Anda di halaman 1dari 55

DETERMINAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA DEWASA

MUDA DI UPTD PUSKESMAS LOTU KABUPATEN NIAS


UTARA TAHUN 2022

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh

CYNTHIA GABRIELLA GEA


NIM. 181000197

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
202
Halaman Persetujua
Judul Skripsi : Determinan Kejadian Hipertensi pada Dewasa
Muda di UPTD Puskesmas Lotu Kabupaten Nias
Utara Tahun 2022
Nama Mahasiswa : Cynthia Gabriella Gea
Nomor Induk Mahasiswa : 181000197
Departemen : Epidemiologi

Menyetujui
Pembimbing:

(dr. Rahayu Lubis, M.Kes. Ph.D)


NIP. 196504251997022001

Ketua Program Studi S1


Kesehatan Masyarakat

(Dr. Ir. Evi Naria, M.Kes)


NIP. 196803201993032001

Tanggal Seminar Proposal :

i
Daftar Isi

Halaman Persetujuan.......................................................................................................i
Daftar Isi...........................................................................................................................ii
Daftar Tabel.....................................................................................................................iii
Daftar Gambar................................................................................................................iv
Daftar Lampiran..............................................................................................................v
Daftar Istilah....................................................................................................................vi
Pendahuluan.....................................................................................................................1
Latar Belakang.............................................................................................................1
Perumusan Masalah.....................................................................................................6
Tujuan Penelitian.........................................................................................................6
Tujuan Umum..........................................................................................................6
Tujuan Khusus.........................................................................................................6
Manfaat Penelitian.......................................................................................................7
Tinjauan Pustaka.............................................................................................................9
Kajian Teoritis..............................................................................................................9
Hasil Penelitian yang Relevan.....................................................................................9
Landasan Teori............................................................................................................9
Kerangka Konsep.........................................................................................................9
Metode Penelitian.............................................................................................................9
Jenis Penelitian.............................................................................................................9
Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................................................9
Populasi dan Sampel Penelitian..................................................................................9
Variabel dan Defenisi Operasional...........................................................................11
Metode Pengumpulan Data.......................................................................................15
Metode Pengukuran...................................................................................................15
Metode Analisis Data.................................................................................................17
Daftar Pustaka...............................................................................................................19

ii
Daftar Tabel
No Judul Halaman

1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII

2 Variabel dan Alat Ukur

iii
Daftar Gambar
No Judul Halaman

1 Landasan teori (Model jarring-jaring sebab akibat)

2 Kerangka konsep

iv
Daftar Lampiran
Lampiran Judul Halaman

1 Kuisioner Penelitian

v
Daftar Istilah
PTM Penyakit Tidak Menular
WHO World Health Organization
JNC Joint National Committee
IMT Indeks Massa Tubuh
TDS Tekanan Darah Sistolik
TDD Tekanan Darah Diastolik
PAL Physical Activity Level
PAR Physical Activity Ratio
RP Ratio Prevalence

vi
Pendahuluan
Latar Belakang
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan salah satu masalah kesehatan

yang sangat butuh perhatian secara internasional maupun nasional. PTM adalah

penyakit yang tidak dapat berpindah atau menular dari individu ke individu yang

lain serta memiliki sifat penyakit yang kronis (Kementrian Kesehatan RI, 2015).

Gejala dan tanda klinis secara spesifik yang dihasilkan dari PTM kerap

tidak terlihat oleh seseorang. Sebagai akibatnya kadang kala seseorang tanpa sadar

dan tahu bahwa keadaan tersebut sudah ada semenjak awal mula perjalanan

penyakit. Apabila keadaan tersebut tidak segera ditangani maka akan

mengakibatkan komplikasi yang serius dan berujung pada kematian lebih dini

atau kematian pada usia muda (Departemen Kesehatan RI, 2014).

Kematian di dunia banyak disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular

(PTM). Pada tahun 2016 penyebab kematian secara global sekitar 71%

dikarenakan PTM dengan jumlah kematian 36 juta per tahun. Saat ini, kematian

yang disebabkan oleh PTM sekitar 74% meliputi penyakit jantung dan pembuluh

darah sekitar 35%, penyakit kanker 12%, penyakit pernapasan kronis sekitar 6%,

penyakit diabetes sekitar 6%, dan PTM lainnya sekitar 15% (World Health

Organization, 2018).

Negara Indonesia mengalami beban ganda penyakit atau dikenal dengan

double burdent disease, yaitu Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular.

Transisi bentuk penyakit tersebut erat kaitannya dengan perubahan lingkungan

sekitar, tingkah laku masyarakat, transisi ilmu kependudukan, teknologi, sosial,

1
ekonomi, dan budaya (Dirjen P2P, 2019). Saat ini yang menjadi tantangan

pembangunan dalam bidang kesehatan adalah segitiga beban penyakit atau

dikenal dengan triple burdent disease. Penyakit-penyakit yang mematikan seperti

malaria, tuberculosis dan HIV/AIDS kembali bermunculan dan semakin parah

(Miftahul, 2019).

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 dan hasil Riskesdas tahun 2018,

perbandingan prevalensi Penyakit Tidak Menular mengalami peningkatan.

Beberapa penyakit tersebut meliputi penyakit kanker meningkat dari 1,4 %

menjadi 1,8%, penyakit stroke meningkat dari 7% menjadi 10,9%, penyakit ginjal

kronik meningkat dari 2% menjadi 3,8%, penyakit diabetes meningkat dari 6,9%

menjadi 8,5%, serta penyakit hipertensi meningkat dari 25,8% menjadi 34,1%

(Kementrian Kesehatan RI, 2018).

Salah satu penyakit kardiovaskuler yang paling populer dan banyak

diderita masyarakat adalah penyakit hipertensi. Hipertensi atau tekanan darah

tinggi merupakan suatu kondisi dimana seseorang memiliki peningkatan tekanan

darah sistolik yaitu di atas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di atas 90

mmHg. Gejala hipertensi tidak mudah terlihat bahkan tidak memiliki gejala sama

sekali sehingga disebut sebagai silent killer. Jika penyakit ini tidak segera

ditangani maka dapat menimbulkan berbagai komplikasi mulai dari jantung,

ginjal, mata hingga otak (World Health Organization, 2021a).

Hipertensi merupakan penyakit yang sangat mengkhawatirkan karena

menjadi salah satu penyebab kematian utama di dunia. Menurut laporan data

2
WHO tahun 2019 estimasi prevalensi hipertensi di dunia sekitar 22%. Prevalensi

hipertensi tertinggi di dunia diduduki oleh wilayah Afrika yaitu 27% dan

prevalensi hipertensi terendah di dunia diduduki oleh wilayah Amerika yaitu 18%.

Posisi ketiga tertinggi diduduki oleh wilayah Asia Tenggara dengan prevalensi

yaitu 25% dari total penduduk. WHO mengatakan bahwa satu di antara lima

orang wanita secara global menderita penyakit hipertensi sedangkan pada pria

jumlah kasusnya lebih meningkat yaitu satu di antara empat orang pria secara

global menderita penyakit hipertensi (Kementrian Kesehatan RI, 2019).

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2021

sekitar 1,28 miliar orang dewasa di dunia yang berumur 30-79 tahun mengalami

tekanan darah yang tinggi atau hipertensi. Kelompok orang dewasa yang tidak

sadar bahwa mereka menderita hipertensi diperkirakan 46% dan kurang dari

setengah kelompok orang dewasa menderita hipertensi yang mendapat diagnosa

dan pengobatan diperkirakan 42%. Tahun 1975 jumlah kasus hipertensi pada

kelompok orang dewasa sebanyak 594 juta kasus dan jumlah kasus ini meningkat

pada tahun 2015 menjadi 1,13 miliar kasus. Meningkatnya jumlah kasus

hipertensi banyak terjadi di negara-negara yang memiliki penghasilan rendah dan

menengah (World Health Organization, 2021b).

Prevalensi kejadian hipertensi berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) tahun 2016 pada penduduk berumur >18 tahun sebesar 25,8% dan

mengalami peningkatan pada tahun 2018 sebesar 34,1%. Berdasarkan provinsi,

prevalensi hipertensi pada posisi tertinggi ditempati oleh Provinsi Kalimantan

Selatan sebesar 44,1% dan terendah adalah Provinsi Papua sebesar 22,2%.

3
Provinsi Sumatera Utara berada pada posisi kedua puluh dua sebesar 29,19%.

Prevalensi kejadian hipertensi berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar

8,4% dan prevalensi meminum obat antihipertensi sebesar 8,8% (Kementrian

Kesehatan RI, 2018).

Hasil Riskesdas Provinsi Sumatera Utara tahun 2018 melaporkan

prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah pada penduduk

berumur >18 tahun tertinggi adalah Kabupaten Karo yaitu 45,49%, diikuti

Kabupaten Tapanuli Utara yaitu 41,02% dan Kabupaten Samosir yaitu 38,99%.

Menurut kelompok umur, prevalensi tertinggi penderita hipertensi berada di

kelompok umur >75 tahun sebesar 68,01%, diikuti kelompok umur 65-74 tahun

sebesar 60,91% dan kelompok umur 55-64 tahun sebesar 53,57%. Menurut jenis

kelamin, prevalensi hipertensi pada perempuan sebesar 30,63% dan laki-laki

sebesar 27,70% (Riskesdas, 2018).

Hipertensi dapat terjadi karena adanya peran faktor risiko tersebut secara

bersamaan (common underlying risk factor), artinya satu faktor risiko faktor risiko

saja belum tentu menyebabkan timbulnya hipertensi. Faktor risiko hipertensi

dibagi atas dua yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti umur, jenis

kelamin dan genetik dan faktor risiko yang dapat diubah seperti obesitas,

kebiasaan merokok, kurang aktifitas fisik, kebiasaan mengonsumsi garam secara

berlebihan, dislipidemia, kebiasaan mengonsumsi alkohol serta psikososisal dan

stress. Seseorang dikatakan dewasa apabila berusia >18 tahun dan pada usia ini

cenderung memiliki faktor risiko hipertensi yang tinggi dikarenakan gaya hidup

sehari-hari (Ekarini et al., 2020).

4
Penderita hipertensi cenderung terjadi pada pada kelompok usia dewasa

muda dibandingkan kelompok usia dewasa menengah maupun kelompok usia

dewasa tua. Kasus hipertensi pada usia dewasa muda (usia produktif) di UPTD

Puskesmas Perawatan Plus Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan pada tahun 2017

sebesar 236 kasus yang terdiri dari usia 20-40 tahun sebanyak 122 penderita atau

51,7% dan usia >40 tahun sebanyak 114 penderita atau 48,3%. Penelitian yang

dilakukan oleh (Sarumaha & Diana, 2018) di puskesmas tersebut menunjukkan

bahwa terdapat hubungan faktor risiko genetik sebagai faktor risiko dominan

dengan kejadian hipertensi dengan nilai p= 0,014 (p value <0,005), hubungan

faktor risiko kebiasaan berolahraga dengan kejadian hipertensi dengan nilai p=

0,009 (p value <0,05) dan hubungan faktor kebiasaan mengonsumsi alkohol

dengan kejadian hipertensi dengan nilai p= 0,013 (p value <0,05).

Hasil penelitian (Herawati et al., 2020) pada usia 20-44 tahun di Desa

Secapah Sengkubang Wilayah Kerja Puskesmas Mempawah Hilir bahwa terdapat

hubungan mengonsumsi makanan yang mengandung gula dengan nilai p= 0,000

(p value <0,005), lemak dengan nilai p= 0,000 (p value <0,005) dan garam dengan

nilai p= 0,000 (p value <0,005) secara berlebihan serta melakukan aktivitas fisik

dengan nilai p= 0,000 (p value <0,005) dengan kejadian hipertensi. Sejalan

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Fadhli, 2018) di Desa Lamakan

Kecamatan Karamat Kabupaten Buol terdapat hubungan gaya hidup

mengonsumsi garam dengan kejadian hipertensi pada usia dewasa muda dengan

nilai p=0,016 (p value <0,05).

5
Kabupaten Nias Utara merupakan salah satu kabupaten yang berada di

wilayah Provinsi Sumatera Utara. Hasil Riskesdas Provinsi Sumatera Utara tahun

2018, prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah di

Kabupaten Nias Utara sebesar 27,52%. Hasil survei pendahuluan yang telah

dilakukan adalah penyakit hipertensi termasuk dalam 10 penyakit tertinggi di

UPTD Puskesmas Lotu Kabupaten Nias Utara tahun 2021. Berdasarkan data yang

diperoleh dari UPTD Puskesmas Lotu, jumlah penderita hipertensi berusia >18

tahun pada tahun 2019 sebanyak 720 orang. Sedangkan jumlah penderita

hipertensi yang terhitung sejak bulan Januari hingga Desember 2021 meningkat

sebanyak 850 orang. Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka peneliti

ingin melakukan penelitian tentang determinan kejadian hipertensi pada dewasa

muda di UPTD Puskesmas Lotu Kabupaten Nias Utara.

Perumusan Masalah

Belum diketahui determinan kejadian hipertensi pada dewasa muda di

UPTD Puskesmas Lotu Kabupaten Nias Utara tahun 2022.

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum. Untuk mengetahui determinan kejadian hipertensi pada

dewasa muda di UPTD Puskesmas Lotu Kabupaten Nias Utara tahun 2022.

Tujuan Khusus. Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui proporsi kejadian hipertensi pada dewasa muda di UPTD

Puskesmas Lotu Kabupaten Nias Utara tahun 2022.

6
2. Mengetahui distribusi proporsi kejadian hipertensi di UPTD Puskesmas Lotu

Kabupaten Nias Utara tahun 2022 berdasarkan karakteristik invidu (umur, jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan status perkawinan), riwayat keluarga,

obesitas, asupan garam, konsumsi rokok dan aktivitas fisik.

3. Mengetahui hubungan karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan, dan status perkawinan) dengan kejadian hipertensi di UPTD

Puskesmas Lotu Kabupaten Nias Utara tahun 2022.

4. Mengetahui hubungan riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi di UPTD

Puskesmas Lotu Kabupaten Nias Utara tahun 2022.

5. Mengetahui hubungan obesitas dengan kejadian hipertensi di UPTD

Puskesmas Lotu Kabupaten Nias Utara tahun 2022.

6. Mengetahui hubungan asupan garam dengan kejadian hipertensi di UPTD

Puskesmas Lotu Kabupaten Nias Utara tahun 2022.

7. Mengetahui hubungan konsumsi rokok dengan kejadian hipertensi di UPTD

Puskesmas Lotu Kabupaten Nias Utara tahun 2022.

8. Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi di

UPTD Puskesmas Lotu Kabupaten Nias Utara tahun 2022.

Manfaat Penelitian
1. Sebagai tolak ukur bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Utara dalam

membuat Program Penanggulan Penyakit Tidak Menular terhadap penyakit

hipertensi.

2. Sebagai bahan informasi tentang determinan kejadian hipertensi pada dewasa

muda di UPTD Puskesmas Lotu Kabupaten Nias Utara tahun 2022.

7
3. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh peneliti lain sebagai referensi untuk

penelitian selanjutnya tentang determinan kejadian hipertensi.

4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan

peneliti tentang determinan kejadian hipertensi.

8
Tinjauan Pustaka
Kajian Teoritis
Penyakit Hipertensi

Definisi Hipertensi. Hipertensi adalah suatu kondisi ketika seseorang

memiliki tekanan darah yang meningkat dari batas normalnya sehingga semakin

lama bila tidak segera ditangani dapat menyerang beberapa organ seperti otak

menyebabkan stroke, pembuluh darah jantung menyebabkan penyakit jantung

koroner dan otot jantung menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan. Penyebab

utama tingginya angka kematian akibat stroke adalah hipertensi dengan target

organ yang diserang yaitu otak (Bustan, 2007).

Seseorang disebut sebagai penderita hipertensi ketika memiliki tekanan

darah sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di atas 90 mmHg.

Pengukuran tekanan darah dilakukan dua kali dengan jeda waktu selama 5 menit

setelah pengukuran pertama telah selesai dilakukan dalam kondisi istirahat yang

cukup. Tekanan darah yang naik dan berlangsung secara terus menerus dalam

rentang waktu lama dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada ginjal, jantung

dan otak (Kementrian Kesehatan RI, 2014).

Peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas)

dapat disebabkan karena seseorang mengalami peningkatan tekanan darah

melebihi batas normal. Fase dipompanya darah oleh jantung disebut sebagai fase

sistolik dengan tekanan darah 140 mmHg dan fase kembalinya darah ke jantung

disebut sebagai fase diastolik dengan tekanan darah 90 mmHg (Triyanto, 2014).

Klasifikasi Hipertensi. Berdasarkan etiologi, klasifikasi hipertensi dibagi

menjadi dua yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder.

9
Hipertensi primer. Hipertensi primer adalah hipertensi yang penyebabnya

tidak diketahui meskipun sering dikaitkan karena pola hidup seperti pola makan

tidak sehat dan kurang aktivitas fisik. Hipertensi primer atau dikenal dengan

hipertensi esensial banyak terjadi pada penderita hipertensi sekitar 95% (Palmer &

Williams, 2007).

Menurut (Sutanto, 2010) penyebab hipertensi primer secara pasti belum

diketahui meskipun demikian banyak faktor yang dikaitkan sebagai faktor

pengaruh terjadinya hipertensi meliputi genetika (keturunan), lingkungan, susunan

saraf simpatik, dampak dari eksresinatrium, obesitas, stress dan kebiasaan

mengonsumsi rokok.

Hipertensi sekunder. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang

penyebabnya dapat diketahui dengan jelas, biasanya disebabkan karena adanya

penyakit lain seperti penyakit ginjal dan reaksi pengunaan obat-obatan tertentu

misalnya pil KB. Hipertensi sekunder atau dikenal dengan hipertensi non esensial

jarang terjadi dari seluruh penderita hipertensi sekitar 5% (Palmer & Williams,

2007).

Hipertensi sekunder biasanya disebabkan karena adanya penyakit lain

seperti penyempitan pembuluh darah, gangguan ginjal, tumor tertentu dan

gangguan hormon (Sutanto, 2010).

Berdasarkan Tekanan Darah Sistolik (TDS) dan Tekanan Darah Diastolik

(TDS), Joint Comitte on Detection and Treatment of High Pressure VII (JNC VII,

2003) mengklasifikasikan tekanan darah dibagi menjadi empat yaitu normal,

prehipertensi, hipertensi tingkat satu dan hipertensi tingkat dua.

10
Tabel 1

Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII, 2003

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Sistol Tekanan Darah


Darah (mmHg) Diastol (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stage 1 140-159 90-99
Hipertensi stage 2 ≥160 ≥100
Sumber : (JNC VII, 2003)

Gejala Klinis Hipertensi. Menurut (Sutanto, 2010) hipertensi pada

umumnya merupakan kondisi meningkatnya tekanan darah tanpa menunjukkan

adanya gejala. Tekanan darah yang tinggi terjadi di dalam arteri sehingga dapat

menyebabkan tingginya risiko terjadinya berbagai penyakit yang berkaitan dengan

kardiovaskuler misalnya stroke, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan

ginjal. Banyak orang yang menghiraukan penyakit ini disebabkan karena tidak

terlihatnya gejala awal, kenyataannya ada beberapa gejala yang muncul namun

tidak terlalu tampak. Apabila seseorang memiliki tekanan darah di atas 140/90

mmHg maka gejala-gejala tersebut akan mulai muncul dan dirasakan penderita.

Kondisi fisik merupakan salah satu kondisi yang mudah terlihat dan

berkaitan langsung ketika seseorang menderita hipertensi sehingga ada beberapa

hal yang bisa dijadikan sebagai indikator terjadinya hipertensi antara lain

mengalami pusing dan sakit kepala, sering gelisah, wajah berwarna kemerahan,

tengkuk terasa kaku, gampang marah, telinga terasa berdengung, kesusahan tidur,

sesak nafas, gampang lelah, mata berkunang-kunang dan mimisan.

11
Ketika seseorang memiliki tekanan darah yang tinggi, hal ini menjadi

pertanda sekaligus peringatan bahwa seseorang tersebut harus mengubah gaya

hidup yang kurang sehat menjadi lebih sehat sehingga sangat penting bagi setiap

orang harus memeriksakan tekanan darah secara rutin. Jika seseorang tidak dapat

mengontrol tekanan darahnya maka tekanan darah akan semakin tinggi, kondisi

ini disebut sebagai hipertensi berat atau hipertensi maligna. Beberapa gejala dari

hipertensi maligna seperti pusing, pandangan kabur, kepala terasa sakit, merasa

kebingungan, mudah ngantuk dan kesulitan bernapas (Palmer & Williams, 2007).

Komplikasi Hipertensi. Tekanan darah dalam tubuh manusia mengalami

ketidakstabilan secara alami sepanjang hari. Tekanan darah tinggi yang

berlangsung terus menerus dapat menjadi sebuah masalah kesehatan karena dapat

mengakibatkan sistem sirkulasi dan organ-organ yang menerima suplai darah

menjadi tegang termasuk jantung dan otak. Kemunculan komplikasi bisa terjadi

apabila tekanan darah yang tinggi tidak dikontrol dan diobati dengan segera

seperti angina dan serangan jantung, stroke dan stroke ringan, gagal jantung,

kerusakan ginjal dan masalah mata (Palmer & Williams, 2007).

Komplikasi pada jantung. Pada keadaaan hipertensi, kerja otot jantung

dipaksa untuk memompa darah lebih banyak sehingga otot jantung bekerja lebih

keras. Jika jantung terus menerus memompa darah dengan tekanan yang tinggi

dan berlangsung lama, maka pasien hipertensi dapat mengalami kelemahan

jantung hingga pada akhirnya henti jantung secara tiba- tiba. Tekanan darah tinggi

sering menyebabkan terjadinya serangan jantung (Susilo & Wulandari, 2011).

12
Serangan jantung dalam dunia kedokteran disebut sebagai infark miokard

karena dapat terjadi ketika setengah dari miokardium atau dikenal dengan otot

jantung mengalami infark atau kematian. Gumpalan darah yang berada di dalam

arteri biasanya menjadi pemicu terjadinya serangan jantung. Serangan jantung dan

gagal jantung merupakan dua istilah yang memiliki arti berbeda. Gagal jantung

adalah suatu kondisi ketika jantung secara progresif tidak mampu memompa

darah ke seluruh tubuh. Apabila fungsi kerja jantung semakin melemah, maka

dapat mengakibatkan timbulnya tekanan balik pada sistem sirkulasi sehingga

terjadi kebocoran cairan dari kapiler. Ketika kondisi ini berlangsung dapat

menyebabkan seseorang mengalami sesak napas serta kaki maupun pergelangan

kaki juga membengkak.

Rasa ketidaknyamanan dan nyeri di dada disebut sebagi angina. Rasa nyeri

ini terjadi karena kurangnya kebutuhan oksigen pada otot jantung. Semakin lama

rasa nyeri bukan hanya di dada saja melainkan akan berpindah ke bagian lengan,

leher, rahang, punggung dan perut. Kondisi angina pada seseorang biasanya

dipengaruhi oleh gaya hidup yang tidak sehat misalnya pola makan yang tidak

sehat dan kurangnya aktivitas pergerakan tubuh sehingga lemak akan menumpuk

di dalam dinding arteri dan membuat pembuluh darah menjadi kaku. Tekanan

darah tinggi merupakan faktor utama yang membuat pembuluh darah menjadi

kaku. Tekanan darah tinggi juga dapat mengubah aliran darah di dalam arteri

menjadi lebih cepat. Jika aliran darah ke jantung terganggu saat kita memerlukan

oksigen lebih dari normalnya, maka jantung tidak medapat oksigen yang cukup

(Palmer & Williams, 2007).

13
Komplikasi pada ginjal. Ginjal dapat memproduksi zat kimia untuk

mengatur ukuran pembuluh darah dan fungsinya. Hipertensi berpengaruh pada

proses ini karena bila pembuluh darah dalam ginjal mengalami arterosklerosis

akibat tekanan darah tinggi, maka aliran darah menuju saraf akan mengalami

penurunan. Ginjal tidak mampu membuang seluruh produk sisa dalam darah dan

semakin lama produk sisa tersebut akan menggumpal dalam darah sehingga ginjal

akan mengecil dan fungsinya berhenti (Suiraoka, 2012).

Ginjal memiliki tugas untuk menyaring zat-zat sisa dari darah dan

berperan untuk menjaga keseimbangan cairan dan kadar garam di dalam tubuh.

Gagal ginjal dapat terjadi disaat fungsi ginjal untuk membuang zat-zat sisa dan

kelebihan air menjadi berkurang. Penyakit gagal ginjal kronik biasanya akan

berakhir pada kondisi yang dikenal dengan gagal ginjal stadium terminal. Pada

kondisi ini, kecil harapan seseorang untuk dapat bertahan hidup terkecuali jika

penderita melakukan dialisis ataupun transplantasi ginjal (Palmer & Williams,

2007).

Komplikasi pada mata. Tekanan darah tingi dapat membuat mata menjadi

lebih banyak mengalami risiko. Hipertensi membuat daya penglihatan menjadi

terganggu karena terjadinya kerusakan pada bagian pembuluh selaput mata

(Dekker, 1996). Kenaikan tekanan darah dapat menyebabkan kerusakan mata

karena dengan adanya gangguan dalam tekanan darah, rertina pada bagian

belakang mata akan mengalami perubahan (Susilo & Wulandari, 2011).

14
Menurut (Palmer & Williams, 2007) retina merupakan area pada mata

yang sangat sensitif ketika cahaya datang. Pembuluh darah arteri di mata menjadi

sempit dan tersumbat ketika tekanan darah tinggi. Kondisi ini dikenal dengan

penyakit vaskular retina. Jika tekanan darah tidak dapat dikontrol maka semakin

lama penyakit ini dapat mengakibatkan kebutaan mata dan menjadi indikator awal

mula terjadinya penyakit jantung.

Komplikasi pada otak. Jaringan pembuluh nadi pada bagian otak akan

mengalami perubahan ketika seseorang mengalami tekanan darah tinggi.

Akibatnya terjadi serangan pada organ otak (attack) yang dapat membuat anggota

tubuh mengalami kelumpuhan dan juga organ-organ tubuh lainnya mengalami

gangguan. Risiko ini dapat terjadi dua hingga empat kali lebih tinggi pada

penderita hipertensi daripada orang lain (Dekker, 1996).

Menurut (Sutanto, 2010) bahwa kerusakan pembuluh darah akibat tekanan

darah tinggi yang berlangsung dalam waktu lama dapat menyebabkan dinding

pembuluh darah menjadi rusak. Kemudian, akan membentuk plak aterosklerosis

dan darah akan membeku secara berlebihan. Penyumbatan pembuluh darah pada

bagian otak dapat mengakibatkan penyakit stroke.

Stroke akibat tekanan tekanan darah tinggi terdiri dari dua jenis yaitu

stroke iskemik dan stroke hemoragik. Jenis stroke yang paling tinggi kasusnya

adalah stroke berjenis iskemik sekitar 80% kasus. Stroke iskemik dapat terjadi

karena adanya gangguan aliran darah pada arteri otak dengan sistem kerja yang

sama dengan gangguan aliran darah pada arteri koroner ketika terjadinya serangan

15
jantung atau angina. Sehingga otak mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi.

Sedangkan stroke hemoragik dapat terjadi karena pembuluh darah pada otak

pecah dan jenis stroke ini terjadi sekitar 20% kasus. Pecahnya pembuluh darah

pada otak disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang terus-menerus dalam waktu

lama. Hal ini mengakibatkan darah masuk meresap ke ruang di antara sel-sel otak.

Epidemiologi Hipertensi

Berdasarkan orang. Berdasarkan data statistik American Heart

Association pada tahun 2006 terdapat 65 juta laki-laki dan perempuan di Amerika

Serikat yang mengalami tekanan darah tinggi dengan tekanan darah sistol ≥140

mmHg dan tekanan diastol ≥90 mmHg. Ras memiliki pengaruh terhadap kejadian

hipertensi pada setiap orang. Secara umum penderita hipertensi lebih banyak pada

masyarakat yang berkulit hitam dibandingkan warna kulit lainnya. Masyarakat

Amerika Serikat memiliki prevalensi penderita hipertensi berkulit hitam sekitar

31,6% dan berkulit putih sekitar 20,5% (Kowalski, 2010).

Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi hipertensi

berdasarkan jenis kelamin yaitu perempuan sebesar 28,80% dan laki-laki sebesar

22,80%. Sedangkan pada tahun 2018 prevalensi berdasarkan jenis kelamin

mengalami peningkatan yaitu perempuan sebesar 36,85% dan laki-laki sebesar

31,34% (Kementrian Kesehatan RI, 2019).

Prevalensi berdasarkan kelompok umur pada tahun 2013, umur 15-24

tahun sebesar 8,7%, umur 25-34 tahun sebesar 14,7%, umur 35-44 tahun sebesar

24,8%, umur 45-54 tahun sebesar 35,6%, umur 55-64 tahun sebesar 45,9%, umur

16
65-74 tahun sebesar 57,6% dan yang tertinggi adalah umur lebih dari 75 tahun

yaitu sebesar 63,8%. Sedangkan pada tahun 2018 setiap kelompok umur

mengalami kenaikan prevalensi yaitu umur 15-24 tahun sebesar 13,2%, umur 25-

34 tahun sebesar 20,1%, umur 35-44 tahun sebesar 31,6%, umur 45-54 tahun

sebesar 45,3%, umur 55-64 tahun sebesar 55,2%, umur 65-74 tahun sebesar

63,2% dan yang tertinggi adalah umur di atas 75 tahun yaitu sebesar 69,5%

(Kementrian Kesehatan RI, 2019).

Berdasarkan status pendidikan prevalensi hipertensi cenderung mengalami

penurunan seiring dengan meningkatnya status pendidikan. Hasil Riskesdas tahun

2013 dan tahun 2018 menunjukkan kelompok masyarakat yang tidak atau belum

pernah sekolah sebesar 42% dan 51,6%. Sedangkan pada kelompok masyarakat

berstatus tamat D1/D2/D3/PT menunjukkan angka yang menurun sebesar 22,1%

dan 28,3%. Menurut jenis pekerjaan prevalensi hipertensi pada tahun 2013 dan

tahun 2018 tertinggi terdapat pada kelompok masyarakat yang tidak memiliki

pekerjaan (Kementrian Kesehatan RI, 2019).

Berdasarkan tempat. Menurut laporan data WHO tahun 2019 prevalensi

hipertensi tertinggi di dunia terdapat di wilayah Afrika sebesar 27% dan terendah

di wilayah Amerika sebesar 18% (Kementrian Kesehatan RI, 2019). Penderita

hipertensi menurut provinsi di Indonesia tertinggi berada di Provinsi Kalimantan

Selatan sebesar 44,1% dan terendah di Provinsi Papua sebesar 22,2% (Kementrian

Kesehatan RI, 2018). Berdasarkan hasil Riskesdas Provinsi Sumatera Utara tahun

2018 prevalensi penderita hipertensi tertinggi diduduki oleh Kabupaten Karo

17
sebesar 45,495 dan terendah Kabupaten Padang Lawas sebesar 16,37%

(Riskesdas, 2018).

Kehidupan yang modern dapat mengubah gaya hidup setiap orang untuk

menjadi lebih instan, termasuk pola konsumsi makanan. Masyarakat yang tinggal

di perkoataan jauh lebih mudah mengakses gaya hidup modern yang tidak sehat

misalnya banyak mengonsumsi makan siap saji, alkohol dan rokok. Adanya gaya

hidup modern dapat membuat hipertensi menjadi sebuah momok yang

mengancam (Dalimartha & Purnama, 2008). Hasil Riskesdas tahun 2018

menyatakan bahwa prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran menurut tempat

tinggal tertinggi di wilayah perkotaan sebesar 34,4% dan terendah di wilayah

perdesaan sebesar 33,7%. (Kementrian Kesehatan RI, 2019).

Berdasarkan waktu. Menurut laporan WHO tahun 2019 bahwa

prevalensi hipertensi secara global sebesar 22% dari seluruh penduduk yang ada

di dunia. Penderita hipertensi yang rutin melakukan upaya untuk mengendalikan

tekananan darah hanya kurang dari seperlima penderita saja (Kementrian

Kesehatan RI, 2019). Hasil Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi

hipertensi di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 31,7%. Kemudian mengalami

penurunan prevalensi pada tahun 2013 sebsesar 25,8 dan meningkat pada tahun

2018 sebesar 34,1% (Kementrian Kesehatan RI, 2018).

Faktor Risiko Hipertensi

Umur. Tekanan darah seseorang cenderung meningkat sesuai

bertambahnya umur, risiko meningkatnya hipertensi juga akan tinggi dengan

18
bertambahnya umur (Bustan, 2007). Hipertensi meningkat seiring dengan

bertambahnya usia dapat terjadi karena struktur pembuluh darah mengalami

perubahan sehingga menyebabkan penyempitan lumen dan dinding pembuluh

darah menjadi kaku hingga akhirnya membuat tekanan darah sistolik mengalami

peningkatan (Departemen Kesehatan RI, 2013).

Tekanan darah tinggi dapat terjadi pada semua kalangan tanpa memandang

umur. Prevalensi tekanan darah tinggi di Inggris pada usia pertengahan sebesar

20% dan mengalami peningkatan di atas 50% pada usia lebih dari 60 tahun.

Tekanan darah tinggi dapat terjadi pada usia muda akan tetapi prevalensinya

rendah yaitu kurang dari 20% (Palmer & Williams, 2007).

Jenis Kelamin. Laki-laki memiliki risiko mengalami peningkatan tekanan

darah sistolik sekitar 2,3 kali lebih tinggi daripada perempuan. Hal ini dapat

terjadi karena pria memiliki gaya hidup yang tidak sehat sehingga cenderung

memicu peningkatan tekanan darah. Namun, setelah memasuki masa menopause,

perempuan akan mengalami peningkatan prevalensi hipertensi. Bahkan di atas

umur 65 tahun, kejadian hipertensi pada perempuan lebih tinggi daripada laki-

laki, diakibatkan oleh faktor hormonal dalam tubuh. Berdasarkan Riskedas tahun

2007, prevalensi hipertensi pad pada perempuan sedikit lebih tinggi daripada laki-

laki (Departemen Kesehatan RI, 2013).

Riwayat keluarga. Faktor genetik juga berperan terhadap terjadinya

hipertensi. Apabila dalam keluarga mengalami riwayat tekanan darah tinggi maka

seseorang cenderung menyandang tekanan darah tinggi. Jika kedua orang tua

19
memiliki tekanan darah tinggi maka kemungkinan anak mereka juga menyandang

tekanan darah tinggi yang semakin tinggi. Sekitar 20-40% variasi tekanan darah

di antara setiap individu disebabkan karena faktor riwayar keluarga. Penelitian

menyatakan bahwa tekanan darah seorang anak akan lebih berisiko mendekati

tekanan darah orang tuanya apabila mereka memiliki hubungan darah

dibandingkan dengan anak hasil adopsi. Hal ini menunjukkan bahwa bukan hanya

faktor lingkungan saja yang dapat menentukan tekanan darah seseorang namun

juga dari gen menentukan (Palmer & Williams, 2007).

Faktor genetik juga memiliki keterkaitan dengan matabolisme pengaturan

garam dan renin membran sel. Menurut Davidson jika kedua orang tuanya

merupakan penderita hipertensi, maka sekitar 45% akan diturunkan kepada anak-

anaknya. Sedangkan jika salah satu orang tuanya yang merupakan penderita

hipertensi, maka sekitar 30% akan diturunkan kepada anak-anaknya (Departemen

Kesehatan RI, 2013).

Konsumsi garam. Cairan tubuh dan tekanan darah yang meningkat

merupakan pengaruh dari konsumsi garam disertai ekskresi garam berlebih yang

meningkat. Cairan ekstraseluler mempunyai ion utama yang terdiri dari natrium

dan klorida. Seseorang yang mengonsumsi garam secara berlebihan dapat

menyebabkan konsentrasi natrium cairan ekstraseluler mengalami peningkatan

sehingga berpengaruh pada volume darah yang menjadi meningkat. Kondisi

tersebut menjadi awal memicunya kejadian hipertensi (Sutanto, 2010).

20
Penelitian ilmiah selama bertahun-tahun menunjukkan bahwa asupan

garam dalam makanan kita terlalu banyak. Membatasi asupan garam dalam

makanan merupakan salah satu cara untuk menurunkan tekanan darah secara

signifikan. Anjuran pengurangan asupan garam adalah kurang dari 6 gram per hari

atau setara dengan 1 sendok the (Palmer & Williams, 2007).

Kelebihan berat badan. Berat badan yang berlebih merupakan hal yang

tidak sehat. Secara umum, semakin tinggi berat badan seseorang, semakin tinggi

juga tekanan darahnya. Massa tubuh dapat diperoleh dari hitungan indeks massa

tubuh atau body mass index dengan melalui pengukuran tinggi badan dan berat

badan (Palmer & Williams, 2007).

Berat badan dan indeks massa tubuh berhubungan langsung dengan

tekanan darah, khususnya tekanan darah sistolik. Obesitas bukan faktor penyebab

hipertensi namun prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih meningkat. Orang

yang berbadan gemuk memiliki risiko relatif sebagai penderita hipertensi

sebanyak 5 kali lebih besar daripada orang yang berbadan normal. Pada penderita

hipertensi didapatkan sebesar 20-33% termasuk berat badan berlebih atau

overweight (Departemen Kesehatan RI, 2013).

Konsumsi rokok. Rokok mengandung zat-zat kimia yang beracun seperti

nikotin dan karbon monoksida. Ketika rokok dihisap, zat-zat beracun tesebut ikut

terhisap dan kemudian memasuki sirkulasi darah serta merusak lapisan endotel

pembuluh darah arteri. Akibat yang dihasilkan adalah tejadinya proses

artereosklerosis dan tekanan darah tinggi. Kebiasaan mengonsumsi rokok dapat

21
meningkatkan denyut jantung, akibatnya kebutuhan oksigen otot-otot jantung

bertambah. Penderita hipertensi yang memiliki kebiasaan merokok dapat semakin

meningkatkan risiko rusaknya pembuluh darah arteri (Departemen Kesehatan RI,

2013).

Konsumsi alkohol. Berdasarkan (Laporan Komisi Pakar WHO, 2001)

pada beberapa populasi, konsumsi minuman keras selalu memiliki hubungan

dengan terjadinya tekanan darah tinggi. Seseorang yang mengonsumsi minuman

keras paling sedikit dua kali per hari, tekanan darah sistolik akan naik sekitar 1,0

mmHg dan tekanan darah diastolik akan naik sekitar 0,5 mmHg per satu kali

minum. Sedangkan seseorang yang mengonsumsi minuman keras setiap harinya,

tekanan darah sistolik akan naik sekitar 6,6 mmHg dan tekanan darah diastolik

akan naik sekitar 4,7 mmHg dibandingkan dengan orang yang mengonsumsi

minuman keras dalam waktu sekali seminggu.

Mengonsumsi alkohol dalam jumlah banyak bisa menyebabkan

peningkatan tekanan darah dan risiko komplikasi kardiovaskuler. Panduan terbaru

di Inggris memberi saran kepada penderita hipertensi berjenis kelamin laki-laki

untuk membatasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 21 unit per minggu atau setara

dengan 10 pint bir berkadar alkohol sedang atau ringan per minggu. Sedangkan

pada wanita dengan tekanan darah tinggi diberi saran untuk tidak mengonsumsi

alkohol tidak lebih dari 14 unit per minggu (Palmer & Williams, 2007).

Stres. Beberapa bentuk stres atau ketegangan jiwa seperti rasa tertekan,

murung, marah, dendam, rasa ketakutan dan rasa bersalah. Bentuk-bentuk tersebut

22
bisa memberi rangsangan pada kelenjar anak ginjal untuk melepaskan hormon

adrenalin dan membuat jantung berdetak semakin kencang serta kuat. Kondisi ini

juga mempengaruhi tekanan darah yang semakin tinggi. Apabila keadaan stres

berlangsung secara terus menerus dalam waktu lama, tubuh akan berupaya

melaksanakan penyesuaian sehingga muncul kelainan organis atau perubahan

patologis. Tekanan darah tinggi atau penyakit maag merupakan gejala yang akan

muncul (Departemen Kesehatan RI, 2013).

Stres dan emosi yang negatif dapat memberi pengaruh melalui bermacam

cara yang sangat konkret dan psikologis. Ketika seseorang yang memiliki denyut

jantung yang tidak beraturan mendapatkan tekanan mental, denyut jantungnya

akan kacau dan menimbulkan bahaya. Faktanya, keadaan yang emosional bisa

berdampak buruk bagi kesehatan kardiovaskuler (Kowalski, 2010).

Aktivitas fisik. Seseorang yang mempunyai gaya hidup tidak sehat akan

lebih mudah mengalami tekanan darah tinggi. Salah satu cara yang dapat

dilakukan untuk menurunkan tekanan darah tinggi adalah berolahraga secara

teratur. Jika seseorang merupakan penderita hipertensi, melakukan latihan aerobik

sedang dengan waktu 30 menit sehari selama beberapa hari setiap minggu dapat

menurunkan tekanan darah. Beberapa jenis latihan aktivitas fisik yang dapat

dilakukan untuk mengatur tekanan darah seperti berjalan kaki, bersepeda,

berenang dan aerobic. Angka aktivitas fisik di Inggris sangat rendah, hampir tiga

per empat orang dewasa melakukan aktivitas fisik lebih ringan daripada yang

disarankan setiap minggunya (Palmer & Williams, 2007).

23
Pencegahan Hipertensi

Pencegahan primordial. Pencegahan primordial adalah suatu upaya yang

dilakukan untuk menciptakan keadaan kepada masyarakat dengan tujuan agar

suatu penyakit tidak dapat berkembang akibat ketidakadaan peluang dan dorongan

dari kebiasaan, gaya hidup maupun kondisi lainnya yang merupakan faktor risiko

dari suatu penyakit (Irwan, 2016). Menurut (Hikmawati, 2014) pencegahan

primordial merupakan suatu upaya yang dilaksanakan guna meminimalisir

timbulnya faktor risiko, didukung dengan adanya kebijakan yang nyata dan tegas

dari pejabat-pejabat berwenang.

Pencegahan primer. Pencegahan primer adalah suatu cara yang dilakukan

dengan tujuan untuk mencegah faktor risiko menjadi berkembang dengan kata

lain melakukan modifikasi terhadap faktor risiko. Pencegahan ini dilakukan

sebelum terjadi perubahan patologis guna mencegah munculnya kejadian penyakit

baru (Triyanto, 2014). Beberapa bentuk pencegahan primer seperti kegiatan

penyuluhan dan promosi kesehatan, memberi penjelasan serta melibatkan setiap

individu untuk melakukan pencegahan terhadap terjadinya suatu penyakit dengan

usaha tindakan kesehatan. Terdapat banyak tindakan kesehatan salah satunya di

bidang gizi yaitu tindakan mengatur berat badan, mengatur asupan natrium dan

konsumsi alkohol serta menghindari stress (Gowan, 2001).

Menurut (Palmer & Williams, 2007) mengubah pola hidup tidak sehat

menjadi sehat merupakan pencegahan primer untuk menurunkan tekanan darah

dan risiko penyakit kardiovaskuler. Pencegahan primer tersebut seperti mengatur

24
berat badan dalam ukuran normal, membatasi konsumsi garam per hari,

menghindari konsumsi alkohol, membatasi konsumsi lemak jenuh, lemak total

dan kolestrol, rajin mengonsumsi buah dan sayur segar, rajin berolahraga minimal

30 menit per hari dan tidak mengonsumsi rokok.

Pencegahan sekunder. Pencegahan sekunder adalah upaya penanganan

hipertensi yang pernah terjadi agar tidak terjadi pengulangan serangan dan tidak

semakin parah dari sebelumnya. Pencegahan ini dilakukan dengan tujuan untuk

meminimalisir akibat-akibat yang lebih fatal atau menghindari adanya komplikasi

dari hipertensi dan melakukan pengobatan kepada penderita hipertensi. Sehingga

melakukan diagnosis dini dan pengobatan merupakan bentuk tindakan

pencegahan sekunder (Triyanto, 2014).

Diagnosis dini. Diagnosis dini sangat penting dilakukan untuk mencegah

terjadinya hipertensi. Data-data yang diperlukan untuk mempertegak hasil

diagnosis dini hipertensi adalah anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium dan pemeriksaan penunjang. Pengukuran tekanan darah harus sangat

akurat karena satu-satunya tanda klinis yang sering terjadi pada hipertensi yaitu

peningkatan tekanan darah.

Pengobatan. Pengobatan hipertensi dilakukan dengan tujuan untuk

menurunkan tekanan darah seseorang dan meminimalisir terjadinya komplikasi

serta memperpanjang harapan hidup penderita. Sebelum diputuskannya seseorang

untuk mulai mengonsumsi obat antihipertensi, ada beberapa faktor yang harus

diperhatikan sebagai dasar pemberian obat yaitu derajat tinggi tekanan darah,

25
terdapat kerusakan organ dan terdapat manifestasi penyakit kardiovaskuler atau

faktor risiko lain. Pemberian obat antihipertensi dapat membuat tekanan darah

sistolik menjadi turun dan dapat mencegah kejadian stroke pada pasien yang

berumur 70 tahun atau lebih (Triyanto, 2014).

Pencegahan tersier. Pencegahan tersier bertujuan agar angka kesakitan

dan angka kecacatan mengalami penurunan serta angka kualitas hidup mengalami

peningkatan. Hal ini dilakukan dengan cara pemulihan dan rehabilitasi setelah

timbulnya penyakit. Upaya pencegahan tersier yang dapat dilakukan seperti

melakukan follow up kepada penderita hipertensi sebagai pertimbangan penentuan

dosis obat semakin ditambah atau semakin dikurangi dan melakukan rehabilitasi

yang tidak berfokus pada fisik saja melainkan juga pada kebutuhan spiritual dan

psikologi guna kembalinya keutuhan individu (Triyanto, 2014).

Hasil Penelitian yang Relevan


Menurut (Rahmadani, 2021) faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya

hipertensi terdiri dari dua kelompok yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi

dan faktor yang dapat dimodifikasi. Berdasarkan penelitiannya pada masyarakat

di kampung Bedagai Kota Pinang terdapat 38 responden dari 76 responden yang

menderita hipertensi dan variabel yang berpengaruh terhadap hipertensi antara

lain faktor genetik, obesitas, stres, konsumsi alkohol, merokok dan asupan garam

berlebih. Sedangkan variabel yang tidak terdapat pengaruh terhadap hipertensi

yaitu jenis kelamin dan akt fisik.

Penelitian (Hasrianto et al., 2018) mengatakan bahwa berdasarkan rekapan

data Puskesmas Harapan Raya, jumlah kunjungan kasus hipertensi pada usia

26
dewasa tahun 2015 sebanyak 644 kasus dan mengalami peningkatan pada tahun

2016 sebanyak 1.312 kasus. Walaupun kasusnya tidak terlalu tinggi daripada usia

lansia, hal ini dapat menjadi sebuah masalah kesehatan yang fatal apabila sejak

dini tidak dilakukan upaya pengendalian dan pencegahan faktor risiko yang

berpengaruh terhadap hipertensi.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 53 orang (58,2%) menderita

hipertensi dan 38 orang (41,8%) tidak menderita hipertensi. Variabel-variabel

yang memiliki hubungan dengan kejadian hipertensi antara lain jenis kelamin,

riwayat keturunan, aktifitas fisik sedangkan variabel yang tidak memiliki

hubungan dengan kejadian hipertensi yaitu obesitas. Responden berjenis kelamin

laki-laki memiliki 3,8 kali berisiko menderita hipertensi daripada responden

perempuan dan responden yang mempunyai riwayat keturunan hipertensi 3,4 kali

berisiko menderita hipertensi daripada responden yang tidak memiliki riwayat

keturunan hipertensi. Sedangkan responden yang beraktifitas fisik kurang 6,9 kali

berisiko menderita hipertensi daripada responden yang beraktifitas fisik aktif

(Hasrianto et al., 2018).

Berdasarkan penelitian (Susanti et al., 2020) pada masyarakat pesisir Desa

Percut Kabupaten Deli Serdang berdasarkan kondisi sosio demografi dan

konsumsi makan didapatkan 28 orang (31,1%) angka kasus hipertensi. Hasil

penelitian menunjukkan adanya hubungan umur, tingkat pendidikan dan pola

makan terhadap kejadian hipertensi. Sedangkan status pekerjaan tidak memiliki

hubungan dengan kejadian hipertensi. Variabel umur dikelompokkan menjadi dua

yaitu kelompok tua umur 41-65 tahun sebanyak 16 orang (66,7%) dan 12 orang

27
(18,2%) merupakan kelompok dewasa umur 18-40 tahun. Meskipun jumlah

kelompok tua lebih banyak dari kelompok dewasa, namun perbedaan jumlahnya

tidak terlalu jauh sehingga kejadian hipertensi pada kelompok dewasa juga

menjadi perhatian khusus.

Variabel status pendidikan penderita hipertensi lebih banyak

berpendidikan rendah sebanyak 15 orang (57,7%) dan berpendidikan tinggi

sebanyak 13 orang (20,3%). Sebanyak 10 orang (19,2%) memiliki kebiasaan tidak

mengonsumsi buah, sayur dan ikan dan 8 orang (47,4%) memiliki kebiasaan

mengonsumsi buah, sayur dan ikan. Adapun nilai Prevalence Odds Ratio (POR)

pada pola makan sebesar 3,780, artinya orang yang tidak memiliki kebiasaan

mengonsumsi buah, sayur dan ikan akan berisiko 3,7 kali menderita hipertensi

daripada orang yang memiliki kebiasaan mengonsumsi buah, sayur dan ikan

(Susanti et al., 2020).

Landasan Teori

Teori model Jaring-jaring Sebab Akibat (The Web of Caution) mengatakan

bahwa terjadinya pertambahan dan pengurangan suatu penyakit yang

bersangkutan disebabkan karena adanya perubahan dari salah satu faktor sehingga

terjadi juga perubahan di antara faktor lain yang menimbulkan ketidakseimbangan

antar faktor. Berdasarkan model ini, suatu penyakit dapat terjadi bukan hanya

disebabkan oleh satu sebab saja melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses

sebab dan akibat. Memotong rantai pada berbagai titik merupakan pencegahan

agar suatu penyakit tidak timbul (Irwan, 2017).

28
Teori model Jaring-jaring Sebab Akibat (The Web of Causation)

ditemukan oleh Mac Mohan dan Pugh pada tahun 1970. Konsep multi factorial

merupakan nama lain dari teori ini dengan alasan terjadinya suatu penyakit

dikarenakan hasil interaksi berbagai faktor. Misalnya faktor interaksi lingkungan

meliputi faktor biologis, kimiawi dan sosial memiliki peranan penting dalam

terjadinya suatu penyakit (Irwan, 2017).

Seseorang mengalami tekanan darah tinggi disebabkan oleh berbagai

faktor seperti faktor keturunan, faktor kondisi biologis dan faktor lingkungan

sosial. Faktor keturunan didapat jika adanya riwayat penderita hipertensi di dalam

keluarga. Kondisi biologis yang mempengaruhi terjadinya hipertensi yaitu umur

dan jenis kelamin. Sedangkan faktor lingkungan sosial berupa asupan garam,

obesitas, konsumsi rokok, konsumsi alkohol, stres dan aktivitas fisik. Semua

faktor tersebut saling berinteraksi melalui serangkaian proses sebab akibat hingga

pada akhirnya mengakibatkan seseorang menderita hipertensi.

29
Sifat Riwayat

Genetik Keluarga

Umur
Kondisi
Pembuluh
Jenis
Biologis
Darah
Kelamin
Menyempit
Asupan

Garam
Hipertensi
Obesitas

Konsumsi Daya Pompa


Lingkungan
Rokok Jantung dan
Sosial
Konsumsi Sirkulasi

Alkohol Darah

Meningkat
Stres

Aktivitas

Fisik

Gambar 1. Landasan Teori

30
Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen

Umur

Jenis kelamin

Pendidikan

Pekerjaan

Status perkawinan
Hipertensi
Riwayat keluarga

Obesitas

Asupan garam

Konsumsi rokok

Aktivitas fisik
Gambar 2. Kerangka konsep

31
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan

desain cross sectional.

Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Puskesmas Lotu

Kabupaten Nias Utara. Pemilihan lokasi ini berdasarkan atas pertimbangan bahwa

hipertensi termasuk dalam sepuluh penyakit terbesar yaitu posisi ke tiga di

puskesmas tersebut dan belum pernah dilakukan penelitian tentang determinan

kejadian hipertensi pada dewasa muda di UPTD Puskesmas Lotu Kabupaten Nias

Utara tahun 2022.

Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari sampai

Mei 2022.

Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi. Populasi pada penelitian ini adalah semua penduduk berusia 17-

35 tahun yang datang ke UPT Puskesmas Lotu Kabupaten Nias Utara tahun 2021

sebesar 850 orang.

Sampel. Sampel pada penelitian ini adalah sebagian penduduk berusia 17-

35 tahun yang datang ke UPTD Puskesmas Lotu Kabupaten Nias Utara tahun

2021.

Besar sampel. Besar sampel pada penelitian ini diperoleh dengan

menggunakan rumus Slovin (1960) sebagai berikut :

32
N
n=
1+ N ( e)2

Sumber : (Imron, 2014)

Keterangan :

n = Jumlah sampel yang diambil

N = Jumlah populasi

e = Batas Toleransi Kesalahan (10%)

Berdasarkan rumus besar sampel di atas, maka :

N
n= 2
1+ N ( e)

850
n= 2
1+850 (0,1)

850
n=
9,5

n = 89,47 ≈ 89

Berdasarkan hasil perhitungan rumus besar sampel, jumlah sampel yang

dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 89 sampel.

Teknik pengambilan sampel. Pengambilan sampel pada penelitian ini

menggunakan teknik purposive sampling.

Adapun kriteria inklusi dalam pengambilan sampel yaitu :

33
a. Bersedia menjadi responden

b. Penderita hipertensi yang berusia 17-35 tahun

c. Tidak sedang hamil

Adapun kriteria ekslusi pengambilan sampel yaitu :

a. Tidak bersedia menjadi responden

b. Bukan penderita hipertensi yang berusia 17-35 tahun

c. Sedang hamil

Variabel dan Defenisi Operasional


Hipertensi. Berdasarkan (JNC, 2003) hipertensi merupakan keadaan

ketika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥90 mmHg.

Dikategorikan atas :

1. Hipertensi : Tekanan darah sistolik ≥140 mmHg

2. Tidak hipertensi : Tekanan darah sistolik <140 mmHg

Umur. Usia repsonden pada saat penelitian dilaksanakan. Menurut Depkes

(2009) masa remaja awal berusia 12-16 tahun, masa remaja akhir berusia 17-25

tahun, masa dewasa awal berusia 26-35 tahun dan masa dewasa akhir berusia 36-

45 tahun. Dikategorikan atas :

1. Dewasa : 26-35 tahun

2. Remaja : 17-25 tahun

Jenis kelamin. Ciri khusus dari segi biologis dan anatomis yang dimiliki

individu sebagai pembeda dengan individu lain. Dikategorikan atas :

34
1. Laki-laki

2. Perempuan

Pendidikan. Tingkat pendidikan terakhir yang telah dicapai responden

ketika dilakukan penelitian. Dikategorikan atas :

1. SD

2. SMP

3. SMA/SMK

4. Akademi/Perguruan Tinggi

Untuk keperluan uji statistik dikategorikan menjadi :

1. Pendidikan dasar : SD dan SMP

2. Pendidikan lanjut : SMA/SMK dan Akademi/Perguruan Tinggi

Pekerjaan. Aktivitas yang dilakukan responden secara rutin di dalam atau

di luar rumah guna terpenuhinya kebutuhan sehari-hari. Dikategorikan atas :

1. TNI/Polri/PNS

2. Pegawai Swasta

3. Wiraswasta

4. Petani/buruh

5. Ibu Rumah Tangga

6. Tidak bekerja

Untuk uji statistik dikategorikan menjadi :

35
1. Bekerja

2. Tidak bekerja

Status perkawinan. Keterangan yang menyatakan adanya riwayat

pernikahan responden berdasarkan kartu status yang telah tercatat. Dikategorikan

atas :

1. Kawin

2. Belum kawin

Riwayat keluarga. Terdapat riwayat keluarga responden yang memiliki

penyakit hipertensi. Dikategorikan atas :

1. Ada

2. Tidak ada

Obesitas. Suatu keadaan ketika lemak mengalami penimbunan secara

berlebihan di dalam tubuh yang dapat diketahui melalui rumus Indeks Massa

Tubuh (IMT) yaitu berat badan (kg) dibagi tinggi badan (cm).

Berat badan(kg)
x= ¿¿

Klasifikasi Indeks Massa Tubuh menurut WHO yaitu :

Berat badan kurang : <18,5 kg/m2

Normal : 18,5-22,9 kg/m2

Berisiko : 23-24,9 kg/m2

36
Obesitas derajat 1 : 25-29,9 kg/m2

Obesitas derajat 2 : ≥30 kg/m2

Untuk uji statistik dikategorikan menjadi :

1. Obesitas : ≥25 kg/m2

2. Tidak obesitas : <25 kg/m2

Asupan garam. Rata-rata konsumsi natrium per hari oleh responden.

Banyak konsumsi natrium akan dicatat dalam food recall dengan menanyakan

makanan yang dikonsumsi dalam waktu 24 jam terakhir. Asupan natrium dihitung

menggunakan softaware Nutri Survey. Dikategorikan menjadi :

1. Tinggi : Asupan garam >2000 mg natrium

2. Cukup : Asupan garam ≤2000 mg natrium

Konsumsi rokok. Kebiasaan responden mengonsumsi rokok setiap hari.

Dikategorikan menjadi :

1. Merokok : memiliki kebiasaan konsumsi rokok

2. Tidak merokok : tidak memiliki kebiasaan konsumsi rokok

Aktivitas fisik. Kegiatan atau gerakan otot yang dilakukan responden

sehari-hari. Aktivitas fisik dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL). PAL

adalah besarnya nilai Physical Activity Ratio (PAR) yang dikeluarkan dalam 24

jam (FAO, 2001).

Total PAR
PAL=
24 Jam

37
Dikategorikan menjadi :

1. Cukup : PAL 1,70-2,40

2. Kurang : PAL 1,40-1,69

Metode Pengumpulan Data


Data primer. Data yang didapatkan dan dikumpulkan melalui teknik

wawancara kepada masyarakat yang datang ke UPTD Puskesmas Lotu Kabupaten

Nias Utara dengan menggunakan kuisioner. Data yang dikumpulkan adalah

tekanan darah, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,

riwayat hipertensi dalam keluarga, obesitas, asupan garam, konsumsi rokok dan

aktivitas fisik.

Data sekunder. Data yang didapatkan dari profil UPTD Puskesmas Lotu

Kabupaten Nias Utara.

Metode Pengukuran
Variabel yang diukur dan dianalisa dalam penelitian ini adalah :

Tabel 2

Variabel dan Alat Ukur

Cara dan Alat


Variabel Hasil Ukur Skala Ukur
Ukur

Hipertensi Pemeriksaan 1. Hipertensi Ordinal

tekanan darah (Sistole ≥140

secara langsung mmHg)

2. Tidak hipertensi

38
(Sistole <140

mmHg)

Umur Wawancara 1. Dewasa Ordinal

(kuisioner) 2. Remaja

Jenis Kelamin Wawancara 1. Laki-laki Nominal

(kuisioner) 2. Perempuan

Pendidikan Wawancara 1. Pendidikan dasar Ordinal

(kuisioner) (SD dan SMP)

2. Pendidikan lanjut

(SMA/SMK dan

Akademik/Pergu

ruan Tinggi)

Pekerjaan Wawancara 1. Bekerja Ordinal

(kuisioner) 2. Tidak Bekerja

Status Wawancara 1. Kawin Ordinal

Perkawinan (kuisioner) 2. Belum Kawin

Riwayat Wawancara 1. Ada Ordinal

Keluarga (kuisioner) 2. Tidak ada

Obesitas Wawancara 1. Obesitas Ordinal

(kuisioner) 2. Tidak Obesitas

Asupan Wawancara 1. Tinggi Ordinal

Garam (kuisioner) 2. Cukup

39
Konsumsi Wawancara 1. Merokok Ordinal

Rokok (kuisioner) 2. Tidak Merokok

Aktivitas Fisik Wawancara 1. Cukup Ordinal

(kuisioner) 2. Kurang

Metode Analisis Data


Analisis univariat. Analisis univariat digunakan untuk melihat

karakteristik dan distribusi frekuensi setiap variabel antara lain umur, jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, riwayat keluarga menderita

hipertensi, obesitas, konsumsi rokok dan aktivitas fisik.

Analisis bivariat. Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan

antara variabel umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,

riwayat keluarga menderita hipertensi, obesitas, konsumsi rokok dan aktivitas

fisik dengan kejadian hipertensi. Analisis statistik yang digunakan adalah uji Chi-

Square, hasil analisa statistik dengan nilai signifikasi p<0,005 dinyatakan

berhubungan.

Menentukan risiko terhadap kejadian hipertensi dapat dihitung dengan

ratio prevalence. Ratio prevalence didapatkan dari hasil pembagian antara

proporsi subjek dengan faktor risiko (a/(a+b)) dengan subjek tanpa faktor risiko

(c(c+d)). Rumus ratio prevalence sebagai berikut :

A /( A+ B)
Ratio Prevalence=
C /(C+ D)

40
Keterangan :

A = Subjek (+) dengan faktor risiko

B = Subjek (-) dengan faktor risiko

C = Subjek (+) tanpa faktor risiko

D = Subjek (-) tanpa faktor risiko

Hasil ratio prevalence (RP) akan mempresentasikan bahwa :

1. Jika nilai RP < 1 maka, variabel independen merupakan faktor protektif

2. Jika nilai RP = 1 maka, variabel independen bukan faktor protektif

3. Jika RP > 1 maka, variabel independen merupakan faktor risiko

Daftar Pustaka
Bustan, M. N. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular (2nd ed.). Jakarta :

PT Rineka Cipta.

41
Dalimartha, S., & Purnama, B. T. (2008). Care Your Self Hipertensi. Jakarta :

Penebar Plus.

Dekker, E. (1996). Hidup Dengan Tekanan Darah Tinggi. Jakarta : Sinar

Harapan.

Departemen Kesehatan RI. (2013). Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana

Hipertensi.

Departemen Kesehatan RI. (2014). Pedoman Umum Pos Pembinaan Terpadu

Penyakit Tidak Menular.

Ekarini, N. L. P., Wahyuni, J. D., & Sulistyowati, D. (2020). Faktor - Faktor Yang

Berhubungan Dengan Hipertensi Pada Usia Dewasa. Jkep, 5(1), 61–73.

https://doi.org/10.32668/jkep.v5i1.357

Fadhli, W. M. (2018). Hubungan antara gaya hidup dengan kejadian hipertensi

pada usia dewasa muda di Desa Lamakan Kecamatan Karamat Kabupaten

Buol. Jurnal KESMAS, 7(6), 1–14.

FAO. (2001). Human Energy Requirements, Report of a Joint FAO/WHO/UNU

Expert Consultation (Vol. 0). https://www.fao.org/3/y5686e/y5686e.pdf

Gowan, M. (2001). Menjaga Kebugaran Jantung. Jakarta : Raja Grafindo.

Hasrianto, N., Susanti, N., & Wulandari, P. (2018). Determinan Kejadian

Hipertensi pada Pasien Puskesmas Harapan Raya Pekanbaru Tahun 2017.

Jurnal Al Tamimi Kesmas, 7(2), 33–41.

42
Herawati, N. T., Alamsyah, D., & Hernawan, A. D. (2020). Hubungan antara

Asupan Gula, Lemak, Garam, dan Aktifitas Fisik dengan Kejadian

Hipertensi pada Usia 20 – 44 Tahun Studi Kasus Posbindu PTM di Desa

Secapah Sengkubang Wilayah Kerja Puskesmas Mempawah Hilir. Jurnal

Mahasiswa Dan Penelitian Kesehatan, 7(1), 34–43.

Hikmawati, I. (2014). Buku Ajar Epidermiologi. Yogyakarta : Nuha Medika.

Imron, M. (2014). Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan. Jakarta : Sagung

Seto.

Irwan. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Yogyakarta : Deepublish.

Irwan. (2017). Epidemiologi Penyakit Menular. Yogyakarta : CV. Absolute

Media.

JNC. (2003). The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. In National

Institutes of Health. https://doi.org/10.1097/00001573-199903000-00014

Kementrian Kesehatan RI. (2014). Infodatin Hipertensi.

Kementrian Kesehatan RI. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 71 Tahun 2015.

Kementrian Kesehatan RI. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018.

Kementrian Kesehatan RI. (2019). Infodatin Hipertensi Si Pembunuh Senyap.

Kowalski, R. E. (2010). Terapi Hipertensi : Program 8 Minggu Menurunkan

43
Tekanan Darah Tinggi dan Mengurangi Risiko Serangan Jantung dan Stroke

Secara Alami. Bandung : Qanita.

Laporan Komisi Pakar WHO. (2001). Pengendalian Hipertensi. Bandung : ITB.

Miftahul, F. (2019). Hubungan Jenis Kelamin dengan Angka Kejadian Hipertensi

Pada Masyarakat Di Kelurahan Tamansari Kota Tasikmalaya. Jurnal

Keperawatan & Kebidanan STIKes Mitra Kencana Tasikmalaya, 3(1), 85–

94.

Palmer, A., & Williams, B. (2007). Tekanan Darah Tinggi. Jakarta : Erlangga.

Rahmadani, M. (2021). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Hipertensi

pada Masyarakat di Kampung Bedagai Kota Pinang. Jurnal Kedokteran

Sains Dan Teknologi Medik, IV(I), 52–62.

Riskesdas. (2018). Laporan Provinsi Sumatera Utara. Jakarta : Badan Litbangkes

Kementrian Kesehatan RI.

Sarumaha, E. K., & Diana, V. E. (2018). Faktor Risiko Kejadian Hipertensi Pada

Usia Dewasa Muda di UPTD Puskesmas Perawatan Plus Teluk Dalam

Kabupaten Nias Selatan. Jurnal Kesehatan Global, 1(2), 70.

https://doi.org/10.33085/jkg.v1i2.3914

Suiraoka, I. P. (2012). Penyakit Degeneratif: Mengenal, Mencegah dan

Mengurangi Faktor Risiko 9 Penyakit Degeneratif. Yogyakarta : Nuha

Medika.

44
Susanti, N., Siregar, P. A., & Falefi, R. (2020). Determinan Kejadian Hipertensi

Masyarakat Pesisir Berdasarkan Kondisi Sosio Demografi dan Konsumsi

Makan. Jurnal Ilmu Kesehatan (JIKA), 2(1), 43–52.

Susilo, Y., & Wulandari, A. (2011). Cara Jitu Mengatasi Darah Tinggi

(Hipertensi). Yogyakarta : Andi.

Sutanto. (2010). Cekal (Cegah dan Tangkal) Penyakit Modern Hipertensi, Stroke,

Jantung, Kolesterol, dan Diabetes. Yogyakarta : CV Andi Offset.

Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan bagi Penderita Hipertensi Secara

Terpadu. Yogyakarta : Graha Ilmu.

World Health Organization. (2018). Noncommunicable Diseases Country Profiles

2018.

World Health Organization. (2021a). Guideline for the Pharmacological

Treatment of Hypertension in Adults.

https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/344424/9789240033986-

eng.pdf

World Health Organization. (2021b). World Health Statistic 2021.

https://www.who.int/data/gho/publications/world-health-statistics

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian

KUISIONER PENELITIAN

DETERMINAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA DEWASA MUDA DI

45
UPTD PUSKESMAS LOTU KABUPATEN NIAS UTARA TAHUN 2022

Identitas Responden

Nomor Responden :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Status Perkawinan :

Tekanan Darah Sistolik :

Tekanan Darah Diastolik :

Obesitas

Berat Badan :

Tinggi Badan :

Riwayat Keluarga

Apakah di dalam keluarga Anda ada penderita hipertensi?

1. Ya 2. Tidak

46
Kebiasaan Merokok

Apakah Anda mengonsumsi rokok?

1. Ya 2. Tidak

Jika Ya, berapa jumlah batang rokok yang diisap dalam sehari? .......... (batang)

Berapa lama Anda sudah mengonsumsi rokok? .......... (bulan/tahun)

Asupan Garam

Food Recall Makanan 24 Jam Terakhir

Waktu Makan Jenis Makan Banyaknya Konversi

URT Garam Sodium(mg)

Pagi/Jam

Selingan :

Siang/Jam

Selingan

Malam/Jam

Selingan

Aktivitas Fisik

Aktivitas PAR Durasi (Jam) Total (PAL)

Tidur 1,0

47
Memasak 2,1

Aktivitas santai (menonton 1,4

TV, mengobrol)

Berkebun 4,1

Berkendara dalam 1,2

angkot/mobil

Mengerjakan pekerjaan rumah 2,8

(menyapu, mencuci piring,

mencuci pakaian)

Duduk 1,5

Berdiri, membawa beban yang 2,2

ringan

Mengendarai motor 1,5

Mengendarai mobil 2,0

Berjalan kaki tanpa beban 3,2

Mandi dan berpakaian 2,8

Olaharaga ringan (aerobik) 4,2

Total

48

Anda mungkin juga menyukai