KEPERAWATAN KOMUNITAS 1
Oleh:
Ns. Lukman Handoyo, M.Kep.
Tujuan :
Konsep penting :
1. Kesehatan merupakan keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial dan tidak sedang menderita
sakit atau kelemahan
2. Kesehatan komunitas merupakan sintesis dari ilmu kesehatan masyarakat dan teori keperawatan
profesional yang bertujuan meningkatkan derajat kesehatan pada keseluruhan komunitas
3. Fokus utama kegiatan pelayanan keperawatan kesehatan komunitas adalah meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan keperawatan, membimbing dan mendidik individu, keluarga,
kelompok, masyarakat untuk menanamkan pengertian, kebiasaan dan perilaku hidup sehat
sehingga mampu memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya.
Latar Belakang
Konsep pendekatan dalam upaya penanganan kesehatan penduduk mengalami banyak
perubahan sejalan dengan pemahaman dan pengetahuan kita bagaimana suatu masyarakat menghayati
dan menghargai bahwa kesehatan itu merupakan Human Capital yang sangat besar nilainya. Konsep
sehat-sakit senantiasa berubah sejalan dengan pemahaman kita tentang nilai, peran, penghargaan dan
pemahaman kita terhadap kesehatan. Dimulai pada zaman keemasan Yunani bahwa sehat merupakan
keadaan standar yang harus dicapai dan dibanggakan, sedangkan sakit sebagai sesuatu yang tak
bermanfaat. Setelah ditemukan kuman penyebab penyakit, batasan sehat juga berubah, seseorang
disebut sehat apabila setelah diadakan pemeriksaan secara seksama tidak ditemukan penyebab
penyakit. Tahun lima puluhan definisi World Health Organization (WHO) tentang sehat sebagai
keadaan sehat sejahtera fisik mental sosial dan bukan hanya bebas dari penyakit dan kelemahan.
Kemudian pada tahun delapan puluhan, definisi sehat WHO mengalami perubahan seperti yang
tertera dalam Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 telah memasukkan
unsur hidup produktif sosial dan ekonomi (Mattalatta 2009).
Berbicara mengenai kesehatan tentunya kita tidak terlepas dari definisi klasik WHO tentang
kesehatan yaitu keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial dan tidak sedang menderita sakit atau
kelemahan. Mengapa WHO memasukkan istilah sosial? karena sosial berarti hidup bersama dalam
kelompok dengan situasi yang saling membutuhkan satu dengan yang lain.
Kesehatan yang optimal bagi setiap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat merupakan
tujuan dari keperawatan, khususnya keperawatan komunitas, yang lebih menekankan kepada upaya
peningkatan kesehatan dan pencegahan terhadap berbagai gangguan kesehatan dan keperawatan,
dengan tidak melupakan upaya-upaya pengobatan dan perawatan serta pemulihan bagi yang sedang
menderita penyakit maupun dalam kondisi pemulihan terhadap penyakit.
Keperawatan komunitas ditujukan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, serta
memberikan bantuan melalui intervensi keperawatan sebagai dasar keahliannya dalam membantu
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam mengatasi berbagai masalah keperawatan
kesehatan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Perawat sebagai orang pertama dalam
tatanan pelayanan kesehatan, melaksanakan fungsi-fungsi yang sangat relevan dengan kebutuhan
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Sehat secara sosial merupakan hasil dari interaksi
positif di dalam komunitas. Kesehatan manusia berubah-ubah bergantung pada pemicu stres
(stressor) yang ada dan kemampuannya untuk mengatasi masalah serta memelihara homeostasis.
Setiap manusia mempunyai rentang yang terdiri dari dua kutub yaitu keadaan sehat optimal dan
keadaan sakit.
Definisi sehat terkini yang dianut oleh beberapa negara maju seperti Kanada yang
mengutamakan konsep sehat-produktif, sehat adalah sarana atau alat untuk hidup sehari-hari secara
produktif. Upaya kesehatan harus diarahkan untuk dapat membawa setiap penduduk memiliki
kesehatan yang cukup agar bisa hidup produktif.
Sehat-produktif bisa diwujudkan dengan pembangunan kesehatan karena merupakan investasi
utama bagi pembangunan sumber daya manusia Indonesia. Pembangunan kesehatan pada dasarnya
adalah upaya untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, serta kemampuan setiap orang untuk dapat
berperilaku hidup yang sehat untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pembangunan kesehatan yang semula bersifat kuratif dan rehabilitatif, sekarang lebih diarahkan pada
upaya kesehatan yang bersifat promotif dan preventif. Untuk itu, diperlukan upaya penguatan tiga
pilar pembangunan kesehatan yaitu: Paradigma Sehat, Penguatan Pelayanan Kesehatan dan Jaminan
Kesehatan Nasional.
Pilar pertama paradigma sehat menjadi fokus utama yang diimplementasikan melalui dua
pendekatan, yaitu: 1) Pendekatan Keluarga dimana aktivitas kegiatan sepenuhnya dilakukan oleh
jajaran kesehatan khususnya ditingkat Puskesmas dan 2) Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
(GERMAS) yang kegiatannya tidak hanya dilakukan oleh jajaran kesehatan saja, namun juga lintas
sektor (Kemenkes 2017).
Pendekatan pertama melalui Program Indonesia Sehat dengan pendekatan keluarga (PIS-PK)
yang ditujukan sebagai acuan dalam proses monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan kesehatan
dengan kunjungan keluarga. Kondisi kesehatan keluarga dan permasalahannya akan dilakuan
pencatatan pada Profil Kesehatan Keluarga sehingga memungkinkan untuk diberikan intervensi dini.
Intervensi awal diharapkan mampu dilakukan oleh unit pelayanan kesehatan paling dasar untuk
meminimalkan dampak lanjutan yang mungkin saja timbul apabila tidak dilakukan monitoring secara
rutin (Kemenkes 2016).
Pendekatan kedua melalui GERMAS yang difokuskan pada tiga kegiatan: 1) melakukan
aktivitas fisik, 2) mengonsumsi sayur dan buah, 3) memeriksa kesehatan secara rutin. Pelaksanaan
GERMAS harus dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat, lintas kementerian dan lintas sektor
baik pemerintah pusat dan daerah, swasta, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan, serta masyarakat,
untuk bersama-sama berkontribusi mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih sehat (Kemenkes
2017).
1. Di dalam unit pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dll) yang mempunyai pelayanan
rawat jalan dan rawat inap.
2. Di rumah .
Perawat home care memberikan pelayanan secara langsung pada keluarga di rumah yang
menderita penyakit akut maupun kronis. Peran home care dapat meningkatkan fungsi keluarga
dalam merawat anggota keluarga yang mempunyai resiko tinggi masalah kesehatan.
3. Di sekolah
Perawat sekolah dapat melakukan perawatan sesaat (day care) diberbagai institusi pendidikan
(TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan tinggi, guru dan karyawan). Perawat sekolah melaksanakan
program screening kesehatan, mempertahankan kesehatan, dan pendidikan kesehatan.
4. Di tempat kerja/industri.
Perawat dapat melakukan kegiatan perawatan langsung dengan kasus kesakitan/kecelakaan
minimal di tempat kerja/kantor, home industry, pabrik dan lainnya. Melakukan pendidikan
kesehatan untuk keamanan dan keselamatan kerja, nutrisi seimbang, penurunan stress, olah raga
dan penanganan perokok serta pengawasan makanan.
5. Di barak-barak penampungan.
Kasus yang ada di barak dan penampungan adalah kasus akut, penyakit kronis, dan kecacatan
fisik ganda, dan mental sehingga tindakan yang diberikan oleh perawat adalah memberikan
perawatan langsung.
7. Di Panti atau kelompok khusus lain, seperti panti asuhan anak, panti werdha, dan panti sosial
lainya serta rumah tahanan (rutan) atau lembaga pemasyarakatan (Lapas).
8. Pelayanan pada kelompok resiko tinggi:
a. Pelayanan perawatan pada kelompok wanita, anak-anak, lansia yang rentang mendapatkan
perlakukan kekerasan,
b. Pelayanan keperawatan di pusat pelayanan kesehatan jiwa,
c. Pelayanan keperawatan di pusat pelayanan penyalahgunaan obat,
d. Pelayanan keperawatan ditempat penampungan kelompok lansia, gelandangan
pemulung/pengemis, kelompok penderita HIV (ODHA/Orang Dengan Hiv-Aids), dan WTS,
9. Pelayanan keperawatan wisata seperti pelayanan keperawatan di pantai.
10. Pelayanan keperawatan pada komunitas dalam krisis bencana dilakukan dengan manajemen
bencana, promosi dan pendidikan kesehatan, memastikan komunikasi berjalan dalam bencana,
menyediakan transportasi dalam bencana, mendirikan rumah sakit lapangan dan melakukan
rujukan. Pada saat pre hospital yang dilakukan dalam penanganan bencana adalah kontrol infeksi
dalam bencana, pengkajian individu, keluarga, dan komunitas, triage bencana, mental healt care,
perawatan psikososial dan spiritual, recovery pasca bencana individu, keluarga, dan komunitas
(Fauzan et al. 2015).
Kegiatan Perkesmas berdasarkan Permenkes RI no. 75 tahun 2014 meliputi kegiatan diluar
gedung Puskesmas dalam dua bentuk yakni upaya kesehatan perorangan (UKP) dan atau upaya
kesehatan masyarakat (UKM). Bentuk kegiatan yang dilakukan oleh perawat adalah kunjungan ke
keluarga/kelompok/masyarakat/individu dalam keluarga untuk melakukan asuhan keperawatan
komunitas. Dua area kerja perawat di komunitas adalah memberikan:
1) Mengidentifikasi masalah kesehatan yang terjadi di suatu daerah dengan masalah spesifik.
2) Memberikan asuhan keperawatan di suatu daerah dengan masalah spesifik.
3) Meningkatkan partisipasi masyarakat dengan membentuk upaya kesehatan berbasis
masyarakat (UKBM).
4) Memberikan pendidikan atau penyuluhan kesehatan.
5) Memberikan advokasi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan keperawatan yang optimal.
6) Membentuk kelompok swabantu.
7) Membentuk, mengembangkan, dan memantau kader kesehatan di masyarakat dan
meningkatkan motivasinya.
8) Melaksanakan dan memonitoring PHBS.
9) Meningkatkan jejaring kerja melalui kemitraan.
10) Mendokumentasikan asuhan keperawatan.
Pertanyaan Ulangan :
DAFTAR PUSTAKA
American Public Health Association, P.H.N.S., 2013. The definition and practice of public health
nursing: a statement of the public health nursing section, Washington, DC: American Public
Health Association.
Fauzan, Mudatsir & Aulia, T.B., 2015. Optimalisasi Materi dan Kompetensi Mata Kuliah
Keperawatan Bencana pada Akademi Keperawatan ( Studi Kasus di Kota Banda Aceh dan
Kabupaten Aceh Besar ). Jurnal Ilmu Kebencanaan, 2(1), pp.1–10.
ICN, 2014. Definition of Nursing. International Council of Nurses. Available at:
http://www.icn.ch/who-we-are/icn-definition-of-nursing/ [Accessed May 16, 2018].
Institute of Medicine, 2007. Certificate nursing curriculum, Nepal: Kathmandu.
Kemenkes, 2006a. Kepmenkes No. 279 tahun 2006 tentang Pedoman Penyelanggaraan Upaya
Keperawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas, Jakarta: Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia. Available at:
http://manajemenrumahsakit.net/wp-content/uploads/2012/09/KMK-279-2006-
PERKESMAS.pdf [Accessed December 17, 2018].
Kemenkes, 2006b. Pedoman Penyelenggaraan Upaya Keperawatan Kesehatan Masyarakat di
Puskesmas, Jakarta: Depkes RI.
Kemenkes, 2016. Pedoman Umum Program Indonesia Sehat Pendekatan Keluarga, Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
Kemenkes, 2017. RAKERKESNAS 2017: Integrasi Seluruh Komponen Bangsa Mewujudkan
Indonesia Sehat. Available at: http://www.depkes.go.id/article/print/17022700006/rakerkesnas-
2017-integrasi-seluruh-komponen-bangsa-mewujudkan-indonesia-sehat.html [Accessed May 10,
2018].
Leavell, H. & Clark, E., 1953. Textbook of Preventive Medicine 3rd ed., New York: McGraw-Hill.
Mattalatta, A., 2009. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009. Menteri Hukum dan
HAM RI. Available at: http://www.jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2009/36TAHUN2009UU.HTM
[Accessed May 19, 2018].
Stanhope & Lancaster, 2016. Public health nursing: population centered health care in the
community, USA: Mosby.
American Public Health Association, P.H.N.S., 2013. The definition and practice of public health
nursing: a statement of the public health nursing section, Washington, DC: American Public
Health Association.
Fauzan, Mudatsir & Aulia, T.B., 2015. Optimalisasi Materi dan Kompetensi Mata Kuliah
Keperawatan Bencana pada Akademi Keperawatan ( Studi Kasus di Kota Banda Aceh dan
Kabupaten Aceh Besar ). Jurnal Ilmu Kebencanaan, 2(1), pp.1–10.
ICN, 2014. Definition of Nursing. International Council of Nurses. Available at:
http://www.icn.ch/who-we-are/icn-definition-of-nursing/ [Accessed May 16, 2018].
Institute of Medicine, 2007. Certificate nursing curriculum, Nepal: Kathmandu.
Kemenkes, 2006a. Kepmenkes No. 279 tahun 2006 tentang Pedoman Penyelanggaraan Upaya
Keperawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas, Jakarta: Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia. Available at:
http://manajemenrumahsakit.net/wp-content/uploads/2012/09/KMK-279-2006-
PERKESMAS.pdf [Accessed December 17, 2018].
Kemenkes, 2006b. Pedoman Penyelenggaraan Upaya Keperawatan Kesehatan Masyarakat di
Puskesmas, Jakarta: Depkes RI.
Kemenkes, 2016. Pedoman Umum Program Indonesia Sehat Pendekatan Keluarga, Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
Kemenkes, 2017. RAKERKESNAS 2017: Integrasi Seluruh Komponen Bangsa Mewujudkan
Indonesia Sehat. Available at: http://www.depkes.go.id/article/print/17022700006/rakerkesnas-
2017-integrasi-seluruh-komponen-bangsa-mewujudkan-indonesia-sehat.html [Accessed May 10,
2018].
Leavell, H. & Clark, E., 1953. Textbook of Preventive Medicine 3rd ed., New York: McGraw-Hill.
Mattalatta, A., 2009. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009. Menteri Hukum dan
HAM RI. Available at: http://www.jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2009/36TAHUN2009UU.HTM
[Accessed May 19, 2018].
Stanhope & Lancaster, 2016. Public health nursing: population centered health care in the
community, USA: Mosby.
BAB 2
ETIKA DAN NILAI DALAM KOMUNITAS
Tujuan :
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat :
Konsep Penting :
1. Etika memiliki pengertian etimologi berupa watak kesusilaan atau adat kebiasaan.
2. Terdapat dua macam etika yaitu etika normatif dan deskriptif.
3. Etik profesi keperawatan adalah kesadaran dan pedoman yang mengatur nilai-nilai moral di dalam
melaksanakan kegiatan profesi keperawatan, sehingga mutu dan kualitas profesi keperawatan
tetap terjaga dengan cara yang terhormat.
4. Norma atau kaidah merupakan nilai yang memberikan patokan atau pedoman tertentu dan
mengatur masyarakat atau setiap orang untuk berperilaku, bersikap, dan bertindak sesuai
peraturan yang telah ditetapkan bersama.
5. Enam asas etik yang menjadi pedoman adalah asas menghormati otonomi pasien (autonomy), asas
manfaat (beneficence), asas tidak merugikan (non maleficence), asas kejujuran (veracity), asas
kerahasiaan (confidentiality) dan asas keadilan (justice).
6. Model penyelesaian dilema etik menggunakan prinsip DECIDE.
7. Kode Etik Keperawatan Indonesia mengatur hubungan antara perawat dan klien, perawat dan
praktik, perawat dan masyarakat, perawat dan teman sejawat serta perawat dan profesi.
Pengertian Etika
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari kata “Ethos”, yang merupakan bahasa yunani
dengan arti adat kebiasaan (custom) atau watak kesusilaan. Istilah etika berkaitan dengan perkataan
moral yang berasal dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan memiliki bentuk jamak “Mores”, yang artinya
juga adat kebiasaan atau cara hidup dengan menghindari hal-hal tindakan yang buruk dan melakukan
perbuatan yang baik (kesusilaan). Etika dan moral memiliki pengertian yang sama, tetapi dalam
kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang
berlaku sedangkan moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan. Istilah lain yang
terkait dengan etika, yaitu sebagai berikut:
• Susila (Sanskerta), dari kata prinsip aturan hidup (sila) dan yang lebih baik (su) sehingga lebih
menunjukkan kepada dasar-dasar hidup.
• Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang pembahasan Etika,
sebagai berikut:
• Terminius Techicus, yakni etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah
perbuatan atau tindakan manusia.
• Manner dan Custom, yakni etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang
melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik
dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya antara
lain:
1. Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari hak.
2. Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari kegiatan
manusia.
3. Ilmu watak manusia yang ideal, dan prinsip-prinsip moral sebagai individual.
4. Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban.
Macam-macam Etika
Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau
etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia disebut etis, ialah manusia secara
utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara
kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara sebagai
makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai-nilai atau norma-
norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika (Brown 1993) sebagai berikut :
Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang
dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif
tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia
sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan
bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang
dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.
Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia
atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini.
Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara
baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan
berlaku di masyarakat.
Etik Keperawatan
Etik profesi keperawatan adalah pedoman dan kesadaran di dalam melaksanakan kegiatan
profesi keperawatan yang mengatur nilai-nilai moral, sehingga tetap terjaga dengan cara yang
terhormat mutu dan kualitas profesi keperawatan. Etik keperawatan sangat penting dihayati oleh para
mahasiswa di bidang keperawatan. Mahasiswa keperawatan secara teoritik belum terikat oleh etika
keperawatan, tetapi harus sudah mulai memahami sehingga etik keperawatan menjadi bagian dari
kurikulum pendidikan keperawatan agar dapat menghadapi tugas dan kewajiban sebagai perawat di
kemudian hari.
Menurut UU Keperawatan No.38 Tahun 2014 perawat berkewajiban memberikan pelayanan
keperawatan sesuai dengan kode etik, standar pelayanan keperawatan, standar profesi, standar
prosedur operasional, dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Etika keperawatan tersebut
antara lain mengandung unsur-unsur pengorbanan, dedikasi, pengabdian, dan hubungan antara
perawat dengan pasien, dengan dokter, sejawat perawat maupun diri sendiri.
Asas etik yang tidak akan tergantikan dalam etik profesi keperawatan dan asuhan keperawatan ada
enam yaitu sebagai berikut:
1. Asas Autonomy (menghormati otonomi klien)
Klien bebas dan berhak mengambil keputusan untuk segala hal yang akan dilakukan terhadapnya
setelah mendapatkan informasi. Persetujuan tindakan medik (informed consent) diperlukan karena
klien berhak untuk didengarkan dan dihormati pendapatnya. Perawat tidak diperkenankan
memaksakan suatu intervensi atau tindakan.
3. Asas Non Maleficence (tidak merugikan) Tindakan dan pengobatan harus berpedoman “Primum
non nocere” (yang paling utama jangan merugikan). risiko fisik, psikologik maupun sosial akibat
tindakan dan pengobatan yang akan dilakukan hendaknya seminimal mungkin.
4. Asas Veracity (Kejujuran)
Dokter dan perawat hendaknya mengatakan secara jujur dan jelas apa yang akan dilakukan, serta
akibat yang dapat terjadi. Informasi yang diberikan hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan
pasien.
5. Asas Confidentiality (Kerahasiaan)
Perawat harus menghormati “privacy” dan kerahasiaan pasien, meskipun penderita telah
meninggal.
1. Memperjelas masalah
Pada kasus ini perlu ditambahkan tempat kejadian, situasi lingkungan di sekitar tempat
kejadian. Selain itu kita perlu mengkaji lebih jauh prosedur keperawatan yang seharusnya dilakukan,
dokumentasi keperawatan serta rekam medik. Adanya saksi baik dari perawat, dokter dan keluarga
pasien perlu dilakukan untuk menambah validitas data
a. Menyelesaikan dengan jalan damai dan kekeluargaan. Cara ini ditempuh bila perawat mau
mengakui dan meminta maaf atas perbuatan yang tidak sepatutnya dilakukan. Konsekuensinya
perawat tersebut harus mau menanggung biaya perawatan serta biaya immaterial jika keluarga
memintanya. Besarnya biaya materiil dan immaterial ditentukan sesuai dengan kesepakatan antara
perawat dengan keluarga.
b. Apabila perawat lepas tangan dan tidak mau bertanggungjawab maka jalan terakhir adalah
pengadilan umum. Dengan demikian perawat dapat dituntut pasal berlapis baik hukum pidana,
hukum kesehatan, UU perlindungan konsumen dan pengadilan profesi.
5. Terapkan prinsip-prinsip etik
Prinsip-prinsip etik yang bisa kita terapkan pada kasus ini adalah :
a. Nonmaleficence (the duty to do no harm)
Dalam hal ini perawat menyalahi prinsip etik dengan melakukan suatu tindakan yang melukai
klien.
b. Beneficence (the duty to do good and actively prevent and remove harm)
Perawat telah menyalahi prinsip ini dengan melakukan perbuatan tidak semestinya. Selain itu
perawat tidak bertanggungjawab dan terkesan lari dari masalah dengan membuang potongan jari
ke tempat sampah.
6. Memutuskan tindakan
Tindakan yang diambil adalah dengan mendiskusikan bersama antara pasien-perawat-dokter
dan pihak rumah sakit. Keputusan yang diambil dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip diatas.
Menurut pandangan penulis sebaiknya perawat bersedia mengakui dan meminta maaf kepada pihak
keluarga. Selain itu perawat harus bersedia mengganti biaya perawatan dan kerugian lain yang
diakibatkan oleh tindakannya.
Organisasi profesi dalam hal ini PPNI perlu memberikan keputusan tegas berupa mencabut
surat ijin praktek/kerja di institusi untuk memberikan kesempatan kepada perawat untuk evaluasi diri.
Sehingga diharapkan di masa mendatang tidak ditemukan lagi kejadian serupa.
Pertanyaan ulangan :
1. Jelaskan pengertian dari etika!
2. Jelaskan pengertian etik profesi keperawatan!
3. Jelaskan enam asas etik yang menjadi pedoman!
4. Jelaskan model penyelesaian dilema etik!
5. Jelaskan kode etik keperawatan Indonesia!
DAFTAR PUSTAKA
Brown, K.H., 1993. Descriptive and normative ethics: Class, context and confidentiality for mothers
with HIV. Social Science and Medicine, 36(3), pp.195–202.
Kementerian Koordinator Pengembangan Manusia dan Kebudayaan, 2014. UU NOMOR 38 TAHUN
2014 _ Situs Resmi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Available at: http://www.kemenkopmk.go.id/content/uu-nomor-38-tahun-2014 [Accessed May
25, 2018].
Oreg, S. & Katz-gerro, T., 2006. Predicting Proenvironmental Behavior Cross-Nationally: Values, the
Theory of Planned Behavior, and Value-Belief-Norm Theory. Environment and Behavior, 38(4),
pp.462–483.
PPNI, 2014. Kode Etik Perawat Indonesia. PPNI. Available at:
http://www.observatorisdmkindonesia.org/wp-content/uploads/2014/09/13.-Code-of-Ethics-of-
Nurses-Ind-Ver.pdf [Accessed July 6, 2018].
BAB 3
EPIDEMIOLOGI DALAM KEPERAWATAN
Tujuan :
Konsep Penting :
1. Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat, penyebab, pengendalian dan faktor-
faktor yang mempengaruhi frekuensi dan distribusi penyakit, kecacatan, kematian dalam
populasi manusia.
2. Derajat sehat dan sakit individu atau kelompok dapat dianalisis menurut pendekatan model
antara Agent, Host, dan Environment.
3. Tiga jenis imunitas yang dimiliki manusia yaitu imunitas didapat, aktif dan imunitas pasif.
4. Dalam batasan epidemiologi ini sekurang-kurangnya mencakup 3 elemen pendekatan yaitu
penyakit, populasi dan ekologi.
5. Surveilens Epidemiologi meliputi keterangan mengenai penderita penyakit, waktu, keadaan
vektor, tempat, dan faktor lain yang ada kaitannya dengan penyakit.
6. Unsur Surveilens Epidemiologi pada penyakit, terutama penyakit yang menular adalah
pencatatan kematian, laporan penyakit, laporan wabah, pemeriksaan laboratorium, penyakit
kasus, penyelidikan wabah/kejadian luar biasa, survei, penyelidikan tentang distribusi dari vektor
dan reservoir penyakit, keterangan mengenai penduduk dan lingkungan, penggunaan obat-
obatan, serum dan vaksin.
7. Pengukuran epidemiologi meliputi pengukuran angka penyakit dan pengukuran angka
mortalitas.
8. Sumber-sumber informasi utama epidemiologi, statistik vital, data sensus, laporan dan
pencatatan penyakit, monitoring lingkungan, survei kesehatan rumah tangga, survei kesehatan
nasional, studi observasi informal, studi penelitian dan registrasi kejadian vital.
9. Kriteria kausalitas diantaranya konsistensi, kekuatan, spesifitas, hubungan waktu, kongruensi,
sensitivitas, biologis/medis, plausibilitas, eksperimen dan penelitian serta faktor analogi.
10. Faktor-faktor dalam kausalitas penyakit meliputi faktor predisposing, faktor enabling, faktor
precipitating dan faktor reinforcing.
11. Populasi yang berisiko adalah kelompok populasi yang digunakan sebagai penyebut dan harus
dibatasi hanya pada mereka yang dapat terpajan atau mengalami penyakit, kondisi, cedera,
ketidakmampuan ataupun kematian.
Definisi Epidemiologi
Secara harfiah epidemiologi berasal dari kata “epi” yang berarti “permukaan, di atas,
menimpa”, demo berarti “orang, populasi, manusia” dan ologi berarti “ilmu tentang”. Dengan
demikian, istilah epidemiologi jika diartikan kata per kata memiliki arti “sesuatu yang menimpa
manusia”. Epidemiologi telah didefiniskan dengan berbagai cara. Salah satu definisinya adalah ilmu
yang mempelajari tentang sifat, penyebab, pengendalian dan faktor-faktor yang mempengaruhi
frekuensi dan distribusi penyakit, kecacatan, kematian dalam populasi manusia. Epidemiologi juga
meliputi pemberian ciri pada distribusi status kesehatan, penyakit atau masalah kesehatan masyarakat
lainnya berdasarkan usia, jenis kelamin, ras, geografi, agama, pendidikan, pekerjaan, perlikau, waktu,
tempat, orang dan sebagainya. Karakterisasi ini dilakukan guna menjelaskan distribusi suatu penyakit
atau masalah yang terkait dengan kesehatan jika dihubungkan dengan faktor penyebab. Selain
berfokus pada tipe dan keluasan cedera, kondisi atau penyakit yang menimpa suatu kelompok atau
populasi, epidemiologi juga menangani faktor risiko yang dapat memberikan dampak, pengaruh,
pemicu dan efek pada distribusi penyakit, cacat/defek, ketidakmampuan dan kematian (Timmreck TC
2005).
Sejarah Epidemiologi
Dalam sejarahnya, epidemiologi dikembangkan dengan menggunakan epidemi penyakit
menular sebagai suatu model studi. Landasan epidemiologi masih berpegang pada model penyakit,
metode dan pendekatannya. Dewasa ini epidemiologi sudah terbukti efektif dalam mengembangkan
hubungan sebab akibat pada kondisi-kondisi non infeksius seperti penyalahgunaan obat, bunuh diri,
kecelakaan lalu lintas, keracunan zat kimia, kanker dan penyakit jantung. Epidemiologi digunakan
untuk menentukan kebutuhan akan program-program pengendalian penyakit, untuk mengembangkan
program pencegahan dan kegiatan layanan kesehatan serta untuk menetapkan pola penyakit endemik,
epidemik dan pandemik. Endemik adalah berlangsungnya suatu penyakit pada tingkatan yang sama
atau keberadaan suatu penyakit yang terus menerus di dalam populasi atau wilayah tertentu.
Hiperendemik merupakan istilah yang menyatakan aktivitas yang terus-menerus melebihi prevalensi
yang diperkirakan, sering dihubungkan dengan populasi tertentu, populasi yang kecil atau populasi
yang jarang seperti yang ditemukan di rumah sakit, klinik, bidan atau institusi lain. Istilah ini juga
menunjukkan keberadaan penyakit menular dengan tingkat insidensi yang tinggi dan terus menerus
melebihi angka prevalensi normal dalam populasi dan menyebar merata pada semua usia dan
kelompok. Holoendemik menggambarkan suatu penyakit yang kejadiannya dalam populasi sangat
banyak dan umumnya terdapat di awal kehidupan pada sebagian besar anak dalam populasi,
contohnya adalah malaria. Epidemik adalah wabah atau munculnya penyakit tertentu yang berasal dari
sumber tunggal, dalam satu kelompok, populasi, masyarakat atau wilayah yang melebihi tingkatan
kebiasaan yang diperkirakan. Kejadian Luar Biasa (KLB) atau peningkatan secara tajam dari kasus
baru yang mempengaruhi kelompok tertentu biasanya juga disebut sebagai epidemik. Pandemik
adalah epidemik yang menyebar luas melintasi negara, benua atau populasi yang besar dan bahkan
kemungkinan seluruh dunia.
Secara umum sejarah epidemiologi dibagi ke dalam empat periode, yaitu :
1. Periode Kuno
Periode ini dimulai pada saat jaman Hippocrates yang dikenal sebagai bapak Kedokteran yang
berkembang semasa 460-375 sebelum masehi.
2. Masa Pertengahan
Masa pertengahan dimulai sejak awal tahun 1348 yang dikenal dengan jaman “Kematian hitam”.
Pada saat itu dikenal penyakit wabah dengan korban jiwa yang tidak sedikit.
3. Abad XVIII
Pada abad XVIII mulai terjadi peningkatan derajat kesehatan yang didukung dengan
berkembangnya penelitian-penelitian ke arah penyakit-penyakit menular. Dalam dunia keperawatan,
pada tahun 1820-1910 lahir tokoh yang dikenal sebagai simbol keperawatan dunia,
Florence Nightingale. Florence Nightingale mengemukakan konsep perawatan dengan
memperhatikan lingkungan sekitar klien. Florence berkeyakinan jika lingkungan diperbaiki maka
masa perawatan dapat dipersingkat.
4. Abad XIX : Epidemiologi Modern
Dalam epidemiologi modern telah memandang determinan penyakit secara holistik, oleh sebab itu
telah digunakan beberapa pendekatan diantaranya :
• Statistik yang berhubungan dengan keadaan yang mempengaruhi hygiene dan kesehatan
• Epidemiologi penyakit infeksi
• Epidemiologi penyakit kronis
• Eko-epidemiologi
Konsep Epidemiologi
Pada mulanya epidemiologi diartikan sebagai studi tentang epidemik. Hal ini berarti bahwa
epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja tetapi dalam perkembangan
selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-penyakit non infeksi, sehingga dewasa ini
epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang penyebaran penyakit pada manusia di dalam
konteks lingkungannya. Epidemiologi juga mencakup studi tentang pola-pola penyakit serta pencarian
determinan-determinan penyakit tersebut. Dapat disimpulkan bahwa epidemiologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang penyebaran penyakit serta determinan-determinan yang mempengaruhi penyakit
tersebut (Notoatmodjo S 2003).
Di dalam batasan epidemiologi ini sekurang-kurangnya mencakup 3 elemen, yakni :
a. Mencakup semua penyakit
Epidemiologi mempelajari semua penyakit, baik penyakit infeksi maupun penyakit non
infeksi, seperti kanker, penyakit kekurangan gizi (malnutrisi), kecelakaan lalu lintas maupun
kecelakaan kerja, sakit jiwa dan sebagainya. Bahkan di negara-negara maju, epidemiologi ini
mencakup juga kegiatan pelayanan kesehatan.
b. Populasi
Apabila kedokteran klinik berorientasi pada gambaran-gambaran dari penyakit-penyakit
individu maka epidemiologi ini memusatkan perhatiannya pada distribusi penyakit dalam populasi
(masyarakat) atau kelompok.
c. Pendekatan ekologi
Frekuensi dan distribusi penyakit dikaji dari latar belakang pada keseluruhan lingkungan
manusia baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Hal inilah yang dimaksud pendekatan
ekologis. Terjadinya penyakit pada seseorang dikaji dari manusia dan total lingkungannya.
1. Siapa (who), siapakah yang menjadi sasaran penyebaran penyakit itu atau orang yang terkena
penyakit.
2. Di mana (where), di mana penyebaran atau terjadinya penyakit.
3. Kapan (when), kapan penyebaran atau terjadinya penyakit tersebut.
Jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan ini adalah merupakan faktor-faktor yang menentukan
terjadinya suatu penyakit. Dengan perkataan lain terjadinya atau penyebaran suatu penyakit
ditentukan oleh 3 faktor utama yakni orang, tempat dan waktu.
Manfaat Epidemiologi
Peranan epidemiologi, khususnya dalam konteks program Kesehatan dan Keluarga Berencana
adalah sebagai tool (alat) dan sebagai metode atau pendekatan. Epidemiologi sebagai alat diartikan
bahwa dalam melihat suatu masalah kesehatan selalu mempertanyakan siapa yang terkena masalah, di
mana dan bagaimana penyebaran masalah, serta kapan penyebaran masalah tersebut terjadi.
Demikian pula pendekatan pemecahan masalah tersebut selalu dikaitkan dengan masalah, di
mana atau dalam lingkungan bagaimana penyebaran masalah serta bilamana masalah tersebut terjadi.
Kegunaan lain dari epidemiologi khususnya dalam program kesehatan adalah ukuran-ukuran
epidemiologi seperti prevalensi, point of prevalence dan sebagainya dapat digunakan dalam
perhitungan-perhitungan : prevalensi, kasus baru, case fatality rate dan sebagainya.
Contoh Kasus : Typhoid Mary
Seorang koki asal Irlandia, Mary Mallon, disebut sebagai Typhoid Mary, dianggap sebagai
orang yang bertanggung jawab terhadap terjadinya 53 kasus demam tifoid dalam 15 tahun. Di awal
tahun 1900 an, terjadi sekitar 350.000 kasus tifoid setiap tahunnya di Amerika Serikat.
George Soper, seorang insinyur sanitasi, yang meneliti beberapa KLB demam tifoid yang
terjadi di New York tahun 1900 an, membuktikan bahwa persediaan makanan dan minuman tidak lagi
diduga sebagai media penyebaran penyakit tifoid. Soper mulai mencari media lain penyebaran
penyakit tersebut. Ia mulai menyelidiki manusia bukan fomite (benda mati) atau makanan maupun air.
Hasil penyelidikannya menunjukkan bahwa Mary Mallon telah bekerja sebagai juru masak di
banyak rumah yang terserang tifoid. Penyakit tampaknya selalu terjadi setelah ia berhenti dari
pekerjannya. Pemeriksaan bakteriologis pada tinja Mary Mallon memperlihatkan bahwa Mary
merupakan carrier tifoid kronis. Mary tampaknya menyadari bahwa dirinya menyebabkan orang lain
menjadi sakit sehingga jika terjadi tifoid, ia akan berhenti dan pindah tanpa meninggalkan alamat
yang jelas. Kasus Mary Mallon menunjukkan bahwa perhatian khusus perlu diberikan pada carrier
tifoid kronis yang menyebabkan dan menyebarkan penyakit. Layaknya 20% dari semua carrier tifoid
lainnya, Mary tidak mengalami sakit karena penyakit tersebut. Hasil investigasi epidemiologi
menunjukkan bahwa carrier mungkin luput diamati jika pengkajian epidemiologi hanya dibatasi pada
air, makanan dan mereka yang mempunyai sejarah tersebut.
Dari tahun 1907 sampai 1910, Mary ditahan oleh petugas kesehatan sampai dibebaskan
karena tuntutan hukum yang ia ajukan. The New York supreme Court membela kepentingan penduduk
dengan menjaganya tetap dalam tahanan dan isolasi. Typhoid Mary dibebaskan pada tahun 1910 dan
ia begitu cepat menghilang. Dua tahun kemudian, terjadi demam tifoid di Rumah Sakit New Jersey
dan Rumah Sakit New York. Lebih dari 200 orang terserang. Ternyata, Thyphoid Mary bekerja di
kedua Rumah sakit tersebut sebagai juru masak, dengan memakai nama yang berbeda. Insiden ini
menyadarkan petugas kesehatan masyarakat dan ahli epidemiologi bahwa pengawasan yang cermat
dan menjaga jejak carrier adalah sangat penting untuk dilakukan. Insiden itu juga memperlihatkan
bahwa carrier tifoid jangan sampai diperbolehkan menangani makanan atau minuman untuk
konsumsi publik. Di tahun selanjunya, Typhoid Mary akhirnya bersedia diisolasi. Seandainya ia mau,
Mary dapat meminta agar kandung empedunya diangkat, yang terbukti dapat menyembuhkan 60%
carrier tifoid. Thyphoid Mary meninggal pada usia 70 tahun.
Investigasi, penelusuran, dan pengendalian terhadap tipe penyakit tertentu yang dapat
mempengaruhi sebagian besar populasi merupakan ajaran epidemiologis yang didapat dari kasus
Typhoid Mary. Perlindungan terhadap persediaan makanan untuk umum sekali lagi ditekankan
demikian pula dengan aspek investigatif pada pengendalian penyakit dan kedua hal tersebut semakin
penting dan berarti dalam kesehatan masyarakat.
Agent: Berbagai faktor internal dan eksternal yang dengan atau tanpanya dapat menyebabkan
terjadinya penyakit atau sakit. Agen ini bisa bersifat biologis, kimia, fisik, mekanis, atau psikososial.
Jadi Agent ini bisa berupa yang merugikan kesehatan (bakteri, stress) atau yang meningkatkan
kesehatan (nutrisi dan lainnya).
Host: Seseorang atau sekelompok orang yang rentan terhadap penyakit/sakit tertentu. Faktor host
antara lain yaitu situasi atau kondisi fisik dan psikososoial yang menyebabkan seseorang yang
berisiko menjadi sakit. Misalnya: Riwayat keluarga, usia, gaya hidup dan lainnya.
Environment: seluruh faktor yang ada diluar host.
• Lingkungan fisik: tingkat ekonomi, iklim, kondisi tempat tinggal, penerangan, kebisingan.
• Lingkungan sosial: hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial, misalnys: stress, konflik,
kesulitan ekonomi, krisis hidup.
Model ini menyatakan bahwa sehat dan sakit ditentukan oleh interaksi yang dinamis dari ketiga
variabel tersebut. Selain dalam keperawatan komunitas model ini juga dikembangkan dalam teori
umum tentang berbagai penyebab penyakit.
Pengertian dan Jenis-jenis Imunitas
Imunisasi: Melindungi Masyarakat Terhadap Penyakit
Upaya imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Upaya ini merupakan salah
satu tindakan pencegahan penyebaran penyakit ke wilayah lain yang terbukti sangat cost effective.
Dengan upaya imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar telah tereliminasi dan Indonesia dinyatakan
bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974 (Kemenkes 2017).
Masalah yang harus dihadapi sekarang adalah munculnya kembali PD3I yang sebelumnya
telah berhasil ditekan (Reemerging Diseases), maupun penyakit menular baru (New Emerging
Diseases) yaitu penyakit-penyakit yang tadinya tidak dikenal (memang belum ada, atau sudah ada
tetapi penyebarannya sangat terbatas; atau sudah ada tetapi tidak menimbulkan gangguan
kesehatan yang serius pada manusia).
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, penyelenggaraan Imunisasi
terus berkembang antara lain dengan pengembangan vaksin baru (Rotavirus, Japanese
Encephalitis, Pneumococcus, Dengue Fever dan lain-lain) serta penggabungan beberapa jenis
vaksin sebagai vaksin kombinasi misalnya DPT-HB-Hib.
Terdapat tiga jenis imunitas yang dimiliki manusia yaitu imunitas didapat, aktif dan imunitas
pasif. Imunitas didapat diperoleh karena pernah menderita suatu penyakit yang menstimulasi sistem
perubahan alami tubuh atau karena sengaja (secara buatan) menstimulasi sistem pertahanan melalui
imunisasi. Pada imunisasi aktif, tubuh membentuk antibodinya sendiri. Hal ini dapat dilakukan
melalui pemberian vaksin atau karena harus merespon patogen penyakit tertentu yang menginvasi
tubuh. Imunitas aktif dan didapat memang serupa. Imunitas pasif didapat melalui transfer
transplasental imunitas ibu terhadap terhadap penyakit ke janinnya. Imunitas pasif juga dapat
diperoleh dengan memasukkan antibodi yang sudah terbentuk ke dalam penderita yang rentan.
Proses imunisasi sebenarnya adalah pengenalan suatu substansi yang dapat menimbulkan
sistem imun melalui pembentukan antibodi penolak penyakit. Ada bebarapa substansi yang diberikan
melalui oral (seperti polio), tetapi kebanyakan diberikan melalui injeksi/suntikan atau tusukan pada
kulit. Antigen spesifik yang berasal dari bakteri, virus atau toksin mikroba yang diinaktivasi
dimasukkan ke dalam tubuh dalam bentuk vaksin. Antigen merupakan suatu substansi yang mampu
menstimulasi pembentukan antibodi dalam tubuh. Kemampuan sistem antigen untuk mendapatkan
kekuatan, aktivitas dan keefektifan sehingga dapat memberikan reaksi terhadap suatu penyakit disebut
antigenisitas. Tujuan pemberian vaksin adalah agar tubuh dapat memiliki antibodi yang dapat bekerja
dengan cara yang spesifik dan dalam jalur yang dapat ditelususri di dalam sistem pertahanan tubuh.
Antigen yang dimasukkan menstimulasi sistem imun sehingga tubuh mengira dirinya diserang
penyakit. Laporan terakhir menunjukkan bahwa revaksinasi mungkin diperlukan untuk beberapa
penyakit ketika seseorang semakin berumur. Booster shot akan menjaga agar proses imun di dalam
tubuh tetap aktif. Jika antigen dan antibodi untuk sementara waktu habis, booster shot diperlukan
untuk memperkuat atau mereaktivasi imun. Jenis-jenis penyakit yang dapat dilawan dengan vaksin
diantaranya :
Antraks Pneumonia
Kolera Polio
Difteri Rabies
Konsep imunitas kelompok (herd immunity) ini didasarkan pada pemikiran yang menyatakan bahwa
jika massa (populasi atau kelompok) dilindungi dengan ketat melalui imunisasi, peluang munculnya
epidemik besar dapat dikurangi sesedikit mungkin. Imunitas kelompok juga dianggap sebagai
resistensi yang dimiliki suatu populasi atau kelompok terhadap invasi dan penyebaran penyakit
infeksius.
Pencegahan dan pengendalian penyakit infeksius dan menular merupakan dasar bagi semua tindakan
di bidang kesehatan masyarakat. Ada beberapa metode pencegahan dan juga beberapa tindakan
pengendalian yang telah dikembangkan. Di dalam pengendalian penyakit menular ini, terdapat tiga
faktor kunci yaitu :
Surveilens Epidemiologi
Surveilens Epidemiologi yaitu pekerjaan praktis yang utama dari “ ahli epidemiologi”. Pada
awalnya “metode epidemiologi” digunakan untuk mempelajari epidemi, kemudian berkembang
menjadi mempelajari penyakit infeksi atau penyakit menular, dan berkembang lagi menjadi
mempelajari penyakit kronis termasuk penyakit kekurangan gizi, kanker, kardiovaskuler, kecelakaan
dan lain-lain.
Perkembangan Surveilens Epidemiologi juga diawali dengan surveilens penyakit menular,
kemudian berkembang ke penyakit tidak menular, seperti cacat bawaan, kekurangan gizi dan lain-lain.
Surveilens epidemiologi saat ini juga digunakan untuk menilai, memonitor, mengawasi dan menyusun
rencana program kesehatan secara umum. Penjelasan tentang Surveilens Epidemiologi yang meliputi
perkembangan istilahnya, elemennya, penggunaannya, kerjasama internasional dan pelaksanaannya di
Indonesia dibahas dibawah ini.
1. Pencatatan Kematian
Pencatatan kematian yang dilakukan di tingkat desa dilaporkan ke Kantor Kelurahan seterusnya
ke Kantor Kecamatan dan Puskesmas dan dari Kantor Kecamatan dikirim ke Kantor Kabupaten
Daerah Tingkat II. Pada beberapa daerah tertentu, Amil yaitu yang memandikan mayat berperan
dalam melaporkan kematian tertentu di desa-desa. Beberapa seminar di Indonesia telah diadakan
pula untuk menilai dan membahas usaha untuk meningkatkan kelengkapan pencatatan kematian,
yang validitasnya relatif lebih baik karena didiagnosis oleh dokter. Unsur ini akan bermanfaat bila
data pada pencatatan kematian itu cepat diolah dan hasilnya segera diberitahukan kepada yang
berkepentingan.
2. Laporan Penyakit
Unsur ini penting untuk mengetahui distribusi penyakit menurut waktu, apakah musiman, “cyclic,
atau sekular”. Dengan demikian kita mengetahui pula ukuran endemis suatu penyakit. Bila terjadi
lonjakan frekuensi penyakit melebihi ukuran endemis berarti terjadi kejadian luar biasa pada
daerah atau lokasi tertentu. Macam data yang diperlukan sesederhana mungkin, variabel “orang”
cukup nama dan umurnya; variabel tempat, cukup alamatnya. Dan yang tidak boleh dilupakan
adalah diagnosis penyakit dan kapan mulai timbulnya penyakit tersebut.
3. Laporan Wabah
Penyakit tersebut terjadi dalam bentuk wabah, misalnya keracunan makanan, influenza, demam
berdarah, dan lain-lain. Laporan wabah dengan distribusi penyakit menurut waktu, tempat dan
orang, penting artinya untuk menganalisis dan menginterpretasikan data dalam rangka
mengetahui sumber dan penyebab wabah tersebut.
4. Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium merupakan suatu sarana yang penting untuk mengetahui kuman penyebab penyakit
menular dan pemeriksaan tertentu untuk penyakit-penyakit lainnya, misalnya kadar gula darah
untuk penyakit Diabetes Mellitus, Trombosit untuk penyakit DBD, dan sebagainya.
5. Penyelidikan Kasus
Penyelidikan kasus dilakukan untuk dapat mengetahui mengenai riwayat alamiah penyakit yang
belum diketahui secara umum tetapi sedang terjadi pada satu individu atau lebih.
7. Survei
Survei ialah suatu cara penelitian epidemiologi untuk mengetahui prevalensi penyakit. Dengan
ukuran ini diketahui luas masalah penyakit tersebut. Bila setelah disurvei pertama dilakukan
pengobatan terhadap penderita, maka dengan survei kedua dapat ditentukan keberhasilan
pengobatan tersebut.
Pengukuran Epidemiologi
Untuk mengetahui kejadian dan pola suatu penyakit atau permasalahan yang terjadi di
masyarakat digunakan alat atau metode yang dapat dipakai sebagai tolok ukur atau indikator. Alat
ukur yang sering dipakai adalah ratio dan rate. Rasio atau proporsi digunakan untuk membandingkan
frekuensi suatu penyakit/masalah pada dua kelompok individu atau lebih, misalnya frekuensi penyakit
DBD pada kelompok A dan B. Sedangkan rate dipakai untuk menyatakan frekuensi distribusi suatu
penyakit atau suatu peristiwa yang terjadi di masyarakat, misalnya jumlah kematian penduduk di Kota
Surabaya karena DBD adalah 20 orang per 1000 penduduk.
Rate adalah pernyataan numerik, yang menggunakan sebuah rumus untuk menghitung
frekuensi suatu kejadian yang berasal dari pembagian jumlah kasus (pembilang) dengan jumlah
populasi total yang mengalami kejadian tersebut (penyebut atau populasi berisiko), kemudian hasilnya
dikalikan 100, 1000 atau 10000 (suatu konstanta) untuk mengetahui jumlah kasus yang terjadi pada
unit populasi tersebut.
Rasio adalah hubungan dalam angka, tingkatan atau penjumlahan yang terbentuk antara dua
hal; hubungan yang kuat dalam hal jumlah atau tingkatan di antara dua hal serupa, misalnya 25 laki-
laki terhadap 30 perempuan. Karena sifatnya yang lebih umum, rasio merupkan angka relatif yang
menunjukkan tingkatan suatu kejadian yang berkaitan dengan kejadian lain. Semua rate dapat
dianggap rasio, tetapi rasio belum tentu rate. Dalam epidemiologi, rasio kurang bermanfaat
dibandingkan rate karena elemen waktunya dihilangkan sehingga hasilnya lebih umum (Friedman GD
2000).
Proporsi adalah suatu bentuk persentase, sementara persentase merupakan tipe khusus
proporsi. Dalam epidemiologi jika jumlah orang yang saat itu mengalami penyakit atau kondisi
dibandingkan dengan keseluruhan jumlah orang yang pernah mengalami penyakit atau kondisi itu, hal
ini disebut proporsi. Jika dinyatakan dalam perbandingannya dengan populasi keseluruhan, hal itu
disebut rate. Dalam epidemiologi, salah satu rasio yang digunakan adalah rasio kematian bayi, yang
umumnya dinyatakan sebagai jumlah kematian bayi dibandingkan dengan jumlah kelahiran hidup.
Total jumlah angka kematian akibat penyebab tertentu dapat dinyatakan sebagai suatu proporsi dari
semua kematian, tetapi tidak untuk semua kelahiran.
Incidence rate = Jumlah kasus suatu penyakit selama periode tertentu X 1000
Populasi yang mempunyai risiko tertular penyakit yang sama
Attack rate
Bila penyakit terjadi secara mendadak dan orang yang menderita dalam jumlah besar, seperti
keracunan makanan maka formula yang dipakai untuk menghitung adalah attack rate. Rumus yang
digunakan :
Prevalence rate
Frekuensi penyakit lama dan baru yang terjadi pada suatu masyarakat pada waktu tertentu. Bila
prevalence rate ditentukan pada suatu saat, misalnya pada bulan Juli 2018, maka disebut sebagai
point prevalence rate, tetapi jika ditentukan dalam satu periode waktu tertentu misalnya 1 tahun (1
Januari 2018 sampai 31 desember 2018) maka disebut sebagai prevalence rate. Rumus yang
digunakan :
Prevalence rate = Jumlah orang yang menderita penyakit pada periode tertentu X
1000
Jumlah penduduk seluruhnya
AKI = Jumlah kematian ibu karena kehamilan, kelahiran dan nifas X 1000
Jumlah kelahiran hidup pada tahun yang sama
Angka Kematian Pasca Neonatal = Jumlah kematian bayi usia 28 hari - 1 tahun X 1000
1. Konsistensi.
Jika variabel, faktor atau peristiwa yang sama muncul dan muncul lagi dalam keadaan yang
berbeda dan memiliki hubungan berulang yang sama dengan penyakit (Pada penyakit Kuru di
Papua Nugini penduduk asli, tanpa memandang pria, wanita, ataupun usianya, yang selalu
memakan otak kerabatnya yang sudah meninggal akan memperlihatkan gejala penyakit Kuru).
2. Kekuatan.
Jika hubungan menunjukkan bahwa faktor tertentu menyebabkan beberapa penyakit atau KLB
penyakit lebih mungkin terjadi akibat keberadaan satu faktor dibandingkan keberadaan faktor atau
peristiwa lain dan penyakit itu terjadi dalam tahap yang lebih parah atau dalam jumlah yang lebih
besar. Hasil pengamatan Dr. John Snow dalam epidemik Kolera tahun 1854 memperlihatkan
bahwa semakin banyak bakteri kolera yang ada, semakin parah penyakit yang diderita dan
semakin besar kemungkinan terkena penyakit.
Peta asli Dr. John Snow menunjukkan area dari kasus epidemik kolera di London
3. Spesifitas.
Jika hubungan sebab akibat dari suatu KLB berhubungan secara khusus dengan satu atau dua
penyakit yang saling berkaitan. Hubungan sebab akibat itu memang memiliki kemampuan
menghasilkan hubungan negatif sejati, yang dalam sebuah KLB, pengkajian sebab akibat
difokuskan pada mereka yang tidak terjangkit penyakit. Kelompok masyarakat dalam populasi
selama KLB berlangsung tampaknya termasuk dalam mereka yang tidak terkena penyakit dan
dikategorikan sebagai populasi yang tidak terkena penyakit. Dalam sebuah studi tentang kanker
paru, hampir semua bukan perokok ditetapkan tidak mengidap kanker paru.
4. Hubungan waktu.
Jika hubungan sebab akibat suatu kejadian atau pajanan secara logis terjadi sebelum penyakit atau
kondisi berkembang, faktor waktu dipertimbangkan. Gigitan nyamuk terjadi sebelumnya dan
mengakibatkan malaria.
5. Kongruensi.
Jika suatu hubungan sebab akibat dicurigai, apakah hubungan tersebut sesuai dengan pengetahuan
yang ada dan apakah observasi dan pengkajian yang logis secara ilmiah masuk akal? Misalnya
makan daging ayam mentah, yang secara alamiah sering terkontaminasi bakteri salmonella,
menyebabkan keracunan makanan salmonellosis.
6. Sensitivitas.
Jika terjadi KLB apakah analisis sebab akibat mengandung kebenaran dan apakah pengkajian
memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi dengan benar bahwa mereka yang sakit karena
penyakit, pada kenyataannya, memang sakit akibat penyakit yang dicurigai? Contoh kelompok
buruh menjalani skrining kanker paru. Sejumlah 50% kasus mengidap kanker paru dan
disimpulkan bahwa kanker paru berhubungan dengan merokok. Invesitigasi selanjutnya
mengungkap bahwa 80% pekerja yang mengidap kanker paru bekerja dalam gedung yang
terisolasi oleh asbestos selama 3 tahun. Setelah menjalani pemeriksaan abestosis, dipastikan
bahwa kanker paru berhubungan dengan pajanan asbestos.
7. Biologis/Medis.
Jika hubungan didasarkan pada virilitas patogen atau faktor risiko dan pada kemampuannya untuk
menyebabkan penyakit atau suatu kondisi (hubungan respon dosis) serta tingkat kerentanan
penjamu, hubungannya adalah kausal. Contoh orang yang tidak divaksinasi dipajankan pada virus
polio dan kemudian akan memperlihatkan gejala awal penyakit.
8. Plausibilitas (kelogisan).
Hubungan harus dibuktikan sebagai hubungan kausal dan didasarkan pada ilmu pengetahuan
biologis, kedokteran, epidemiologi dan pengetahuan ilmiah. Analisis logis yang didasarkan pada
pengetahuan yang baru jangan sampai mencampuri atau membatasi kausal yang jelas dan masuk
akal. Contoh konsumsi air yang mengandung bibit penyakit kolera akan menyebabkan munculnya
penyakit.
a. Faktor predisposing.
Merupakan faktor atau kondisi yang memang sudah ada yang menyebabkan penjamu merespon
patogen atau agen dengan cara tertentu. Jika penjamu telah diimunisasi atau jika penjamu
memiliki imunitas alami terhadap penyakit, respon umum yang terjadi adalah dia tidak terjangkit
penyakit. Jika tidak terlindungi, respon umum yang terjadi adalah penjamu akan terkena penyakit
karena penjamu dipengaruhi keadaan saat terjadinya pajanan terhadap patogen atau agen. Jika
peka terhadap suatu kondisi, penjamu akan memberikan respons sebagaimana mestinya. Misal,
jika penjamu memiliki alergi terhadap suatu zat dan kemudian terpajan zat tersebut, reaksi alergi
akan muncul.
b. Faktor enabling.
Merupakan faktor atau kondisi yang memungkinkan atau mendorong terjadinya penyakit, kondisi,
cedera, ketidakmampuan atau kematian. Beberapa faktor yang dapat mendorong penyebaran
penyakit bisa berupa kurangnya pelayanan kesehatan masyarakat dan perawatan medis.
Sebaliknya, ketersediaan dan akses ke pelayanan kesehatan masyarakat dan perawatan medis
dapat mencegah, mengendalikan, mengatasi, mengobati dan memfasilitasi pemulihan akibat sakit
sekaligus meningkatkan status kesehatan populasi.
c. Faktor precipitating.
Merupakan faktor yang esensial dalam perkembangan penyakit, kondisi, cedera, ketidakmampuan
dan kematian. Di dalam kausalitas penyakit, penyebab suatu penyakit, kondisi atau luka mungkin
tampak jelas, sementara dalam kasus lain mungkin saja penyebabnya tidak begitu jelas. Seringkali
satu kasus berkaitan dengan beberapa faktor risiko, terutama pada penyakit kronis atau penyakit
akibat gaya hidup dan perilaku. Faktor precipitating yang mungkin ada pada penyakit menular
antara lain sanitasi yang buruk, tidak adanya imunisasi, dan banyak penduduk yang rentan
terhadap satu jenis patogen saja. Pada penyakit atau kondisi kronis yang berkaitan dengan
perilaku, banyak faktor yang berperan terhadap suatu kondisi.
d. Faktor reinforcing.
Seperti faktor enabling, faktor reinforcing juga memiliki kemampuan untuk mendukung
keberadaan dan penularan penyakit atau kondisi untuk mendukung dan meningkatkan status
kesehatan masyarakat sekaligus membantu mengendalikan penyakit dan kondisi. Faktor yang
dapat memperburuk dan mempertahankan penyakit, kondisi, ketidakmampuan atau kematian
merupakan faktor reinforcing yang negatif. Faktor reinforcing negatif adalah faktor yang polanya
berulang dan mendukung penyebaran serta perjalanan penyakit dalam populasi. Faktor
reinforcing positif adalah faktor yang mendukung, meningkatkan dan memperbaiki langkah-
langkah pengendalian dan pencegahan penyebab penyakit.
Populasi Berisiko
Populasi yang berisiko adalah kelompok populasi yang digunakan sebagai penyebut dan harus
dibatasi hanya pada mereka yang dapat terpajan atau mengalami penyakit, kondisi, cedera,
ketidakmampuan ataupun kematian. Penetapan populasi semacam ini dapat dilakukan secara
langsung. Akan tetapi, kompleksitas yang sesederhana apapun dari kelompok populasi ini tidak boleh
diabaikan begitu pula dengan setiap aspek yang tidak boleh dipandang sekilas saja karena semua
aspek yang berkaitan dengan kejadian penyakit mungkin penting untuk menginvestigasi wabah.
Salah satu masalah dalam menentukan populasi yang berisiko adalah bahwa populasi yang
dilibatkan dalam penelitian sering dihitung dalam kerangka waktu satu tahun. Walaupun begitu,
penduduk mungkin terkena penyakit sebelum periode waktu tersebut, terinfeksi dalam kerangka
waktu tersebut tetapi tidak terdiagnosis dan penduduk melakukan migrasi. Orang-orang yang bergerak
masuk atau keluar dan tinggal untuk sementara waktu di dalam kelompok studi populasi akan
menggoyahkan angka yang terbentuk. Salah satu cara untuk mengatasi masalah semacam itu adalah
dengan melakukan estimasi penduduk pada pertengahan tahun atau pada titik tengah periode waktu
pelaksanaan studi. Ahli epidemiologi juga harus mempertimbangkan semua perbedaan yang ada
dalam karakteristik kelompok studi. Bias yang ditemukan dalam pengambilan sampel dan seleksi
individu yang terpajan pada sesuatu yang dicurigai sebagai penyebab dan beragam cara pengukuran
pajanan dan risiko dengan tingkatan yang berlainaan juga diperhitungkan (Timmreck TC 2005).
Pertanyaan Ulangan :
DAFTAR PUSTAKA
Friedman GD, 2000. Primer of Epidemiology, New York: McGraw Hill.
Kemenkes, 2011. Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa, Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
Kemenkes, 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Imunisasi, Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Available at:
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._12_ttg_Penyelenggaraan_Imunisa
si_.pdf.
Nieto FJ, 2002. Epidemiology: Beyond the Basic, New York: Aspen Publishers, Inc.
Notoatmodjo S, 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Rineka Cipta.
Phillips, C. V & Goodman, K.J., 2004. The missed lessons of Sir Austin Bradford Hill. Epidemiologic
Perspectives & Innovations, 1(1), p.3. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15507128 [Accessed July 8, 2018].
Sidemen A, 2003. Pengembangan Early Warning Outbreak Recognition System Di Jawa Timur. In
Surabaya: Kumpulan Abstrak Konas JEN X.
Timmreck TC, 2005. Epidemiologi : Suatu Pengantar, Jakarta: EGC.
BAB 4
EKONOMI PERAWATAN KESEHATAN
Tujuan :
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat:
Konsep Penting :
1. Bidang ilmu ekonomi secara tradisional dibagi menjadi dua sub bidang yang luas yaitu ekonomi
mikro dan ekonomi makro.
2. Sumber-sumber pembiayaan kesehatan dapat diperoleh dari pemerintah, swasta, masyarakat dan
sumber-sumber lain dalam bentuk hibah atau pinjaman dari luar negeri.
3. Asuransi merupakan perlindungan terhadap resiko keuangan yang disediakan pihak insurer.
4. Terdapat dua sistem pembayaran yaitu prospektif dan retrospektif.
5. Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan sebagaimana diamanatkan
dalam Undang-undang dasar 1945 telah dicetuskan kebijakan Program Jaminan Kesehatan
Masyarakat
6. Restrukturisasi sistem kesehatan meliputi keuangan, organisasi makro, sistem pembayaran,
regulasi dengan coercive power dan upaya edukasi, persuasi serta informasi.
2. Kebijakan obat nasional harus diarahkan untuk pemasyarakatan obat-obatan esensial yang
terjangkau oleh masyarakat. Meskipun dengan dalih untuk membuka peluang bagi penanaman
modal asing (PMA), pembatasan jumlah industri farmasi harus dilaksanakan secara ketat.
3. Etika kedokteran dan tanggung jawab profesi seharusnya mendapat porsi yang lebih besar dalam
pendidikan dokter agar dokter yang ditamatkan oleh Fakultas Kedokteran di Indonesia juga dapat
berfungsi sebagai cendikiawan di bidang kesehatan.
4. Kesehatan merupakan hak masyarakat yang perlu terus diperjuangkan terutama penduduk miskin
karena sudah merupakan komitmen global pemerintah. Oleh karena itu, Lembaga Swadaya
Masyarakat kesehatan perlu terus diberdayakan (bagian dari reformasi kesehatan) agar mereka
mampu menjadi pendamping kelompok-kelompok masyarakat yang membutuhkan perlindungan.
Pembiayaan kesehatan
Sumber-sumber pembiayaan kesehatan dapat diperoleh dari :
1. Pemerintah
2. Swasta
3. Masyarakat dalam bentuk pembiayaan langsung (fee for service) dan asuransi
4. Sumber-sumber lain dalam bentuk hibah atau pinjaman dari luar negeri
Pembiayaan kesehatan di masa depan akan semakin mahal karena :
Asuransi kesehatan
Asuransi merupakan perlindungan terhadap resiko keuangan yang disediakan pihak insurer. Asuransi
juga dapat diartikan sebagai alat penggabungan risiko dari dua atau lebih orang-orang atau perusahaan
melalui sumbangan aktual atau yang dijanjikan untuk membentuk dana guna membayar klaim
(Darmawi H 2004). Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari asuransi kesehatan merupakan salah
satu cara yang terbaik untuk mengantisipasi mahalnya biaya pelayanan kesehatan. Alasannya antara
lain :
Pertanyaan Ulangan :
1. Jelaskan apa perbedaan dari ekonomi makro dan mikro!
2. Jelaskan sumber-sumber pembiayaan kesehatan!
3. Jelaskan macam-macam sistem pembayaran!
4. Jelaskan perlunya jaminan kesehatan nasional!
5. Jelaskan upaya-upaya restrukturisasi sistem kesehatan!
DAFTAR PUSTAKA
BAB 5
DASAR KESEHATAN LINGKUNGAN
Tujuan :
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat :
Konsep penting :
1. Kesehatan lingkungan merupakan suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang
keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung
tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.
2. Karakteristik host, agent dan environment berperan dalam menimbulkan penyakit.
3. Masalah-masalah kesehatan lingkungan di Indonesia meliputi air bersih, pembuangan tinja,
kesehatan pemukiman, pembuangan sampah, serangga dan binatang pengganggu, makanan dan
minuman dan pencemaran lingkungan
4. Terdapat hubungan yang kuat dan pengaruh yang signifikan antara kondisi lingkungan terhadap
kesehatan masyarakat di perkotaan dan pemukiman
5. Indikator kesehatan lingkungan diantaranya rumah tangga sehat, akses terhadap air minum, jarak
sumber air minum dengan tempat penampungan akhir kotoran/tinja, fasilitas tempat buang air
besar dan luas lantai.
Menurut Pasal 22 ayat (3) UU No. 23 tahun 1992, ruang lingkup kesehatan lingkungan ada 8
yaitu :
1) Penyehatan air dan udara
2) Pengamanan limbah padat/sampah
3) Pengamanan limbah cair
4) Pengamanan limbah gas
5) Pengamanan radiasi
6) Pengamanan kebisingan
7) Pengamanan vektor penyakit
8) Penyehatan dan pengamanan lainnya seperti pada situasi pasca bencana
Menurut Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, upaya kesehatan lingkungan
ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Lingkungan
sehat tersebut antara lain mencakup lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta
tempat dan fasilitas umum. Sedangkan syarat lingkungan sehat bebas dari unsur-unsur yang
menimbulkan gangguan kesehatan, antara lain: limbah cair; limbah padat; limbah gas; sampah yang
tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan pemerintah; binatang pembawa penyakit;
zat kimia yang berbahaya; kebisingan yang melebihi ambang batas; radiasi sinar pengion dan non
pengion; air yang tercemar; udara yang tercemar; dan makanan yang terkontaminasi (Kesmas 2014).
Sejarah perkembangan kesehatan lingkungan
1. Sebelum Orde Baru
Pada masa sebelum orde baru sebenarnya telah dipikirkan perlindungan dan pelestarian
lingkungan yang dimulai sejak tahun 1882 dengan dikeluarkannya Undang-Undang tentang
hygiene. Undang-undang tersebut mengatur hygiene perseorangan dan umum walaupun masih
diterbitkan dalam Bahasa Belanda. Dilanjutkan pada tahun 1924 atas prakarsa Rockefeller
Foundation, Amerika Serikat, yaitu didirikan Rival Hygiene Work di Banyuwangi dan Kebumen.
Upaya tersebut dilanjutkan dengan integrasi usaha pengobatan dan usaha kesehatan lingkungan di
Bekasi hingga didirikan Bekasi Training Centre tahun 1956. Selanjutnya Prof. Muchtar
mempelopori tindakan kesehatan lingkungan di Pasar Minggu sebagai upaya sosialisasi kepada
masyarakat. Berlanjut ke tahun 1959 dengan dicanangkan program pemberantasan Malaria
sebagai program kesehatan lingkungan di tanah air.
3) Karakteristik Host/pejamu
Faktor manusia sangat kompleks dalam proses terjadinya penyakit dan tergantung dari
karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing individu, yakni :
a. Umur : penyakit aterosklerosis pada usia lanjut, penyakit kanker pada usia pertengahan.
b. Seks : risiko kehamilan pada wanita, kanker prostat pada laki-laki.
c. Ras : sickle cell anemia pada ras negro.
d. Genetik : buta warna, hemofilia, diabetes melitus, thalassemia.
e. Pekerjaan : asbestosis, bisinosis.
f. Nutrisi : gizi kurang menyebabkan TBC, obesitas, diabetes melitus.
g. Status kekebalan : kekebalan terhadap penyakit virus yang tahan lama dan seumur hidup.
h. Adat istiadat : kebiasaan makan ikan mentah menyebabkan cacing hati.
i. Gaya hidup : merokok, minum alkohol
j. Psikis : stress menyebabkan hipertensi, ulkus peptikum, insomnia.
2. Pembuangan Kotoran/Tinja
Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat sebagai berikut
(Soeparman & Suparmin 2001):
a. Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi.
b. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau
sumur.
c. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan.
d. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain.
e. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar ; atau, bila memang benar-benar diperlukan,
harus dibatasi seminimal mungkin.
f. Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang.
g. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal.
3. Kesehatan Pemukiman
Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu : pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak yang
cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
b. Memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu : privasi yang cukup, komunikasi yang sehat antar
anggota keluarga dan penghuni rumah.
c. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan
penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan
tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya
makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang
cukup.
d. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan
luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak
mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh
tergelincir.
4. Pembuangan Sampah
Teknik pengelolaan sampah yang baik harus memperhatikan faktor-faktor/unsur sebagai berikut:
7. Pencemaran Lingkungan
Pencemaran lingkungan diantaranya pencemaran air, pencemaran tanah, pencemaran udara.
Pencemaran udara dapat dibagi lagi menjadi indoor air pollution dan outdoor air pollution. Indoor
air pollution merupakan problem perumahan/pemukiman serta gedung umum, bis kereta api, dan
lainnya. Masalah ini lebih berpotensi menjadi masalah kesehatan yang sesungguhnya, mengingat
manusia cenderung berada di dalam ruangan daripada berada di jalanan. Diduga akibat pembakaran
kayu bakar, bahan bakar rumah tangga lainnya merupakan salah satu faktor resiko timbulnya infeksi
saluran pernafasan bagi anak balita. Mengenai masalah outdoor pollution atau pencemaran udara di
luar rumah, berbagai analisis data menunjukkan bahwa ada kecenderungan peningkatan. Beberapa
penelitian menunjukkan adanya perbedaan risiko dampak pencemaran pada beberapa kelompok risiko
tinggi penduduk kota dibanding pedesaan. Keadaan ini, bagi jenis pencemar yang akumulatif, tentu
akan lebih buruk di masa mendatang. Pembakaran hutan untuk dibuat lahan pertanian atau sekedar
diambil kayunya ternyata membawa dampak serius, misalnya infeksi saluran pernafasan akut, iritasi
pada mata, terganggunya jadwal penerbangan, terganggunya ekologi hutan dan masih banyak lagi.
Hubungan dan pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan masyarakat di perkotaan dan
pemukiman
Contoh hubungan dan pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan masyarakat di perkotaan dan
pemukiman diantaranya sebagai berikut :
1. Urbanisasi menyebabkan kepadatan kota sehingga terjadi keterbatasan lahan, kemudian tercipta
daerah slum/kumuh yang menyebabkan sanitasi kesehatan lingkungan buruk.
2. Kegiatan di kota (industrialisasi) menghasilkan limbah cair yang dibuang tanpa pengolahan (ke
sungai), padahal sungai dimanfaatkan untuk mandi, cuci, kakus sehingga menimbulkan penyakit
menular.
3. Kegiatan di kota (lalu lintas alat transportasi) menghasilkan emisi gas buang (asap) yang
mencemari udara kota sehingga udara tidak layak dihirup dan menyebabkan penyakit ISPA.
No Tatanan Indikator
7 Ketahanan 1. Ketersediaan
pangan dan gizi
2. Distribusi
3. Konsumsi
4. Kewaspadaan
5. Kemasyarakatan
5. Luas Lantai
Pertambahan penduduk baik di perkotaan maupun perdesaan berdampak negatif terhadap
perbandingan antara jumlah luas lantai hunian terhadap penghuni dan berkurangnya ruang
terbuka pada area pemukiman. Hal ini tentu saja memiliki implikasi terhadap status kesehatan
masyarakat penduduk. Jumlah penduduk sangat berpengaruh terhadap jumlah koloni kuman.
Kuman yang pada umumnya adalah penyebab penyakit menular saluran napas semakin banyak
bila penghuni semakin besar. Ukuran rumah yang relatif kecil dan berdesak-desakan diketahui
juga dapat mempengaruhi tumbuh kembang mental atau jiwa anak-anak. Anak-anak memerlukan
lingkungan bebas, tempat bermain luas yang mampu mendukung daya kreatifitasnya. Dengan
kata lain, rumah bila terlampau padat di samping merupakan media yang cocok untuk terjadinya
penularan penyakit khususnya penyakit saluran napas juga dapat mempengaruhi perkembangan
anak.
Pengendalian Lingkungan
Program pengendalian lingkungan bertujuan untuk menyediakan air, udara dan makanan yang
bersih dan aman. Hal yang juga tercakup di dalam pengendalian lingkungan adalah manajemen
pengelolaan limbah padat (sampah kering dan sampah basah), limbah cair (air kotor) dan
pengendalian vektor (serangga dan vektor pengerat) penyakit. Untuk mendapatkan udara yang aman
perlu dilakukan pengendalian patogen infeksius yang menyebar melalui udara (airborne). Asap (fume)
beracun, sinar ultraviolet, pencemaran udara dan asap mesin juga termasuk permasalahan yang ada di
bidang pengendalian keamanan udara. Persediaan air yang bersih dan aman merupakan faktor kunci di
dalam pengendalian penyakit infeksius, khususnya penyakit bawaan air (penyakit enterik atau
penyakit saluran pembuangan). Dengan demikian, menjaga agar persediaan air tetap aman merupakan
salah satu kegiatan yang paling pokok dan juga penting dalam program kesehatan dewasa ini.
Dewasa ini manajemen pengelolaan limbah padat merupakan tantangan terbesar yang harus
dihadapi bidang kesehatan masyarakat. Masalah yang tetap akan menjadi tantangan bagi bidang ini
adalah masalah pembuangan yang tepat untuk sampah dan limbah padat lain, seperti hazardous
material dan biohazardous material, yang jumlahnya melimpah. Pengendalian terhadap masalah bau,
lalat dan serangga yang berasal dari kumpulan sampah di rumah, di pinggir jalan, dan juga di tempat
pembuangan akhir dapat membantu mencegah penyebaran penyakit menular melalui vektor.
Makanan harus dijaga agar tidak dimasuki benda asing, tidak terkontaminasi dan tidak rusak.
Makanan juga harus disimpan dan dihidangkan dengan cara yang tepat. Suhu yang tepat untuk
pendinginan, pemasakan, penyimpanan dan transportasi harus dijaga agar tidak menyimpang.
Pengelolaan makanan yang baik, termasuk mencuci tangan selama persiapan, sangat penting didalam
pengendalian infeksi. Binatang dan serangga juga dapat menjadi sumber penyakit dan infeksi.
Pengendalian terhadap binatang (peliharaan dan binatang liar) dan serangga di dalam komunitas, baik
di desa maupun kota, sangat penting di dalam program pengendalian penyakit (Slamet JS 2002).
1. Tersusunnya kebijakan dan konsep peningkatan kualitas lingkungan di tingkat lokal, regional dan
nasional dengan kesepakatan lintas sektoral tentang tanggung jawab perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan.
2. Terselenggaranya upaya peningkatan lingkungan fisik, sosial, dan budaya masyarakat dengan
memaksimalkan potensi sumber daya secara mandiri.
3. Meningkatnya kesadaran dan tanggung jawab masyarakat untuk memelihara lingkungan sehat.
4. Meningkatnya cakupan keluarga yang mempunyai akses terhadap air bersih yang memenuhi
kualitas bakteriologis dan sanitasi lingkungan di perkotaan dan pedesaan.
5. Tercapainya pemukiman dan lingkungan perumahan yang memenuhi syarat kesehatan di
pedesaan dan perkotaan termasuk penanganan daerah kumuh.
6. Terpenuhinya persyaratan kesehatan ditempat-tempat umum termasuk saran dan cara
pengelolaannya.
7. Terpenuhinya lingkungan sekolah dengan ruang yang memadai dan kondusif untuk menciptakan
interaksi sosial dan mendukung perilaku hidup sehat.
8. Terpenuhinya persyaratan kesehatan ditempat kerja, perkantoran, dan indusri ternasuk bebas
radiasi.
9. Terpenuhinya persyaratan kesehatan di seluruh rumah sakit dan saran pelayanan kesehatan lain
termasuk pengelolaan limbah.
10. Terlaksananya pengolahan limbah industri dan polusi udara oleh industri maupun saran
transportasi.
11. Menurunnya tingkat paparan pestisida dan insektisida di lingkungan kerja pertanian dan industri
serta pengawasan terhadap produk-produknya untuk keamanan konsumen.
Target Realisasi/Capaian
% Absolut Realisasi Capaian
No Indikator Ket
(Realisasi/
Target*100)
1 Persentase Kabupaten/Kota 30% 154 Kab/Kota 53.89% 179.63% IKU
yang memenuhi kualitas dari 514 (277
kesehatan lingkungan Kab/Kota Kab/Kota)
2 Jumlah Desa/Kelurahan yang 35.000 39.616 113.19% IKK
melaksanakan STBM Desa/Kel dari Desa/Kel
80.276
Desa/Kel
3 Persentase RS yang melakukan 21% 541 RS dari 22 % (579 104.76% IKK
pengelolaan limbah medis 2575 RS RS)
sesuai standar
4 Persentase Tempat-Tempat 54% 135.494 TTU 54.01% 100.02% IKK
Umum (TTU) yang memenuhi dari 240.586 (135.519
syarat kesehatan TTU TTU)
5 Jumlah Kabupaten/Kota yang 366 Kab/Kota 355 96.99% IKK
menyelenggarakan tatanan Kab/Kota
kawasan sehat
Tabel 1. Indikator realisasi kinerja Direktorat Kesehatan Lingkungan Tahun 2017
Pada tahun 2017, terdapat 4 indikator yang capaian kinerjanya sudah di atas 100 %
dan terdapat 4 indikator yang capaian kinerjanya masih di bawah 100 %. Capaian kinerja
paling rendah sebesar 56.90 % yaitu indikator persentase sarana air minum yang dilakukan
pengawasan. Sedangkan capaian kinerja paling tinggi sebesar 179.63 % yaitu indikator
persentase kab/kota yang memenuhi kualitas kesling. Jadi dari 8 indikator yang ada, 4
indikator sudah mencapai target sehingga dapat disimpulkan bahwa capaian kinerja Dit.
Kesling Th 2017 berdasarkan jumlah indikator yang dapat tercapai sebesar 50 % dan belum
mencapai target kinerja 100 %.
Pertanyaan Ulangan :
1. Jelaskan definisi dari kesehatan lingkungan!
2. Jelaskan ruang lingkup kesehatan lingkungan!
3. Jelaskan berbagai faktor yang berperan dalam menimbulkan penyakit!
4. Jelaskan penyebab dan masalah-masalah kesehatan lingkungan!
5. Jelaskan pengaruh dan hubungan antara kondisi lingkungan dengan kesehatan masyarakat!
6. Jelaskan indikator kesehatan lingkungan!
DAFTAR PUSTAKA
Harsanto, et al., 2002. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat, Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Kemenkes, 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2006, Jakarta. Available at:
http://www.pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/
profil-kesehatan-indonesia-2006.pdf [Accessed February 13, 2019].
Kemenkes RI, 2017. Laporan Kinerja Kegiatan Kesehatan Lingkungan, Jakarta: Direktorat Kesehatan
Lingkungan Ditjen Kesehatan Masyarakat Kementrian Kesehatan.
Kemenkes RI, 2012. Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2010, Jakarta.
Kesmas, 2014. Pengertian Kesehatan Lingkungan Menurut Undang-Undang dan WHO. Available at:
http://www.indonesian-publichealth.com/pengertian-kesehatan-lingkungan/ [Accessed July 11,
2018].
Pembina KKS (Kabupaten Kota Sehat), 2017. Indikator Penyelenggaran Kabupaten/ Kota Sehat,
Jakarta: Pembina KKS (Kapubaten/Kota Sehat). Available at: http://202.70.136.105/wp-
content/uploads/2017/03/1-Kawasan-Permukiman-Sehat.pdf [Accessed July 11, 2018].
Slamet JS, 2002. Kesehatan Lingkungan, Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Soeparman & Suparmin, 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair : Suatu Pengantar, Jakarta:
EGC.
BAB 6
KEPERAWATAN KESEHATAN KERJA
Tujuan :
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat :
Konsep Penting :
1. Upaya Kesehatan Kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya
sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal.
2. Kesehatan Kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan dan
lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal cara/metode kerja, proses kerja dan
kondisi.
3. Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama dalam
kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga komponen tersebut akan
menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal.
4. Penerapan konsep 5 tingkatan pencegahan penyakit (five level of prevention diseases) pada
Penyakit Akibat Kerja diantaranya health promotion, specific protection, early diagnosis and
prompt treatment , rehabilitation, disability limitation.
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua lapangan
kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh
keadaan/kondisi lingkungan kerjanya.
3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari kemungkinan
bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.
4. Menciptakan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan
kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
a. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan
selamat.
b. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 52 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes), tujuan dari penerapan K3
adalah menciptakan Fasyankes yang sehat, aman, dan nyaman bagi Sumber Daya Manusia
Fasyankes, pasien, pengunjung, maupun lingkungan Fasyankes melalui penyelenggaraan K3
secara optimal, efektif, efisien dan berkesinambungan, sehingga proses pelayanan berjalan baik
dan lancar (Kemenkes RI, 2018).
Kecelakaan kerja
1. Pengertian
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor: 03 /MEN/1998 tentang Tata Cara
Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu
kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban
manusia dan atau harta benda (Menaker, 1981).
b. Penyebab Langsung
1) Kondisi berbahaya (unsafe conditions/kondisi-kondisi yang tidak standar) yaitu tindakan
yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya:
a) Peralatan pengaman/pelindung/rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi
syarat.
b) Bahan, alat-alat/peralatan rusak.
c) Terlalu sesak/sempit.
d) Sistem-sistem tanda peringatan yang kurang memadai.
e) Bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan.
f) Kerapian/tata-letak (housekeeping) yang buruk.
g) Lingkungan berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap, dll.
h) Bising.
i) Paparan radiasi.
j) Ventilasi dan penerangan yang kurang.
2) Tindakan berbahaya (unsafe act/tindakan-tindakan yang tidak standar) adalah tingkah
laku, tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya:
a) Mengoperasikan alat/peralatan tanpa wewenang.
b) Gagal untuk memberi peringatan.
c) Gagal untuk mengamankan.
d) Bekerja dengan kecepatan yang salah.
e) Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi.
f) Memindahkan alat-alat keselamatan.
g) Menggunakan alat yang rusak.
h) Menggunakan alat dengan cara yang salah.
i) Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar (Sugeng, 2003).
1) Pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentukan jaringan parut (silikosis,
antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis yang silikosisnya merupakan faktor
utama penyebab cacat atau kematian.
2) Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu
logam keras.
3) Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu
kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis).
4) Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang yang
dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.
5) Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu
organik.
6) Penyakit yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaannya yang beracun.
7) Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang beracun.
8) Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang beracun.
9) Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun.
10) Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun.
11) Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun.
12) Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaannya yang beracun.
13) Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya yang beracun.
14) Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya yang beracun.
15) Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
16) Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon alifatik atau
aromatik yang beracun.
17) Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun.
18) Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau homolognya yang
beracun.
19) Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
20) Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton.
21) Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan seperti
karbon monoksida, hidrogen sianida, hidrogen sulfida atau derivatnya yang beracun,
amoniak, seng, braso dan nikel.
22) Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.
23) Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, urat, tulang
persendian, pembuluh darah tepi atau saraf tepi).
24) Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih.
25) Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi yang mengion.
26) Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi atau biologis.
27) Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak mineral,
antrasena, atau persenyawaan, produk atau residu dari zat tersebut.
28) Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
29) Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat dalam suatu
pekerjaan yang memiliki risiko kontaminasi khusus.
30) Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau kelembaban
udara tinggi.
31) Penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.
1. Golongan fisika
Suhu ekstrem, bising, pencahayaan, vibrasi, radiasi pengion dan non pengion dan
tekanan udara.
2. Golongan kimia
Semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, uap logam, gas, larutan, kabut, partikel
nano dan lain-lain.
3. Golongan biologi
Bakteri, virus, jamur, bioaerosol dan lain-lain.
4. Golongan ergonomi
Angkat angkut berat, posisi kerja janggal, posisi kerja statis, gerak repetitif, penerangan,
Visual Display Terminal (VDT) dan lain-lain.
5. Golongan psikososial
Beban kerja kualitatif dan kuantitatif, organisasi kerja, kerja monoton, hubungan
interpersonal, kerja shift, lokasi kerja dan lain-lain.
c. Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan pengobatan tepat)
Misalnya : diagnosis dini setiap keluhan dan pengobatan segera, pembatasan titik-titik lemah
untuk mencegah terjadinya komplikasi.
a. Fungsi
a) Mengkaji masalah kesehatan
b) Menyusun rencana asuhan keperawatan pekerja
c) Melaksanakan pelayanan kesehatan dan keperawatan terhadap pekerja
d) Penilaian
b. Tugas
a) Pengawasan terhadap lingkungan pekerja
b) Memelihara fasilitas kesehatan perusahaan
c) Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan pekerja
d) Membantu dalam penilaian keadaan kesehatan pekerja
e) Merencanakan dan melaksanakan kunjungan rumah dan perawatan di rumah kepada pekerja
dan keluarga pekerja yang mempunyai masalah
f) Ikut menyelenggarakan pendidikan K3 terhadap pekerja
g) Turut ambil bagian dalam usaha keselamatan kerja
h) Pendidikan kesehatan mengenai keluarga berencana terhadap pekerja dan keluarga pekerja.
i) Membantu usaha penyelidikan kesehatan pekerja
j) Mengkordinasi dan mengawasi pelaksanaan K3
Pertanyaan Ulangan :
1. Jelaskan konsep kesehatan kerja !
2. Jelaskan ruang lingkup kesehatan kerja !
3. Jelaskan komponen utama dalam kesehatan kerja !
4. Jelaskan lingkungan kerja dan penyakit akibat kerja !
5. Jelaskan tata laksana penyakit akibat kerja !
6. Jelaskan penerapan konsep five level of prevention diseases pada PAK !
7. Jelaskan fungsi dan tugas perawat dalam k3 !
DAFTAR PUSTAKA
Canadian Public Health Association (2010) Public Health ~ Community Health Nursing Practice in
Canada Role and Activities. Canada: Canadian Public Health Association.
Gheorghe, C. (2017) ‘Study regarding the Steps of Occupational Health in Safety Management
System’, International Journal of Economics and Management Systems, 2, pp. 13–16.
Indonesia, P. R. (1992) ‘Undang Undang No . 23 Tahun 1992 Tentang : Kesehatan’, (23).
International Labour Organization (2016) Occupational Safety and Health Management System.
Switzerland: International Labour Organization.
Kemenkes RI (2016) Peraturan Menteri Kesehatan No 56 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Penyakit Akibat Kerja. Indonesia.
Kemenkes RI (2018) Peraturan Menteri Kesehatan No. 52 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Indonesia.
Kobb, T. and Stikova, E. (2013) ‘Occupational Health and Safety Management System and
Workplace Risk Assessment Prof . Dr . Elisaveta Stikova , Prof . Drf . Doncho Donev ’, Qatar
Petroleum Occupational Health Conference, (November). doi: 10.13140/RG.2.1.1954.8000.
Magnavita, N. (2018) ‘Obstacles and Future Prospects : Considerations on Health Promotion
Activities for Older Workers in Europe’, International Journal of Environmental Research and
Public Health, 15(1), pp. 1–14. doi: 10.3390/ijerph15061096.
Menaker (1981) Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit
Akibat Kerja. Indonesia.
Sugeng, B. (2003) Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Haji Masagung.
BAB 12
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT (PUSKESMAS)
Konsep Penting :
1. Menjelaskan definisi Puskesmas
2. Menjelaskan konsep wilayah kerja Puskesmas
3. Menjelaskan fungsi dan peran Puskesmas
4. Menjelaskan program pokok Puskesmas
5. Menjelaskan jangkauan pelayanan kesehatan
6. Menjelaskan peran perawat di Puskesmas
7. Menjelaskan definisi desa siaga
8. Menjelaskan peran dan fungsi kader kesehatan
Tujuan :
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat :
1. Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat
pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat
disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat
diwilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
2. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik dan keadaan infrastruktur
lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas.
3. Pelayanan Kesehatan yang diberikan Puskesmas adalah pelayanan kesehatan menyeluruh yang
meliputi pelayanan kuratif, preventif, promotif dan rehabilitatif.
4. Kedudukan Puskesmas bisa dilihat secara administratif dan dalam hirarki pelayanan kesehatan.
5. Kegiatan pokok Puskesmas dilaksanakan sesuai kemampuan tenaga maupun fasilitasnya,
karenanya kegiatan pokok di setiap Puskesmas dapat berbeda-beda.
6. Puskesmas Perawatan atau Puskesmas Rawat Inap adalah Puskesmas yang diberi tambahan
ruangan dan fasilitas untuk menolong penderita gawat darurat, baik berupa tindakan operatif
terbatas maupun rawat inap sementara.
7. Desa siaga merupakan gambaran bagi Indonesia sehat 2010 yang sesuai dengan semangat
otonomi daerah di bidang kesehatan yaitu bottom up.
8. Desa siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan untuk mencegah
dan mengatasi masalah kesehatan (bencana dan kegawatdaruratan kesehatan) secara mandiri.
9. Kader kesehatan dinamakan juga promotor kesehatan desa (prokes) adalah tenaga sukarela yang
dipilih oleh dari masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat.
Mulai tahun 1968 pemerintah mulai mengenalkan konsep Puskesmas yang tertuang dalam
Pembangunan Jangka Panjang (PJP). Puskesmas dibangun untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan dasar, menyeluruh dan terpadu bagi seluruh masyarakat yang tinggal di wilayah kerjanya.
Program kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas merupakan program pokok yang wajib
dilaksanakan oleh Pemerintah untuk melindungi rakyatnya, termasuk mengembangkan program
khusus untuk penduduk miskin. Setelah 32 tahun Puskesmas dikembnagkan sebagai ujung tombak
pelayanan kesehatan di Indonesia, reformasi dan system desentralisasi yang mulai dikembangkan
tahun 2001 menghendaki adanya perubahan visi, misi dan strategi Puskesmas. Kebutuhan untuk
kembali mengkaji kembali peran dan manajemen Puskesmas tertuang di dalam UU No. 22 dan 25
tahun 1999 tentang desentralisasi dan otonomi daerah. Reformasi kebijakan kesehatan merupakan
strategi jangka panjang pembangunan berwawasan kesehatan untuk mewujudkan Indonesia sehat pada
tahun 2010. Untuk itu, sebagai perawat komunitas kita harus mengetahui dan memahami program
kerja Puskesmas yang merupakan pelayanan keperawatan lini pertama dalam komunitas.
Sejak diperkenalkannya konsep Puskesmas berbagai hasil telah banyak dicapai.angka
kematian ibu dan kematian bayi telah berhasil diturunkan dan sementara itu umur harapan hidup rata-
rata bangsa Indonesia telah meningkat secara bermakna. Jika pada tahun 1995 Angka Kematian Ibu
dan Angka Kematian Bayi masing-masing adalah 373/100.000 kelahiran hidup (SKRT 1995) serta
60/1000 kelahiran hidup (Susenas, 1995), maka pada tahun 1997 Angka Kematian Ibu turun menjadi
334/100.000 kelahiran hidup (SDKI, 1997), sedangkan Angka Kematian Bayi pada tahun 2001 turun
menjadi 51/1000 kelahiran hidup (Susenas, 2001). Sementara itu umur harapan hidup rata-rata
meningkat dari 45 pada tahun 1970 menjadi 65 pada tahun 2000 (Depkes RI, 2004).
1. Pengertian
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat
pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping
memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat diwilayah kerjanya
dalam bentuk kegiatan pokok (Kemenkes RI, 2014).
Puskesmas juga dapat didefinisikan sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja. Dengan kata lain Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas pemeliharaan
kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya (Kemenkes RI, 2018).
Peran Puskesmas:
Dalam konteks Otonomi Daerah saat ini, Puskesmas mempunyai peran yang sangat vital
sebagai institusi pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasanjauh ke
depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut ditunjukkan dalam bentuk
ikut serta menentukan kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang matang dan realisize,
tatalaksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan pemantauan yang akurat.
Rangkaian maajerial di atas bermanfaat dalam penentuan skala prioritas daerah dan sebagai bahan
kesesuaian dalam menentukan Rancangan Anggaran Pembelanjaan Daerah (RAPBD) yang
berorientasi kepada kepentingan masyarakat. Adapun ke depan, Puskesmas juga dituntut berperan
dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara
komprehensif dan terpadu (Kemenkes RI, 2014, 2016).
Kedudukan Puskesmas (Kemenkes RI, 2014):
Organisasi Puskesmas
Susunan organisasi Puskesmas terdiri dari (Kemenkes RI, 2014):
1. Unsur Pimpinan : Kepala Puskesmas 2. Unsur Pembantu
Pimpinan : Urusan Tata Usaha 3. Unsur Pelaksana :
a. Unit yang terdiri dari tenaga / pegawai dalam jabatan fungsional
b. jumlah unit tergantung kepada kegiatan, tenaga dan fasilitas tiap daerah
c. Unit terdiri dari: unit I, II, III, IV, V, VI dan VII (Lihat gambar 1)
1. Kepala Puskesmas :
Mempunyai tugas pokok dan fungsi : memimpin, mengawasi dan mengkoordinir kegiatan
Puskesmas yang dapat dilakukan dalam jabatan struktural dan jabatan fungsional.
b. Unit II:
Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan kegiatan pencegahan dan pemberantasan
penyakit, khususnya imunisasi, kesehatan lingkungan dan laboratorium.
c. Unit III:
Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan kegiatan Kesehatan Gigi dan Mulut,
Kesehatan tenaga Kerja dan Lansia (lanjut usia).
d. Unit IV:
Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan kegiatan Perawatan Kesehatan
Masyarakat, Kesehatan Sekolah dan Olah Raga, Kesehatan Jiwa, Kesehatan Mata dan
kesehatan khusus lainnya.
e. Unit V:
Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan kegiatan di bidang pembinaan dan
pengembangan upaya kesehatan masyarakat dan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.
f. Unit VI:
Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan kegiatan pengobatan Rawat Jalan dan
Rawat Inap (Puskesmas Perawatan).
g. Unit VII:
Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan pengelolaan Farmasi.
Ringkasan Tata Kerja
Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Puskesmas wajib menetapkan prinsip koordinasi,
integrasi dan sinkronisasi baik dalam lingkungan Puskesmas maupun dengan satuan organisasi di luar
Puskesmas sesuai dengan tugasnya masing-masing. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala
Puskesmas wajib mengikuti dan mematuhi petunjukpetunjuk atasan serta mengikuti bimbingan teknis
pelaksanaan yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Dati II, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Kepala Puskesmas bertanggung jawab memimpin,
mengkoordinasi semua unsur dalam lingkungan Puskesmas, memberikan bimbngan serta petunjuk
bagi pelaksanaan tugas masing-masing petugas bawahannya. Setiap unsur di lingkungan Puskesmas
wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk dari dan bertanggung jawab kepada Kepala Puskesmas. Hal-
hal yang menyangkut tata hubungan dan koordinasi dengan instansi vertikal Departemen Kesehatan
RI (akan diatur dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan RI)
(Kemenkes RI, 2014).
Gambar 1. Gambar bagan struktur organisasi Puskesmas
Catatan:
Dalam realisasi pelaksanaan penyusunan Struktur Orgaanisasi dan Penempatan petugas dapat
dilakukan secara fleksibel, bergantung kepada jumlah dan jenis tenaga, kegiatan dan fasilitas di
masing-masing Puskesmas atau Daerah Tingkat II.
Selain itu, juga dapat dimodifikasi sesuai kemudahan koordinasi dan integrasi personal maupun
program serta akses layanan.
Contoh :
Unit V yang mestinya melaksanakan Rawat Jalan dan Rawat Inap, dapat ditambahkan Lab, mengingat
kemudahan akses dan alur pelayanan, dan Rawat Jalan sebagai koordinator.
Berarti di Unit II tanpa Laboratorium karena sudah disubstitusi. Setiap modifikasi sistem unit
hendaknya disertai narasi atau keterangan agar tidak berulangkali ditanyakan oleh Tim Supervisi
Dinas kesehatan Dati II. Bentuk dan tampilan Struktur organisasi juga fleksibel dan tidak mengikat,
yang penting dapat dilihat oleh petugas maupun pengunjung.
Perlu diingat, adakalanya Supervisor atau staf SubDin Dinas Kesehatan Dati II, kurang memahami
keterkaitan Struktur sistem Unit dengan Renstra Daerah maupun kondisi setiap Puskesmas, untuk itu
diperlukan penjelasan dalam bentuk tertulis yang termuat dalam narasi Rencana Kerja dan Evaluasi
Puskesmas.
Fasilitas Penunjang
1. Puskesmas Pembantu
Puskesmas Pembantu yang lebih sering dikenal sebagai Pustu atau Pusban, adalah unit pelayanan
kesehatan sederhana dan berfungsi menunjang serta membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan
yang dilakukan Puskesmas dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil.
Pada akhir Pelita V di wilayah kerja Puskesmas Pembantu diperkirakan meliputi 2 – 3 desa,
dengan sasaran penduduk anatara 2.500 jiwa (di luar Jawa-Bali) hingga 10.000 jiwa (di perkotaan
Jawa-Bali). Puskesmas Pembantu merupakan bagian integral dari Puskesmas, atau setiap
Puskesmas memiliki beberapa Puskesmas Pembantu di dalam wilayah kerjanya. Namun
adakalanya Puskesmas tidak memiliki Puskesmas Pembantu, khususnya di daerah Perkotaan.
2. Puskesmas Keliling
Puskesmas Keliling merupakan unit pelayanan kesehatan Keliling yang dilengkapi dengan
kendaraan bermotor roda 4 atau perahu bermotor dan peralatan kesehatan, peralatan komunikasi
serta sejumlah tenaga dari Puskesmas.
Puskesmas Keliling berfungsi menunjang dan membantu melaksanakan kegiatankegiatan
Puskesmas dalam wilayah kerjanya yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan.
Kegiatan Puskesmas Keliling adalah:
1) Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di daerah terpencil atau daerah yang
tidak atau sulit dijangkau oleh pelayanan Puskesmas atau Puskesmas Pembantu dengan
frekuensi 4 kali dalam seminggu, atau disesuaikan dengan kondisi geografis tiap Puskesmas.
2) Melakukan penyelidikan tentang Kejadian Luar Biasa ( KLB ).
3) Dapat dipergunakan sebagai alat transport penderitra dalam rangka rujukan bagi kasus
darurat.
4) Melakukan penyuluhan kesehatan dengan menggunakan alat audiovisual.
3. Bidan Desa
Pada setiap desa yang belum ada fasilitas pelayanan kesehatannya, ditempatkan seorang Bidan
yang bertempat tinggal di desa tersebut dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala
Puskesmas.
Wilayah kerja bidan desa adalah satu desa dengan jumlah penduduk rata-rata 3.000 jiwa. Tugas
utama bidan desa adalah membina peran serta masyarakat melalui pembinaan Posyandu dan
pembinaan kelompok Dasawisma, disamping memberikan pelayanan langsung di Posyandu dan
pertolongan persalinan di rumah penduduk. Selain itu juga menerima rujukan masalah kesehatan
anggota keluarga Dasawisma untuk diberi pelayanan seperlunya atau dirujuk lebih lanjut ke
Puskesmas atau fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu dan terjangkau secara rasional.
Dukungan Rujukan
1. Sistem Rujukan Upaya Kesehatan:
Adalah suatu sistem jaringan pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan
tanggung jawab secara timbal balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah
kesehatan masyarakat, baik secara vertikal maupun horisontal, kepada yang lebih kompeten,
terjangkau dan dilakukan secara rasional.
2. Jenis Rujukan:
Sistem Rujukan secra konsepsional menyangkut hal-hal sebagai berikut: a. Rujukan
Medik, meliputi:
� Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan operatif dan lain-
lain.
� Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.
� Mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan
mutu pelayanan pengobatan.
b. Rujukan Kesehatan.
Adalah rujukan yang menyangkut masalah kesehatan masyarakat yang bersifat preventif dan
promotif yang antara lain meliputi bantuan :
� Survey epidemiologi dan pemberantasan penyakit atas kejadian Luar Biasa atau
berjangkitnya penyakit menular
� Pemberian pangan atas terjadinya kelaparan di suatu wilayah
� Penyidikan penyebab keracunan, bantuan teknologi penanggulangan keracunan dan
bantuan obat-obatan atas terjadinya keracunan massal
� Pemberian makanan, tempat tinggal dan obat-obatan untuk pengungsi atas terjadinya
bencana alam
� Saran dan teknologi untuk penyediaan air bersih atas masalah kekurangan air bersih bagi
masyarakat umum
� Pemeriksaan spesimen air di Laboratorium Kesehatan, dan lain-lain
3. Tujuan Sistem Rujukan Upaya Kesehatan
a. Umum:
Dihasilkannya pemerataan upaya pelayanan kesehatan yang didukung kualitas pelayanan
yang optimal dalam rangka memecahkan masalah kesehatan secara berdaya guna dan berhasil
guna
b. Khusus:
� Dihasilkannya upaya pelayanan kesehatan klinik yang bersifat kuratif dan rehabilitatif
secara berhasil guna dan berdaya guna
� Dihasilkannya upaya kesehatan masyarakat yang bersifat preventif dan promotif secara
berhasil guna dan berdaya guna
4. Jenjang Tingkat Pelayanan Kesehatan
Kegiatan :
Melakukan tindakan operatif terbatas terhadap penderita gawat darurat, antara lain: a.
Kecelakaan lalu lintas
Peralatan Medis:
- Peralatan operasi terbatas
- Peralatan obstetri patologis, peralatan vasektomi dan tubektomi
- Peralatan resusitasi
- Minimal 10 tempat tidur dengan peralatan perawatan Alat Komunikasi dan Transportasi:
- Telpon atau Radio Komunikasi jarak sedang
- Minimal satu buah ambulance
Peran Perawat di Puskesmas
Tugas pokok, Fungsi dan kegiatan dokter di Puskesmas (WHO, 2010, 2017):
Tugas pokok:
Mengusahakan agar fungsi Puskesmas dapat diselenggarakan dengan baik dan dapat memberi
manfaat kepada masyarakat di wilayah kerjanya.
Fungsi:
� Sebagai seorang perawat 🖎 Sebagai seorang manajer Kegiatan Pokok:
� Melaksanakan fungsi-fungsi manajerial
� Melakukan pelayanan asuhan keperawatan
� Mengkoordinir kegiatan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
� Mengkoordinir pembinaan peran serta masyarakat melalui pendekatan PKMD
(Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Desa) Kegiatan Lain :
Melakukan koordinasi lintas sektoral
1. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan dan
melaksanakan kesehatan
2. Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong dirinya sendiri di
bidang kesehatan
3. Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap resiko dan bahaya yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah penyakit dll)
4. Meningkatnya kesehatan lingkungan di desa
Sasaran dalam pengembangan desa siaga diantaranya :
1. Pihak-pihak yang dapat mempengaruhi individu dan keluarga yaitu tokoh masyarakat, Lembaga
SwadayaMasyarakat (LSM), kader dan media massa
2. Pihak-pihak yang dapat memberi dukungan atau bantuan yaitu pejabat atau dunia usaha
3. Semua individu dan keluarga di desa
Semua sasaran di atas diharapkan lebih mandiri dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan.
Untuk menuju desa siaga, ada beberapa kriteria yang harus terpenuhi yaitu desa tersebut
minimal mempunyai pos kesehatan desa (poskesdes). Poskesdes disini merupakan suatu upaya
bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang melaksanakan kegiatan-kegiatan minimal yaitu :
1. Pengamatan epidemiologis penyakit menular dan yang berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa
(KLB) serta faktor-faktor resikonya
2. Penanggulangan penyakit menular dan yang berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa serta
kekurangan gizi
3. Kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana dan kegawatdaruratan kesehatan
4. Pelayanan kesehatan dasar, sesuai dengan kompetensinya (Jika dekat dengan Puskesmas/Pustu
bisa diambil alih oleh Puskesmas/Pustu).
5. Kegiatan lain-lain yaitu promosi untuk sadar gizi dan perilaku hidup bersih dan sehat, penyehatan
lingkungan dan kegiatan pengembangan.
Poskesdes di masyarakat juga berfungsi sebagai koordinator dari UKBM lainnya seperti
Posyandu, warung obat desa, dll. Oleh sebab itu Poskesdes perlu didukung sumber daya tenaga
(minimal 1 orang perawat maternitas/bidan dan 2 orang kader) serta sarana (fisik bangunan, peralatan
dan pelengkapan serta alat komunikasi ke masyarakat dan ke puskesmas). Untuk membentuk
Poskesdes tidak harus memulai dari awal, tetapi bisa dengan menggunakan sumber daya kesehatan
yang sudah ada yaitu : 1. Polindes yang sudah ada dikembangkan menjadi Poskesdes
a. Pengobatan/ringan sederhana, pemberian obat cacing pengobatan terhadap diare dan pemberian
larutan gula garam, obat-obatan sederhan dan lain-lain.
b. Penimbangan dan penyuluhan gizi.
c. Pemberantasan penyakit menular, pencarian kasus, pelaporan vaksinasi, pemberian distribusi
obat/alat kontrasepsi KB penyuluhan dalam upaya menanamkan NKKBS.
d. Peyediaan dan distribusi obat/alat kontasepsi KB penyuluhan dalam upaya menamakan NKKBS.
e. Penyuluhan kesehatan dan bimbingan upaya keberhasilan lingkungan, pembuatan jamban
keluarga da sarana air sederhana.
f. Penyelenggaraan dana sehat dan pos kesehatan desa dan lain-lain.
2. Dari Segi Kemasyarakatan
Perilaku kesehatan tidak terlepas dari pada kebudayaan masyarakat. Dalam upaya untuk
menumbuhkan partisipasi masyarakat harus pula diperhatikan keadaan sosial budaya masyarakat.
Sehingga untuk mengikut sertakan masyarakat dalam upaya pembangunan khususnya dalam bidang
kesehatan, tidak akan membawa hasil yang baik bila prosesnya melalui pendekatan dengan edukatif
yaitu, berusaha menimbulkan kesadaran untuk dapat memecahkan permasalahan dengan
memperhitungkan sosial budaya setempat.
Dengan terbentuknya kader kesehatan, pelayanan kesehatan yang selama ini dikerjakan oleh
petugas kesehatan saja dapat dibantu oleh masyarakat. Dengan demikian masyarakat bukan hanya
merupakan objek pembangunan, tetapai juga merupakan mitra pembangunan itu sendiri. Selanjutnya
dengan adanya kader, maka pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima dengan sempurna berkat
adanya kader, jelaslah bahwa pembentukan kader adalah perwujudan pembangunan dalam bidang
kesehatan.
Tugas kegiatan kader
Tugas kegiatan kader akan ditentukan, mengingat bahwa pada umumnya kader bukanlah
tenaga profesional melainkan hanya membantu dalam pelayanan kesehatan. Dalam hal ini perlu
adanya pembatasan tugas yang diemban, baik menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan. Adapun
kegiatan pokok yang perlu diketahui oleh dokter kader dan semua pihak dalam rangka melaksanakan
kegiatan-kegiatan baik yang menyangkut didalam maupun diluar Posyandu antara lain:
- Membagi obat
- Membantu mengumpulkan bahan pemeriksaan
- Mengawasi pendatang didesanya dan melapor
- Memberikan pertolongan pemantauan penyakit
- Memberikan pertolongan pada kecelakaan dan lainnya
Pertanyaan Ulangan :
1. Jelaskan definisi Puskesmas?
2. Jelaskan konsep wilayah kerja Puskesmas?
3. Jelaskan fungsi dan peran Puskesmas?
4. Jelaskan program pokok Puskesmas?
5. Jelaskan jangkauan pelayanan kesehatan
6. Jelaskan peran perawat di Puskesmas?
7. Jelaskan definisi desa siaga?
8. Jelaskan peran dan fungsi kader kesehatan?
DAFTAR PUSTAKA
Agustini. (2013) ‘Remaja Sehat Melalui Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja Di Tingkat Puskesmas’,
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9(1), pp. 66–73.
Bergas, D. I. and Semarang, K. (2018) ‘Kajian Pemberdayaan Masyarakat Melalui Desa Siaga Dalam
Rangka Upaya Penurunan Aki Di Bergas Kabupaten Semarang’, Jurnal Kebidanan, 7(15), pp.
10–16.
Fetene, N. and Bezuidenhout, M. C. (2019) ‘Integrating promotive , preventive , and curative health
care services at hospitals and health centers in Addis Ababa , Ethiopia’, pp. 243–255.
HAPSARI, I. R. (2009) Peranan Puskesmas Dalam Pelayanan Program Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat Surakarta (PKMS). Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Kadir, S. (2017) ‘Peran Kader Kesehatan pada Saat Posyandu dalam Upaya Peningkatan Status Gizi
Balita’, Jurnal Health & Sport, 15(2).
Kemenkes RI (2014) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 TAHUN 2014
Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Kemenkes RI (2016) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 39 TAHUN 2016
Tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Kemenkes RI (2018) Pendekatan Program Kesehatan Masyarakat Tahun 2018. Jakarta: Kemenkes
RI.
Pakasi, A. M., Korah, B. H. and Imbar, H. S. (2016) ‘Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Kader
Kesehatan Dengan Pelayanan Posyandu’, Jurnal Ilmiah Bidan, 4(1), pp. 15–21.
Rejeki, L. S. et al. (2012) ‘Peran Puskesmas Dalam Pengembangan Desa Siaga Di Kabupaten Bantul’,
Jurnal kebijakan kesehatan indonesia, 1(3), pp. 154–160.
Saepudin, Encang et.al. (2017) ‘Posyandu Roles as Mothers and Children Health Information Center
Encang’, Record And Library Journal, 3(2), pp. 201–208.
Solehati, T., Lukman, M. and Kosasih, C. E. (2017) ‘Pendidikan Kesehatan pada Kader dalam
Meningkatkan Pengetahuan Masyarakat tentang Perbaikan Gizi Balita 1(1), pp. 101–108.
Tse, A. D. P., Suprojo, A. and Adiwidjaja, I. (2017) ‘PERAN KADER POSYANDU TERHADAP
PEMBANGUNAN KESEHATAN MASYARAKAT Andy’, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, 6(1), pp. 60–62.
Wardani, R. K. (2014) ‘Analisis Penetapan Prioritas Program Upaya Kesehatan Dasar
(PUSKESMAS) Pada Tingkat Pemerintah Daerah (STUDI’, Jurnal kebijakan kesehatan
indonesia, 3(4), pp. 199–212.
WENDIMAGEGN, N. F. (2017) Integration Of Promotive, Preventive And Curative Health Care
Services In Public Hospitals And Health Centres Of Addis Ababa, Ethiopia.
WHO (2010) A framework for community health nursing education. Mahatma: World Health
Organization.
WHO (2017) Enhancing the role of community health nursing for universal health coverage. World
Health Organization.
WHO, U. (2018) A vision for primary health care in the 21st century. World Health Organization and
the United Nations Children’s Fund (UNICEF).