Abstract
Bamboo is used as raw material wicker and crafts are emerging as a new solution for use as
new materials that are more environmentally friendly and have better mechanical strength.
Research by utilizing bamboo as reinforcement fibers and polyester resin matrix aims to determine
the mechanical strength of the resulting composite merging the two. Bamboo fiber composites made
with various volume fractions of 10%, 15% and 20% using polyester resin and catalyst MEKPO
ratio 100:1. The composite is prepared by hand lay-up by using a glass as a mold. Bamboo fibers
used as reinforcement composites, is expected to increase the tensile strength and creep strength of
each variation. In addition to observing the microstructure using SEM (Scanning Electron
Microscope) to determine the failure mechanisms that occur on the fracture surface.
From this study the authors concluded that bamboo fiber composites have the potential for
further development because the tensile test results are directly proportional to the addition of fiber
to the highest tensile strength was 86.01 MPa at 20% volume fraction, whereas the average creep
testing best time of 529.63 seconds on 10% volume fraction, the failure mechanism of the plates
shown in SEM is a form of fiber breaking, pull out and de bonding.
Keywords : Creep, komposit polyester, bamboo
29
Jurnal Mechanical, Volume 3, Nomor 2, September 2012
30
Jurnal Mechanical, Volume 3, Nomor 2, September 2012
31
Jurnal Mechanical, Volume 3, Nomor 2, September 2012
Gambar 2. Grafik waktu pengujian creep Dapat dilihat dari grafik komposisi serat 10%
di atas waktu creep terbaik waktu penarikan
Pada grafik di atas dapat dijelaskan perbedaan creep-nya mencapai 704 detik sampai batas
waktu pengujian creep. Berbeda dengan hasil daerah sekunder. Komposisi serat 15% di atas
pengujian tarik dimana grafiknya cenderung waktu pengujian creep terbaik mencapai 325.9
meningkat tapi pada grafik waktu pengujian detik sampai batas daerah sekunder. Komposisi
creep grafik yang didapatkan cenderung serat 20%, dimana waktu penarikan creep
menurun, dimana spesimen murni memiliki terbaiknya mencapai 360 detik sampai batas
waktu creep paling baik dibandingkan dengan sekunder. Waktu pengujian creep spesimen
semua spesimen dengan variasi serat. resin murni mencapai 1066.7 detik.
Sedangkan diantara ketiga variasi serat yang
memiliki waktu pengujian creep terbaik pada Kemudian dibandingkan setiap komposisi serat
komposisi serat 10% dan yang terendah adalah 10% 15%, dan 20%, komposit dengan
komposisi serat 20%. Hal ini berarti: komposisi serat 20 % mempunyai kekakuan
yang lebih dibandingkan dengan bahan yang
1. Penambahan serat pada setiap bahan lain. Meskipun dari waktu terbaik dari
menyebabkan turunnya tingkat elastisitas komposisi serat 20% lebih baik dari komposisi
atau kelenturan dari bahan tersebut. serat 15% tetapi dari rata-rata waktu yang
2. Peningkatan komposisi serat jelas dapat didapatkan komposisi serat 20% adalah yang
memperbaiki kelenturan dari bahan terkecil. Hal ini disebabkan penambahan serat
komposit, tapi menyebabkan bahan yang mengakibatkan ketidak elastisan bahan
komposit tersebut menjadi semakin getas sehingga ketika dilakukan pengujian creep,
pada pengujian creep. pemuluran bahan tersebut kecil.
3. Apabila dilihat pada grafik 1 dan 2,
penambahan komposisi serat bambu dapat Dari keseluruhan pengujian creep yang telah
meningkatkan kekuatan tarik tapi dilakukan, hasil terbaik dihasilkan oleh
sekaligus membuat bahan tersebut pengujian spesimen 1 dengan komposisi 10%.
semakin getas. Dengan ini dapat dijelaskan bahwa spesimen 1
dengan komposisi 10% mempunyai daerah
Pengujian creep yang telah dilakukan creep terbaik dibandingkan bahan yang lain
mendapatkan hasil sebuah grafik sebagai karena mempunyai kelenturan bahan dan
berikut: waktu creep yang lebih baik di banding bahan
yang lainnya.
32
Jurnal Mechanical, Volume 3, Nomor 2, September 2012
Dengan hasil yang seperti itu, dapat dijelaskan menyebabkan kegagalan dalam pengujian
bahwa komposit dengan serat bambu ini karena serat dan matrik tidak menyatu dengan
kelenturannya sangat dipengaruhi oleh serat sempurna.
dimana semakin banyak serat maka semakin
kuat juga semakin getas.
Dari gambar penampang patahan di atas dapat Gambar 6. Penampang patahan komposit 10%
dilihat fiber breaking dan serat yang tidak dengan pembesaran 100x
melekat (de bonding). Karena pada fraksi
volum serat 10% memiliki ruang matrik yang Dari pengamatan yang dilakukan terlihat Fiber
lebih banyak untuk mengikat serat sehingga breaking dan Fiber pull out. Dari ciri struktur
ketika ditarik serat banyak mengalami putus. mikro yang terlihat volume serat 10% memiliki
Kemudian dapat dilihat dari penampang serat ruang matrik yang lebih banyak untuk
yang terlihat dari gambar, dari satu helai serat mengikat serat. Sehingga pada waktu
masih memiliki bagian-bagian serat di pengujian, serat yang memiliki kekuatan lebih
dalamnya sehingga dapat diasumsikan bahwa besar dan mempunyai ikatan lebih baik akan
serat bambu mempunyai kekakuan karena terjadi fiber breaking dan serat yang memiliki
terdiri dari serat-serat penyusun didalamnya kekuatan tarik dan ikatan dengan matrik lebih
yang mengakibatkan komposit 10% tersebut kecil akan terjadi pull out atau terlepasnya
lebih kaku daripada resin murni. serat dari matrik. Hal ini berpengaruh pada
kekuatan tarik dan kekuatan creepnya dimana
Pada gambar 5 berikut terjadi kerusakan serat komposisi penambahan serat akan berpengaruh
yang diakibatkan oleh penarikan pada meningkatkan kekakuan dan meningkatkan
pengujian yang dilakukan. Fiber breaking kekuatan mekaniknya. Dengan adanya serat
terjadi akibat ikatan matrik dengan serat lebih tersebut komposit menjadi tidak elastik karena
baik daripada bagian serat yang terlepas (fiber sifat serat bambu yang memiliki kekakuan
pull out). Fiber breaking dan Pull out dapat pada setiap helai seratnya karena di dalamnya
33
Jurnal Mechanical, Volume 3, Nomor 2, September 2012
terdiri dari serat-serat halus sebagai penyusun Dari pengamatan SEM yang terlihat serat
sehingga membuat serat bambu memiliki mengalami kerusakan (fiber breaking) pada
kekakuan. waktu pengujian. Kerusakan tersebut dapat
terjadi akibat kurang merekatnya serat dengan
Komposit variasi serat 20%
matrik yang akibatnya komposit tersebut
menjadi gagal dalam pengujian yang
dilakukan.
Pada gambar 7 terlihat sebuah serat yang Gambar 9. Penampang patahan komposit 20%
terputus saat terjadinya penarikan, serat yang dengan pembesaran 100x
terlihat pada gambar diatas, terlihat serat tidak
merekat (de bonding) dengan matriknya yang Dari pengamatan SEM yang dilakukan terlihat
kemungkinan diakibatkan oleh daya ikat antara Fiber breaking dan Fiber pull out pada
serat dan matrik kurang baik sehingga pada penampang patahan. Dari ciri struktur mikro
waktu pengujian serat terlepas dari matrik. yang terlihat volume serat 20% memiliki ruang
Dapat dilihat dari penampang serat pada matrik yang lebih kecil untuk mengikat serat.
gambar di atas, satu buah serat bambu yang Fiber pull out dapat terjadi akibat kekuatan
berukuran ≥ 1mm, didalamnya masih terdiri ikatan matrik kurang baik.
dari serat-serat halus yang membentuknya.
Oleh sebab itu, serat bambu tersebut Dari kedua komposisi serat yang digunakan
mempunyai kekakuan pada setiap helai untuk perbandingan dan analisa terhadap
seratnya sehingga pada komposisi variasi serat mekanisme kerusakan yang terjadi, dapat
20% mempunyai kekakuan lebih dari diketahui pada komposisi 10% didapati adanya
komposisi serat yang lainnya. fiber pull out yang lebih sedikit dibandingkan
komposisi 20% yang disebabkan oleh ruang
matrik yang lebih besar untuk mengikat matrik
sehingga kekuatan ikatannya lebih baik. Pada
komposisi serat 20% memungkinkan distribusi
load yang lebih sempurna dibandingkan
dengan komposisi 10% karena serat berperan
untuk menahan beban yang diberikan kepada
komposit.
34
Jurnal Mechanical, Volume 3, Nomor 2, September 2012
35
Jurnal Mechanical, Volume 3, Nomor 2, September 2012
36