Anda di halaman 1dari 19

Pengantar Hukum Bisnis (EKU 220E(GP)

Materi 14
“Penyelesaian Sengketa Bisnis “
Dosen Pengampu : Dr. I Wayan Wiryawan, SH., MH.

Oleh :
(Kelompok 11)

Ni Luh Puti Evi Anggreni (1907511276)


Desak Putu Diah Merta Lestari (1907511280)
I Gede Putra Widhi Guna Dharma (1907511283)
A.A Istri Agung Triana Santi (1907511287)
I Nyoman Putra Suryawan (1907511297)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2022/2023

i
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmatnya, kami kelompok 11
sebagai penyusunan makalah ini dapat menyelesaikannya secara sederhana dan tepat waktu.
Adapun karya tulis ini kami rangkum dari beberapa sumber yang dapat dipercaya yang kami
cantumkan dalam lembar Daftar Pustaka dengan harapan karya ini dapat menambah pengetahuan
kita tentang Penyelesaian Sengketa Bisnis Penulisannya didasari dari sumber-sumber dibuku dan
internet.

Makalah “Penyelesaian Sengketa Bisnis” disusun guna memenuhi tugas dari Bapak Dr. I
Wayan Wiryawan, SH., MH. pada mata kuliah Pengantar Hukum Bisnis di Fakultas Ekonomi
dan Bisnis, Universitas Udayana. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca.

Kami menyadari bahwa penulisan karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari
segi isi maupun tulisan. Oleh sebab itu kami sangat mengaharapkan kritik dan saran guna lebih
menyempurnakan penulisan pada masa yang akan datang. Akhir kata, semoga karya ini dapat
menambah ilmu pengetahuan dan kemampuan kita semua.

Denpasar, ……………. 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Penyelesaian Sengketa Bisnis secara Ligitasi dan Non Ligitasi..........................................2

2.1.1 Penyelesaian sengketa secara ligitasi (pengadilan)............................................................2

2.1.2 Penyelesaian sengketa bisnis secara non ligitasi (diluar pengadilan).................................2

2.2 Mekanisme penyelesaian sengketa bisnis secara ligitasi dan non ligitasi...........................3

2.2.1 Mekanisme penyelesaian sengketa bisnis secara ligitasi (pengadilan)...............................3

2.2.2 Mekanisme penyelesaian sengketa bisnis secara non ligitasi (diluar pengadilan).............4

2.3 Sanksi Hukum..........................................................................................................................7

2.3.1 Penyelesaian Sengketa Dengan Sanksi Perdata Dalam Kejahatan Bisnis...........................8

2.3.2 Penyelesaian Sengketa Dalam Kejahatan Bisnis Dengan Sanksi Pidana............................9

2.3.3 Penyelesaian Sengketa Dengan Sanksi Administratif Dalam Kejahatan Bisnis...............11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.............................................................................................................................12

3.2 Saran.......................................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang

Sengketa yang diketahui oleh masyarakat bisnis sangat merugikan reputasi pelaku bisnis
dan berpotensi menguragi kepercayaan klien, nasabah, konsumen perusahaan itu sendiri. Hal
ini berbeda dengan sengketa lingkungan dan tenaga kerja, sengketa bisnis umunya sangat
dirahasiakan oleh pelaku bisnisnya. Berbagai kegiatan bisnis sebenarnya merupakan sesuatu
yang tidak diharapkan terjadi karena dapat mengakibatkan kerugian pada pihak yang
bersengketa, baik mereka yang berada pada posisi yang benar maupun pada posisi yang
salah. Terjadinya sengketa bisnis perlu dihindari untuk menjaga reputasi dan relasi yang baik
ke depan.

Sengketa terkadang tidak dapat dihindari karena adanya kesalahpahaman, pelanggaran


perundang-undangan, ingkar janji, kepentingan yang berlawanan, dan atau kerugian pada
salah satu pihak. Proses sengketa terjadi karena tidak adanya titik temu antara pihak-pihak
yang bersengketa. Secara potensial, dua pihak yang mempunyai pendirian/pendapat yang
berbeda dapat beranjak ke situasi sengketa. Secara umum, orang tidak akan mengutarakan
pendapat yang mengakibatkan konflik terbuka.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana penyelesaian sengketa dengan sanksi perdata dalam kejahatan bisnis
1.2.2 Bagaimana penyelesaian sengketa dalam kejahatan bisnis dengan sanksi pidana
1.2.3 Bagaimana penyelesaian sengketa dengan sanksi administratif dalam kejahatan bisnis

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Mengetahui Penyelesaian Sengketa Bisnis secara Litigasi dan Non Litigasi
1.3.2 Mengetahui Mekanisme Penyelesaian Sengketa Bisnis secara Litigasi dan Non Litigasi
1.3.3 Mengetahui Sanksi Hukum dari Penyelesaian Sengketa Bisnis

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penyelesaian Sengketa Bisnis secara Litigasi dan Non Litigasi

Penyelesaian sengketa adalah suatu penyelesaian perkara yang dilakukan antara salah
satu pihak dengan pihak yang lainnya. Penyelesaian sengketa terdiri dari dua cara yaitu melalui
litigasi (pengadilan) dan non litigasi (luar pengadilan).

2.1.1 Penyelesaian Sengketa secara Litigasi (pengadilan)


Proses penyelesaian sengketa bisnis melalui litigasi berarti memilih mekanisme
penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan dengan menggunakan pendekatan hukum,
di mana terdapat dua lembaga penyelesaiannya, yakni: pengadilan umum dan pengadilan
niaga.
Jika melalui pengadilan umum, yakni, pengadilan negeri yang berwenang
memeriksa sengketa bisnis, mempunyai karakteristik: 1) Prosesnya formal; 2) Keputusan
dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim); 3) Para pihak tidak terlibat
dalam pembuatan keputusan; 4) Sifat keputusan memaksa dan mengikat; 5) Orientasi
pada fakta hukum (mencari pihak yang bersalah); 6) Persidangan bersifat terbuka. Jika
perkara bisnis tersebut terkait dengan permohonan pernyataan pailit dan penundaan
kewajiban pembayaran utang (PKPU) atau sengketa hak atas kekayaan intelektual
(HAKI), maka diperiksa di pengadilan niaga yang merupakan pengadilan khusus di
lingkungan pengadilan umum.
2.1.2 Penyelesaian Sengketa Bisnis secara Non Litigasi (diluar pengadilan)

Sengketa bisnis dapat diselesaikan melalui proses nonlitigasi, atau proses


penyelesaian di luar pengadilan. Para pihak entitas bisnis biasanya memilih proses
penyelesaian sengketa di luar pengadilan, mengingat efisiensi waktu dan efektivitas
proses. Karena masih banyak kalangan menganggap proses persidangan di Pengadilan
sangat berbelit-belit.

2
Penyelesaian sengketa melalui di luar pengadilan biasa disebut juga alternatif
penyelesaian sengketa (Alternative Dispute Resolution). Yakni lembaga penyelesaian
sengketa melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar
pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli
(Pasal 1 ayat (10) Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Pilhan Penyelesaian Sengketa).

2.2 Mekanisme Penyelesaian Sengketa Bisnis Secara Litigasi dan Non Litigasi

Dalam perkara sengketa bisnis, perkara yang diajukan ke Pengadilan pada umumnya
dalam bidang wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Secara normatif kedua sebab
terjadinya sengketa bisnis tersebut telah di atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang mengatakan:

Wanprestasi dalam Pasal 1238 KUHPerdata Debitur dinyatakan lalai dengan surat
perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila
perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang
ditentukan dan Pasal 1243 KUHPerdata Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak
dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai,
tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau
dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu
yang telah ditentukan. Perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUHPerdata Tiap perbuatan
yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang bersalah menimbulkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Dilihat dari mekanisme penyelesaian sengketa bisnis :

2.2.1 Mekanisme Penyelesaian Sengketa Bisnis secara Litigasi (pengadilan)


1) Pengadilan umum
Pengadilan Negeri berada pada lingkungan Peradilan Umum yang mempunyai tugas
dan kewenangan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2004 tentang tentang Peradilan Umum, dalam Pasal 50 menyatakan: Pengadilan
Negeri bertugas dan berwewenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara
pidana dan perkara perdata di tingkat pertama.

3
2) Pengadilan Niaga
Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan
umum, mempunyai tugas dan kewenangan sebagaimana disebutkan dalam Undang-
Undang No. 37 ahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, dalam
Pasal 300 mengatakan: Pengadilan Niaga mempunyai tugas memeriksa dan memutus
permohonan pernyataan pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,
berwenang pula memeriksa dan memutus perkara lain di bidang perniagaan yang
penetapannya dilakukan dengan Undang-Undang.
2.2.2 Mekanisme Penyelesaian Sengketa Bisnis secara Non Litigasi (diluar
pengadilan)
1) Arbitrase
Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa mengatakan Arbitrase adalah cara
penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Istilah arbitrase berasal dari bahasa Belanda “arbitrate” dan bahasa Inggris
“arbitration”. Kata arbitrase juga berasal dari bahasa Latin, yaitu “arbitrare” yang
mana dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai kekuasaan untuk menyelesaikan
sesuatu menurut “kebijaksanaan”. Istilah arbitrase dikaitkan dengan
kebijaksanaan seolah-olah memberi petunjuk bahwa majelis arbitrase tidak perlu
memperhatikan hukum dalam menyelesaikan sengketa para pihak, tetapi cukup
berdasarkan kebijaksanaan (R. Subekti 1981:1).
Penyelesaian sengketa pada arbitrase dilakukan berdasarkan persetujuan
bahwa pihak bersengketa akan tunduk dan mentaati keputusan yang diberikan
oleh hakim atau para hakim yang mereka pilih atau mereka tunjuk secara
langsung. Oleh karena itu arbitrase disebut sebagai suatu peradilan perdamaian,
dimana para pihak yang bersengketa atau berselisih menghendaki perselisihan
mereka tentang hak-hak pribadi yang dapat mereka kuasai sepenuhnya, diperiksa
dan diadili oleh hakim yang adil yang tidak memihak kepada salah satu pihak
yang berselisih, serta menghasilkan keputusan yang mengikat bagi kedua belah
pihak (M.Yahya Harahap 2003:60) Arbitrase menurut Sudargo Gautama (1979:5)

4
didefinisikan sebagai Cara-cara penyelesaian hakim partikelir yang tidak terikat
dengan berbagai formalitas, cepat dalam memberikan keputusan, karena dalam
instansi terakhir serta mengikat, yang mudah untuk dilaksanakan karena akan
ditaati para pihak.
2) Negosiasi
Pasal 6 Ayat (2) Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, mengatakan negosiasi adalah Penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui alternatif penyelesaian sengketa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan langsung
oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan hasilnya
dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis. Istilah Negosiasi dalam terminologi
bahasa Inggris disebut dengan Negotiate dan Negotiation.
M. Marwan dan Jimmy P, mengartikan Negosiasi sebagai proses tawar-
menawar dengan jalan berunding antara para pihak yang bersengketa untuk
mencapai kesepakatan bersama. Berdasarkan beberapa rumusan di atas, negosiasi
dan juga Konsultasi merupakan bagian dari penyelesaian sengketa di antara para
pihak dengan jalan damai, melalui suatu perundingan. Negosiasi ini pun bukan
arbitrase, dan Negosiasi ditempatkan ke dalam bagian dari Alternatif Penyelesaian
Sengketa (Marwan. M dan Jimmy P 2009:378).
3) Mediasi
Istilah Mediasi dalam bahasa Inggris dinamakan Mediation menurut
Munir Fuady menjelaskan tentang penyelesaian sengketa melalui mediasi adalah
suatu proses penyelesaian sengketa berupa negosiasi untuk memecahkan masalah
melalui pihak luar yang netral dan tidak memihak, yang akan bekerja dengan
pihak yang bersengketa untuk membantu menemukan solusi dalam
menyelesaikan sengketa tersebut secara memuaskan kedua belah pihak. Pihak
ketiga yang netral tersebut disebut dengan mediator (Munir Fuady2003:134)
4) Konsiliasi
Istilah konsiliasi dalam bahasa Inggris disebut sebagai Conciliation, Menurut
M. Marwan dan Jimmy P (2009:315). mengartikan Konsiliasi sebagai usaha untuk
mempertemukan keinginan pihak-pihak bersengketa agar mencapai kesepakatan

5
guna menyelesaikan sengketa dengan kekeluargaan. Sedangkan Munir Fuady
(2003:134) menjelaskan, Konsiliasi mirip dengan mediasi, yakni merupakan suatu
proses penyelesaian sengketa berupa negosiasi untuk memecahkan masalah
melalui pihak luar yang netral dan tidak memihak yang akan bekerja dengan
pihak yang bersengketa untuk membantu menemukan solusi dalam
menyelesaikan sengketa tersebut.
5) Online Despute Resolution
Online Despute Resolution adalah cabang dari penyelesaian sengketa
(negosiasi, mediasi, arbitrase) yang inovatif dengan menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa antara pihak
dengan prinsip due process. Penggunaan ODR terutama pada transaksi elektronik
dimana para pihak berada pada jarak yang jauh, meliputi sengketa personal, antar
negara, baik diluar pengadilan maupun dalam pengadilan. Manfaat dari ODR
diantaranya adalah menawarkan penyelesaian yang lebih efisien untuk kasus-
kasus yang tidak mudah untuk dijangkau.
Fungsi dari ODR adalah sebagai pembantu pihak ketiga/mediator, atau
mengganti pihak ketiga, misalnya automated negosiation (negosiasi otomatis).
Peranan dari ODR adalah melakukan manajemen informasi, baik yang langsung
dilakukan oleh para pihak maupun yang dilakukan oleh computer dengan
menggunakan software, yang dalam hal ini dapat dikatakan juga sebagai pihak ke
empat atau pengganti pihak ke tiga atau yang sering juga disebut mediator.
Contohnya adalah dalam mengorganisasikan informasi ataupun mengirim respon
secara otomatis.
Tidak mudah menciptakan suatu sistem penyelesaian sengketa yang
dinginkan dunia bisnis. Dunia bisnis menghendaki sistem yang tidak formal dan
pemecahan masalah menuju masa depan. Paradigma sistem seperti ini sulit dalam
sistem litigasi didesain untuk menyelesaikan masalah, melainkan lebih
mengutamakan penyelesaian yang berlandaskan penegakan dan kepastian hukum.
Oleh karena itu, harus ada berbagai studi perbandingan dan pengembangan
metode yang dilakukan untuk mngupayahkan diberlakukannya bentuk dan prinsip
suatu penyelesaian sengketa di Indonesia.

6
2.3 Sanksi Hukum

Hukum sangat penting dalam dunia ekonomi atau bisnis sebagai alat pengatur bisnis
tersebut. Kemajuan suatu ekonomi/bisnis tidak akan berarti kalau kemajuan tidak berdampak
pada kesejahteraan dan keadilan yang dinikmati secara merata oleh rakyat. Negara harus
menjamin semua itu. Agar tidak ada terjadi pengusaha kuat menindas pengusaha lemah, yang
kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin, sehingga tidak ada keseimbangan dalam
tatanan kehidupan masyarakat. Disinilah peran hukum membatasi hal tersebut. Maka dibuat
perangkat hukum yang mengatur dibidang bisnis tersebut (hukum bisnis). Dengan telah
dibuatnya hukum bisnis tersebut (peraturan perundang-undangan) imbasnya adalah hukum bisnis
tersebut harus diketahui/dipelajari oleh pelaku bisnis sehingga bisnisnya berjalan sesuai dengan
koridor hukum dan tidak mempraktikkan bisnis yang bisa merugikan masyarakat luas (monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat).

Mengingat kegiatan bisnis semakin meningkat dari hari ke hari, maka tidak mungkin
dihindari terjadinya sengketa (dispute/difference) diantara para pihak yang terlibat. Sengketa
muncul dikarenakan berbagai sebab dan alasan yang melatarbelakanginya, terutama karena
adanya conflict of interest di antara para pihak. Sengketa yang timbul di antara pihak-pihak yang
terlibat karena aktifitasnya dalam bidang bisnis atau perdagangan dinamakan sengketa bisnis.

Setiap jenis sengketa bisnis yang terjadi selalu menuntut pemecahan dan penyelesaian
yang tepat. Semakin luas dan banyak kegiatan dalam bidang bisnis dan perdagangan, frekuensi
terjadinya sengketa juga semakin tinggi. Ini berarti semakin banyak sengketa yang harus
diselesaikan dari waktu ke waktu. Membiarkan sengketa bisnis terlambat diselesaikan akan
mengakibatkan perkembangan pembangunan ekonomi tidak efisien, produktifitas menurun,
dunia bisnis mengalami kemerosotan, dan biaya produksi meningkat. Oleh karena itu,
mekanisme penyelesaian sengketa bisnis juga mengalami berbagai dinamika perbaikan dan
penyempurnaan, agar mekanisme penyelesaian sengketa tersebut dapat memenuhi harapan
masyarakat pencari keadilan (justiciabellen) khususnya dari kalangan dunia bisnis. Regulasi
aturan bisnispun banyak dibuat disesuaikan dengan karakteristik tuntutan dan kebutuhan bisnis.

7
Dalam melakukan bisnis tidak mungkin pelaku bisnis terlepas dari hukum karena hukum
sangat berperan mengatur bisnis agar bisnis bisa berjalan dengan lancar, tertib, aman sehingga
tidak ada pihak-pihak yang dirugikan akibat adanya kegiatan bisnis tersebut. Keterkaitan antara
Hukum dengan Ekonomis dan Bisnis semakin hari semakin erat. Hal tersebut dapat dilihat dari
kegiatan Ekonomi dan Bisnis di sekitar kita. Oleh karena itu, para pelaku Ekonomi dan Bisnis
semakin perlu memahami Hukum, terutama hal-hal yang berkaitan langsung dengan aktivitas
keseharian masing-masing karena hukum sangat penting dalam dunia ekonomi/bisnis sebagai
alat pengatur bisnis tersebut. Dengan telah dibuatnya hukum bisnis tersebut (peraturan
perundang-undangan) imbasnya adalah hukum bisnis tersebut harus diketahui/dipelajari oleh
pelaku bisnis sehingga bisnisnya berjalan sesuai dengan koridor hukum dan tidak
mempraktikkan bisnis yang bisa merugikan masyarakat luas. Apabila terjadi perilaku bisnis yang
negatif atau kejahatan bisnis, maka hukum diperlukan untuk menindak kejahatan bisnis tersebut.

2.3.1 Penyelesaian Sengketa dengan Sanksi Perdata dalam Kejahatan Bisnis


Hukum perdata (burgerlijkrecht) adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum
yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan
menitik beratkan pada kepentingan perseorangan. Hukum perdata berisi aturan-aturan
hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan
dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan
keluarga. Hukum perdata dibedakan menjadi dua, yaitu hukum perdata material dan
hukum perdata formal. Hukum perdata material mengatur kepentingan-kepentingan
perdata setiap subjek hukum. Hukum perdata formal mengatur bagaimana cara seseorang
mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh orang lain.
Hukum bisnis sebagai bagian dari hukum perdata, menganut asas kebebasan
berkontrak. Asas tersebut sampai pada tingkat tertentu memberikan kebebasan (partij
authonomij) kepada para pihak untuk merumuskan kesepakatan apapun yang mengikat
para pihak sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum memaksa (public law),
dilakukan dengan itikad baik serta tidak mengandung cacat tersembunyi. Kebebasan para
pihak tersebut tidak akan mengikat bagi publik apabila ternyata bertentangan dengan
ketentuan perundang-undangan.
Dalam dunia bisnis, pendekatan perdata lebih dikedepankan daripada pendekatan
pidana, sepanjang tingkat pelanggaran dan kerugian yang diakibatkan suatu perbuatan

8
tersebut masih dapat dikelola. Ketika satu pihak melakukan tindakan yang merugikan
pihak lainnya dalam hubungan bisnis, maka akan diselesaikan dengan cara pemberian
ganti rugi atau kompensasi kepada pihak yang dirugikan, pola penyelesaian dengan
sanksi perdata bertujuan untuk melindungi kepentingan masing-masing pihak.
Pendekatan perdata lebih melihat kepada suatu pemulihan hubungan hukum dari akibat
suatu kesalahan, dikenal dengan pendekatan dengan konsep keadilan komutatif. Konsep
keadilan komutatif lebih banyak terdapat pada hubungan perikatan keperdataan, yang
mencari penyelesaian suatu sengketa dengan win-win solution biasanya melalui lembaga
arbitrase.
2.3.2 Penyelesaian Sengketa dalam Kejahatan Bisnis dengan Sanksi Pidana
Hukum pidana termasuk pada ranah hukum publik. Hukum pidana adalah hukum
yang mengatur hubungan antar subjek hukum dalam hal perbuatan-perbuatan yang
diharuskan dan dilarang oleh peraturan perundang-undangan dan berakibat diterapkannya
sanksi berupa pemidanaan dan/atau denda bagi para pelanggarnya. Di Indonesia, hukum
pidana diatur secara umum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang
merupakan peninggalan dari zaman penjajahan Belanda, sebelumnya bernama Wetboek
van Straafrecht (WvS). KUHP merupakan lex generalis bagi pengaturan hukum pidana di
Indonesia dimana asas-asas umum termuat dan menjadi dasar bagi semua ketentuan
pidana yang diatur di luar KUHP (lex specialis)
Hukum pidana dapat dipandang sebagai suatu bidang hukum yang mandiri, tetapi
dalam kesempatan lain bisa pula berposisi suplementer terhadap bidang hukum yang lain.
Sebagai suatu bidang hukum yang mandiri, hukum pidana memiliki kaidah-kaidah
tersendiri beserta sanksi pidananya yang dituangkan di dalam bentuk perundang-
undangan tersendiri. Sementara dalam posisi suplementer, ketentuan hukum pidana
disertakan dalam suatu perundang-undangan yang sebenarnya merupakan ketentuan
hukum administrasi. Dalam perkembangan kontemporer, posisi suplementer ini semakin
banyak didapati dalam banyak perundang-undangan, yang termasuk dalam kategori
hukum ekonomi.
Peran terpenting hukum pidana yang ingin dikedepankan adalah untuk
mendampingi bekerjanya hukum ekonomi yang memiliki posisi primer dalam
memfasilitasi aktivitas ekonomi yang berlangsung dalam masyarakat, baik dalam

9
hubungan berskala individual maupun kolektif. Hukum pidana merupakan bagian dari
sistem hukum pada umumnya dan bagian dari sistem peradilan pidana khususnya. Dalam
posisi demikian itu, hukum pidana merupakan salah satu instrumen pengaturan dan
perlindungan berbagai kepentingan secara seimbang di antara kepentingan pemerintah
atau negara, kepentingan masyarakat atau kolektivitas, serta kepentingan individu atau
perorangan, termasuk kepentingan pelaku tindak pidana dan korban kejahatan.
Penyelesaian sengketa dengan penjatuhan sanksi pidana tidak lain bertujuan untuk
pencegahan (Preventif) yaitu pencegahan terjadinya pelanggaran norma-norma. Tujuan
lainnya ialah Social Control yaitu fungsi hukum pidana di sini sebagai Subsidair.
Diadakan apabila usaha-usaha yang lain kurang memadai. Hal ini membedakan dengan
hukum-hukum yang lain, dan hukum pidana sengaja mengenakan penderitaan dalam
mempertahankan norma-norma yang diakui dalam hukum. Dalam hal ini hukum pidana
dianggap sebagai ultimum remedium atau obat terakhir.
Dalam operasionalnya, hukum pidana dengan kaidah dan sanksinya berperan
memback up bekerjanya hukum ekonomi. Penerapan ultimum remedium ini dapat
mengakomodasi kepentingan pelaku tindak pidana, mengingat sanksi pidana itu keras
dan tajam jadi selalu diusahakan menjadi pilihan terakhir setelah sanksi lain dirasakan
kurang. Namun memang dalam perkembangannya penerapan ultimum remedium ini
mengalami kendala-kendala karena apabila suatu perbuatan sudah dianggap benar-benar
merugikan kepentingan negara maupun rakyat baik menurut UU yang berlaku maupun
menurut perasaan sosiologis masyarakat, maka justru sanksi pidanalah yang menjadi
pilihan utama (premium remedium).
Untuk mencapai sarana penyelesaian sengketa dengan hukum pidana yang efektif,
terlebih dahulu kita harus memilah apakah yang ingin dicapai dari sanksi pidana tersebut,
apakah memberikan efek jera (premium remedium), ataukah memberi penyadaran pada
pelaku kejahatan bisnis dan memulihkan kerugian akibat kejahatan bisnis tersebut
(ultimum remedium). Kalau tujuannya memberikan efek jera, lebih baik diterapkan
sanksi pidana seberat-beratnya bagi pelaku kejahatan bisnis tersebut, tetapi jika
menginginkan pemulihan kerugian akibat kejahatan bisnis tersebut, lebih baik pelaku
disadarkan terhadap dampak dari kejahatan tersebut, kemudian diberikan sanksi tindakan,
dan mengembalikan kerugian akibat kejahatan yang dilakukannya (plea barganning

10
system), dengan demikian tujuan pidana menjadi lebih efektif, yaitu pelaku manjadi sadar
dan malu jika melakukan kejahatan tersebut, dan kerugianpun dapat diganti. Karena
menurut saya, memberantas kejahatan bisnis bukan pada beratnya sanksi saja, tetapi juga
harus memperhatikan pada pemulihan kerugian, karena pemulihan kerugian tersebut
sangat besar pengaruhnya bagi masyarakat.
2.3.3 Penyelesaian Sengketa dengan Sanksi Administratif dalam Kejahatan Bisnis
Penjatuhan sanksi administratif ialah dikenakan berupa peringatan, teguran
tertulis,pengumuman kepada publik, dan/atau denda administrasi; Pelaku yang melanggar
kewajiban atau larangan sehingga mengakibatkan terjadnya kejahatan bisnis pada
umumnya dikenakan sanksi administratif berupa:
1. Peringatan lisan
2. Peringatan tertulis
3. Penundaan kenaikan pangkat
4. Pengurangan gaji dalam waktu tertentu
5. Pembayaran ganti rugi
6. Penurunan pangkat
7. Mutasi jabatan
8. Pembebasan tugas dan jabatan dalam waktu tertentu
9. Pemberhentian tidak hormat
Pelaku kejahatan bisnis yang dikenakan sanksi administratif, hukuman administratif
saja tidaklah cukup, apalagi untuk kasus kejahatan bisnis yang berdampak besar pada
masyarakat luas tersebut. Hal tersebut hanya dapat menimbulkan preseden yang kurang
baik bagi pelaku ekonomi dan kurang unsur penjeranya. Jenis hukuman tersebut tidak
kondusif bagi upaya untuk memulihkan kepercayaan investor dan konsumen terhadap
kredibilitas pemerintah dan lembaga peradilan. Begitu pula halnya jika pidana denda dan
kompensasi diragukan memiliki efek penjera, maka dapat diupayakan upaya perampasan
asset-asset perusahaan yang di dalanm KUHP diatur dalam Pasal 10 KUHP sebagai
Pidana Tambahan.

Jika fungsionalisasi hukum pidana mengedepankan hukuman administratif atas dasar


kepentingan masytarakat, maka dalam kehidupan sehari-hari timbul suatu pergeseran atau

11
kecenderungan dimasyarakat pada penjatuhan hukuman kumulatif-administratif dan
hukuman pembayaran ganti rugi dengan menerapkan prinsip strick liability, artinya tidak
diperlukan adanya pembuktian apakan perusahaan tersebut bersalah atau tidak. Adapun
pidana denda tidak populer. Bagi perusahaan besar, hukuman denda hampir tidak ada
artinya jika dibandingkan dengan kerugian yang diderita masyarakat atau keuntungan
yang diperoleh dari kejahatan perusahaan tersebut. Begitu juga pertimbangan hakim
dalam penjatuhan sanski denda, sangat relatif nilainya.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Penyelesaian sengketa adalah suatu penyelesaian perkara yang dilakukan antara
salah satu pihak dengan pihak yang lainnya. Penyelesaian sengketa terdiri dari
dua cara yaitu melalui litigasi (pengadilan) dan non litigasi (luar pengadilan).
Proses penyelesaian sengketa bisnis melalui litigasi berarti memilih mekanisme
penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan dengan menggunakan pendekatan
hukum, di mana terdapat dua lembaga penyelesaiannya, yakni: pengadilan umum
dan pengadilan niaga.
2. Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada di lingkungan
pengadilan umum, mempunyai tugas dan kewenangan sebagaimana disebutkan
dalam Undang-Undang No. 37 ahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Pembayaran, dalam Pasal 300 mengatakan: Pengadilan Niaga mempunyai tugas
memeriksa dan memutus permohonan pernyataan pailit dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, berwenang pula memeriksa dan memutus perkara
lain di bidang perniagaan yang penetapannya dilakukan dengan Undang-Undang.
3. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum
yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa.
4. Negosiasi sebagai proses tawar-menawar dengan jalan berunding antara para
pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan bersama.
5. Istilah Mediasi dalam bahasa Inggris dinamakan Mediation menurut Munir Fuady
menjelaskan tentang penyelesaian sengketa melalui mediasi adalah suatu proses
penyelesaian sengketa berupa negosiasi untuk memecahkan masalah melalui
pihak luar yang netral dan tidak memihak, yang akan bekerja dengan pihak yang
bersengketa untuk membantu menemukan solusi dalam menyelesaikan sengketa
tersebut secara memuaskan kedua belah pihak.

12
3.2 Saran
Mengingat keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh
penulis, maka untuk memperoleh pemahaman yang lebih aman, maka adanya penjelasan
mengenai penyelesaian sengketa bisnis ini diharapkan dapat memperkaya ilmu
pengetahuan pembaca. Dalam makalah ini banyak kekurangan baik dari kapasitas
materinya yang kurang maupun dari segi bahasanya,mohon kritik dan saran yang
membangun sebagai bahan intropeksi kami dalam penyusunan sebuah makalah.

13
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.co.id/amp/s/ninyasminelisasih.com/2011/11/01/manakah-pola-
penyelesaian-sengketa-yang-paling-tepat-dalam-kejahatan-bisnis-sanksi-perdata-pidana-
atau-administratif/amp/

https://komisiinformasi.bantenprov.go.id/read/arsip-artikel/86/Perbedaan-Litigasi-Dan-
Non-Litigasi.html#.YJ5N2pNKjIW

https://www.gresnews.com/berita/tips/93489-penyelesaian-sengketa-bisnis-nonlitigasi/

https://www.google.co.id/amp/s/ninyasminelisasih.com/2011/11/01/manakah-pola-
penyelesaian-sengketa-yang-paling-tepat-dalam-kejahatan-bisnis-sanksi-perdata-pidana-
atau-administratif/amp/

https://www.academia.edu/29831296/
Penyelesaian_Sengketa_Litigasi_dan_Non_Litigasi_Tinjauan_terhadap_Mediasi_dalam_P
engadilan_sebagai_Alternatif

https://www.google.co.id/amp/s/slideplayer.info/amp/3035287/

14

Anda mungkin juga menyukai