Anda di halaman 1dari 8

Nama : Siska Wulandari

Nim : E1R021030

Prodi : Pendidikan Matematika (1A)

Studi Kasus

Pekerja Anak di KEK Mandalika

A. Latar Belakang

Anak adalah amanat yang diberikan tuhan kepada orang tuanya. Pada setiap anak terdapat
harkat, martabat, dan hak seperti orang dewasa lainnya dan hak-haknya harus dihormati.
Anak-anak juga merupakan masa depan bangsa, generasi penerus bangsa di Indonesia. Oleh
karena itu, Setiap anak berhak untuk tumbuh, berkembang dan tidak diperlakukan secara
diskriminatif. Pekerja anak dibawah umur merupakan fenomena yang tidak dapat dipungkiri
di dunia, termasuk Indonesia. Dan kini pekerja anak juga telah menjadi masalah global.
Penyebabnya adalah krisis ekonomi global yang berkepanjangan. Kondisi ini semakin meluas
dan meningkat karena mempengaruhi faktor lingkungan, serta faktor ekonomi yaitu
kemiskinan. Menurut International labour organization (ILO) yang diterbitkan pada tahun
1999, terdapat lebih dari 250 juta anak yang berusia 5 - 14 tahun yang terpaksa bekerja dan
kehilangan waktu belajar karena harus mendedikasikan waktunya untuk proses produksi,
baik dalam keluarga sendiri, maupun di tempat lain.

Hal ini melanggar norma yang ada dalam Pancasila yaitu sila ke-2, yang berbunyi
"kemanusiaan yang adil dan beradab". dalam perintah sila ke-2 ini diharapkan masyarakat
dapat hidup dengan adil dan selaras dengan kodrat manusia. Dan menjalankan kehendak
bebas sesuai masyarakat pada umumnya tanpa adanya paksaan atau tekanan apapun yang
membelenggu pada diri manusia.

Indonesia telah memiliki undang-undang yang mengatur pekerja anak dalam perundang-
undangan nasional. Pasal 68 UU NO 13/2003 mengatur bahwa setiap orang dilarang
mempekerjakan anak. Undang-undang tersebut juga menyatakan bahwa orang yang berusia
di bawah 18 tahun akan tetap dimasukkan dalam kategori anak-anak.
Keterlibatan pekerja anak baik di sektor formal maupun informal jelas mengkhawatirkan,
oleh karenanya hal tersebut harus diminimalisir. Meski ada peraturan undangan yang
melarang anak bekerja, namun ironisnya, Ternyata masih ada anak yang kurang beruntung
dan diharuskan untuk bekerja. sebagai masalah sosial yang kompleks, penanganan
pekerjaan anak tidaklah mudah ( Suyanto, 2013). fenomena pekerja anak baik di sektor
formal maupun informal masih sering terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Salah satunya
adalah di pemerintahan Kabupaten Lombok Tengah provinsi Nusa Tenggara Barat di salah
satu kawasan wisata yaitu Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika.

Fenomena pekerja anak di sekitar pantai Kuta di kawasan ekonomi khusus Mandalika dapat
dengan mudah dideteksi bahwa adanya anak-anak di bawah umur yang bekerja sebagai
pedagang kaki lima yang menjual berbagai souvenir. Wisatawan nasional maupun
mancanegara yang berkunjung ke daerah tersebut tidak lepas dari pengejaran mereka.
Mereka menawarkan dan menjual produk mereka kepada semua orang. Bahkan terkadang
cara mereka menawarkan produknya kurang baik, hal tersebut menyebabkan wisatawan
sering merasa tidak nyaman. Anak-anak yang berjualan tersebut harusnya sedang belajar,
bermain dan beristirahat di rumah. Mereka melakukan pekerjaan ini secara individu atau
kelompok. Pekerjaan tersebut biasanya lakukan setelah pulang sekolah dan di hari libur
dengan jam kerja tidak tentu. Usia anak sekolah dasar yang sudah terbiasa bekerja jauh dari
rumahnya, tanpa pengawasan langsung dari orang tuanya.

Realitas tersebut jelas menempatkan anak pada sisi yang tidak tepat dengan melanggar Hak-
Hak Anak secara internasional diakui dalam konvensi Hak-Hak Anak. Berdasarkan uraian di
atas membuat perlu adanya studi lebih lanjut untuk menangani hal tersebut.

B. Analisis Kasus
1. Teori Pekerja Anak

Yang dimaksud dengan pekerja anak adalah anak yang berusia antara 4 sampai 18 tahun
yang bekerja di berbagai bidang pekerjaan yang berkelanjutan dan menghabiskan hampir
seluruh waktunya sebagai anak-anak, Sehingga mereka tidak dapat bersekolah secara
normal seperti anak-anak lainnya.
Berdasarkan undang-undang No. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan ayat 20,
ditetapkan bahwa anak adalah laki-laki atau perempuan yang berumur dibawah 15 tahun.

Definisi Pekerja anak menurut ILO /IPEC Adalah anak yang bekerja dalam segala jenis
pekerjaan yang merugikan atau merusak secara fisik, mental, intelektual dan moral. Konsep
pekerja anak didasarkan pada konvensi No. 138 ILO Tentang usia minimum untuk
mendapatkan izin kerja, Yang menjelaskan definisi internasional paling lengkap tentang usia
minimum untuk mendapatkan izin kerja dan secara tidak langsung mengacu pada " kegiatan
ekonomi ". Konvensi Ilo menetapkan usia minimum di mana anak-anak tidak boleh bekerja.
Menurut konvensi ILO No. 138 untuk negara-negara di mana ekonomi dan institusi
pendidikan nya kurang berkembang, usia minimum adalah semua anak yang berusia antara
5 sampai 11 tahun dalam kegiatan ekonomi adalah pekerja anak sehingga harus dihapuskan.
Anak-anak yang bekerja antara usia 12 dan 14 tahun dianggap sebagai anak-anak yang
bekerja, kecuali mereka melakukan pekerjaan ringan. sementara itu, orang di bawah usia 18
tahun tidak boleh melakukan pekerjaan berbahaya.

2. Peraturan Undang-Undang tentang Pekerja Anak

Berikut beberapa UU terkait ketenagakerjaan

a. Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Undang-undang ini


mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan anak, mulai dari batasan usia yang
digolongkan sebagai anak-anak, gaji dan perlindungan pekerja anak.

b. Pasal 68 UU No. 13 tahun 2003 mengatur bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan


anak. Dan menurut undang-undang, anak adalah setiap orang yang berusia dibawah 18
tahun. Artinya 18 tahun adalah usia minimum yang diizinkan pemerintah untuk bekerja.

c. Pasal 69, 70 dan 71 merupakan undang-undang yang Sama, yang menyatakan


pengecualian bagi anak-anak yang berusia antara 13 sampai 15 tahun yang Diberi wewenang
untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak membahayakan perkembangan atau
kesehatan fisik, mental, dan sosialnya. kemudian anak usia 14 tahun keatas juga dapat
bekerja di tempat kerja yang merupakan bagian dari rencana pendidikan atau pelatihan, dan
anak dapat melakukan pekerjaan yang mengembangkan bakat dan minatnya.
d. Bagaimana sistem pembayaran untuk kaum muda bekerja? terkait perubahan bagi
pekerja muda, perusahaan berhak berdasarkan pasal 92 (1) Undang-undang Nomor 13
tahun 2003 untuk menetapkan struktur dan besaran gaji dengan mempertimbangkan
golongan, jabatan, masa kerja, pelatihan dan kompetensi. oleh karena itu, gaji untuk
kelompok usia yang sangat muda ini seringkali lebih rendah daripada karyawan normal.

3. Pembahasan Kasus Pekerja Anak di KEK Mandalika

Salah satu tugas yang harus dituntaskan oleh pemerintah daerah dan para pihak di Kawasan
Ekonomi Khusus Mandalika (KEK) yaitu masih adanya para pekerja anak. Jumlah mereka
diperkirakan sekitar seratusan orang. Mereka membawa berbagai souvenir untuk dijual
kepada wisatawan. Terlepas dari kenyataan bahwa pekerjaan anak dilarang oleh undang-
undang, wisatawan yang datang berlibur seringkali juga menyayangkan keberadaannya.

Kepala Desa Kuta Mandalika Mirate mengatakan, pekerja anak yang banyak berjualan di
kawasan Kuta Mandalika kebanyakan berasal dari desa lain, seperti desa Rembitan. Iya
menyarankan agar pemerintah daerah bersama pihak terkait lebih tegas dalam hal ini,
karena pemerintah Desa tidak bisa menyelesaikan masalah ini sendiri.

Berdasarkan pantauan tim Kementerian Pembinaan Perempuan dan Perlindungan Anak


(Kemen PPPA) ketika berkunjung ke Mandalika, Lombok Tengah, NTB pada Januari 2020,
ditemukan banyak pekerja anak yang menjadi pedagang kaki lima di pantai Mandalika.
Menurut Data Survei Angkatan Kerja Nasional 2018, Provinsi NTB menempati urutan ke-9
dari 34 provinsi dengan persentase pekerja anak tertinggi.

Data profil anak Indonesia 2019 yang dirilis Kementerian pembinaan perempuan dan
perlindungan anak ( Kemen PPPA) menyebutkan jumlah kasus pekerja anak di NTB
mencapai 11%. Hal ini menjadikan NTB sebagai salah satu dari 10 provinsi dengan jumlah
kasus pekerja anak tertinggi di atas rata-rata Nasional.

Provinsi Sulawesi Barat menjadi provinsi dengan jumlah kasus terbanyak yaitu sekitar
16,76%. Disusul Sulawesi Tenggara 15,28%, Papua 14,46%, dan 13,33%. Disusul Provinsi
Sumatera Utara 13,38%, Sulawesi Tengah 12,74%, dan Sulawesi Selatan 12, 45%.
Tingginya jumlah pekerja anak di daerah ini berkorelasi dengan tingginya jumlah siswa yang
putus sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa anak putus sekolah sangat rentan disuruh
bekerja. Begitu juga sebaliknya anak-anak yang bekerja juga rentan putus sekolah.

Asisten Kementerian PPPA menambahkan, kemiskinan menjadi penyebab utama tingginya


jumlah siswa yang putus sekolah sebelum waktunya. Belum lagi jika anak bekerja otomatis
karena diajak orang tuanya untuk menopang keuangan keluarga, akhirnya si anak tidak mau
lagi sekolah. "Masalah ini ini tidak bisa diselesaikan tanpa sinergi bersama dari semua
pihak ,” katanya.

Selain itu, selama pandemi covid 19, sekitar 11 juta anak indonesia dari rumah tangga miskin
beresiko berpotensi menjadi pekerja anak akibat pandemi covid 19. setelah diproyeksikan
Angka kemiskinan nasional meningkat menjadi 12,4% pada tahun 2020.

Banyaknya anak yang berbakti jadi pekerja anak merupakan masalah serius yang harus
diselesaikan bersama. Jika kita melihat dan mempertimbangkan bahwa nantinya pada tahun
2030, sekitar 70% anak dan narasi berikutnya harus dipilih sebagai generasi produktif yang
bekerja di sektor yang sesuai dengan minat dan bakat mereka. namun bahkan saat ini,
terutama di masa pandemi, banyak anak yang menjadi korban kekerasan, eksploitasi dan
perdagangan anak.

Untuk menekan insiden pekerja anak dan angka anak putus sekolah, Kementerian PPPA
telah menyatakan kebijakan untuk memperkuat komitmen Global melalui pembangunan
berkelanjutan. Pastinya dengan tujuan untuk memastikan masa depan tanpa pekerja anak.
Mengakhiri dan menghapus semua bentuk perbudakan anak, perdagangan anak dan pekerja
anak pada tahun 2030.

4. Faktor Banyaknya Pekerja Anak


a. Faktor Ekonomi

Penyebab anak bekerja di bawah umur di kawasan Mandalika adalah karena faktor ekonomi.
faktor ekonomi dianggap sebagai pendorong Pertama Mengapa apa anak anak tersebut
terpaksa sampai terjun bekerja menjadi pedagang asongan di KEK Mandalika.
b. Faktor pendidikan

Berawal dari pendidikan yang rendah, karena keterbatasan ekonomi maka sebagian anak-
anak tersebut tidak sekolah lagi. mereka mengambil jalan pintas lebih baik bekerja untuk
menambah pendapatan mereka dan membantu orang tua.

c. Faktor kemauan

Anak-anak yang menjadi pedagang asongan di Mandalika terdiri dari beberapa jenis, ada
yang bekerja karena membantu keluarganya, ada yang karena diajak oleh teman sebayanya,
dan ada juga yang berdasarkan kemauan sendiri.

C. Solusi Kasus

Untuk mengatasi semua masalah pekerja anak dan angka anak putus sekolah. seharusnya
pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan terkait hal tersebut. Misalnya menyediakan
lapangan kerja untuk rakyat kecil, memberikan modal dan keterampilan usaha yang dapat
dikembangkan, yaitu dapat melalui Koperasi Unit Desa.

Juga hal yang tak kalah penting yaitu melakukan sosialisasi tentang pentingnya pendidikan.
karena salah satu faktor terbesar adanya pekerja anak ini disebabkan oleh pemikiran orang
tuanya yang pendek, dimana mereka menganggap mencari uang lebih penting daripada
sekolah. Sosialisasi ini bisa dilakukan oleh siapa saja, baik oleh lembaga pemerintahan
maupun organisasi-organisasi kemasyarakatan.

Adapun Upaya - upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah :

a. Di tingkat Internasional

Pemerintah telah menunjukkan komitmennya dengan mengadopsi konvensi No. 138 tentang
usia minimum untuk bekerja dari ILO, hal tersebut dapat dilihat dari dibentuknya UU No. 20
tahun 1999.

b. Di Tingkat Nasional

● Pemerintah telah menetapkan undang -undang yang menjamin hak anak untuk
tumbuh dan berkembang dengan baik, yaitu UU Nomor 23 Tahun 2000 tentang
Perlindungan Anak dan Undang - undang Nomor 13 tAhun 2003 tentang tenaga
kerja.
● Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor KEP. 235/MEN/2003
tentang jenis pekerjaan yang membahayakan keselamatan, kesehatan, dan atau
moral anak. Hal ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan anak di indonesia.
● Pada tahun 2012, pemerintah indonesia membuat rencana Aksi Nasional (RAN) yang
bertujuan untuk menghapuskan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
Tujuan RAN adalah untuk mencegah dan memberantas kekerasan terhadap anak.
● Pembentukan program Keluarga Harapan (PPA-PKH). Program ini di mulai dari 2008
hingga 2012, dan sekita 21.963 anak telah dikeluarkan dari pekerja anak. anak-anak
tersebut lalu ditempatkan di tempat penaampungan darurat. Disana mereka di
bimbing atau didampingi selama sebulan, setelah itu mereka dikirim ke
SD/SMP/SMA, Madrasah, Pesantren dan rombongan belajar lainnya.

Upaya-upaya Pemerintah diatas perlu di apresiasi. Meski masih saja ada masyarakat yang
memanfaatkan anak kecil untuk bekerja, hal itu terjadi karena masyarakat masih kurang
mengetahui aturan dan sanksi jika memperkejakan anak dibawah umur. Oleh karena itu
Perlu adanya sosialisasi di masyarakat, sekaligus sebagai wadah Pendidikan.

Sumber Refrensi

Kasus Pekerja Anak, NTB Masuk 10 Besar Tingkat Nasional. (2020). Diakses pada 26
September 2021, dari https://www.suarantb.com/kasus-pekerja-anak-ntb-masuk-10-besar-
tingkat-nasional/

Sunarti, Tati. (2020). Jurnal Upaya Mengurangi Pekerja Anak Di Indonesia. Jakarta :
Universitas Gunadarma. Diakses dari

http://tati_s.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/80033/
Jurnal+Upaya+Mengurangi+Pekerja+Anak+Di+Indonesia+-+Tati+Sunarti.pdf

Fenomena Pekerja Anak ( Kasus Pedagang Asongan Anak di Kawasan Ekonomi Khusus
Mandalika, Lombok Tengah). (2020). Mataram : Universitas Mataram. Diakses dari
https://resiprokal.unram.ac.id/index.php/RESIPROKAL/article/download/22/25

Kusuma, Dimas Harya. (2019). Perbudakan Anak dibawah Umur. Diakses pada 26 September
2021, dari https://osf.io/74daf/download/?format=pdf

Profil Pekerja Anak PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT. (2018). Mataram : Badan Pusat
Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat.

https://ntb.bps.go.id/publication/2019/08/30/0cbebe0262efbea961c81bc9/profil-pekerja-
anak-provinsi-nusa-tenggara-barat-2018.html

Audric, Yosua. ( 2020). Memperkejakan Anak di Bawah Umur dan Hukum yang
Mengaturnya. Diakses pada 26 September 2021, dari

https://m-kumparan-com.cdn.ampproject.org/v/s/m.kumparan.com/amp/yosua-audric/
mempekerjakan-anak-di-bawah-umur-dan-hukum-yang-mengaturnya-1usZoirF9n0?
amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D
%3D#aoh=16325441287414&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari
%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F%2Fkumparan.com%2Fyosua-audric
%2Fmempekerjakan-anak-di-bawah-umur-dan-hukum-yang-mengaturnya-1usZoirF9n0

Anda mungkin juga menyukai