Perspektif Ilmu Kebumian Dalam Kajian Bencana Geologi Di Indonesia 5 - 6 September 2018, Grha Sabha Pramana
Perspektif Ilmu Kebumian Dalam Kajian Bencana Geologi Di Indonesia 5 - 6 September 2018, Grha Sabha Pramana
724
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
Cahyo Sedewo1*
Dr. Lucas Donny Setijadji, S.T., M.Sc2
1*
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
2
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
*corresponding author: cahyo.sedewo@gmail.com
ABSTRAK
Emas merupakan salah satu unsur logam dengan nilai ekonomis tinggi, sehingga proses eksplorasi
menjadi tahap penting untuk menemukan sumberdaya dan cadangan baru agar produksi emas tetap
optimal. Daerah penelitian berlokasi di Prospek X, Kecamatan Buntulia, Gunung Pani, Kabupaten
Pohuwato, Provinsi Gorontalo, yang merupakan lokasi Kontrak Karya milik PT. J Resources
Nusantara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aspek geologi, karakteristik alterasi dan
mineralisasi serta genesa endapan epitermal di daerah penelitian. Penelitian ini mengintegrasikan
pekerjaan lapangan, pengujian dan analisis laboratorium berupa uji petrografi, XRD dan mineragrafi.
Seluruh data dan berbagai analisis menghasilkan kesimpulan bahwa daerah penelitian tersusun atas
litologi berupa dasit 1 , dasit 2 dan breksi diatrem berumur Pliosen yang berperan sebagai batuan
induk mineralisasi. Sesar geser dekstral berarah NW-SE dan WNW-ESE diinterpretasikan sebagai
struktur pre-mineralisasi. Sesar geser sinistral dan sesar turun berarah NE-SW dan NNE-SSW
diinterpretasikan sebagai sesar yang mengontrol alterasi dan mineralisasi. Alterasi di daerah penelitian
dapat dibagi menjadi tiga zona yaitu zona silisifikasi (kuarsa+ilit±adularia+klorit±pirit±kristobalit),
alterasi filik (serisit+kuarsa±pirit) dan alterasi argilik (ilit±smektit). Zona silisifikasi dan filik
terbentuk secara umum pada litologi dasit 2 dan breksi diatrem, sedangkan zona argilik secara umum
terbentuk luas di litologi dasit 1. Tipe endapan di daerah penelitian adalah epitermal sulfidasi rendah
yang dikontrol oleh struktur geologi dan vulkanik.. Mineralisasi emas dijumpai pada kombinasi urat
kuarsa-oksida dan breksia. Secara umum pembentukan urat kuarsa-sulfida/oksida dan breksia
merupakan hasil dilational jog. Berdasarkan karakteristik alterasi dan mineralisasinya endapan
epitermal daerah penelitian merupakan tipe endapan sulfidasi rendah pada level yang dalam dengan
model open vein dan breksia.
Kata Kunci : emas, alterasi, epitermal sulfidasi rendah, Gunung Pani
1. Pendahuluan
Lokasi Gunung Pani berada sekitar 132 km di sebelah barat dari kota Gorontalo.
Secara geografis terletak pada koordinat 0° 32' 46.9412" - 0° 34' 18.1238"LU dan 121° 57'
24.108" - 121° 59' 33.4963" BT. Daerah penelitian secara administratif berada di Desa
Huwala, Kecamatan Buntulia, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Lokasi penelitian
berada di Prospek X yang merupakan salah satu daerah prospek dalam Kontrak Karya PT J
Resources Nusantara (Gambar 1). Gunung Pani memiliki tipe endapan epitermal sulfidasi
rendah yang secara dominan dikontrol oleh vulkanik. Mineralisasi emas terdapat pada
kombinasi urat kuarsa, breksi dan stockwork (Carlile et al, 1990). Pendekatan studi
karakteristik alterasi menjadi penting untuk mengetahui hubungannya terhadap mineralisasi
emas yang terjadi. Hal tersebut di atas menarik keinginan penulis untuk melakukan penelitian
mengenai studi geologi, alterasi dan mineralisasi emas secara lebih mendalam pada daerah
penelitian yang nantinya akan berpengaruh pada proses eksplorasi lebih lanjut .
2. Metode Penelitian
Penelitian dibagi menjadi beberapa tahap dan memiliki alur penelitian yaitu tahap
studi pustaka, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis, tahap pembahasan dan interpretasi
dan tahap penarikan kesimpulan. Pada tahap studi pustaka dilakukan studi literatur mengenai
725
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
tema peneltian sebelum melakukan pekerjaan lapangan. Pada tahap pekerjaan lapangan,
dilakukan pemetaan geologi dan alterasi pada daerah penelitian dengan skala 1:5000. Pada
tahap ini juga dilakukan pengambilan sampel batuan, urat dan data struktur geologi seperti
sesar dan kekar. Pada tahap analisis, dilakukan data lapangan yang diperoleh dan analisa
laboratorium. Analisa laboratorium yang dilakukan adalah petrografi, mikroskopi bijih, dan X
Ray Diffraction. Pada tahap pembahasan dan intepretasi, data yang diperoleh yaitu data
primer, data sekunder, dan data hasil analisa laboratorium. Hasil dari pekerjaan tersebut
kemudian dikorelasikan dengan dasar teori mengenai tema penelitian. Pada tahap terakhir,
dilakukan penarikan intepretasi dan kesimpulan dari tahap sebelumnya. Berikut metode
analisis yang dilakukan:
2.1. Analisis petrografi
Analisis petrografi ini dilakukan untuk mengetahui tekstur batuan, serta
kelimpahan mineral yang nantinya digunakan dalam penentuannama batuan.
Pengamatan petrografi dilakukan di laboratorium geologi optic departemen Teknik
geologi UGM menggunakan mikroskop bertipe Nikon Optiphot-Pol yang dilengkapi
kamera Canon Eos-7000.
2.2. Analisis XRD (X-Ray Diffraction)
Analisis XRD dilakukan untuk mengidentifikasi mineral berupa kristal
maupun nonkristal. Analisis ini dilakukan dengan jenis bulk, clay AD dan clay EG
untuk menganalisis mineral penyusun batuan, terutama jenis mineral lempung.
Pengamatan dilakukan di laboratorium geologi pusat departemen Teknik Geologi
UGM.
2.3. Analisis mineragrafi
Analisis mineragrafi dilakukan untuk mengetahui jenis mineral bijih pada
batuan yang tidak terlihat oleh mikroskop polarisasi. Tujuan analisis ini untuk
mengetahui tekstur, jenis dan kelimpahan mineral bijih sehingga mendukung dalam
penentuan paragenesis mineralisasi.Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop
euromax microscopes-holland di laboratorium riset mineral optic di departemen
Teknik Geologi UGM.
3. Data
3.1. Alterasi hidrotermal
Terdapat 3 tipe alterasi di daerah penelitian berdasarkan analisisi petrografi dan XRD
yaitu zona silisifikasi (kuarsa+ilit±adularia+klorit±pirit±kristobalit), zona filik
(serisit±ilit+kuarsa±pirit), zona argilisasi (ilit±smektit) (Gambar 3). Alterasi silisifikasi berada
di pusat dari zonasi alterasi hidrotermal pada daerah penelitian. Zona ini memiliki pelamparan
sekitar 20%. Secara umum alterasi ini banyak ditemui pada Satuan Dasit 2 dan sedikit ditemui
pada Satuan Dasit 1 dan Satuan Breksi Diatrem. Zona alterasi filik memiliki pelamparan 35%,
zona ini terjadi karena adanya penggantian secara sebagian feldspar dan mika oleh serisit
serta mineral mafik oleh kuarsa sekunder. Zona alterasi serisitisasi merupakan zona alterasi
hidrotermal yang melingkupi bagian luar zona alterasi silisifikasi pada daerah penelitian.
Alterasi argilik merupakan alterasi terluar dari zonasi alterasi hidrotermal pada daerah
penelitian. Zona ini memiliki pelamparan paling luas yaitu sekitar 45%. Secara umum alterasi
ini banyak ditemui pada Satuan Dasit 1 dan Satuan Breksi Diatrem serta sedikit ditemui pada
Satuan Dasit 2 (Gambar 6).
3.2. Mineralisasi
Mineralisasi di daerah penelitian dijumpai pada urat kuarsa, breksi hidrotermal dan
beberapa ditemui secara diseminasi. Sistem urat yang berkembang di daerah penelitian
merupakan pengisian rekahan ekstensi dan dilational jog yang berasosiasi dengan patahan
726
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
(Gambar 5). Urat yang terbentuk di daerah penelitian di antaranya urat kuarsa dengan
komposisi kuarsa-oksida (mineral hematit, limonit dan goetit hasil oksidasi dari mineral
sulfida) dengan berbagai tekstur urat seperti massif, sisir, drussy dan sakaroidal.
Paragenesis urat dilakukan berdasarkan pengamatan lapangan yaitu urat breksia
terbentuk terlebih dahulu yang kemudian terpotong oleh urat kuarsa-oksida masif, urat
kuarsa-oksida sisir dan drusy, serta urat kuarsa-oksida sakaroidal terbentuk paling akhir.
Kemudian paragenesis urat tersebut dihubungkan dengan paragenesis mineral bijih yang
diamati melalui analisis mineragrafi dengan memperhatikan kelimpahan dari setiap mineral
bijih dan mineral pengotor serta zonasi alterasi hidrotermal (Gambar 8).
Berdasarkan pengamatan mikroskopi bijih yang dilakukan di temukan beberapa
mineral bijih yaitu: emas, elektrum, kalkopirit, kalkosit, digenit, tennantite, spalerit, galena,
azurit, pirhotit dan pirit. Mineral bijih tersebut memiliki beberapa tekstur mineral bijih yaitu
tekstur primer, tekstur disseminated, tekstur penggantian, tekstur intergrowth dan tekstur
eksolusi.
jogs akibat adanya gaya oblique. Sesar geser merupakan jenis struktur yang sangat baik dalam
kaitannya terhadap alterasi dan mineralisasi karena bersifat transpression atau jenis struktur
yang mengerut sampai ke bawah permukaan dan membuat ore shot yang bersifat vertikal
untuk jalur fluida hidrotermal naik membentuk alterasi dan mineralisasi. Kompleksitas
struktur tersebut menambah nilai permeabilitas batuan. Hasil pengisian fluida hidrotermal
tersebut pada kondisi saat ini dijumpai sebagai urat kuarsa-oksida (hasil oksidasi dari mineral
sulfida) dan urat breksia (Gambar 9).
Daerah penelitian berasosiasi dengan struktur subsirkular vulkanik berupa kaldera.
Struktur ini diinterpretasikan terbentuk oleh kompleksitas struktur Gorontalo shear system
(GSS) yang merupakan strain dari subduksi berarah WNW-ESE yang berada memanjang di
utara dari lengan utara Sulawesi yang meghasilkan fase ekstensional dan mengakibatkan
proses release ke arah selatan. Strain subduksi berarah WNW-ESE menghasilkan fase
kompresi pada bagian utara dan semakin ke arah selatan akan mengalami fase ekstensional.
Kaldera menjadi bukti terdapat vulkanisme besar yang dulunya pernah terjadi di lengan utara
Sulawesi. Kompeksitas struktur yang ada sekarang akan membentuk suatu sistem hidrotermal
membentuk tipe endapan berupa epitermal sulfidasi rendah yang berasosiasi dengan
kehadiran kaldera.
5. Kesimpulan
1. Daerah penelitian tersusun atas litologi dasit 1 , dasit 2 dan breksi diatrem. Litologi
tersebut berperan sebagai batuan induk bagi mineralisasi bijih. Struktur geologi
mengontrol pembentukan jalur urat-urat tersebut. Struktur geologi berupa sesar geser
dekstral berarah NW-SE dan WNW-ESE diinterpretasikan sebagai struktur pre-
mineralisasi. Struktur sesar geser sinistral dan sesar turun berarah NE-SW dan NNE-SSW
diinterpretasikan sebagai sin-mineralisasi atau struktur yang mengontrol selama alterasi
dan mineralisasi. Sesar anjak minor berarah NW-SE diinterpretasikan merupakan struktur
pasca-mineralisasi. Litologi juga mengontrol alterasi dan mineralisasi. Breksi diatrem
memiliki permeabilitas yang lebih besar dibandingkan dasit 1 dan dasit 2 sehingga
teralterasi lebih kuat. Struktur geologi akan menambah nilai permeabilitas batuan dan
mengontrol alterasi dan mineralisasi pada daerah penelitian.
2. Alterasi yang berkembang di daerah penelitian yaitu silisifikasi
(kuarsa+ilit±adularia+klorit±pirit±kristobalit),filik(serisit±ilit+kuarsa) dan argilik
729
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
(ilit±smektit). Secara umum alterasi silisifikasi berkembang pada satuan dasit 2 dan
sebagian breksi diatrem. Alterasi filik berkembang pada sebagian satuan dasit 2 dan dasit
1. Alterasi argilik secara umum dominan berkembang pada satuan dasit 1 dan sebagian
breksi diatrem.
3. Mineralisasi di daerah penelitian dicirikan oleh mineralisasi urat kuarsa-oksida (hasil
oksidasi mineral sulfida) dan urat breksia. Paragenesis urat diawali dengan terbentuknya
urat breksia kemudian urat kuarsa-oksida massif, urat kuarsa-oksida sisir-drusy dan
terakhir urat kuarsa-oksida sakaroidal dengan pengendapan mineral bijih diawali dari fase
hipogen awal yaitu pengendapan mineral logam pada fase terbentuknya urat dan alterasi
silisifikasi pada batuan samping, hipogen tengah adalah pengendapan mineral bijih pada
alterasi filik batuan samping, sedangkan hipogen akhir adalah pengendapan bijih pada
mineralisasi di zona alterasi argilik serta pada fase akhir berupa pengkayaan supergen.
Secara umum pembentukan urat kuarsa-sulfida/oksida dan urat breksia merupakan hasil
dilational jog. Mineral bijih emas hadir pada urat kuarsa oksida, urat breksia dan
stockwork.
4. Tipe endapan daerah penelitian berupa endapan epitermal sulfidasi rendah. Mineralisasi
emas dikontrol oleh proses tektonik yang terbentuk masa lampau berupa patahan-patahan
yang menyediakan ruang mineralisasi dan jalur fluida hidrotermal. Mineralisasi juga
diindikasikan dikontrol oleh proses vulkanik. Berdasarkan karakteristik alterasi dan
mineralisasinya endapan epitermal daerah penelitian merupakan tipe endapan epitermal
sulfidasi rendah pada level yang dalam dengan model endapan tipe open vein dan breksia.
Acknowledgements
Penelitian ini terlaksana atas dukungan dari PT. J Resources Nusantara. Peneliti
mengucapkan terima kasih kepada Dr. Lucas Donny Setijadji, S.T., M.Sc selaku dosen
pembimbing, Bapak Agus Irfan dan Bapak Iryanto Rompo selaku pembimbing lapangan dan
semua geologis PT. J Resources Nusantara site Pani atas ilmu dan bimbingannya.
Daftar Pustaka
Baatista, C.C., Quitoirano, R.H., Hardjana, I and Aquino, R.S.( 1997). Gunung Pani Project :
Report for The First Phase of Exploration. Unpub company report for PT Parapani
Kencana Khatulistiwa.
Bachri, S., Sukido., dan Ratman, N. (1983) . Peta Geologi Lembar Tilamuti Sulawesi.
Bandung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Caira, N., dan Pearson, D. ( 1999). The Geology and Metallogeny of Central North Sulawesi,
Indonesia. Unpub. manuscript for PACRIM 1999
Carlile J. C., Digdowirogo, S., dan Darius, K. (1990). Geological Setting, Characteristics and
Regional Exploration for Gold in the Volcanic Arcs of North Sulawesi, Indonesia. Journal of
Geochemical Exploration, 35 (1990) p. 105-140, Elsevier Science Publishers B. V.,
Amsterdam – Printed in the Netherlands.
Chen, P. (1977). Table of Key Lines in X-ray Powder Diffraction Patterns of Minerals in
Clays and Associated Rocks. Department of Natural Resources Geological Survey
Occasional Paper 21. Indiana.
Corbett, G.J., dan Leach, T.M. (1997). Southwest Pacific Rim Gold-Copper Systems: Structure,
Alteration and Mineralisation. short Course Manual.
Corbett, G. J. (2007). Controls to Low Sulphidation Epithermal Au-Ag Mineralisation. PO
Box 282 Willoughby NSW Australia.
730
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
Craig, J.R. dan Vaughan, D.J. (1981) . Ore Microscopy and Ore Petrography. J. Wiley and
Sons.
Davies, B. (2017). Pani Project : Trap Site Structure & Exploration Implication. Unpub
company report for PT J Resources Nusantara.
Evans, A. M. (1993). Ore Geology and Industrial Minerals. 3rd Edition. Blackwell Scientific
Publications. Oxford.
Hamilton, W. (1979). Tectonic of The Indonesia Region. Washington. US Geological
Professional Paper 1078.
Hedenquist, J. W., Arribas, A. R., dan Urien E. G. (2000). Exploration for Epithermal Gold
Deposits. Economic Geology. vol. 13 p. 245-277.
Kavalieris, I. (1984). The Geology and Geochemistry of the Gunung Pani Gold Prospect,
North Sulawesi, Indonesia. Unpub. MSc thesis, Australian National University, 225pp.
Kavalieris, I., Walshe, J.L., Halley, S., dan Harrold B.P. (1990). Dome Related Gold
Mineralization in Pani Volcanic Complex, North Sulawesi, Indonesia : A Study of
Geologic Relations, Fluid Inclusion, and Chlorite Compositions.
Lindgren, W.(1933). Mineral Deposits. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York.
MacKenzie W.S., dan Guilford, C. (1980). Atlas of Rock-Forming Minerals in Thin Section,
Longman. London p98.
Marjoribanks, R. (1998). Geology and Mineralisation of the Pani Volcanic Complex, North
Sulawesi. Unpub company report for PT Newcrest Nusa Sulawesi. 15pp plus figures
and map.
Marshall, D., Anglin, C.D., dan Mumin, H. (2004). Ore Mineral Atlas. Geological
Association of Canada – Mineral Deposits Division p. 112.
McLellan,G.A, Bird, M.C, dan Pertsel, B.A. (1975) . Progress Report Gunung Pani Gold
Prospect and Associated Regional Exploration. Unpub company report for PT
Endeavour Indonesia.
Pirajno, F. (2009). Hydrothermal Processes and Mineral System. Springer-Verlag, Perth.
Heidelberg.
Stoffregen, R.E. (1987). Genesis of acid-sulfate alteration and Au-Cu-Ag mineralization at
Summitville, Colorado. Economic Geology 82(6):157515919.
Van Leeuwen, T., dan Pieters, P.E. (2011). Mineral Deposits of Sulawesi. Manado :
Proceedings of Sulawesi Mineral Resources Seminar MGEI-IAGI.
White, N. C. dan Hedenquist, J. W. (1995). Epithermal Gold Deposits: Styles, Charecteristics and
Exploration. Society of Economic Geology 25 p. 1, 9-13.
Williams, H., Turner, F.J., dan Gilbert, C.M. (1954). Petrography, An Introduction to Study
of Rocks in Thin Section, W.H. Freeman and Company, Inc. San Francisco p.406.
731
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian yang merupakan bagian dari wilayah kontrak karya
PT J Resources Nusantara Site Pani. Kotak kecil berwarna biru di bagian atas
merupakan kompeks Gunung Pani secara keseluruhan dan kotak bagian bawah
merupakan daerah penelitian.
732
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
733
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
A B
C D
E F
Gambar 4. Foto sampel setangan dan kenampakan pada sayatan tipis. (A) sampel dasit 1, (B)
kenampakan petrografi XPL dasit 1, (C) sampel dasit 2, (D) kenampakan petrograf
XPL dasit 2, (E) kenampakan breksi diatrem, (F) kenampakan petrografi XPL
breksi diatrem.
734
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
A B
C D
E F
G H
Gambar 5. Foto dokumentasi data lapangan. (A) Singkapan dasit 1, (B) singkapan dasit 2, (C)
singkapan breksi diatrem, (D) dilational jog vein pada host rock dasit 2, (E) kontak
antara satuan dasit 1 dan breksi diatrem, (F) kontak antara satuan dasit 2 dan breksi
diatreme, (G) singkapan hydrothermal crackle breccia, (H) singkapan struktur sesar
naik.
735
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
A B
C D
E F
Gambar 6. Kenampakan petrografi XPL dan hasil XRD clay AD. (A) Kenampakan
petrografi XPL pada sampel alterasi silisifikasi, (B) kenampakan XRD clay AD
pada sampel alterasi silisifikasi, (C) kenampakan petrografi XPL pada sampel
alterasi filik, (D) kenampakan XRD clay AD pada sampel alterasi filik, (E)
Kenampakan petrografi XPL pada sampel alterasi argilik, (F) kenampakan XRD
clay AD pada sampel alterasi argilik.
736
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
A B C
D E F
G H I
Gambar 7. Kenampakan mineragrafi dari mineral bijih di daerah penelitian. (A) Kenampakan
trekstur primer emas, (B) kenampakan tekstur primer kalkopirit, (C) kenampakan
tekstur diseminasi pirit, (D) kenampakan tekstur intergrowth antara pirit, spalerit
dan tennantit, (E) kenampakan kovelit dan digenit, (F) kenampakan galena dan
spalerit, (G) kenampakan tesktur penggantian pirit oleh hematit, (H) kenampakan
kovelit, bornit dan kalkosit, (I) kenampakan tesktur eksolusi dari kovelit dan digenit.
737
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
738