Anda di halaman 1dari 7

DIJI FOOTBALL FAMILY

Daftar Isi

PROLOG
1 - PROLOG

“Tak disangka, cinta dari jendela SMP itu pun terjadi juga. Di’
dan Ju katanya mereka menikah.”

Kabar itu bagai suara senyap di dalam angin. Mengalir tak


terendus. Orang-orang membicarakannya. Kabar pernikahan
adalah kejadian bahagia yang berlaku hampir setiap saat.
Orang-orang yang tak tahu kisah mereka, menganggapnya
begitu. Namun bagi mereka yang mengetahuinya, pembicaraan
mereka adalah barang yang lain. Seolah-olah itu adalah
sesuatu yang aneh dan ajaib yang telah terjadi di zaman
modern ini.

“Katanya mereka sudah berhubungan sejak kelas 9 SMP.”

“Bukan kelas 9, mulai dari kelas 7 katanya.’’

“Mereka dulu sangat heboh. Di’ si bintang pelajar yang sayu


ditembak Ju si pembuat onar.”

“Mungkin, dulu hanya taksir-taksiran saja, tidak benar-benar


berpacaran.”

“Bagaimana bisa begitu… Katanya ada puluhan surat yang


terkirim saat itu. Mereka berkirim surat setiap minggu. Setiap
minggu satu surat, berapa banyak minggu di seluruh SMP
mereka? Bukan itu saja, Ju memukul setiap anak yang
mendekati Di’. Ju juga sering bergitar dan menyanyi untuk Di’
jika ada pekan seni atau di jam-jam kosong kelas.”

“Di SMA dan terus sampai kuliah?”


“Kayaknya begitu. Kartu ulang tahun dan selamat lebaran
dikirim via pos. Mereka beda SMA dan beda kota kuliah, tapi
kartu-kartu itu dikirim ke alamat rumah Di’. Karna kita di
kampung, hal-hal seperti itu sangat mudah jadi berita.”

“Mereka menikah sekarang.”

“Bukannya mereka masih pada kuliah?”

“Mungkin kecelakaan…Married by accident…”

“Ah rasanya seperti tidak mungkin. Di’ dulu sangat sayu dan
dingin. Dengan julukannya sebagai juara umum sekolah dan
kepribadiannya yang begitu, sepertinya seluruh waktunya
hanya digunakan untuk belajar saja.”

“Kenapa tidak? Orang kan bisa berubah.”

“Mungkin saja begitu. Di’ dulu terkenal dingin dan cuek.


Sekarang mungkin ia sudah berubah jadi gadis genit yang tidak
sabar untuk menangkap seorang laki-laki yang telah lama
mengejarnya. Tidak ada yang pasti dan tetap selamanya di
dunia ini.”

……

Begitulah, kabar adalah kabar. Kejadian yang sebenarnya entah


sesuai dengan kabar tersebut ataupun berbeda, itu hanyalah
kesenangan orang yang berbicara.
2 - BERKENALAN

Cuaca di sore ini sangat cerah, hampir menyengat. Di’ dan Ju


mengantar putra sulungnya Dia, untuk mencoba sesuatu yang
baru. Berlatih bola.

Lapangan itu berada di area yang tidak ada pemukiman


penduduknya. Di seberang jalan terlihat kantor kepala Desa, di
kiri lapangan, terdapat sebuah trek balap sepeda motor yang
sedang dalam tahap pengembangan. Di sebelah kanan masih
tersisa ladang-ladang penduduk yang kurang terurus. Ini desa
pemekaran, sedang giat-giatnya membangun.

“Ayo, ganti sendalnya ke sepatu bola. Kaos tangannya juga


dibawa.” Agis sang pelatih, memberi arahan kepada Dia,
setelah mereka cukup saling menyapa.

Agis adalah seorang pemuda mantan pemain bola. Baru lulus


kuliah dari jurusan Pendidikan Olahraga. Ia muda, bersemangat,
sopan dan supel, sehingga mampu meyakinkan Ju untuk
membawa Dia ke bidang yang sama sekali baru. Dia sudah
kelas enam sekarang, mungkin itu agak terlambat untuk
memulai di bidang ini.

Di’ melihat ke putranya. Dengan lembut menatapnya. Dia


berpostur sedang, tidak terlalu tinggi untuk anak sesusianya,
tidak juga bisa disebut pendek. Langsing. Kulitnya sawo
matang, bersih. Rambutnya agak ikal, hitam dan lebat. Rahang
kukuh dengan pipi yang penuh. Tidak chubby dan juga tidak
kempos. Alis mata sangat tebal, dengan bulu-bulu mata
panjang. Matanya cukup besar, tidak sipit dan juga tidak
melotot. Telinganya sangat rapi. Di atas semuanya, hidungnya
sangat bangir. Baik Di’ maupun Ju, tidak bisa memberi Dia
hidung sebagus itu. Dia benar-benar sangat enak dipandang
mata.

Di’ memanggilnya ‘Elang’. Bukan berarti burung Elang. Itu


adalah panggilan cadel dari kata ‘Herang’ yang berarti kinclong
atau jernih dalam bahasa Sunda. Dia benar-benar mirip boneka
pada saat ia lahir. Meski memudar, saat ini, Dia masih bisa
disebut anak yang cantik.

Anak-anak yang lain sudah banyak berkumpul di lapangan. Ada


sekitar lima belas anak di sana. Anak-anak seusia Dia. Dia
kelahiran 2005. Paling muda 2007 dan tidak mungkin ada yang
2004. Di antara mereka Dia termasuk anak berpostur tinggi
meski bukan yang paling besar.

Agis berdiri di hadapan anak-anak. Setelah memberi salam,


“Anak-anak, kita kali ini kedatangan teman baru. Dia silakan
maju ke depan dan memperkenalkan diri.”

Dia maju ke depan, “perkenalkan, saya Dia dari Cibalong, kelas


enam SD.” Dia masih terlihat malu-malu.

“Baik, sebelum latihan, mari kita berdoa dalam hati masing-


masing. Galang, ayo pimpin do’a.” Seorang anak maju ke
depan, “Berdo’a, mulai.” Beberapa saat kemudian, “Selesai.”
Agis meletakan beberapa cone kecil di tanah, sekitar 16 cone
dalam dua baris. Anak-anak-pun terbagi dalam dua baris,
sesuai barisan cone.

“Galang dan Gagan, ayo di depan dan beri contoh. Yang lain
mengikuti di belakangnya.” Agis kemudian melangkah ke sisi
lapangan yang lain untuk kembali mengatur beberapa cone
besar dan kecil di sana.

Anda mungkin juga menyukai