : 34 – 45 %.

2) Trombosit menurun 100.000 / mm3

Nilai normal : L : 150.000 – 400.000/mm3.

P : 150.000 – 430.000/mm3.

3) Leucopenia, kadang-kadang Leucositosis ringan.

Nilai normal : L/P : 4.600 – 11.400/mm3.

4) Waktu perdarahan memanjang.

Nilai normal : 1 – 5 menit

5) Waktu protombin memanjang.

Nilai normal : 10 – 14 detik.


3. Diagnosa Keperawatan

Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J.

McCloskey. 2015 terdapat 5 diagnosa keperawatan yang dapat

ditegakkan pada pada kasus DHF :

a) Resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia

b) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus

c) Defisit volume cairan berhubungan dengan

kegagalan mekanisme pengaturan.

d) Nyeri akut berhubungan dengan proses patoloogis penyakit

e) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhunungan dengan anoreksia, mual muntah.


4. Pathway

Infeksi virus

dengue Melalui

gigitan nyamuk

Membentuk virus
Menstimulasi
Trombosit kehilangan SSP
fungsi Merangsang
meningkatkan sistem imun tubuh
agregasi sel-sel
melawan monosit eosinofil,
infeksi
neotropil, dan
antibody

Mengeluarkan
Di musnahkan oleh zat pirogen
Peningkatan metabolisme
retikuloendoteal tubuh endogen
Terbentuk kompleks
Trombositopenia anti body dalam sirkulasi darah
Menstimulas
Peningkatan kerja i

Peningkatan sistem pencernaan


premebilitas Pengaktifan system complement dan dilepaskannya Hipertermi
anvilaktoksin C3a
dan C5a
Peningkata

Kebocoran plasma n produksi

pada ektravaskuler Reaksi


Mual Inflamasi

Resiko perdarahan Pelepasan histami


Anoreksi yang bersifat vasoaktif Nyeri
Akut
Ketidak
Permeabilitas dinding
Seimbangan pembuluh darah
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
46

5. Intervensi Keperawatan

Dx Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi

(NOC) (NIC)

Resiko perdarahan Blood lose severity Bleeding precautions

berhubungan dengan Setelah di lakukan tidankan 1. Observasi tanda-tanda dan gejalan

trombositopenia keperawatan selama x 24 jam terjadi perdarahan .

perdarahan dengan kriteria hasil : 2. Anjurkan pasien banyak minum air putih

1. Kehilangan darah yang dan banyak istirahat.

terlihat 3. Berikan informasi tentang tanda dn gejala

2. Trombosit dan Hemotokrit perdarahan kepada pasien

kembali normal 4. Berkolaborasi dengan dokter


47

Hipertermi berhubungan Thermoregulation Fever Treatment

dengan proses infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-tanda vital tiap 3 jam.

virus keperawatan selama x 24 jam, pasien 2. Berikan kompres hangat dibagian lipatan

akan : tubuh (Paha dan aksila)

1. Menunjukan suhu dalam rentan 3. Berikan informasi kepada pasien tentang

normal penyebab demam pasien dan cara

2. TTV normal menanganinya.

4. Berkolaborasi dengan dokter dengan

memberikan terapi.

Defisit Volume Cairan Setelah dilakukan tindakan Fluid management


b.d kegagalan
keperawtan selama … diharapkan 1. Pertahankan catatan intake dan output
mekanisme pengaturan
klien: yang akurat

Fluid balance 2. Monitor status hidrasi ( kelembaban

membran mukosa, nadi adekuat,


48

1. Mempertahankan urine output tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan

sesuai dengan usia dan BB, BJ 3. Monitor hasil lAb yang sesuai dengan

urine normal, HT normal retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas

2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh urin )

dalam batas normal 4. Monitor vital sign

Hydration 5. Monitor masukan makanan / cairan dan

3. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, hitung intake kalori harian

Elastisitas turgor kulit baik, 6. Kolaborasi pemberian cairan IV

membran mukosa lembab, tidak 7. Monitor status nutrisi

ada rasa haus yang berlebihan 8. Berikan cairan

9. Berikan diuretik sesuai interuksi

10. Berikan cairan IV pada suhu ruangan

11. Dorong masukan oral


49

12. Berikan penggantian nesogatrik sesuai

output

13. Dorong keluarga untuk membantu

pasien makan

14. Tawarkan snack ( jus buah, buah segar

15. Kolaborasi dokter jika tanda cairan

berlebih muncul meburuk

16. Atur kemungkinan tranfusi

17. Persiapan untuk tranfusi

Nyeri Akut Pain Level Pain Management

berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi reaksi nonverbal dari

Agen Injury Biologis keperawatan selama x 24 jam, ketidaknyamanan

pasien akan : 2. Ajarkan tentang relaksasi dan distraksi


50

1. Mampu mengontrol nyeri 3. Berikan informasi tentang penyebab

2. Melaporkan nyeri berkurang nyeri dan cara penangan nyeri

3. TTV dalam rentan normal 4. Berkolaborasi dengan dokter dalam

pemberian terapi

Nutrisi kurang dari Status: nutrient intake Nutrition Management

kebutuhan tubuh Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor intake dan ouput makanan dan

berhubungan dengan keperawatan selama x 24 jam, pasien kaji ada atau tidak alergi makanan

Anoreksia akan : 2. Sediakan makan selagi hangat

1. Nutrisi pasien mulai terpenuhi 3. Berikan makanan sedikit tapi sering

2. Pasien mau untuk makan 4. Jelaskan kepada pasien pentingnya

3. TTV dalam rentan normal nutrisi bagi proses penyembuhannya

5. Berkolaborasi dengan tim medis

lainnya

Table 2.1 Intervensi Keperawatan pada DHF (NIC & NOC 2013)
6. Implementaasi Kperawatan

Tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan

rencana tindakan keperawatan yang telah dibuat. Dalam melaksanakan

rencana tersebut harus diperlukan kerja sama dengan tim kesehatan yang

lain, keluarga dan klien sendiri. Hal-hal yang perlu diperhatikan :

a. Kebutuhan dasar klien

b. Dasar dari tindakan

c. Kemampuan perseorangan, keahlian atau keterampilan dalam perawatan

7. Evaluassi

Evaluasi adalah penilaian keberhasilan rencana keperawatan dalam

memenuhi kebutuhan klien.Pada klien dengan Dengue Haemorraghic Fever

(DHF) dapat dinilai hasil perawatan dengan melihat catatan perkembangan,

hasil pemeriksaan klien, melihat langsung keadaan dan keluhan klien, yang

timbul sebagai masalah berat.

Evaluasi harus berdasarkan pada tujuan yang ingin dicapai. Evaluasi

dapat dilihat 4 kemungkinan yang menentukan tindakan- tindakan

perawatan selanjutnya antara lain :


1. Apakah pelayanan keperawatan sudah tercapai atau belum

2. Apakah masalah yang ada telah terpecahkan/teratasi atau belum

3. Apakah masalah sebagian terpecahkan/tidak dapat dipecahkan

4. Apakah tindakan dilanjutkan atau perlu pengkajian ulanng


53

Anda mungkin juga menyukai