Referat Mata
Referat Mata
PENDAHULUAN
1
2
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini, yaitu untuk mengetahui diagnosis serta
penatalaksanaan kasus ulkus kornea pada praktik klinis secara tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KORNEA
Gambar 2.1
Gambar kornea dan bagian-bagian di sekitar kornea (tampak samping)
3
4
1. Lapisan epitel
- Tebalnya 40 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
- Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel
basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal
5
- Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
2. Membran Bowman
- Lapisan Bowman adalah lapisan yang terkuat dan terbentuk dari lapisan fibril
kolagen yang tersusun secara random.
- Ketebalan lapisan ini sekitar 8-14 mikro meter. Bila terjadi luka yang mengenai
bagian ini maka akan digantikan dengan jaringan parut karena tidak memiliki
daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
- Terdiri atas lamela yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
yang lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian
perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat
6
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma. Jenis kolagen yang dibentuk
adalah tipe I, III dan VI.
4. Membran Descement
- Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal
40 µm.
5. Endotel
- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula
okluden.
- Sel endotel mempunyai fungsi transport aktif air dan ion yang menyebabkan
stroma menjadi relatif dehidrasi sehingga terut menjaga kejernihan kornea.
7
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya.
Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantaranya. Daya regenerasi saraf
sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous,
dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir.
Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan
deturgensinya.2,9
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas
cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform,
avaskuler dan deturgenes. Deturgenes, atau keadaan dehidrasi relative jaringan kornea
dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel
dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan
cidera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel.
Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan.
Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal stroma kornea sesaat
yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film
air mata prakornea akan mengkibatkan film air mata akan menjadi hipertonik; proses itu
dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang yang menarik air dari stroma kornea
superfisialis untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.11
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut lemak dapat
melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya
agar dapat melalui kornea, obat harus larut lemak dan larut air sekaligus.11
b. Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik
dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi
pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi
maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial
saja. Trauma kimia asam adalah trauma pada kornea dan konjungtiva yang
disebabkan karena adanya kontak dengan bahan kimia asam yang dapat
menyebabkan kerusakan permukaan epitel bola mata, kornea dan segmen
9
anterior yang cukup parah serta kerusakan visus permanen baik unilateral
maupun bilateral. Sebagian besar bahan asam hanya akan mengadakan
penetrasi terbatas pada permukaan mata, namun bila penetrasi lebih dalam
dapat membahayakan visus. Asam sulfat merupakan penyebab paling sering
dari seluruh trauma kimia asam. Asam bereaksi dengan air mata yang melapisi
kornea dan mengakibatkan temperatur meningkat (panas) dan terbakarnya
epitel kornea. Semua asam cenderung untuk mengkoagulasi dan
mengendapkan protein. Sel-sel terkoagulasi pada permukaan berfungsi sebagai
penghalang relatif pada penetrasi asam yang lebih parah. Protein jaringan juga
memiliki efek buffer pada asam, yang berkontribusi pada sifat terlokalisir luka
bakar asam.
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang
merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur
film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau
kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea.
Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel
kornea terpulas dengan flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A
dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun
pemanfaatan oleh tubuh.
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid,
IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
Pajanan (exposure)
Dapat timbul pada situasi apapun dengan kornea yang tidak cukup dibasahi dan
dilindung oleh palpebra.
Neurotropik
Ulkus yang terjadi akibat gangguan saraf ke V atau ganglion Gaseri. Pada
keadaan ini kornea atau mata menjadi anestetik dan reflek mengedip hilang.
Benda asing pada kornea bertahan tanpa memberikan keluhan selain daripada
itu kuman dapat berkembang biak tanpa ditahan daya tahan tubuh. Terjadi
pengelupasan epitel dan stroma kornea sehingga menjadi ulkus kornea.
Rheumathoid arthritis
RA adalah gangguan vaskulitis sistemik yang paling sering melibatkan
permukaan okular. Pasien dengan RA berat sering hadir dengan ulserasi
progresif indolen dari kornea perifer atau pericentral dengan peradangan
minimal yang pada akhirnya dapat mengakibatkan perforasi kornea.
Ulkus Pseudomonas :
Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea. ulkus sentral ini
dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyebaran ke dalam dapat
13
Ulkus Pneumokokus :
Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi ulkus akan
terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan gambaran
karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel
yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat
dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat banyak
kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak selamanya sebanding
dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan
dakriosistitis.
a. Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk
ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus,
toksik atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok
arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya
lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan
lain-lain.
b. Ulkus Mooren
17
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral.
ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang
belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori
hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu
mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan
kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang sentral.
C
18
c. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam,
kadang-kadang timbul perforasi. Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang
dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Perjalanan penyakitnya menahun.
2.6. Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan
sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama
terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan
kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh
karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan
penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil.
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.
Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.
Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
19
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah
ulkus kornea.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea
baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia.
Rasa sakit juga diperberat dengan adanya gesekan palpebra (terutama palbebra
superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif,
regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang
terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan
dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil
dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi
bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma
maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya
sikatrik.
a. Injeksi siliar
b. Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
c. Hipopion
g. Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
h. Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari
dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram
atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai
dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar
sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
A B
Gambar 2.18 A. Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri , B : Pewarnaan gram
ulkus kornea akantamoeba
ini suhu badan akan naik, tetapi jangan sampai melebihi 39,5°C. Akibat
kenaikan suhu tubuh ini diharapkan bertambahnya antibodi dalam badan dan
menjadi lekas sembuh.
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi
kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada
hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva.
Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat
24
Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa
dibagi :
1. Kauterisasi
a. Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni
trikloralasetat
b. Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau termophore.
Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung panas
disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
25
Gambar 2.19 Ulkus kornea perforasi (jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat
pada kornea ditepi perforasi)
26
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak
berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan,
kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta
memenuhi beberapa kriteria yaitu :
a. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
b. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
c. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
4. Suhardjo, Widodo F, dan Dewi MU. Artikel Tingkat Keparahan Ulkus Kornea di
RS Dr. Sardjito Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier. Bagian SMF Penyakit
Mata RS Dr. Sardjito, Yogyakarta.2007. Diunduh dari website :
http://www.tempo.co.id/medika/online/tmp.online.old/art-1.htm
5. Anonimous. Ulkus Kornea. Dikutip dari www.medicastore.com 2012
6. Biswell R. Ulserasi Kornea. Dalam: Riordan-Eva P, Whitcher JP, editors. Vaughan
& Asbury Oftamologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC, 2007; 126-138.
7. Whitcher JP. Corneal blindness: a global perspective. In: Bulletin of World
HealthOrganization:79(3).Availablefromhttp://www.who.int/bulletin/archives/
79(3)214.pdf.
8. Whitcher JP. Corneal ulceration in the developing world—a silent epidemic.
BMJ1997;81:622-623doi:10.1136/bjo.81.8.622.Availablefrom:
http://bjo.bmj.com/content/81/8/622.full
9. Ilyas S. Tukak (Ulkus) Kornea. Dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta, 2010. 159-167
10. Wong YT, Corneal Ulcers. Dalam : The Opthalmology Examination Review.
Singapore: World Scientific Printers, 2001. 114-117
11. Kumpulan Blog Dokter Indonesia. 2012. Ulkus Kornea. Di unduh dari web
site:http://blogdokter.com/category/category/pdf-doc-jurnal/page/5/ulkuskornea.
Pada tanggal 13 Oktober 2012.
12. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi ke 2,
Penerbit Sagung Seto, Jakarta,2002
13. Murillo-Lopez FH. Corneal Ulcer. New York: The Medscape from WebMD
Journal of Medicine; [updated 2011, Nov 13; cited 2012, October 14]. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/1195680-overview
14. Wijana. N.Ulkus Kornea. Dalam: Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, 1989. Jakarta
15. Kanski JJ. Disorder of Cornea and Sclera. In: Clinical Opthalmology A Systematic
Approach. Edisi 6: 2007 page.100-149.
16. Ilyas S. Trauma Kimia. Dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 2010. 271-273