Anda di halaman 1dari 21

Makalah

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN KASUS DIFTERI

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 4

JULFIA KARIM 751440120015


ANDRY NURZANNAH YUSUF 751440120005
RAHMAD SIGIT MURSAHA 751440120026

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN GORONTALO

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT, pencipta alam semesta, tidak lupa
sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw. karena atas rahmat
dan karunia Allah tugas ini dapat kami selesaikan. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.
Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas keperawatan anak dan untuk memudahkan
mahasiswa dalam memahami makalah ini.
Demikianlah makalah ini kami susun. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi siapa saja
yang membacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, semua krtik dan saran senantiasa kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini
agar menjadi lebih baik.

Gorontalo 8 February 2022

Kelompok IV
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
A. Latar belakang...............................................................................................
B. Rumusan masalah.........................................................................................
C. Tujuan ..........................................................................................................

BAB II MATERI...........................................................................................................
A. Definisi difteri...............................................................................................
B. Etiologi..........................................................................................................
C. Epidemiologi.................................................................................................
D. Patofisiologi..................................................................................................
E. Manifestasi klinis..........................................................................................
F. Penatalaksanaan medis..................................................................................
G. Contoh kasus.................................................................................................

BAB III PENUTUP.......................................................................................................


A. Kesimpulan ..................................................................................................
B. Saran ............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious
disease).penyakit ini disebabkan oleh infeksi bekteri Corynebacterium diphtheriae,
yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan,terutama bagian tonsil,nasofaring
(bagian antara hidung dan faring/tenggorokan)dan laring.penularan difteri dapat
melalui kontak hubungan dekat,melalui udara yang tercemar oleh karier atau
penderita yang akan sembuh,juga melalui batuk dan bersin penderita.
Penderita difteri umumnya anak-anak,usia dibawah 15 tahun.dilaporkan 10%
kasus difteri dapat berakibat fatal,yaitu sampai menimbulkan kematian.selama
permulaan pertama dari abad ke-20,difteri merupakan penyebab umum dari kematian
bayi dan anak-anak muda.penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk
dengan tingkat sanitasi rendah.oleh karena itu,menjaga kebersihan sangatlah
penting,karena berperan dalam meenunjang Kesehatan kita.lingkungan buruk
merupakan sumber dan penularan penyakit.
Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyphtheria,Pertusis dan Tetanus),penyakit
difteri mulai jarang dijumpai.vaksin imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk
meningkatkan system kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut.anak-
anak yang tidak mendapatkan vaksin difteri akan lebih rentan terhadap penyakit yang
menyerang saluran pernafasan ini.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana definisi difteri?
2. Bagaimana etiologi difteri?
3. Bagaimana epidemiologi difteri?
4. Bagaimana patofisiologi difteri?
5. Bagaimana manifestasi klinis difteri?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan difteri?

C. TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami definisi difteri
2. Mengetahui dan memahami etiologi difteri
3. Mengetahui dan memahami epidemiologi difteri
4. Mengetahui dan memahami patofisiologi difteri
5. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis difteri
6. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan difteri
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI DIFTERI
Difteri adalah infeksi bakteri pada hidung dan tenggorokan.meski tidak selalu
menimbulkan gejala,penyakit ini biasanya ditandai oleh munculnya selaput abu-
abu yang melapisi tenggorokan dan amandel.
Difteri adalah toksikoinfeksi yang disebabkan oleh Corynebacterium
diphteriae.difteri adalah penyakit infeksi pertama yang ditaklukkan atas dasar
prinsip-prinsip mikrobiologi dan Kesehatan masyarakat.penurunan penyebab
utama kematian anak dibarat pada awal abad ke-20 sampai menjadi kasus medis
yang jarang,tanda mata modern kerapuhan keberhasilan tersebut menekankan
perlunya pemakaian secara sungguh-sungguh prinsip-prinsip pemberantasan yang
sama pada zaman ketergantungan vaksin dan satu masyarakat global
(Nelson,2000)
Difteri adalah penyakit menular yang umumnya menyerang anak-anak atau
bayi.infeksi bakteri dan menular melalui udara.untuk itu,penderita penyakit difteri
tidak boleh meludah senbarangan tempat agar kuman difterinya tidak menyebar
(Panut,2006).
Difteri adalah penyakit menular yang menyerang hidung dan
tenggorokan.biasa menyerang anak-anak yang belum diimunisasi difteri secara
lengkap.penyakit difteri seringkali dilaporkan menyebabkan kematian pada
penderitanya bila tidak segera mendapatkan pengobatan.penyakit ini sangat
berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) Difteri terutama pada anak-
anak,khususnya yang belum pernah mendapatkan imunisasi DPT.artinya banyak
terjadi penularan difteri dari anak yang sakit difteri kepada sejumlah besar anak
yang lain pada waktu yang bersamaan (Nur Farida,2006).
Penyakit difteri adalah suatu infeksi akut yang mudah menular,dan yang
sering diserang terutama saluran pernapasan bagian atas dengan tanda khas
timbulnya “pseudomembran”.kuman juga melepaskan eksotoksin yang dapat
menimbulkan gejala umum dan local.
Jadi, difteri adalah penyakit yang ditaklukkan pertama atas dasar prinsip
mikrobiologi dan Kesehatan masyarakat yang umumnya menyerang system
respirasi anak-anak melalui udara.

B. ETIOLOGI
Penyakit difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae. Difteri
berasal dari Bahasa Yunani, diphtera= leather hide=kulit yang
tersembunyi.penyakit ini mempunyai 2 bentuk,yaitu:
1) Tipe respirasi,yang disebabkan oleh strain bakteri yang memproduksi kosin
(toksigenik).
2) Tipe kutan,yang disebabkan oleh strain toksigenik maupun yang
nontoksigenik.
Tipe respirasi biasanya mengakibatkan gejala berat hingga meninggal
sedangkan tipe kutan umumnya menunjukkan gejala ringan dengan
peradangan yang tidak khas sehingga tidak lagi dilaporkan dalam program
penanggulangan.
Corynebacterium diphteriae terdiri dari 3 tipe varian yaitu
mitis,intermedius,dan gravis.menurut virulensinya bakteri ini dibagi menjadi tipe
ganas dan tipe jinak.bakteri tipe jinak dapat ditemukan pada tenggorok dan selaput
mukosa manusia.tipe ini mengeluarkan toksin yang bekerja sebagai immunogen yang
mampu mengikat antitoksin antibody,sehingga sering terjadi infeksi yang tanpa
gejala (carrier).
Eksotoksin yang diproduksi oleh bakteri merupakan suatu protein yang tidak
tahan terhadap panas dan cahaya.bakteri dapat memproduksi toksin bila terinfeksi
oleh bakteriofag yang mengandung toksigen.

C. EPIDEMIOLOGI
Sejak penerapan Expanded programme on immunization (EPI) dimulai tahun
1977,insidensi difteri diseluruh dunia menurun drastic.kasus difteri yang tercatat
berkurang dari hamper 10.000 kasus per tahun pada periode 2000-2004 menjadi
5288 kasus setiap tahunnya pada periode 2005-2009. Namun,sejak tahun
2009,kasus difteri per tahunnya relative stagnan.wilayah asia tenggara merupakan
wilayah dengan kasus difteri terbanyak di seluruh dunia terutama sejak tahun
2005.
Sementara itu,kasus difteri di eropa dan afrika mengalami penuruan.walau
demikian,rusia dan ukraina memiliki tingkat kejadian difteri yang tinggi akibat
kejadian luar biasa yang terjadi dinegara tersebut pada tahun 1990an.
Sejak tahun 2000,india menempati peringkat pertama jumlah kasus difteri
terbanyak diikuti oleh Indonesia dan Nepal.selain itu,Nigeria pernah tercatat
memiliki kasus difteri cukup banyak pada periode 2000-2004,tetapi surveilans dan
pelaporan yang tidak baik diperiode berikutnya membuat kasus difteri di Nigeria
tidak menonjol.
Indonesia adalah salah satu negara dengan kasus difteri tertinggi di
dunia.selama sepuluh tahun terakhir,kasus difteri terbanyak terjadi pada tahun
2012 dimana terdapat 1192 kasus difteri yang tercatat.selanjutnya,terjadi tren
penurunan jumlah kasus mencapai 324 kasus pada tahun 2016 dengan provinsi
jawa timur sebagai kontributor terbesar kasus difteri.
Namun, pada tahun 2017 terjadi peningkatan jumlah kasus difteri
diindonesia.sejak 1 januari sampai dengan 4 november 2017,tercatat 591 kasus
difteri dengan 32 kematian di 95 kabupaten/kota di 20 provinsi di Indonesia.hal
ini kemudian direspon oleh kementerian Kesehatan dengan melakukan respons
cepat kejadian luar biasa (KLB) dengan Langkah outbreak response immunization
(ORI) pada12 kabupaten/kota di 3 provinsi yang mengalami KLB,yakni
banten,jawa barat,dan DKI Jakarta. Berdasarkan data kemenkes RI,pada tahun
2015 cakupan vaksin DPT3 rutin di Indonesia mencapai 93,1%. Berdasarkan data
tahun 2015,sebanyak 37% kasus difteri merupakan penderita yang belum
mendapatkan imunisasi DPT3.
D. PATOFISIOLOGI
Menempelnya corynobacterium diphtheria pada sel epitel mukosa merupakan
dasar patofiologi difteri.bakteri ini kemudian akan melepaskan eksotoksin dari
endosomnya yang menyebabkan reaksi inflamasi local diikuti pengerusakan
jaringan dan nekrosis.
Kuman berkembang biak pada saluran napas atas, dan dapat juga pada
vulva,kulit mata,walaupun jarang terjadi (Haryanto,2006). Virulensi utama
organisme terletak pada kemampuannya menghasilkan eksotoksin polipeptida 62-
KD kuat,yang menghambat sintesis protein dan menyebabkan nekrosis jaringan
local.dalam beberapa hari pertama infeksi saluran pernapasan,koagulum
organisme nekrotik tebal,sel epitel,fibrin,leukosit,dan bentuk eritrosit berlanjut
dan menjadi pseudomembran melekat abu-abu coklat.
Kuman membentuk pseudomembran dan melepaskan eksotoksin.
Pseudomembran timbul local dan menjajar dari faring,laring,dan saluran nafas
atas.kelenjar getah bening akan tampak membengkak dan mengandung toksin.
(Haryanto,2006).
Eksotoksin bila mengenai otot jantung akan menyebabkan miokarditis toksik
atau jika mengenai jaringan saraf perifer sehingga timbul paralisis terutama otot-
otot pernapasan.pengambilan sukar dan menampakkan pendarahan edema
submucosa.paralisis pelatum dan hipofaring merupakan pengaruh toksin local
awal.penyerapan toksin dapat menyebabkan nekrosis tubulus
ginjal,trombositopenia,miokardiopati,dan demielinasi saraf.karena dua komplikasi
terakhir dapat 2-10 minggu sesudah infeksi mukokutan,mekanisme patofisiologi
pada beberapa kasus mungkin diperantarai secara imunologik (Ngastiyah,1997).
Toksin difteri setelah terfiksasi dalam sel,terdapat masa laten yang bervariasi
sebelum timbulnya menifestasi klinis.miokarditis biasanya timbul dalam 10-14
hari,manifestasi saraf pada umumnya terjadi setelah 3-7 minggu.kelainan
patologis yang mencolok adalah nekrosis toksik dan degenerasi hialin pada
berbagai macam organ dan jaringan.pada jantung tampak udim,kongesti,infiltrasi
sel mononuclear pada serat otot dan sistem konduksi.apabila pasien tetap
hidup,terjadi regenerasi otot dan fibrosis interstitial.pada saraf tampak neuritis
toksik dengan degenerasi lemak pada selaput myelin.nekrosis hati bisa disertai
hipoglikemia,kadang tampak perdarahan adrenal dan nekrosis tubular akut pada
ginjal.penyakit ini dibagi menjadi 3 berdasar derajat berat ringannya,yaitu:
1) Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung
dengan gejala hanya nyeri menelan.
2) Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring dan
menimbulkan bengkak paad laring.
3) Infeksi berat bila terjadi obstruksi nafas yang berat disertai dengan gejala
komplikasi seperti miokarditis,neuritis,dannefritis.
E. MANIFESTASI KLINIS
Terdapat peradangan pada tenggorok,demam yang tidak tinggi,dan
pembengkakan leher (khas difteria ‘bull-neck’) serta terjadi pembentukkan
membrane (pseudomembran) keputihan pada tenggorok atau tonsil yang mudah
berdarah apabila dilepas.peradangan dapat menyebabkan kematian dengan
menyumbat saluran pernapasan.komplikasi dapat terjadi karena efek toksin dari
kuman yang menyerang saraf menyebabkan kelumpuhan dan menyerang jantung
menyebabkan miokarditis.
Corynebacterium diphtheriae bersifat toxin-mediated disease yang
membentuk membrane atau selaput pada nasofaring (pseudomembran) dan toksin
dapat menyebar ke dalam aliran darah yang bisa mengakibatkan
miokarditis,neuritis,trombositopenia,dan proteinuria.
Manifestasi klinis penyakit difteri tergantung pada berbagai factor dan
bervariasi,tanpa gejala samapai keadaan yang hipertoksik serta fatal.sebagai factor
primer adalah imunitas pasien terhadap toksin difteri,virulensi serta kemampuan
kuman C.Difterie membentuk toksin,dan lokasi penyakit secara anatomis.faktor
lain termasuk umur,penyakit sistemik penyerta dan penyakit pada daerah
nasofaring yang sudah ada sebelumnya.difteri bisa memberikan gejala seperti
penyakit sistemik,tergantung pada lokasi penyakit secara anatomi,namun demam
jarang melebihi 38,9 C. (Sing A,Heesemann J, 2005).

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pengobatan diferi
a. Pengobatan umum
Perawatan yang baik, isolasi dan pengawasan EKG yang dilakukan
pada permulaan dirawat, 1 minggu kemudian dan minggu berikutnya
sampai keadaan EKG 2 kali berturut-turut normal. Pada umumnya pasien
tetap diisolasi selama 2-3 minggu. Istirahat tirah baring selama kurang
lebih 2-3 minggu, pemberian cairan serta diet yang adekuat. Khusus pada
difteria laring dijaga agar nafas tetap bebas sekret dijaga kelembaban udara
dengan menggunakan humidifier.
b. Pengobatan Spesifik/ Khusus
1. Antidiphtheriae serum (ADS). Mekanisme kerja ADS dengan
menetralisir toksik difteri yang disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium Difterhia dalam darah penderita.
2. Antibiotik. Penisilin Prokain 100.000 Unit/KgBB/hari sampai 10 hari
bebas demam. Maksimal 3 gram/hari. Pada pasien yang dilakukan
takeostomi ditambahkan kloramfenikol 75mg/KgBB/hari dibagi 4
dosis.
3. Kortikosteroid. Obat ini diberikan untuk mencegah timbulnya
komplikasi miokasditis dengan memberikan prednison 2
mg/KgBB/hari selama 3-4 minggu. Bila terjadi sumbatan jalan napas
yang berat dipertimbangkan untuk tindakan trakeostomi.
2. Pencegahan difteri
Pencegahan secara umum dengan menjaga kebersihan dan
memberikan pengetahuan tentang bahaya difteria bagi anak. Pada umumnya
setelah seorang anak menderita difteria, kekebalan terhadap penyakit ini
sangat rendah sehingga perlu imunisasi. Pencegahan secara khusus terdiri dari
imunisasi DPT dan pengobatan karier.
3. Komplikasi difteri
1) Pada saluran pernapasan: terjadi obstruksi jalan napas dengan segala
akibatnya, bronkopneumonia, atelektasis.
2) Kardiovaskuler: miokarditis, yang dapat terjadi akibat toksin yang
dibentuk kuman difteria
3) Kelainan pada ginjal: nefritis
4) Kelainan saraf: kira-kira 10% pasien difteria mengalami komplikasi
yang mengenai susunan saraf terutama sistem motoric

G. CONTOH KASUS
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama : An. R
Usia : 6 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal pemeriksaan : 5 February 2022
Alamat : Gorontalo

b. Keluhan utama
Pasien mengeluh sesak napas
c. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien demam hingga 38,9ºc, commoncold, pilek ringan, secret
menjadi purulen dan di jumpai ekskoriasi pada lubang hidung
luar dan bibir bagian atas yang terlihat seperti impetigo,
pengeluaran sekeret berlangsung selama beberapa minggu,
nyeri tenggorokan, nadi cepat, lemah, napas bau, susah
menelan, batuk kering.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Sebelumnya anak belum pernah mengalami penyakit tersebut.

3. Riwayat kesehatan keluarga


Adanya keluarga yang mengalami difteri

d. Pemeriksaan fisik
Memeriksa TTV pada anak dan melakukan observasi secara
IPPA dari kepala sampai kaki (head to toe) yang terpenting adalah kaji
tanda-tanda yang terjadi pada nasal, tonsil/faring, dan laring.
1) Brearthing
RR frekuensi meningkat, sesak napas, batuk kering, adanya
secret dengan eksoriasi, nyeri tenggorokan, obstruksi laring.
2) Blood
Takikardi, kelemahan otot jantung, sianosis.
3) Brain
Kelemahan pada anggota gerak, neuritis, gerak reflex kurang,
susah diajak berkomunikasi.
4) Bladder
Produksi urine menurun, urine berwarna pekat.
5) Bowel
Anoreksia, nyeri menelan, napas bau, kurang nutrisi.
6) Bone
Kelemahan otot pada ektremitas atas dan bawah, turgor kulit
menurun.
e. Pemeriksaan penunjang
Uji shick dilakukan dengan menyuntikkan sejumlah kecil
toksin difteri ke dalam kulit. Dengan titer antitoksin 0,03ml satuan per
millimeter darah cukup dapat menahan infeksi difteria. Untuk
pemeriksaan ini digunakan dosis 1/50 MLD yang diberikan intrakutan
dalam bentuk larutan yang telah diencerkan sebanyak 0.1 ml. Pada
seseorang yang tidak mengandung antitoksin akan timbul vesikel pada
bekas suntikan dan hilang setelah beberapa minggu. Pada yang
mengandung antitoksin rendah, uji Schick dapat positif pada bekas
suntikan timbul warna merah kecoklatan dalam 24 jam. Uji Schick
dikatakan negatif bila tidak didapatkan reaksi apapun pada tempat
suntikan dan ini terdapat pada orang dengan imunitas atau
mengandung antitoksin yang tinggi. Positif palsu terjadi akibat reaksi
alergi terhadap protein antitoksin yang akan menghilang dalam 72 jam.
(FKUI kapita selekta). Jika uji shick ini menunjukkan adanya
kerentanan terhadap difteri, maka orang dewasa sekalipun harus
diimunisasi secara aktif.
f. Pola aktivitas Gordon
a) Pola nutrisi metabolik
Nafsu makan berkurang (anoreksia), muntah, sulit menelan,
dan napas bau.
b) Pola eliminasi
Bandingkan sesudah atau sebelum penyakit difteri dengan
mencatat frekuensi sehari.
c) Pola aktivitas dan latihan
Anak tampak malas beraktivitas, lemah dan lesu.
d) Pola tidur dan istirahat
Anak tidurnya terganggu karena pernapasan tersumbat oleh
secret.
e) Kognitif dan perceptual
Anak akan susah berkonsentrasi
f) Persepsi diri
Karena klien masih ank-anak maka konsep dirinya akan masih
dalam tahap perkembangan dan anak akan tampak cemas
karena penyakit yang diderita atau karena perpisahan.
g) Hubungan peran
Anak tampak diam karena efek hospitalisasi.

Diagnosa dan intervensi keperawatan

Perencanaan
No Diagnosa SLKI SIKI
1 Pola napas tidak efektif Pola napas Manajemen jalan napas
b.d sesak napas Setelah dilakukan Obeservasi
intervensi diharapkan  Monitor pola napas
pola napas membaik, (frekuensi, kedalaman,
dengan criteria hasil: dan usaha napas)
 Ventilasi semenit  Monitor bunyi napas
meningkat tambahan (mis.
 Kapasitas vital Gurgling, mengi,
meningkat wheezing, ronkhi
 Diameter thoraks kering)
anterior-posterior  Monitor sputum
meningkat (jumlah, warna, aroma)
 Tekanan ekspirasi Terapeutik
meningkat  Pertahankan kepatenan
 Tekanan inspirasi jalan napas dengan head
meningkat tilt dan chin lift (jaw
 Dispnea menurun thrust jika curiga adanya
 Penggunaan otot cedera servikal)
bantu napas  Posisikan semi fowler
menurun atau fowler
 Pemanjangan fase  Berikan minuman
ekspirasi hangat
menurun  Lakukan penghisapan
 Ortopnea lendir kurang dari 15
menurun detik
 Pernapasan purse-  Lakukan
lip menurun hiperoksigenasi sebelum
 Pernapasan penghisapan endotrakeal
cuping hidung  Keluarkan sumbatan
menurun benda padat dengan
 Frekuensi napas forcep megill
membaik  Berikan oksigen, jika
 Ekskursi dada diperlukan
membaik Edukasi
 Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
 Anjurkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu

Pemantauan respirasi
Observasi
 Monitor frekuensi,
irama, kedalaman, dan
upaya napas
 Monitor pola napas
(mis. Bradipnea,
takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyene-
stroke, biot, ataksik)
 Monitor kemampuan
batuk efektif
 Monitor adanya
produksi sputum
 Monitor adanya
sumbatan jalan napas
 Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
 Aukskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi
oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray
thorak
Terapeutik
 Atur interval pemantuan
respirasi sesuai kondisi
pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika itu
perlu.
2 Tidak efektifnya Bersihan jalan napas Manajemen jalan napas
bersihan jalan napas b.d Setelah dilakukan
Pemantauan respirasi
obstruksi pada jalan intervensi diharapkan
napas bersihan jalan napas Latihan batuk efektif
membaik dengan criteria Observasi
hasil:  Indentifikasi
 Batuk efektif kemampuan batuk
meningkat  Monitor adanya retensi
 Produksi sputum sputum
menurun  Monitor tanda dan
 Wheezing gejala infeksi saluran
menurun napas
 Dispnea menurun  Monitor indput dan
 Gelisah menurun output cairan (mis.

 Frekuensi Jumlah dan

membaik karakteristik)

 Pola napas Terapeutik


membaik  Atur posisi semi-fowler
atau fowler
 Pasang perlak dan
bengkok dipangkuan
pasien
 Buang secret pada
tempat sputum
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
 Anjurkan tarik napas
dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir
mrncucu (dibulatkan)
selama 8 detik
 Anjurkan mengulangi
tarik napas dalam
hingga 3 kali
 Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah
tarik napas dalam yang
ke 3
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu
3 Resiko deficit nutrisi Status nutrisi Manajemen nutrisi
b.d intake nutrisi yang Setelah dilakukan Observasi
kurang intervensi diharapkan  Identifikasi status nutrisi
asupan nutrisi cukup  Identifikasialergi dan
untuk memenuhi intoleransi makanan
kebutuhan metabolisme  Identifikasi makanan
dengan criteria hasil: yang disukai
 Identifikasi kebutuhan
 Porsi makanan
kalori dan jenis nutrient
yang dihabiskan
 Identifikasi perlunya
meningkat
pengguanaan selang
 Kekuatan otot
nasogastrik
pengunyah
 Monitor asupan makan
meningkat
 Kekuatan otot  Monitor berat badan

menelan  Monitor hasil

meningkat pemeriksaan
 Serum albumin laboratorium
meningkat Terapeutik
 Verbalisasi untuk  Lakukan oral hygiene
meningkatkan sebelum makan, jika
nutrisi meningkat perlu
 Perasaan cepat  Fasilitasi menentukan
kenyang menurun pedoman diet (mis.
 Nyeri abdomen Piramida makanan)
menurun  Sajikan makanan secara
 Tidak timbul menarik dan suhu yang
sariawan sesuai
 Tidak timbul  Berikan makanan tinggi
rambut rontok serat untuk mencegah
 Tidak mengalami konstipasi
diare  Berikan makanan tinggi
 IMT meningkat kalori dan tinggi protein

 Frekuensi makan  Berikan suplemen


membaik makanan, jika perlu

 Nafsu makan  Hentikan pemberian


membaik makan melaluai selang

 Membrane nasogastrik, jika asupan

mukosa lembab oral dapat ditoleransi


Edukasi
 Anjurkan posisi duduk
jika mampu
 Ajarkan diet yang di
program kan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebleum
makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika
perlu
 Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menntukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu.

Manajemen ganguan makan


Observasi
 Monitor asupan dan
keluarnya makanan dan
cairan serta kebutuhan
kalori
Terapeutik
 Timbang berat badan
secara rutin
 Diskusikan perilaku
makan dan jumlah
aktivitas fisik yang
sesuai
 Lakukan kontrak
perilaku (mis, target
berat badan, dan
tanggung jawab
perilaku)
 Damping ke kamar
mandi untuk mengamati
perilaku memuntahkan
kembali makanan
 Berikan penguatatn
positif terhadap
keberhasilan target dan
perubahan perilaku
 Beriakan konsekuensi
jika tidak mencapai
target sesuai kontrak
 Rencanakan program
pengobatan
untukperawatan
dirumah (mis. Medis,
konseling)
Edukasi
 Anjurkan membuat
catatan harian tentang
perasaan dan situasi
pemicu pengeluaran
makanan (pengeluaran
yang disengaja,
disengaja, muntah,
aktivitas yang
berlebihan)
 Ajarkan pengaturan diet
yang tepat
 Ajarkan keterampilan
untuk koping
penyelesaian masalah
perilaku makan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli
gisi tentang target berat
badan, kebutuhan kalori,
dan pemilihan makanan.

Evaluasi keperawatan

 Anak tidak menunjukkan tanda dan gejala adanya komplikasi/infeksi


 Fungsi pernapasan anak membaik
 Keadaan nutrisi anak membaik
 Tingkat aktivitas anak sesuai dengan usianya

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Difteri adalah penyakit yang ditaklukkan pertama atas dasar prinsip
mikrobiologi dan kesehatan masyarakat yang umunya menyerang system respirasi
pada anak-anak melalui udara. Difteri disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae
yang akan mati dalam pemanasan suhu 60 derajat Celsius selama 10 menit, tetapi
tahan hidup sampai beberapa minggu dalam es,air, susu, dan lender yang telah
mongering.
Kuman berkembang biak pada Saluran napas atas, dan dapat juga pada vulva,
kulit mata walaupun jarang terjadi (Haryanto, 2006). Virulensi utama organisme
terletak pada kempuannya menghasilkan eksotoksin polipeptida 62-KD kuat, yang
menghambat sintesis protein dan menyebabkan nekrosis jaringan lokal. Dalam
beberapa hari pertama infeksi saluran napas, koagulum organisme nekrotik tebal, sel
epitel, fibrin, leukosit, dan bentuk eritrosit berlanjut dan menjadipseudomembran
melekat abu-abu coklat.

B. Saran
Difteri adalah penyebab kematian pad anak-anak sehingga disarankan untuk
anak-anak wajib diberikan imunisasi yaitu vaksin DPT yang merupakan wajib pada
anak. Tetapi kekebalan yang diperoleh hanya selama 10 tahun setelah di imunisasi.
Sehingga orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi boster (DT) setiap 10 tahun
sekali.
Selain itu juga disarankan untuk menjaga kebersihan badan, pakaian, dan
lingkungan karena difteri mudah menular dalam lingkungan yang buruk dengan
tingkat sanitasi rendah dan memberikan pengetahuan tentang bahaya difteri bagi anak.

DAFTAR PUSTAKA
 https://www.alodokter.com/difteri
 https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/difteri/epidemiologi
 http://medicastore.com/penyakit/91/Difteri.html
 https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/difteri/
patofisiologi#:~:text=Menempelnya%20Corynobacterium%20diphtheria%20pada
%20sel,diikuti%20pengrusakan%20jaringan%20dan%20nekrosis.
 Arif Muttaqin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai