Anda di halaman 1dari 7

Gatotkaca

Halaman ini berisi artikel tentang tokoh Mahabharata. Untuk artikel tentang raja India yang bernama
sama, lihat Ghatotkacha.

Gatotkaca (Dewanagari: घटोत्कच;  IAST:  Ghaṭotkaca) Gatotkaca


adalah seorang tokoh dalam wiracarita Mahabharata, putra
Bimasena (Bima) atau Werkodara dari keluarga Pandawa. घटोत्कच
Ibunya bernama Hidimbi (Arimbi), berasal dari bangsa
rakshasa. Gatotkaca dikisahkan memiliki kekuatan luar
biasa. Dalam perang besar di Kurukshetra, ia menewaskan
banyak sekutu Korawa sebelum akhirnya gugur di tangan
Karna.

Di Indonesia, Gatotkaca menjadi tokoh pewayangan yang


sangat populer. Misalnya dalam pewayangan Jawa, ia
dikenal dengan sebutan Gatotkoco (bahasa Jawa:
Gathotkaca). Kesaktiannya dikisahkan luar biasa, antara lain
mampu terbang di angkasa tanpa menggunakan sayap, serta
terkenal dengan julukan "otot kawat tulang besi".

Daftar isi Gatotkaca di medan perang Kurukshetra.


Etimologi Tokoh Mahabharata
Kelahiran Nama Gatotkaca
Jagoan para dewa Ejaan Dewanagari घटोत्कच
Pernikahan Ejaan IAST Ghaṭotkaca
Raja Pringgandani Nama lain Bhimasuta,
Kematian Hidimbyatmaja
Versi Mahabharata Versi wayang:
Versi Jawa Kacanegara, Tetuka,
Gatotkaca dalam budaya populer Purubaya, Bimasiwi,
Kancing Jaya,
Galeri
Krincing Wesi,
Lihat pula Guritna, Guruputra,
Referensi Suryanarada,
Pranala luar Arimbiputra.
Kitab referensi Mahabharata
Asal wilayah timur laut
Etimologi India

Dalam bahasa Sanskerta, nama Ghaṭotkaca (घटोत्कच) secara Kediaman Kerajaan Rakshasa
harfiah bermakna "kepala gundul [yang seperti] kendi".[1] Ras Rakshasa
Nama ini terdiri dari dua kata, yaitu ghaṭaṁ (घटं) yang Ayah Bimasena
berarti "buli-buli" atau "kendi", dan utkaca (उत्कच) yang
Ibu Hidimbi (Arimbi)
bu d b ( b)
Istri Ahilawati
berarti "gundul".[2] Nama ini diberikan kepadanya karena Versi wayang:
sewaktu lahir kepalanya yang gundul mirip dengan buli-buli Pergiwa
atau kendi. Suryawati
Sumpani
Kelahiran Anak Barbarika
Versi wayang:
Menurut versi Mahabharata, Gatotkaca adalah putra Sasikirana
Bimasena dari keluarga Pandawa yang lahir dari seorang Suryakaca
rakshasa perempuan bernama Hidimbi. Hidimbi sendiri Jayasumpena
merupakan raksasa penguasa sebuah hutan; tinggal bersama
kakaknya yang bernama Hidimba (dalam pewayangan
Jawa, ibu Gatotkaca lebih terkenal dengan sebutan Arimbi. Menurut versi ini, Arimbi bukan sekadar
penghuni hutan biasa, melainkan putri dari Kerajaan Pringgadani, negeri bangsa rakshasa).

Kisah kelahiran Gatotkaca dikisahkan secara tersendiri dalam pewayangan Jawa. Namanya sewaktu masih
bayi adalah Jabang Tetuka. Sampai usia satu tahun, tali pusarnya belum bisa dipotong walau menggunakan
senjata apa pun. Arjuna (adik Bimasena) pergi bertapa untuk mendapatkan petunjuk dewa demi menolong
keponakannya itu. Pada saat yang sama Suryatmaja/Karna, yang kelak menjadi panglima Kerajaan Hastina
juga sedang bertapa mencari senjata pusaka. Karena wajah keduanya mirip, Batara Narada selaku utusan
kahyangan memberikan senjata Kontawijaya kepada Karna, bukan kepada Arjuna. Setelah menyadari
kesalahannya, Narada pun menemui Arjuna yang sebenarnya. Lalu Arjuna mengejar Karna untuk merebut
senjata Konta, sehingga pertarungan pun terjadi. Karna berhasil meloloskan diri bersama senjata Konta,
sedangkan Arjuna hanya berhasil merebut sarung pembungkus pusaka tersebut. Sarung pusaka Konta
terbuat dari kayu mastaba yang ternyata bisa digunakan untuk memotong tali pusar Tetuka. Saat dipakai
untuk memotong, kayu mastaba musnah dan bersatu dalam perut Tetuka. Kresna yang ikut serta
menyaksikannya berpendapat bahwa pengaruh kayu Mastaba akan menambah kekuatan bayi Tetuka. Ia
juga meramalkan bahwa kelak Tetuka akan tewas di tangan pemilik senjata Konta.

Jagoan para dewa


Menurut versi pewayangan Jawa, setelah berhasil dipotong
pusarnya, Tetuka dibawa ke kahyangan oleh Narada yang saat itu
sedang digempur oleh Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket.
Patih tersebut diutus rajanya, Kalapracona untuk melamar bidadari
bernama Batari Supraba. Tetuka dihadapkan sebagai lawan Sekipu.
Semakin dihajar, Tetuka justru semakin kuat. Karena malu, Sekipu
mengembalikan Tetuka kepada Narada untuk dibesarkan saat itu
juga. Narada menceburkan tubuh Tetuka ke dalam kawah
Candradimuka, di Gunung Jamurdipa. Para dewa kemudian
melemparkan berbagai jenis senjata pusaka ke dalam kawah.
Beberapa saat kemudian, Tetuka muncul ke permukaan sebagai
seorang laki-laki dewasa. Segala jenis pusaka para dewa telah
melebur dan bersatu ke dalam dirinya. Kemudian Tetuka bertarung
melawan Sekipu dan berhasil membunuhnya dengan gigitan
taringnya. Kresna dan para Pandawa saat itu datang menyusul ke Gatotkaca sebagai tokoh wayang
kahyangan. Kresna memotong taring Tetuka dan menyuruhnya kulit Jawa.
berhenti menggunakan sifat-sifat kaum raksasa. Batara Guru, raja
kahyangan menghadiahkan seperangkat pakaian pusaka, yaitu
Caping Basunanda, Kotang Antrakusuma, dan Terompah Padakacarma untuk dipakai Tetuka, yang sejak
saat itu berganti nama menjadi Gatotkaca. Dengan mengenakan pakaian pusaka tersebut, Gatotkaca
mampu terbang menuju Kerajaan Trabelasuket dan membunuh Kalapracona.
Pernikahan
Dalam versi Mahabharata, Gatotkaca menikahi Ahilawati, gadis dari Kerajaan Naga dan mempunyai anak
bernama Barbarika. Dalam versi pewayangan Jawa, Gatotkaca menikah dengan sepupunya, yaitu Pergiwa,
putri Arjuna. Ia berhasil menikahi Pergiwa setelah melalui perjuangan berat, yaitu menyingkirkan
saingannya, bernama Laksmana Mandrakumara, putra Duryodana dari keluarga Korawa. Dari
perkawinannya dengan Pergiwa, Gatotkaca memiliki putra bernama Sasikirana, yang menjadi panglima
perang Hastinapura pada masa pemerintahan Prabu Parikesit, putra Abimanyu atau cucu Arjuna. Versi lain
mengisahkan, Gatotkaca memiliki dua orang istri lagi selain Pregiwa, yaitu Suryawati dan Sumpaniwati.
Dari keduanya masing-masing lahir Suryakaca dan Jayasumpena.

Raja Pringgandani
Gatotkaca versi Jawa adalah manusia setengah raksasa, tetapi bukan raksasa hutan. Ibunya adalah putri
Prabu Tremboko dari Kerajaan Pringgadani. Tremboko tewas di tangan Pandu ayah para Pandawa akibat
adu domba yang dilancarkan Sangkuni. Ia kemudian digantikan oleh anak sulungnya yang bernama
Arimba. Arimba sendiri tewas di tangan Bimasena pada saat para Pandawa membangun Kerajaan Amarta.
Takhta Pringgadani kemudian dipegang oleh Arimbi yang telah diperistri Bima. Suksesi kepemimpinan
kelak diserahkan kepada putra mereka setelah dewasa.

Arimbi memiliki lima orang adik bernama Brajadenta, Brajamusti, Brajalamadan, Brajawikalpa, dan
Kalabendana. Brajadenta diangkat sebagai patih dan diberi tempat tinggal di Kasatrian Glagahtinunu.
Sangkuni dari Kerajaan Hastina datang menghasut Brajadenta bahwa takhta Pringgadani seharusnya
menjadi miliknya, bukan milik Gatotkaca. Akibat hasutan tersebut, Brajadenta memberontak untuk merebut
takhta dari tangan Gatotkaca yang baru saja dilantik sebagai raja. Brajamusti yang memihak Gatotkaca
bertarung menghadapi Brajadenta. Kedua raksasa tersebut tewas bersama. Roh mereka menyusup masing-
masing ke dalam kedua telapak tangan Gatotkaca, sehingga menambah kesaktian keponakan mereka
tersebut. Setelah peristiwa itu, Gatotkaca mengangkat Brajalamadan sebagai patih baru, dengan gelar Patih
Prabakiswa.

Kematian

Versi Mahabharata

Kematian Gatotkaca terdapat dalam jilid ketujuh kitab Mahabharata yang berjudul Dronaparwa, pada
bagian Ghattotkacabadhaparwa. Ia dikisahkan gugur dalam perang di Kurukshetra pada malam hari ke-14.
Perang besar tersebut adalah perang saudara antara keluarga Pandawa melawan Korawa. Mahabharata
mengisahkan, sebagai seorang raksasa, Gatotkaca memiliki kekuatan luar biasa terutama pada malam hari.
Setelah kematian Jayadrata di tangan Arjuna, pertempuran seharusnya dihentikan untuk sementara karena
senja telah tiba. Namun Gatotkaca menghadang pasukan Korawa saat mereka dalam perjalanan menuju
perkemahan mereka.

Pertempuran berlanjut; semakin malam, kesaktian Gatotkaca semakin meningkat. Banyak prajurit Korawa
yang dibunuhnya. Seorang sekutu Korawa dari bangsa rakshasa bernama Alambusa maju menghadapinya.
Gatotkaca menghajarnya dengan kejam karena Alambusa telah membunuh sepupunya, yaitu Irawan putra
Arjuna pada pertempuran hari kedelapan. Tubuh Alambusa ditangkap dan dibawa terbang tinggi,
kemudian dibanting ke tanah sampai hancur berantakan.
Duryodana, pemimpin Korawa merasa ngeri
melihat keganasan Gatotkaca. Ia memaksa Karna menggunakan senjata pusaka Indrastra pemberian Dewa
g gg j p p
Indra yang bernama Vasavishakti (menurut pewayangan Jawa, disebut senjata Konta) untuk membunuh

rakshasa itu. Semula Karna menolak karena pusaka


tersebut hanya bisa digunakan sekali saja dan akan
dipergunakannya untuk membunuh Arjuna. Karena terus
didesak, akhirnya Karna melemparkan pusakanya ke arah
Gatotkaca. Menyadari ajalnya sudah dekat, Gatotkaca
memikirkan cara untuk membunuh prajurit Korawa dalam
jumlah besar sekaligus sekali serang. Gatotkaca pun
memperbesar ukuran tubuhnya sampai ukuran maksimal
dan kemudian roboh menimpa ribuan prajurit Korawa
setelah senjata pamungkas Karna menembus dadanya.
Pandawa sangat terpukul dengan gugurnya Gatotkaca.
Dalam barisan Pandawa, hanya Kresna yang tersenyum
Gatotkaca mengendarai kereta perang, saat
melihat kematian Gatotkaca. Ia gembira karena Karna
membela ayahnya dalam perang di
telah kehilangan pusaka andalannya sehingga nyawa
Kurukshetra. Ilustrasi dari Mahabharata, Geeta
Press.
Arjuna dapat dikatakan aman.

Versi
Jawa

Perang di Kurukshetra dalam pewayangan Jawa biasa


disebut dengan nama Baratayuda. Kisahnya diadaptasi
dan dikembangkan dari naskah Kakawin Bharatayuddha
yang ditulis tahun 1157 pada zaman Kerajaan Kadiri.
Versi pewayangan mengisahkan, Gatotkaca sangat akrab
dengan sepupunya yang bernama Abimanyu, putra
Arjuna. Setelah mengetahui bahwa Abimanyu menikah
dengan Utari, paman Gatotkaca yang bernama Ilustrasi kematian Gatotkaca, diambil dari kitab
Kalabendana datang menemui Abimanyu dengan tujuan Mahabharata, karya Ramanarayanadatta Astri.
mengajaknya pulang, tetapi tidak berhasil. Gatotkaca
justru memarahi Kalabendana yang dianggapnya lancang
mencampuri urusan rumah tangga sepupunya itu. Karena terlalu marah, Gatotkaca memukul kepala
Kalabendana. Mekipun perbuatan tersebut dilakukan tanpa sengaja, tetapi pamannya itu tewas seketika.

Ketika perang Baratayuda meletus, Abimanyu benar-benar tewas dikeroyok para Korawa pada hari ke-13.
Pada hari ke-14, Arjuna berhasil membalas kematian putranya itu dengan cara memenggal kepala
Jayadrata, ipar Duryodana. Akhirnya Duryodana memaksa Karna menyerang perkemahan Pandawa pada
malam itu juga, meskipun hal itu melanggar peraturan perang. Setelah tahu bahwa para Korawa
melancarkan serangan malam, pihak Pandawa mengirim Gatotkaca untuk menghadang. Gatotkaca sengaja
dipilih karena Kotang Antrakusuma yang ia pakai mampu memancarkan cahaya terang benderang.
Gatotkaca berhasil menewaskan sekutu Korawa yang bernama Lembusa. Sementara itu dua pamannya,
yaitu Brajalamadan dan Brajawikalpa, tewas di tangan musuh mereka, masing-masing bernama Lembusura
dan Lembusana.

Gatotkaca berhadapan dengan Karna, pemilik senjata Kontawijaya. Ia menciptakan kembaran dirinya
sebanyak seribu orang sehingga membuat Karna merasa kebingungan. Atas petunjuk Batara Surya, Karna
berhasil menemukan Gatotkaca yang asli. Ia pun melepaskan senjata Konta ke arah Gatotkaca. Gatotkaca
mencoba menghindar dengan cara terbang setinggi-tingginya. Namun arwah Kalabendana tiba-tiba muncul
menangkap Kontawijaya sambil menyampaikan berita dari kahyangan bahwa ajal Gatotkaca telah
ditetapkan malam itu. Gatotkaca yang pasrah terhadap takdirnya berpesan supaya mayatnya bisa digunakan
untuk membunuh musuh Kalabendana setuju kemudian menusuk pusar Gatotkaca menggunakan senjata
untuk membunuh musuh. Kalabendana setuju, kemudian menusuk pusar Gatotkaca menggunakan senjata
Konta. Pusaka itu melebur dengan sarungnya, yaitu kayu mastaba yang masih tersimpan di dalam perut
Gatotkaca. Setelah Gatotkaca gugur, arwah Kalabendana melemparkan jenazahnya ke arah Karna. Karna
berhasil melompat sehingga lolos dari maut. Namun keretanya hancur berkeping-keping akibat tertimpa
tubuh Gatotkaca. Pecahan kereta tersebut melesat ke segala arah dan menewaskan para prajurit Korawa
yang berada di sekitarnya.

Gatotkaca dalam budaya populer


Sejak zaman kuno hingga Indonesia modern saat ini, Gatotkaca telah menjadi tokoh budaya pop dan tokoh
wayang yang sangat populer di Indonesia, memiliki versi cerita sendiri yang diceritakan dalam versi Jawa
dan Bali dari Kakawin Bharatayuddha oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh.

Dalam wayang Jawa, ia dikenal sebagai "Gatotkoco" dengan ketenaran superhero dan
terkenal dengan julukan "Satria otot kawat balung wesi".
Untuk orang Bali, Gatotkaca dipuja sebagai dewa dan secara populer digambarkan dalam
karya seni dan patung, seperti Patung Satria Gatotkaca di persimpangan jalan utama Kuta
di Bali.
Gatotkaca telah sering digambarkan dalam budaya populer Indonesia seperti musik,
permainan, komik dan film.
Film aksi pahlawan super Satria Dewa: Gatotkaca (2020), bagian dari serial Jagat Satria
Dewa.
Gatotkaca versi Jawa ditampilkan sebagai pahlawan yang dapat dimainkan di game
Mobile Legends: Bang Bang.
Gatotkaca merupakan sinetron SCTV pada Minggu, 21 Agustus-13 Nopember 2005
pukul 19:00-20:00 WIB berjumlah 13 episode diproduksi MD Entertainment.
Gatotkaca merupakan sinetron MNCTV pada Rabu, 17 Maret 2010 pukul 18:00-19:00
WIB diproduksi Lunar Jaya Films dan MNC Pictures.
Gatotkaca merupakan sinetron ANTV pada Sabtu, 11 Pebruari–Minggu, 2 April 2017
pukul 8:45-9:45 WIB diproduksi Lunar Jaya Films, Verona Pictures dan ANTV Pictures.

Galeri

Ilustrasi Gatotkaca menyerang Sosok Gatotkaca (kiri) dan


pasukan Duryodana. Diambil Abimanyu (sedang memanah)
dari kitab Mahabharata terbitan dalam sebuah lukisan
Geeta Press, Gorakhpur. tradisional dari Maharashtra,
dibuat sekitar abad ke-19.

Lukisan tradisional dari Gatotkaca dalam bentuk asli


Wijayanagara, menggambarkan wayang kulit dengan
Karna (kiri) membunuh hiasan/pahatan berwarna.
Gatotkaca (tengah), sementara
Kresna dan Arjuna (kanan)
menyaksikannya secara
langsung.
Candi Gatotkaca di Kompleks
Candi Dieng, Central Java,
Indonesia.

Lihat pula
Bima
Bharatayuddha

Referensi
1. Datta, Amaresh (2006-01-01). "The Encyclopaedia of Indian Literature (Volume Two) (Devraj
to Jyoti)". ISBN 978-81-260-1194-0.
2. "Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 January 2007. Diakses tanggal
3 December 2006.

Pranala luar
(Inggris) Mahabharata jilid ketujuh atau Dronaparwa, bagian Ghatotkachabadhaparwa (htt
p://www.sacred-texts.com/hin/m07/m07171.htm)
(Indonesia) Gatotkaca sebagai konsep superhero (http://jtoku.com/superhero/gatotkaca)
Diarsipkan (https://web.archive.org/web/20120114125926/http://www.jtoku.com/superhero/g
atotkaca) 2012-01-14 di Wayback Machine.

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gatotkaca&oldid=20520915"

Halaman ini terakhir diubah pada 8 Februari 2022, pukul 02.46.

Teks tersedia di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa; ketentuan tambahan mungkin berlaku.
Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.

Anda mungkin juga menyukai