Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS

KORBAN PEMERKOSAAN
Kelompok 4
Kelas A3
ARMANTO (2140703078)
ARWAN SAMUDDIN (2140703079)
IDA FARIDA (2140703089)
MOHAMMAD AKIL MUKTI (2140703071)
SANTI TAMBUNAN (2140703072)
SOFIYANA (2140703065)
SRI SUSIANTI (2140703066)
WINDHANDINI LISTYA HANANTI (2140703063)
LATAR BELAKANG
Salah satu bentuk kekerasan seksual yang terjadi pada anak menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia adalah anak sebagai
korban pemerkosaan. Data pengaduan yang didapat dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia selama tahun 2016 – 2020 yaitu
sebesar 1.171 pemerkosaan yang dimana korbannya adalah anak-anak, kasus tertinggi terjadi pada tahun 2020 sebanyak 419
pemerkosaan pada anak. (KPAI, 2020)

Korban pemerkosaan mungkin akan mengalami masalah kejiwaan pasca pemerkosaan baik masalah kejiwaan jangka panjang
maupun masalah kejiwaan yang langsung terjadi. Sakit secara fisik, perasaan bersalah, takut, cemas, malu, marah dan tidak
berdaya adalah beberapa dari masalah kejiwaan yang langsung terjadi setelah anak mengalami kasus pemerkosaan. (Ekandari et al.,
2001)

Oleh sebab itu pentingnya asuhan keperawatan yang tepat dan menyeluruh untuk merawat anak yang menjadi korban
pemerkosaan, pendekatan psikososial sangat diperlukan pada asuhan keperawatan ini.

Sumber: Ekandari, Mustaqfirin, & Faturochman. (2001). Perkosaan, dampak, dan alternatif penyembuhannya. Jurnal Psikologi, 1, 1–18. http://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/7011/5463

KPAI. (2020). Data Kasus Pengaduan Anak 2016-2020 | Bank Data Perlindungan Anak. KPAI. https://bankdata.kpai.go.id/tabulasi-data/data-kasus-pengaduan-anak-2016-2020
PENGERTIAN
Black’s Law End Child
KBBI Prodjodikoro Prostituion In Asia
Dictionary Tourism (ECPAT)
Pemerkosaan menurut (KBBI, Perkosaan adalah perbuatan Perkosaan terjadi saat seorang Kekerasan seksual kepada
2020) berasal dari kata dasar seksual dari laki-laki kepada pria memaksa seorang wanita anak adalah hubungan atau
perkosa (kata kerja) yang perempuan bukan istrinya yang bukan istrinya untuk interaksi seksual satu anak
bermakna: 1. menundukkan dengan melawan hukum dikarenakan tidak melakukan hubungan seksual sebagai pemuas nafsu oleh satu
kekerasan; memaksa dengan ada persetujuan dari pihak dengan keterpaksaan orang yang lebih dewasa (orang
kekerasan; menggagahi; merogol; perempuan. Perbuatan seksual ini dikarenakan tidak mampu yang tidak dikenal/dikenal)
2. melanggar (menyerang dan dilakukan dengan paksaan dan melawan dengan paksaan dan/atau
sebagainya) dengan kekerasan. bertentangan dengan kehendaknya. ancaman ataupun tipuan bahkan
Sehingga pemerkosaan Didalam buku ini juga diterangkan tekanan.
mempunyai makna: 1. proses, bahwa child sexual abuse adalah
perbuatan, cara memerkosa (kata kejadian seksual tanpa persetujuan
benda); 2. pelanggaran dengan yang dilakukan kepada seseorang
kekerasan (kiasan) dibawah umur oleh orang yang lebih
dewasa

Sumber: KBBI. (2020). Arti kata pemerkosaan menurut Kamus KBBI. https://kbbi.kata.web.id/pemerkosaan/

Pustaka, K. (2017). Pengertian, Jenis dan Tindak Pidana Perkosaan. Kajian Pustaka. https://www.kajianpustaka.com/2017/10/pengertian-jenis-tindak-pidana-perkosaan.html
JENIS-JENIS PEMERKOSAAN
Hasbianto & Berdasarkan motif
Triningtyasasih Foley & Davies pemerkosaan

a. Berdasarkan pelakunya a. Attemped rape (percobaan perkosaan) a. Sadistic Rape yaitu pemerkosaan sadistis,
1) Perkosaan yang dilakukan oleh orang dikenal b. Statutory rape (walaupun hubungan b. Anger Rape yaitu pemerkosaan karena
2) Perkosaan yang dilakukan oleh pacar (dating seksual dilakukan atas dasar kesadaran kemarahan
rape) sendiri dan sama-sama suka namun tidak c. Domination Rape atau Power Rape adalah
3) Perkosaan dalam pernikahan (marital rape) mendapat persetujuan dari wali masing- suatu pemerkosaan yang terjadi ketika pelaku
masing) mencoba untuk gigih atas kekuasaan dan
b. Berdasarkan cara melakukannya c. Incest (hubungan seksual yang dilakukan superioritas terhadap korban
1) Perkosaan dengan penipuan melalui janji- dengan satu keluarga yang sedarah) d. Seductive Rape yaitu suatu pemerkosaan
janji palsu d. Indecent assault (perbuatan memegang yang terjadi pada situasi situasi yang
2) Perkosaan dengan ancaman halus merangsang yang tercipta oleh kedua belah
“daerah sensitif”)
3) Perkosaan dengan paksaan fisik pihak.
e. Involuntary deviate sexual intercouse
4) Perkosaan dengan menggunakan pengaruh e. Victim Precipitated Rape yaitu pemerkosaan
(hubungan seksual secara paksaan dan
tertentu yang terjadi dengan menempatkan korban
tanpa persetujuan pada kondisi korban
sebagai pencetusnya.
yang hilang sadar) f. Exploitation Rape
f. Kekerasan seksual pada anak

Sumber: Rabbani, A. (2021). Pengertian Perkosaan, Jenis, dan Tindak Pidana Perkosaan. Sosial79. https://www.sosial79.com/2021/07/pengertian-perkosaan-jenis-dan-tindak.html
TAHAPAN PEMERKOSAAN PADA ANAK
Menurut Tower (2002) dalam Maria (2008) kekerasan seksual pada anak dapat terjadi satu kali,
beberapa kali dalam periode berdekatan, bahkan menahun. Walaupun berbeda-beda pada setiap
kasus, kekerasan seksual tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui beberapa tahapan antara
lain:

01 02 03

Tahap Tahap Tahap


awal kedua berikutnya
pelaku membuat interaksi seksual korban mau menceritakan pengalamannya
korban merasa kepada orang lain dan di tahap ini juga pelaku
nyaman "mencobai" korban sedikit demi sedikit.

Sumber: Noviana, I. (2015). Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak Dan Penanganannya. Sosio Informa, 1(1), 13–28. https://doi.org/10.33007/inf.v1i1.87
FAKTOR PENYEBAB PEMERKOSAAN

1. Faktor dari dalam (Intern) 2. Faktor dari luar (Eksternal)


a. Faktor Kejiwaan a. Faktor Budaya
b. Faktor Biologis b. Faktor Ekonomi
c. Faktor Moral c. Paparan Pornografi
d. Balas Dendam dan Trauma Masa Lalu

Sumber: Rabbani, A. (2021). Pengertian Perkosaan, Jenis, dan Tindak Pidana Perkosaan. Sosial79. https://www.sosial79.com/2021/07/pengertian-perkosaan-jenis-dan-tindak.html
TANDA DAN GEJALA ANAK TELAH DIPERKOSA
a. Tanda-tanda fisik, antara lain memar pada alat kelamin Gejalanya sama ditambah tanda-tanda berikut:
atau mulut, iritasi kencing, penyakit kelamin, dan sakit a. Tanda fisik: antara lain perilaku regresif, seperti mengisap
kerongkongan tanpa penyebab jelas bisa merupakan indikasi jempol, hiperaktif.
seks oral. b. Tanda pada perilaku emosional dan sosial: kelakuan yang
b. Tanda perilaku emosional dan sosial, antara lain sangat tiba-tiba berubah, anak mengeluh sakit karena perlakuan
takut kepada siapa saja atau pada tempat tertentu atau seksual.
orang tertentu, perubahan kelakuan yang tiba-tiba, c. Tanda pada perilaku seksual: masturbasi berlebihan, mencium
gangguan tidur (susah tidur, mimpi buruk, dan ngompol), secara seksual, tahu banyak tentang aktivitas seksual, dan rasa
menarik diri atau depresi, serta perkembangan terhambat. ingin tahu berlebihan tentang masalah seksual.

Memperlihatkan tanda-tanda poin sebelumnya, ditambah Tandanya sama dengan poin sebelumnya dan
perubahan kemampuan belajar, seperti susah konsentrasi, kelakuan yang merusak diri sendiri, pikiran bunuh
nilai turun, telat atau bolos, hubungan dengan teman diri, gangguan makan, melarikan din, berbagai
terganggu, tidak percaya kepada orang dewasa, depresi, kenakalan remaja, penggunaan obat terlarang atau
menarik diri, sedih, lesu, gangguan tidur, mimpi buruk, tak alkohol, kehamilan dini, melacur, seks di luar nikah,
suka disentuh, serta menghindari hal-hal sekitar buka atau kelakuan seksual lain yang tak biasa.
pakaian.
DAMPAK PEMERKOSAAN

Trauma secara seksual


(Traumatic sexualization)
Stigmatization

Pengkhianatan Merasa tidak berdaya


(Betrayal) (Powerlessness)

Sumber: Zahirah, U., Nurwati, N., & Krisnani, H. (2019). Dampak Dan Penanganan Kekerasan Seksual Anak Di Keluarga. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 6(1), 10.
https://doi.org/10.24198/jppm.v6i1.21793
PERAN PERAWAT
Peran perawat ditautkan dengan usaha pencegahan primer, sekunder dan tersier dapat dijelaskan, sebagai berikut
(Hamid, 1999):

Pencegahan Primer Pencegahan Sekunder Pencegahan Tersier

Pencegahan primer pada kejadian Pada pencegahan sekuder ini, peran Pencegahan tersier bertujuan untuk
tindak kekerasan harus diutamakan perawat berguna untuk mengetahui mendapatkan atau
pada peningkatan harga diri, dini kasus penganiyaan dan tindak
mempertahankan stabilitas
fasilitasi ekpresi perasaan tanpa kekerasan yang terjadi pada anak,
kekerasan, peningkatan kemampuan penanganan sedini dan seefektif sistem dengan cara memberikan
penyelesaian masalah dan mungkin kepada korban dan pelaku pendidikan dan utilitas pelayanan
meningkatkan lingkungan sekitar yang tindak kekerasan hingga korban dapat kesehatan seperti kelompok
kemungkinan untuk tumbuh dan kembali pada keadaan jiwa yang swabantu jiwa (self-help group)
berguna seoptimal mungkin. Upaya optimal serta berperan serta pada serta pelayanan rehabilitasi.
pencegahan primer meliputi: konsultasi kelompok masyarakat untuk
keluarga dan modifikasi lingkungan pengadaan dan pemanfaatan sumber
sosial budaya yang dibutuhkan.

Sumber: Hamid, A. Y. S. (1999). Peran Perawatan dalam Penanganan Tindak Kekerasan pada Wanita dan Keluarganya.
PENATALAKSANAAN
Ayu Putu Asthi & Febriyana (2017) menerangkan Menurut Suda (2006) ada
ada beberapa terapi yang bisa dijalani oleh korban beberapa model program
pemerkosaan pada anak, antara lain: counseling yang dapat diberikan
1. Trauma Focused Cognitive Behavioral kepada anak yang mengalami
Therapy (TF-CBT) sexual abuse, yaitu:
2. Cognitive Processing Therapy (CPT) 1. The dynamics of sexual abuse
3. Eye Movement Desensitization and 2. Protective behaviors
Reprocessing (EMDR) counselling
4. Trauma Focused Integrated Play Therapy 3. Self-esteem counselling
(TF-IPT) 4. Cognitif therapy
5. Family Resolution Therapy (FRT)
6. Group Therapy

Sumber: Ayu Putu Asthi, I. D., & Febriyana, N. (2017). KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DAN REMAJA SEX ABUSE CHILD ADOLESCENT.

Suda, I.K, (2006). Topik Interaktif: "Membedah Penyebab Kekerasan Seksual terhadap Anak"Penyebab Kekerasan Seksual terhadap Anak
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada kasus pemerkosaan perlu dilaksanakan Sumber lain mengatakan (Dewi et al., 2017), pada kasus
pemeriksaan penunjang sesuai indikasi guna mencari
pemerkosaan perlu dijalankan pemeriksaan penunjang,
bukti-bukti yang terdapat pada korban (Wantania,
antara lain:
2016). Sampel untuk pemeriksaan penunjang bisa
1. Pakaian yang digunakan korban saat terjadinya
didapatkan dari:
pemerkosaan;
1. Rontgen dan USG
2. Rambut kemaluan;
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah dan urin rutin 3. Kerokan kuku;
b. Swab untuk mengambil bercak mani atau air 4. Swab;
liur 5. Darah;
3. Tes kehamilan 6. Urin.

Sumber: Dewi, dr. R., Irianto, dr. M. G., Falamy, dr. R., & Ramkita, dr. N. (2017). PEMERIKSAAN FISIK DAN ASPEK MEDIKOLEGAL KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DAN REMAJA (1st ed., Vol.
1). BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG. http://repository.lppm.unila.ac.id/10411/1/dr Ratna DPS %28Buku Ajar ISBN%29.pdf

Wantania, J. (2016). SEXUAL ASSAULT MEDICAL EXAMINATION IN WOMEN.


Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian #1

Pengkajian pada korban kekerasan seksual yang mengalami pemerkosaan harus dijalankan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh
korban. Bahasa yang digunakan disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan sosio-ekonomi korban, walaupun tekadang bahasa tersebut
terdengar vulgar dan sensitif. Pengkajian yang dilakukan meliputi:

1. Tanggal lahir dan umur


2. Status perkawinan
3. Riwayat kelahiran dan/atau abortus
4. Riwayat haid (menarche, HPHT dan siklus haid)
5. Riwayat berhubungan badan (sudah pernah atau belum, riwayat berhubungan badan sebelum dan/atau
setelah kejadian pemerkosaan: dengan siapa dilakukan, penggunaan alat kontrasepsi seperti kondom atau
lainnya)
6. Penyalahgunaan obat terlarang (NAPZA dan narkotika)
7. Riwayat penyakit (sekarang dan dahulu), serta
8. Keluhan atau gejala utama yang dirasakan pada saat pengkajian.
Pengkajian #2
Terdapat pengkajian khusus yang dilakukan untuk korban pemerkosaan, antara lain:

1. Waktu kejadian
1. Jenis tindakan pemerkosaan yang
1. Tempat 1. Korban

When

Who
What & How

Where
dilakukan oleh pelaku
2. Adanya ancaman dan/atau
kekerasan, serta jenis kasus terjadinya kasus mengenal atau
pemerkosaan
3. Adanya pemberontakan atau tidak pemerkosaan pemerkosaan tidak pelaku
4. Tingkat kesadaran korban saat
dan setelah terjadinya 2. Kejadian 2. Jenis tempat serta hubungan
pemerkosaan
5. Apakah ada intoksikasi NAPZA pemerkosaan kejadian (untuk pelaku dengan
atau obat lainnya pada makanan
atau minuman korban apakah baru menemukan korban
6. Tingkat penetrasi (parsial atau
komplit) sekali atau kemungkinan 2. Jumlah pelaku
7. Apakah terdapat nyeri disekitar
atau pada alat genitalia berulang trace evidence 3. Usia pelaku
8. Apakah terdapat nyeri pada saat
BAK atau BAB dari lokasi
kejadia yang
9. Apakah terdapat perdarahan pada
alat genitalia atau anus
10. Apakah terjadi ejakulasi (didalam
atau diluar vagina) ikut pada tubuh
11. Apakah menggunakan kondom
12. Tindakan yang dilakukan korban dan/atau
setelah pemerkosaan, seperti :
BAK/BAB, tindakan pakaian korban)
membasuh/douching, mandi,
ganti baju dsb
Diagnosa
Keperawatan
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017), sebega berikut (penyusunan diagnosis dibawah bukan berdasarkan
urutan diagnosis prioritas, untuk menentukan diagnosis prioritas tetap harus melihat hasil pengkajian):

1. Sindrom pasca trauma berhubungan dengan riwayat korban perilaku kekerasan (pemerkosaan), korban kekerasan seksual ditandai dengan
mengungkapkan secara berlebihan atau menghindari pembeicaraan trauma, mimpi buruk berulang, merasa cemas dan lain-lain.
2. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, disfungsi sistem keluarga, hubungan orang tua-anak tidak memuaskan ditandai dengan
merasa khawatir dengan akibat kondisi yang dihadapi, tampak gelisah, sulit tidur dan lain-lain.
3. Distres spritual berhubungan dengan kejadian hidup yang tidak diharapkan (gangguan psikiatrik: pemerkosaan)
ditandai dengan menyatakan hidupnya tidak/kurang bermakna, marah pada tuhan dan lain-lain.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan gangguan psikososial ditandai dengan mengungkapkan perasaan
negatif tentang perubahan tubuh, menghindari melihat dan/atau menyentuh bagian tubuh dan lain-lain.
5. Risiko harga diri rendah kronis ditandai dengan riwayat penganiayaan (pemerkosaan)
6. Risiko harga diri rendah situasional ditandai dengan riwayat penganiayaan (pemerkosaan)
7. Harga diri rendah kronis berhubungan dengan gangguan psikiatri ditandai dengan menilai diri negatif, merasa
malu/bersalah, berjalan dan postur tubuh menunduk dan lain-lain.
Diagnosa
Keperawatan
8. Keputusasaan berhubungan dengan stres jangka panjang ditandai dengan berperilaku pasif, sulit tidur, selera makan menurun, afek datar.
9. Ketidakberdayaan berhubungan dengan interaksi interpersonal tidak memuaskan ditandai dengan menyatakan frustasi atau tidak mampu melaksanakan
aktivitas sebelumnya, menyatakan rasa malu -.
10. Ketidakmampuan koping keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan orang terdekat mengungkapkan perasaan ditandai dengan merasa diabaikan,
merasa tertekan (depresi) dan lain-lain.
11. Risiko gangguan perkembangan ditandai dengan penganiayaan (kekerasan seksual, pemerkosaan)
12. Risiko gangguan pertumbuhan ditandai dengan penganiayaan (kekerasan seksual, pemerkosaan)
13. Defisit perawatan diri : (spesifikkan sesuai dengan anamnesi) berhubungan dengan gangguan psikologis dan/atau psikotik
ditandai dengan menolak melakukan perawatan diri, minat melakukan perawatan diri kurang dan lain-lain
14. Risiko disfungsi seksual ditandai dengan; psikologis (penganiayaan seksual)
15. Risiko kehamilan tidak dikehendaki ditandai dengan pemerkosaan
16. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan penganiayaan anak ditandai dengan merasa tidak nyaman dengan situasi
sosial, tidak berminat melakukan kontak emosi dan fisik, gejala cemas berat dan lain-lain
Diagnosa
Keperawatan

17. Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental ditandai dengan merasa tidak aman di tempat umum,
menarik diri, merasa berbeda dengan orang lain, dan lain-lain
18. Risiko bunuh diri ditandai dengan ganguan psikologis (penganiayaan pada masa anak-anak)
19. Risiko mutilasi diri ditandai dengan harga diri rendah; ketidakmampuan mengatasi masalah
20. Risiko perilaku kekerasan ditandai dengan penganiayaan pada anak.
Intervensi #1
Intervensi keperawatan yang dilakukan harus sesuai dengan indikasi dari korban. Menurut diagnosis diatas, kelompok membatasi intevensi hanya untuk 5
diagnosis keperawatan saja. Intervensi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan Standar Intervensi Diagnosis Keperawatan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)
dan menggunakan komponen tindakan OTEK (Observasi, Terapeutik, Edukasi dan Kolaborasi). Intervensi keperawatan yang dilakukan, sebagai berikut:

1. Sindrom pasca trauma berhubungan dengan riwayat korban perilaku kekerasan (pemerkosaan), korban kekerasan seksual ditandai dengan
mengungkapkan secara berlebihan atau menghindari pembeicaraan trauma, mimpi buruk berulang, merasa cemas dan lain-lain.

Intervensi: Reduksi Ansietas

Tindakan:
Observasi
1) Monitor tanda-tanda ansietas
2) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
Terapeutik
1) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
2) Pahami situasi yang membuat ansietas
3) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
Edukasi
1) Anjurkan keluarga tetap bersama pasien, jika perlu
2) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
3) Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
Intervensi #2
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan gangguan psikososial ditandai dengan mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh,
menghindari melihat dan/atau menyentuh bagian tubuh dan lain-lain

Intervensi: Promosi Koping

Tindakan:
Observasi
1) Identifikasi kemampuan yang dimiliki
2) Identifikasi metode penyelesaian masalah
3) Identifikasi kebutuhan dan keinginan terhadap dukungan sosial
Terapeutik
1) Gunakan pendekatan dengan tenang dan meyakinkan
2) Diskusikan alasan mengkritik diri sendiri
3) Perkenalkan dengan orang atau kelompok yang berhasil mengalami pengalaman yang sama
Edukasi
1) Anjurkan keluarga terlibat
2) Anjurkan penggunaan sumber spiritual
3) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi.
Intervensi #3
3. Risiko kehamilan tidak dikehendaki ditandai dengan pemerkosaan

Intervensi: Manajemen kehamilan tidak dikehendaki

Tindakan:
Observasi
1) Identifikasi nilai-nilai terhadap kehamilan
2) Identifikasi pilihan terhadap kehamilan
Terapeutik
1) Fasilitasi pengungkapan perasaan
2) Diskusikan konflik yang terjadi dengan adanya kehamilan
3) Berikan konseling kehamilan
Edukasi
1) Informasikan perubahan yang terjadi selama kehamilan
2) Informasikan pentingnya meningkatkan status nutrisi selama kehamilan
Kolaborasi
1) Rujuk jika mengalami komplikasi pada kehamilan
Intervensi #4
4. Risiko harga diri rendah situasional ditandai dengan riwayat penganiayaan (pemerkosaan)

Intervensi: Promosi harga diri

Tindakan:
Observasi
1) Monitor verbalisasi yang merendahkan diri sendiri
2) Monitor tingkat harga diri di setiap waktu, sesuai kebutuhan
Terapeutik
1) Motivasi terlibat dalam verbalisasi positif untuk diri sendiri
2) Diskusikan kepercayaan terhadap penilaian diri
3) Diskusikan kepada keluarga untuk metepkan batasan dan harapan yang jelas
Edukasi
1) Latih cara berfikir dan berprilaku positif
2) Jelaskan kepada keluarga pentingnya dukungan dalam perkembangan konsep positif diri pasien
3) Latih pernyataan/kemampuan positif diri
Intervensi #5
5. Risiko bunuh diri ditandai dengan ganguan psikologis (penganiayaan pada masa anak-anak)

Intervensi: Pencegahan bunuh diri

Tindakan:
Observasi
1) Identifikasi gejala risiko bunuh diri (mis. Gangguan mood, halusinasi, delusi, panik dan lain-lain)
2) Identifikasi keinginan dan pikiran rencana bunuh diri
3) Monitor lingkungan bebas bahaya secara rutin
4) Monitor adanya perubahan mood dan perilaku
Terapeutik
1) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
2) Lakukan pendekatan langsung dan tidak menghakimi saat membahas bunuh diri
3) Tingkatkan pengawasan kondisi tertentu
4) Pastikan obat ditelan
Edukasi
1) Anjurkan mendiskusikan perasaan yang dialami kepada orang lain
2) Jelaskan tindakan pencegahan bunuh diri kepada keluarga atau orang terdekat
3) Latih pencegahan risiko bunuh diri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat antiansietas atau antipsikotik, sesuai indikasi
2) Kolaborasi tindakan keselamatan kepada PPA
3) Rujuk ke pelayana kesehatan mental, jika perlu
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai