Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang potensial untuk
membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Penerimaan dari sektor pajak ini
diupayakan mengalami kenaikan setiap tahunnya. Penerimaan pajak yang mengalami
kenaikan diharapkan dapat membayar pembelanjaan negara demi tercapainya
kemakmuran rakyat. Penerimaan pajak berasal dari pemungutan yang dilakukan oleh
pemerintah pusat maupun daerah dengan pengenaan terhadap objek pajak. Pemerintah
berusaha meningkatkan penerimaan pajak dengan upaya ekstensifikasi dan intensifikasi.
Hal ini dilakukan agar tercapainya target penerimaan pajak yang juga terus meningkat
setiap tahunnya. Selain tingkat kesadaran, pemerintah mengharapkan tingkat kepatuhan
dari Wajib Pajak. Wajib Pajak yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
diharapkan dapat memenuhi kewajibannya sebagai penerima penghasilan. Indonesia
menganut self assessment system atau sistem pemungutan pajak yang memberi
kewenangan Wajib Pajak untuk melakukan sendiri penghitungan, penyetoran, dan
pelaporan terhadap pajak terutang sesuai ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.
Penentuan besarnya pajak terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak melalui Surat
Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan. Tingkat Penerimaan pajak adalah ukuran
seberapa besar pajak yang diterima oleh negara dari pembayaran pajak yang dilakukan
Wajib Pajak terdaftar. Untuk mengoptimalkan penerimaan pajak sebagai sumber
penerimaan negara, perlu dilakukan reformasi perpajakan yang dilakukan dari masa ke
masa dengan tetap berdasarkan keadilan sosial. Reformasi perpajakan tersebut dilakukan
untuk dapat memperluas dan menambah Wajib Pajak. Penerimaan Pajak Penghasilan di
Indonesia pada umumnya masih didominasi oleh Pajak Penghasilan badan. Hal tersebut
dikarenakan sebagai instansi formal terdaftar, badan lebih mudah teridentifikasi jati
dirinya, terpantau kehadirannya, terdeteksi 2 kegiatannya dan transparan obyek pajaknya
sehingga pemungutan pajak atas badan lebih optimal daripada orang pribadi.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa Pengertian dalam ketentuan umum dan tatacara perpajakan?
2. Apa Kewajiban dan hak wajib pajak ?
3. Apa yang dimaksud NPWP?
4. Apa yang dimaksud dengan NPPKP?
5. Bagaimana Pembayaran, pemotongan dan pelaporan?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui Pengertian dalam ketentuan umum dan tatacara perpajakan
2. Untuk mengetahui kewajiban dan hak wajib pajak
3. Untuk mengetahui NPWP
4. Untuk mengetahui NPPKP
5. Untuk mengetahui Pembayaran, pemotongan dan pelaporan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Pengertian dalam Ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan


 Pajak menurut UU No. 28 tahun 2007 adalah kontribusi wajib kepada
Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar besarnya
kemakmuran rakyat
 Wajib Pajak (WP) yaitu orang pribadi atau badan meliputi pembayar
pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
 Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan
baik yang melakukan usaha maupun tidak meliputi; PT, CV, BUMN,
BUMD, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana pensiun, Persekutuan,
Perkumpulan, Yayasan, Organisasi massa, Organisasi sosial politik,
Lembaga, dan bentuk usaha lainnya termasuk kontrak investasi kolektif
dan bentuk usaha tetap.
 Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor
barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan,memanfaatkan
barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau
memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
 Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan barang kena pajakdan/atau jasa kena pajak yang dikenai pajak
sesuai undangundang pajak pertambahan nilai tahun 1983 dan
perubahannya. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang
diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan
yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak
dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan
kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya
 Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu)
bulan kalender atau jangka waktu lain paling lama 3 bulan kalender yang
digunakan dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan
melaporkan pajak yang terutang.
 Tahun pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila WP
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwin
 Bagian Tahun Pajak bagian dari jangka waktu satu tahun pajak
 Pajak yang Terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat,
dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau bagian tahun pajak menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
 Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak
digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak,
objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
 Surat Pemberitahuan Masa adalah surat pemberitahuan untuk suatu masa
pajak.
 Surat Pemberitahuan Tahunan adalah surat pemberitahuan untuk suatu
tahun pajak atau bagian tahun pajak
 Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran
pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah
dilakukan dengan cara lain ke kas Negara melalui tempat pembayaran yang
ditunjuk Menteri Keuangan.
 Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah surat ketetapan yang meliputi surat
ketetapan kurang bayar, surat ketetapan kurang bayar tambahan, surat
ketetapan nihil, dan surat ketetapan lebih bayar.
 Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung
jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan
memenuhi kewajiban WP menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
 Surat Paksa adalah surat perintah untuk membayar utang pajak dan biaya
penagihan pajak sesuai dengan UU No. 19/2000
 Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa laporan laba rugi dan neraca untuk periode tahun pajak
tersebut.

2.2 Kewajiban dan Hak Wajib Pajak


1. Kewajiban Wajib Pajak
Ada kewajiban yang harus dipatuhi oleh wajib pajak, di antaranya:
 Kewajiban Mendaftarkan Diri
Wajib pajak harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) di kantor pajak pratama (KPP) atau kantor
pelayanan, penyuluhan dan konsultasi perpajakan (KP2KP). Saat ini,
pendaftarakan NPWP juga dapat dilakukan melalui online. Anda dapat
membaca tata cara pendaftaran NPWP online di artikel “Daftar NPWP
Online, Ini 3 Syarat & Langkah Mudahnya“. Wajib pajak yang merupakan
pengusaha, wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh
KPP atau KP2KP setelah memenuhi persyaratan tertentu, di antaranya
pengusaha orang pribad atau badan melakukan penyerahan barang kena
pajak atau jasa kena pajak dengan jumlah omzet melebihi Rp4.800.000.000
dalam setahun. Jika tidak memenuhi syarat tersebut, tetap dapat melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Setelah dikukuhkan sebagai PKP, maka wajib untuk memungut pajak


pertambahan nilai (PPN) dari setiap pembeli/pengguna jasanya dengan
menerbitkan faktur pajak. PPN tersebut kemudian dilaporkan dalam SPT
Masa. Jika ada yang harus disetorkan, wajib pajak perlu menyetorkan PPN
itu ke KPP tempat mendaftar, atau bisa secara online melalui aplikasi
OnlinePajak.

 Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan Pelaporan Pajak


Sesuai dengan sistem self assessment, wajib pajak harus melakukan
penghitungan, pembayaran dan pelaporan pajak terutangnnya sendiri.
Dalam melaksanakan kewajiban ini, dapat melakukannya secara mudah dan
cepat melalui aplikasi OnlinePajak. Aplikasi OnlinePajak memudahkan
Anda untuk hitung, setor, lapor pajak. Semua pelaksanaan kewajiban pajak
ini cukup dilakukan dalam satu aplikasi, hanya dengan satu klik.

 Kewajiban dalam Hal Diperiksa


Ditjen Pajak dapat melakukan pemeriksaan pada wajib pajak untuk
menguji kepatuhannya dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap
wajib pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Kewajiban yang diperiksa di antaranya:
1) Memenuhi panggilan untuk menghadiri Pemeriksaan sesuai
waktu yang ditentukan, khususnya jenis Pemeriksaan
Kantor.
2) Menunjukkan atau meminjamkan seluruh data yang menjadi
dasar serta berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh,
kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek
yang terutang pajak. Untuk jenis Pemeriksaan Lapangan,
wajib pajak harus memberikan akses untuk melihat dan
menyimpan data.
3) Memberikan izin untuk memasuki tempat atau ruang
yang dianggap perlu serta memberi bantuan untuk
memperlancar proses pemeriksaan.
4) Menyampaikan tanggapan secara tertulis atau surat
pemberitahuan hasil pemeriksaan.
5) Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh
Akuntan Publik, khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor.
6) Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang
diperlukan.

 Kewajiban Memberi Data


Data di sini adalah data dan informasi orang pribadi atau badan
yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha,
penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi
mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas devisa,
kartu kredit, serta laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang
disampaikan kepada instansi lain di luar Ditjen Pajak. Kewajiban ini tidak
hanya dipatuhi oleh wajib pajak, tetapi juga oleh setiap instansi pemerintah,
lembaga, asosiasi, dan pihak lain. Jika sengaja tidak memenuhi kewajiban
ini, wajib pajak akan terkena pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak Rp1.000.000.000.

2. Hak Wajib Pajak


Hak wajib pajak disebutkan secara jelas dalam undang-undang, dan akan dibahas
secara singkat dan tuntas pada poin ini.
 Hak atas Kelebihan Pembayaran Pajak
Ketika besaran pajak terutang yang dibayar atau dipotong atau dipungut
ternyata lebih kecil daripada jumlah kredit pajak, wajib pajak berhak
menerima kembali kelebihan tersebut. Dengan kalimat sederhana, Anda
berhak menerima kembali kelebihan bayar ketika membayar pajak lebih
banyak daripada jumlah yang sebenarnya.
Anda dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan bayar
pajak dengan mengirimkan surat permohonan pada Kepala KPP
(Kantor Pajak Pratama) atau melalui SPT (Surat Pemberitahuan).
Setelah menerima surat permohonan, Ditjen Pajak akan
mengembalikan kelebihan bayar pajak dalam waktu 12 (dua belas)
bulan terhitung sejak surat permohonan diterima secara lengkap.
Jika wajib pajak termasuk dalam kriteria wajib pajak patuh, pengembalian
ini dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN
sejak permohonan diterima.
Kalau Ditjen Pajak terlambat mengembalikan kelebihan bayar pajak, wajib
pajak berhak menerima bunga sebesar 2% per bulan dengan maksimum 24
bulan.

 Hak dalam Hal Wajib Pajak Dilakukan Pemeriksaan


Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak pada wajib pajak,
wajib pajak berhak untuk:
1) Meminta Surat Perintah Pemeriksaan.
2) Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa .
3) Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan.
4) Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT.
5) Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas
waktu yang ditentukan.
Berdasarkan ruang lingkupnya, jenis pemeriksaan terbagi menjadi dua
jenis, yaitu pemeriksaan kantor dan pemeriksaan lapangan. Pemeriksaan
kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan paling
lama 6 (enam) bulan, terhitung dari tanggal wajib pajak memenuhi surat
panggilan untuk melakukan pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal
laporan hasil pemeriksaan. Sedangkan pemeriksaan lapangan dilakukan
dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang
menjadi 8 (delapan) bulan, terhitung sejak tanggal surat perintah
pemeriksaan sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan.

 Hak untuk Mengajukan Keberatan, Banding dan Peninjauan Kembali


Setelah dilakukan pemeriksaan, umumnya akan terbit suatu surat
ketetapan pajak yang menunjukkan kalau wajib pajak kurang bayar, lebih
bayar, atau nihil perpajakannya. Jika wajib pajak tidak sependapat dengan
surat tersebut, dapat mengajukan keberatan. Lalu bila belum puas dengan
keputusan keberatan, selanjutnya wajib pajak dapat mengajukan banding.
Langkah terakhir dalam sengketa pajak, wajib pajak dapat mengajukan
peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
2.3 Pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib
Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda
pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakan (Pasal 1 ayat 6 UU KUP).

 Dasar Hukum Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)


1. UU No 16 Tahun 2009 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang No
6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
2. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-150/PJ/1999 ; tentang Perubahan
KEP - 27/PJ/1995 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan
Kegiatan Usaha serta Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak.
3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-515/PJ/2000 tanggal 4
Desember 2000 tentang Tempat Pendaftaran bagi Wajib Pajak Tertentu
dan Tempat Pelaporan Usaha bagi Pengusaha Kena Pajak.
4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-516/PJ/2000 tanggal 4
Desember 2000 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan
Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP, serta
Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-161/PJ/2001 tanggal 21 Februari
2001 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan
Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib
Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak.
6. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-525PJ/2000 tanggal 6 Desember
2000 tentang Tempat Lain sebagai Tempat Terutangnya Pajak bagi
Pengusaha Kena Pajak.
7. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-167/PJ/2003 tentang Perubahan
Ketiga atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-515/PJ/2000
tentang Tempat Pendaftaran bagi Wajib Pajak Tertentu dan Tempat
Pelaporan Usaha bagi Pengusaha Kena Pajak Tertentu.
 Kewajiban untuk memperoleh NPWP
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012 menyebutkan bahwa yang
diwajibkan mendaftar dan mendapatkan NPWP adalah:
1. Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah berdasarkan perjanjian
pemisahan harta yang didasarkan keputusan hakim dikehendaki secara
tertulis.
2. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu yang mempunyai tempat usaha
tersebut di beberapa tempat.
3. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas, jika sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang
jumlahnya telah melebihi PTKP setahun.
4. Wajib Pajak orang pribadi lainnya yang memerlukan NPWP dapat
mengajukan untuk memperoleh NPWP.
DJP dapat menerbitkan NPWP secara jabatan, apabila Wajib Pajak tidak
melaksanakan kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Hal ini sesuai
dengan pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(UU KUP).

 Format Nomor Pokok Wajib Pajak


Sebelum tahun 2001, format NPWP atas 11 digit. Akan tetapi, sejak tahun 2001
hingga saat ini, format tersebut diubah menjadi 15 digit. Sembilan digit pertama dari
format NPWP merupakan Kode Wajib Pajak dan enam digit berikutnya merupakan Kode
Administrasi Perpajakan.
Keterangan :
1. IdentitasWajibPajak
Merupakan klasifikasi membedakan status Wajib Pajak, yaitu:
• Wajib Pajak bendaharawan, dengan kode 00.
• Wajib Pajak badan, dengan kode 01, 02, 03, 11, 12 dan 13.
2. Wajib Pajak orang pribadi, dengan kode 04, 05, 06, 07, 08, 09 dan 10 Nomor
registrasi/urut yang diberikan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak kepada
Kantor Pelayanan Pajak
3. Diberikan untuk kantor pelayanan pajak sebagai alat pengaman agar tidak
terjadi pemalsuan dan kesalahan NPWP.
4. Kode Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
5. Status Wajib Pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
• Wajib Pajak Tunggal/Wajib Pajak Pusat, dengan kode 00.
• Wajib Pajak Cabang, dengan kode 01, 02, 03, dan seterusnya.

 Fungsi NPWP
Berdasarkan UU No. 28 Tahun 20017, fungsi NPWP adalah sebagai berikut:
a. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.
b. Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dari dalam pengawasan
administrasi perpajakan.
c. Keperluan terkait dokumen perpajakan, termasuk keperluan pelaporan Surat
Pemberitahuan (SPT) Masa danTahunan.
d. Memenuhi kewajiban perpajakan.
e. Mendapatkan pelayanan instansi tertentu yang mewajibkan pencantuman
NPWP dalam dokumen yang diwajibkan, misalnya pengajuan kredit usaha di
bank.
Sedangkan menurut Marsyahrul (2006:41), fungsi NPWP adalah:
1. Dipergunakan untuk mengetahui identitas Wajib Pajak yang sebenarnya,
sehingga setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP.
2. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan sarana dalam
administrasi perpajakan.
3. Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan karena yang
berhubungan dengan dokumen perpajakan diharuskan mencantuman NPWP.
4. Untuk memenuhi kewajibankewajiban perpajakan, misalnya dalam setoran
pajak (SSP) yang ditetapkan sendiri maupun pemotongan atau pemungutan
oleh pihak ketiga wajib mencantumkan NPWP.
5. Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang
mewajibkan mencantumkan NPWP dalam dokumen yang diajukan.

 Jangka Waktu Pendaftaran NPWP


Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi jangka waktunya,
karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban mengenakan pajak
terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP adalah (Mardiasmo,2009:25):
1. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
dan Wajib Pajak Badan, wajib mendaftarkan diri paling lambat 1 (satu) bulan
setelah saat usaha mulai dijalankan.
2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan suatu usaha atau tidak
melakukan pekerjaan bebas apabila jumlah penghasilannya sampai dengan
satu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak,
wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya.

 Kebutuhan Dalam Memiliki NPWP


Kebutuhan menurut kamus Bahasa Indonesia berarti sangat perlu menggunakan,
memerlukan. Ada lima hal yang menyebabkan wajib pajak harus memiliki NPWP :
1. Mempermudah dalam Membayar Zakat Mal. Dalam agama Islam, diwajibkan
untuk membayar zakat mal sebesar 2.5% dari penghasilan. Dalam hal
ini Hubungannya dengan memiliki NPWP yaitu seluruh penghasilan
dikenakan PPh Pasal 21 (Pajak Penghasilan) akan terkontrol.
2. Terkena Potongan Pajak Penghasilan (PPh) yang Tinggi. Seorang karyawan
swasta, Pejabat Negara, Prajurit TNI, dan PNS yang belum punya NPWP
maka dikenakan potongan PPh Pasal 21 lebih tinggi sebesar 20% dari
potongan PPh pegawai yang sudah punya NPWP.
3. Terkena PPh Tinggi saat Belanja Barang ke Luar Negeri. Menurut Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 yang berlaku mulai
tanggal 1 Januari 2009 tentang kepabeanan, jika Belanja Barang Online
ke Luar Negeri atau ke situs e- commerce yang berada di luar Indonesia
melalui internet dan barang yang nilainya lebih dari $50 USD maka akan
dikenakan PPh.
4. Dipersulit saat Bepergian ke Luar Negeri. Mulai tahun 2011 Dirjen Imigrasi
sudah memberlakukan bebas bayar fiskal saat bepergian ke luar negeri.
Baik yang sudah punya NPWP maupun tidak. Namun faktanya akan
tetap dipersulit untuk ke luar negeri saat mengurus izinnya kalau wajib
pajak tidak tertib pajak. Salah satunya jika tidak memiliki NPWP.
5. Syarat pengajuan kredit ke bank. Untuk pengajuan kredit ke bank dengan nilai
di atas Rp 50 Juta, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah wajib punya
atau melampirkan NPWP.

 Tata Cara Memperoleh NPWP

1. Kewajiban Mandaftarkan Diri


Dalam Pasal 2 ayat 1 UU KUP dijelaskan bahwa setiap warga Negara yang telah
memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif dalam bidang perpajakan diwajibkan
untuk memperoleh NPWP. Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan
ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan
perubahannya. Persyaratan Objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima
atau memperoleh penghasilan diwajib kan untuk melakukan pembayaran sesuai dengan
ketentuanUndang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.
Pihak-pihak yang wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP, yaitu:
• Wajib Pajak badan, dengan mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau
Kantor Penyuluhan Pajak di tempat badan tersebut berdiri.
• Wajib Pajak orang pribadi yang penghasilannya telah melebihi PTKP
(Pengahasilan Tidak Kena Pajak).
• Bentuk Usaha Tetap (BUT), yaitu bentuk usaha yang digunakan untuk
menjalankan kegiatan usaha secara teratur di Indonesia oleh badan atau
perusahaan yang tidak didirikan atau tidak berkedudukan di Indonesia.
• Wajib Pajak yang berlaku sebagai pemungut atau pemotong (Wajib Pajak non-
subjek), yaitu bendaharawan Negara dan badan tertentuyan Wajib Pajak
di tetapkan oleh Menteri Keuangan.
• Pengusaha Kena Pajak
• Wanita kawin atas namanya sendiri agar dapat melaksanakan hak dan kewajiban
suaminya.
2. Syarat Kelengkapan Memperoleh NPWP
Wajib Pajak dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP di kantor
pelayanan pajak domisili atau kantor pelayanan pajak lokasi. Kantor pelayanan pajak
domisili adalah pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal/domisili
Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai pengurus, komisaris, pemegang
saham/pemilik dan pegawai. Kantor pelayanan pajak lokasi adalah kantor pelayanan
pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha, pemberi kerja atau
bendaharawan pemerintah terdaftar. Penyempaian permohonan untuk NPWP dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu secara manual atau melalui e-NPWP.
Untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak harus mengisi formulir pendaftaran dan
menyampaikannya secara langsung atau melalui pos ke kantor pelayanan pajak atau
Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) setempat dengan
melampirkan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
Ketentuannya adalah fotocopy KTP bagi penduduk Indonesia atau fotocopy
paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal
lurah atau kepala desa bagi orang asing.
b. Untuk Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha/melakukan pekerjaan
bebas:
• Fotocopy KTP bagi penduduk Indonesia atau fotocopy paspor dan surat
keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal lurah atau
kepala desa bagi orang asing.
• Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari instansi
yang berwenang atau pekerjaan bebas dari instansi yang berwenang,
minimal lurah atau kepala desa.
c. Untuk Wajib Pajak badan:
• Fotocopy pendirian dan perubahan terakhir atau surat keterangan penunjukkan
dari kantor pusat bagi Bentuk Usaha Tetap.
• Fotocopy KTP bagi penduduk Indonesia atau fotocopy paspor dan surat
keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal lurah atau
kepala desa bagi orang asing dari salah seorang pengurus aktif.
• Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang berwenang minimal
lurah atau kepala desa.
d. Untuk bendaharawan sebagai Wajib Pajak:
• Fotocopy KTP bendaharawan.
• Fotocopy surat penunjukkan sebagai bendaharawan.
e. Untuk joint operation sebagai Wajib Pajak Pemotong/Pemungut
• Fotocopy perjanjian kerjasama sebagai joint operation.
• Fotocopy NPWP masing-masing anggota joint operation.
• Fotocopy KTP bagi penduduk Indonesia atau fotocopy paspor dan surat
keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal lurah atau
kepala desa bagi orang asing dari salah seorang pengurus joint
operation.
f. Wajib Pajak dengan status cabang, orang pribadi pengusaha tertentu, atau wanita
kawin tidak pisah harta, harus melampirkan fotocopy surat keterangan terdaftar.
g. Apabila ditandatangani orang lain, permohonan harus dilengkapi dengan surat
kuasa khusus.
3. Tempat Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak
Tempat pendaftaran NPWP antara lain sebagai berikut:
a. Kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan Wajib Pajak atau kantor pelayanan pajak tertentu
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pajak.
b. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan
bebas dan Wajib Pajak badan, yang memenuhi ketentuan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan Pengusaha Kecil melaporkan usahanya ke kantor
pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha
Wajib Pajak atau ke kantor pelayanan pajak tertentu sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan perpajakan.
c. Dalam hal tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha,
Wajib Pajak berada dalam 2(dua) atau lebih wilayah kantor pelayanan pajak,
Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan kantor pelayanan pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar.
4. Pendaftaran NPWP secara Elektronik
Pendaftaran NPWP oleh Wajib Pajak dapat juga dilakukan secara elektronik,
yaitu melalui internet di situs direktorat jenderal pajak dengan alamat
http://www.pajak.go.id dengan mengeklik e-registration. Selanjutnya Wajib Pajak cukup
memasukkan data pribadi (KTP/SIM/Paspor) untuk memperoleh NPWP. Selanjutnya
mengirimkan fotocopy data pribadi melalui pos ke kantor pelayanan pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak. Berikut langkkah-langkah
untuk mendapatkan NPWP melalui internet:
a. Cari situs Direktorat Jenderal Pajak di internet dengan alamat
http://www.pajak.go.id
b. Pilih menu e-reg (electronic registration)
c. Pilih menu “Buat account baru” dan isilah kolom sesuai yang diminta
d. Setelah itu anda akan masuk ke menu “ Formulir Registrasi Wajib Pajak
Orang Pribadi”. Isilah sesuai dengan KTP anda.
e. Anda akan memperoleh Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sementara yang
berlaku selama 30 hari sejak pendaftaran dilakukan. Cetak SKT
sementara tersebut beserta Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi
sebagai bukti anda sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak.
f. Tanda tangani formulir registrasi, kemudian kirim atau sampaikan langsung
SKT sementara serta persyarataan lainnya ke kantor pelayanan pajak
seperti yang tertera pada SKT sementara anda. Setelah itu anda akan
menerima kartu NPWP dan SKT asli.
5. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak
Penghapusan NPWP dapat dilakukan melalui pengajuan permohonan penghapusan
NPWP oleh:
a. Wajib Pajak dan / atau ahli warisnya karena Wajib Pajak sudah tidak memnuhi
persyaratan subjektif dan / atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan
peruandang-undangan perpajakan, antara lain:
• Wajib Pajak meninggal dan tidak meninggalkan harta warisannya,
disyaratkan adanya fotocopy akte kematian atau surat keterangan
kematian dari instansi yang berwenang.
• Wajib Pajak meninggal dan meninggalkan warisan. Apabila selesai
dibagi kepada ahli warisnya, disyaratkan adanya keterangan tentang
selesainya warisan tersebut dibagi oleh ahli warisnya.
• Wajib Pajak orang pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi
sebagai Wajib Pajak, disyaratkan surat pernyataan dan keterangan dari
instansi yang berwenang
b. Wanita kawin yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa
membuat perjanjian pemsahan harta serta suaminya telah terdaftar sebagai Wajib
Pajak, disyaratkan adanya surat nikah / akte perkawinan dari catatan sipil.
c. Wajib Pajak badan dalam rangka likuidasi atau telah dibebankan secara resmi,
disyaratkan adanya akte pembubaran.
d. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya,
disyaratkan adanya permohonan Wajib Pajak yang dilampiri dokumen yang
mendukung.

2.4 MATERI NPPKP ( Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak )


 Pengertian Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)
NPPKP adalah nomor yang diberikan kepada pengusaha yang memenuhi syarat sebagai
PKP terhadap WP atau pengusaha kena pajak yang tidak memenuhi kewajiban untuk
mendaftarkan diri dan melaporkan usahanya maka dapat diterbitkan NPWP dan/atau
pengukuhan pengusaha kena pajak secara jabatan. Hal ini dilakukan direktorat jenderal
pajak, jika berdasarkan data yang diperoleh WP OP atau badan atau pengusaha tersebut
telah memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP dan pengukuhan PKP {uu pasal 2 ayat
(4) dan (4a)}.
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpir barang, mengekspor
barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
Pengusaha Kena Pajak Terdaftar adalah pengusaha yang terlah yang telah
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang telah tercatat dalam tat usaha kantor
pelayanan pajak dan telah diberikan Surat Pengukuhan Keena Pajak. Berdasarkan Pasal 2
ayat 2 UU KUP disebutkan bahwa “Setiap Wajib Pajak sebagai pengusaha yang dikenai
pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya
wajib melaporkan usahannya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang nilai kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha, dan tempat kegiatan usaha
dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak”.

 Pelaporan Kegiatan Usaha

Setiap pengusaha yang dikenakan PPN berdasarkan ketentuan perraturan


ketentuan perraturan perundang-undangan perpajakan , wajib melaporkan usahannya
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan kepadanya diberikan Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak. Wajib Pajak orang pribadi berkewajiban melaporkan usahanya
pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Untuk sebuah badan, berkewajiban
melaporkan usahanya tersebut pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat kedudukan pengusaha dengan tempat kegiatan usaha dilakukan.
Beberapa hal yang berkaitan dengan jangka waktu pelaporan kegiatan usaha
adalah sebagai berikut:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan
Wajib Pajak badan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor
Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai
dijalankan.
b. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas,
jika sampai dengan satu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah
melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun, wajib mendaftarkan diri
untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lambat pada akhir
bulan berikutnya.
c. Wajib Pajak orang pribadi selain yang telah dijelaskan di atas (a dan b) yang
memerlukan Nomor Pokok Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan untuk
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak.
d. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan
Wajib Pajak badan wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak sebelum melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak bagi yang memenuhi ketentuan
sebagai Pengusaha Kena Pajak.
e. Wajib Pajak sebagai pengusaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, yang:
• Memilih sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib mengajukan pernyataan
tertulis untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
• Tidak memilih sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi sampai dengan
suatu Masa Pajak dalam satu tahun buku seluruh nilai peredaran
bruto telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai pengusaha
kecil , wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak paling lambat akhir masa pajak berikutnya.

 Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak


Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dapat dilakukan dalam hal:
a. Diajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
ahliwarisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif
dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
b. Wajib pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha.
c. Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap menghentikan kegiatan usahanya di
Indonesia.
d. Dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor
Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan
subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
e. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberi
keputusan atas permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua
belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima
secara lengkap.
f. Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak
dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
g. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberi
keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara
lengkap.

 Fungsi NPPKP
Fungsi Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain digunakan untuk mengetahui
identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya juga berguna untuk melaksanakan hak
dan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah serta untuk pengawasan administrasi perpajakan. Terhadap pengusaha yang telah
memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.

 Tempat Pendaftaran NPPKP


Setiap Wajib Pajak sebagai pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang
Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak (PKP). Tempat pelaporan usaha dan
pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah sebagi berikut:
1. Bagi Pengusaha orang pribadi, adalah pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Pengusaha dan tempat kegiatan
usaha dilakukan.
2. Bagi Pengusaha badan, adalah pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan pengusaha dan tempat
kegiatan usaha dilakukan.
3. Bagi Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan
usaha di beberapa wilayah kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha
maupun di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat kegiatan usaha dilakukan.
4. Bagi Wajib Pajak Orang pribadi pengusaha tertentu (yaitu Wajib Pajak orang
pribadi yang mempunyai tempat usaha tersebar di beberapa tempat, misalnya
pedagang elektronik yang mempunyai toko di beberapa pusat
perbelanjaan), kewajiban melaporkan usahanya di samping pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
Wajib Pajak juga pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dilakukan.
2.5 Pembayaran, pemotongan dan pelaporan
Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan sistem self
assessment wajib melakukan sendiri perhitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak
terutang.

Pembayaran Pajak

Pembayaran pajak dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut.

1. Membayar sendiri pajak yang terutang


a. Pembayaran angsuran setiap bulan (PPh Pasal 25) yaitu pembayaran pajak
penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan wajib
pajak dalam melunasi pajak yang terhutang dalam satu tahun pajak. Wajib
pajak diwajibkan unuk mengangsur pajak yang akan terhutang pada akhir
tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak setiap bulan.
b. Pembayaran PPh Pasal 29 setelah akhir tahun, yaitu pelunasan pajak
penghasilan yang dilakukan sendiri oleh wajib pajak pada akhir tahun pajak
apabila pajak terhutang untuk suatu tahun pajak lebih besar dari jumlah total
pajak yang dibayar sendiri dalam pajak yang dipotong atau dipungut pihak
lain sebagai kredit pajak.
2. Melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh pasal 4 (2), PPh pasal
15, PPh pasal 21, 22, dan 23, serta PPh pasal 26). Pihak lain yang dimaksud
adalah pemberi penghasilan, pemberi kerja, dan pihak lain yang ditunjukan atau
ditetapkan oleh pemerintah.
3. Melalui pembayaran pajak di luar negeri (PPh Pasal 24).
4. Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau oleh pihak yang ditunjuk pemerintah
(misalnya bendaharawan pemerintah).
5. Pembayaran pajak-pajak lainnya.
a. Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yaitu pelunasan
berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Untuk daerah
Jakarta, pembayaran PBB sudah dapat dilakukan dengan menggunakan
ATM di bank-bank tertentu.
b. Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),
yaitu pelunasan pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.
c. Pembayaran Bea Materai, yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang
dapat dilakukan dengan cara menggunakan benda materai berupa materai
tempel atau kertas bermaterai atau dengan cara lain seperti menggunakan
mesin teraan.
Pelaksanaan pembayaran pajak dapat dilakukan Kantor Penerima
Pembayaran dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat
diambil di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau KP4 terdekat, atau dengan
cara lain melalui pembayaran pajak secara elektronik (e-payment).
Pemotongan/Pemungutan
Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, atau pembayaran bulanan yang
dilakukan dengan mekanisme pemotongan / pemungutan yang dilakukan oleh pihak
ketiga. Adapun jenis pemotongan / pemungutan adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh
Pasal 23, PPh Pasal 26, dan PPN dan PPnBM.

1. PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke 3


sehubungan dengan penghasilan yang diterima oleh WP orang pribadi dalam
negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan (seperti gaji
yang dietrima oleh pegawai dipoton oleh persahaan dimana dia bekerja).
2. PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3
sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, impor barang dan
kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu (seperti penyerahan barang oleh
rekanan kepada bendaharawan pemerintah).
3. PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan
dengan penghasilan tertentu : dividen, bunga, royalty, sewa dan jasa yang
diterima oleh WP badan dalam negeri, dan BUT.
4. PPh Pasal 26 adalah pemotongan yang dilakukan oleh pihak ke -3 sehubungan
dengan penghasilan yang diterima oleh WP luar negeri.
5. PPh final (Pasal 4 ayat 2) merupakan pajak yang sifat pemungutannya final.
Yang dimaksud final disini adalah bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh
pihak ketiga atau dibayar sendiri tidak dapat dikreditkan (bukan pembayaran
dimuka) terhadap utang pajak pada akhir tahun dalam penghitungan pajak
penghasilan pada SPT Tahunan. Beberapa contoh penghasilan yang dikenakan
PPh final adalah bunga deposito, penjualan tanah dan bangunan, persewaan tanah
dan bangunan, hadiah dan bungan obligasi dsb.
6. PPh Pasal 15 adalah pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan oleh wajib
pajak tertentu yang menggunakan borma penghitungan khusus, antara lain
perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar
negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang
asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah.
7. Pajak pertambahan nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas nilai tambah
suatu barang dan jasa.
8. Pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) adalah pajak khusus untuk
barang-barang mewah.

Seperti halnya PPh pasal 25, pemotongan/pemungutan tersebut merupakan angsuran


pajak. Untuk PPh dikreditkan pada akhir tahun, sedangkan PPN dikreditkan pada masa
diberlakukannya pemungutan dengan mekanisme Pajak Keluaran (PK) dan Pajak
Masukkan (PM).

Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh Ditjen Pajak untuk melakukan
pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka
dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dan kenaikan 100%.

Pelaporan

Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan sarana bagi Wajib Pajak untuk melaporkan hal-
hal yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan. SPT harus diisi dengan benar, lengkap,
dan jelas dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin dan angka arab,
satuan mata uang rupiah dan menandatangani serta menyampaikannya ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak.

Fungsi SPT bagi Wajib Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan
untuk melaporkan tentang:

1. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau
melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau
Bagian Tahun Pajak,
2. penghasilan yang merupakan Objek Pajak/bukan Objek Pajak;
3. harta dan kewajiban,
4. pembayaran dari pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan
lain dalam 1 (satu) Masa pajak sesuai dengan ketentuan paraturan perundang-
undangan perpajakan berlaku.
Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk
malaporkan tentang;

1. pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran, dan


2. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha
Kena Pajak dan/melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Bagi pemotong atau pemungutan pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai
sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau
dipungut dan disetorkannya.

Surat pemberitahuan (SPT) dapat dibedakkan menjadi;

1. SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas
pembayaran pajak bulanan, SPT Masa terdiri atas;
a. SPT Masa PPh Pasal 21 dan Pasal 26
b. SPT Masa PPh Pasal 22
c. SPT Masa PPh Pasal 23 dan Pasal 26
d. SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2)
e. SPT Masa PPh Pasal 15
f. SPT Masa PPN dan PPnBM
g. SPT Masa PPN dan PPnBM bagi Pemungutan
2. Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untuk
pelaporan tahunan, SPT tahunan terdiri atas;
a.SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan (1771-Rupiah)
b.SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan yang diizinkan menyelenggarakan
pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat
(1771-US)
c.SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai
penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas yang menyelenggarakan pembukuan
atau norma penghitungan penghasilan neto; dari satu atau lebih pemberi
kerja; yang dikenakan PPh final/bersifat final; dan dari penghasilan lain
(1770)
a. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai
penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja; dalam negeri lainnya;
dan yang dikenakan PPh final atau bersifat final (1770 S)
b. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai
penghasilan dari satu pemberi kerja dan tidak mempunyai
penghasilan lainnya kecuali bunga bank dan bunga koperasi (1770
SS).

Anda mungkin juga menyukai