Anda di halaman 1dari 5

Prinsip Interkoneksi Informasi Dalam Penanganan Bencana Banjir

Prinsip Interkoneksi Informasi


Dalam Penanganan Bencana Banjir*
Dicky R. Munaf **

Abstract

Due to its geographical characteristics, the natural disasters in Indonesia are


inevitable. However, the problem can be anticipated by emphirical experience and
traditional knowledge. This paper discusses the interconnection of the two factors so
that it will generate the early waning culture in Indonesia.

I. Pendahuluan Hal ini menyadarkan kita bahwa


Selama dasawarsa terakhir ini, selain tingginya potensi bencana pada
bencana banjir dan longsor (sebagai sebagian besar wilayah Indonesia, juga
bencana sertaan/susulan) sering tingginya potensi bahaya pembangkit
melanda sebagian wilayah Indonesia dan sertaan/susulan khususnya di
yang baru-baru ini terjadi di Pulau Jawa perkotaan, yang diakibatkan dari
sebagai akibat pergerakan awan dari beberapa aspek antara lain tingginya
benua Asia menuju benua Australia. kepadatan penduduk, banyaknya per-
Bencana tersebut selain berdampak mukiman di sekitar aliran sungai,
pada jatuhnya korban jiwa, juga banyaknya perubahan peruntukan lahan
kerugian ekonomi yang tak ternilai yang tidak sesuai dengan rencana tata
akibat terganggunya infrastruktur ruang, serta berkurangnya kapasitas
perekonomian. Data kuantitatif bencana infrastruktur pengendalian banjir.
di Indonesia 1990 ± 1999 dapat dilihat Bencana alam tidak dapat
pada gambar 1. [1] dicegah, akan tetapi banyak yang dapat

Gambar 1. Statistik Bencana Alam di Indonesia 1990-1999


*) Pengembangan Makalah Sambutan Menristek yang dibuat Penulis tanggal 22 Maret 2002
**) Dosen KK - Ilmu Kemanusiaan, FSRD - ITB

Jurnal Sosioteknologi Edisi 10 Tahun 6, April 2007 156


Prinsip Interkoneksi Informasi Dalam Penanganan Bencana Banjir

dilakukan untuk meminimalkan dampak Khusus tentang bencana banjir,


kerugiannya. Terkait dengan pemaham- hal ini tidak dapat dilepaskan dari upaya
an ini, sesuai penahapan penanganan pengelolaan Daerah Aliran Sungai
bencana, maka upaya penanganan (DAS) secara keseluruhan.
bencana secara umum dapat Kecenderungan tidak adanya koordinasi
diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) dan sinergi pengelolaan DAS di bagian
kelompok yaitu : pertama sebelum hulu dan hilir merupakan salah satu
terjadinya bencana, kedua saat faktor yang menyebabkan besarnya
terjadinya bencana, dan ketiga sesudah debit banjir yang terjadi di bagian hilir.
terjadinya bencana. Mengingat Untuk itulah perlunya direalisasikan-
karakteristik bencana yang bersifat nya konsep penanganan DAS terpadu
lokal, maka program penanganan (one river, one plan and one integrated
bencana hendaknya disesuaikan dengan management). Mengingat DAS
pola dan karakteristik interaksi sosial seringkali melintas antar kabupaten, dan
daerah dan masyarakat setempat. Akan bahkan provinsi, maka upaya
tetapi tentunya program tersebut perlu penanganan tersebut akan dapat
dikoordinasikan dan diintegrasikan berjalan dengan baik apabila sistem
secara nasional agar tidak terjadi pengelolaan DAS terpadu tersebut dapat
benturan kepentingan baik kepentingan dituangkan dalam bentuk peraturan
antar daerah maupun kepentingan pemerintah yang mendayagunakan
nasional serta diusulkan pula suatu pola peran Sistem Informasi Geografis
manajemen yang bermula dari langkah Daerah (SIGDa) yang terintegrasi
pencegahan yang mengandalkan prinsip dengan Sistem Informasi Geografis
Interkoneksi Informasi seperti gambar Nasional (SIGNas) maupun Sistem
2. [2] Informasi Nasional.

Gambar 2. Manajemen Bencana Alam


Jurnal Sosioteknologi Edisi 10 Tahun 6, April 2007 157
Prinsip Interkoneksi Informasi Dalam Penanganan Bencana Banjir

II. Pendayagunaan Ipteks pengembangan riptek yang memiliki


dampak langsung pada upaya penang-
Peranan iptek dalam antisipasi ulangan bencana banjir.
dan penanganan bencana banjir Secara lebih rinci penajaman
sangatlah besar. Hasil iptek dan dan penjabaran dari Punas Ristek
infrastruktur iptek dari berbagai tersebut tertuang dalam Agenda Riset
lembaga riset maupun perguruan tinggi Nasional (ARN). ARN ini memuat
banyak yang siap untuk di- skenario topik dan anggaran prioritas
implementasikan dalam penanganan untuk bidang-bidang yang sangat
bencana banjir, contohnya hasil-hasil dibutuhkan dalam jangka pendek
riset yang dapat dipergunakan untuk maupun jangka panjang.
menggariskan kebijakan tentang
penataan ruang, tata guna lahan,
building codes, zonasi rawan bencana III. Strategi Interkoneksi
banjir, serta industri pangan dan obat-
obat darurat, maupun peralatan sistem Dari aspek substansi,
peringatan dini. Pemanfaatan satelit implementasi penanganan bencana
landsat, NOAA, SPOT, GMS dan banjir dapat dibedakan dalam jangka
IKONOS dalam mengantisipasi pendek, jangka menengah, dan jangka
terjadinya anomali cuaca dan iklim panjang. Jangka pendek antara lain
dalam konteks Model Iklim Regional menekankan pada implementasi
dan lokal, pemanfaatan teknologi pengindraan jauh dalam pemantauan
modifikasi cuaca, perlindungan anomali cuaca dan iklim, teknologi
infrastruktur pada saat bencana banjir modifikasi cuaca; pemanfaatan
maupun upaya rehabilitasi dan teknologi pengamanan infrastruktur
rekonstruksinya dan juga teknologi serta upaya tanggap darurat, serta
sistem peringatan dini dengan industri makanan dan obat darurat;
mengkonversikan data hujan pada debit Jangka menengah menekankan pada
banjir di sungai, teknologi pangan dan pemanfaatan citra satelit dalam sistem
obat darurat merupakan sebagian kecil peringatan dini melalui identifikasi
dari hasil iptek yang siap untuk kapasitas kawasan dalam menerima
diimplementasikan. debit banjir, serta pengembangan sistem
Dalam konteks sediaan tersebut, informasi publik dan industri peralatan
kebijakan iptek yang telah dikeluarkan sistem peringatan dini bencana;
dalam bentuk prioritas Utama Nasional sedangkan Jangka panjang meliputi
Riset dan Teknologi (Punas Ristek) pengembangan serangkaian kebijakan
sangat terkait dengan upaya melalui beberapa kajian antara lain
penanggulangan bencana banjir Penataan Ruang sebagai Upaya Mitigasi
tersebut. Punas Ristek tersebut meliputi Bencana yang dapat dipergunakan
antara lain riptek bidang meteorologi dalam pengembangan sistem peringatan
(cuaca), klimatologi (iklim), dan dini; pengelolaan DAS terpadu mulai
geologi. Pemanfaatan teknologi dari hulu, hilir, dan kawasan pantai
antariksa, kegiatan penginderaan jauh, yang menerapkan konsep fungsi sungai
merupakan salah satu ujung tombak penyeimbang lingkungan, ekonomi, dan

Jurnal Sosioteknologi Edisi 10 Tahun 6, April 2007 158


Prinsip Interkoneksi Informasi Dalam Penanganan Bencana Banjir

sosial; perlindungan dan rehabilitasi model interkoneksi pencegahan dini


infrastruktur pascabencana terdiri dari bencana alam. Hal tersebut dapat dilihat
upaya pengalihan fungsi dan retrofit pada Gambar 3 yang bermuara pada
infrastruktur, serta pembudayaan peningkatan Budaya Peringatan Dini.[3]
masyarakat untuk mejaga kebersihan-
nya.
Serangkaian program implemen- IV. Penutup
tasi tersebut akan lebih berdaya dan
berhasil guna untuk upaya penang- Model interkoneksi yang diusulkan
ulangan bencana banjir di Indonesia. di atas diharapkan dapat diimplemen-
Apabila dikoordinasikan dan tasikan melalui langkah-langkah yang
diintegrasikan. Upaya penanggulangan meliputi :
bencana yang saat ini ditetapkan dan
dikoordinasikan oleh Bakornas. 1. Pemahaman seluruh jenis informasi
Makalah ini mengusulkan bahwa yang memungkinkan terjadinya
konteks penanggulangan tidaklah bencana alam :
semata-mata tindakan pasca-bencana, - Data Angin
tetapi juga antisipasi serta tindakan - Data Potensi Hujan
³SXEOLF VHUYLFH DGYHUWLVHPHQW´ nya. - Data Gerak Tanah
Untuk itu, diperlukan penyatuan derap
2. Pemahaman bahwa kondisi cuaca
langkah dari seluruh lembaga riset dan
dan geografi di Indonesia juga
perguruan tinggi untuk bersama-sama
terkait dengan gerakan udara dan
dan terintegrasi meningkatkan peran
bumi di Benua Asia, Samudra
dalam kegiatan antisipasi penanganan
Pasifik, Samudra Indonesia, dan
bencana banjir melalui implementasi

Gambar 3. Model Interkoneksi Pencegahan Dini Bencana Alam


Jurnal Sosioteknologi Edisi 10 Tahun 6, April 2007 159
Prinsip Interkoneksi Informasi Dalam Penanganan Bencana Banjir

data tersebut dapat diperoleh dari


sumber informasi negara lain
(Amerika Serikat, Jepang, India
dan Australia), selain dari BMG.
3. Pemahaman pendayagunaan
pengetahuan tradisional dan
perkembangan teknologi dalam
negeri yang terkait dengan
pengetahuan tradisional. Contoh :
- Pemuka adat di P. Nias yang
mencermati perilaku binatang.
(anjing dan migrasi burung)
- Pemuka adat di lereng gunung
berapi yang mencermati
turunnya binatang
- Perubahan bau garam di udara
4. Pemahaman kultur dan struktur
komando di masyarakat untuk
memudahkan penetrasi informasi,
yang pada saatnya menjadi
BUDAYA PERINGATAN DINI
untuk kemudian diperkuat menjadi
Kebijakan Publik (tata ruang, tata
cara membangun konstruksi, dll)

Pustaka.

1. ADRC, 2000
2. 0XQDI ' 5 ³3ULQVLS ,QWHUNRQHNVL
Dalam Manjemen Bencana Alam di
,QGRQHVLD´, Jakarta, 3 April 2006.
3. Munaf, D.R. ´,QWHUNRQHNVL ,QIRUPDVL
8QWXN 3HQDQJJXODQJDQ EHQFDQD´
Denpasar, 7 Januari 2007.

Jurnal Sosioteknologi Edisi 10 Tahun 6, April 2007 160

Anda mungkin juga menyukai