Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Korosi dalam istilah sehari-hari kita kenal sebagai peristiwa


pengkaratan .Korosi ini sebenarnya merupakan persitiwa oksidasi logam pelh gas
oksigen yang ada di udara membentuk oksidasinya.Proses korosi banyak
menimbulkan masalah pada barang-barang yang terbuat dari besi walaupun
logam-logam lain (kecuali logam mulia) dapat juga mengalami korosi

Korosi merupakan sistem termodinamika logam dengan lingkungan.sistem ini


dilakukan setimbangbila logam telah membentuk oksidasi atau senyawa kimia
lainyang lebih stabil.pencegahan korosi merupakan salah satu masalah penting
dalam ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

Besi adalah salah satu dari banyak jenis logam yang pengguanaannya sangat
luas dalam kehidupan sehari-hari .namun kekurangan dari besi ini adalah seifatnya
yang sangat mudah mengalami korosi .Padahal besi yang telah mengalami korosi
dan kehilangan nilai jual dari fungsi komersialnya ini tentu saja akan merugikan
sekaligus membahayakan berdasarkan dari asumsi tersebut ,percobaan ini
difokuskan dalam upaya pencegahan terjadinya peristiwa korosi ini khususnya
pada besi
1.2 Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan dari percobaan ini adalah untuk mempelajari cara


pengukuran potensial korosi baja dalam lingkungan dan untuk mempelajari
diagram potensial – PH dalam menjelaskan mekanisme korosi baja dalam
lingkungan

1.3 Manfaat Percobaan

-Bagi Mahasiswa

Sebagai bahan pembelajaran untuk mengetahui pada


lingkungan(Larutan)apa korosi cepat terjadi

-bagi masyarakat

- Bagi Indutri

Agar pihak terkait dapat dengan cermat dalam pencegahan korosi untuk
suatu alat(logam) di dalam industri

1.4 Ruang Lingkup

Percobaan ini dilakukan di laboratorium kimia fisika institut teknologi medan

1.5 Aplikasi
-Indutri Pada pengolahandan pembuatan aluminium terkhususnya fungsi
aluminium yang sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari_hari tentu saja
aluminium harus dihindarkan dari hal-hal seperti korosi
BAB II

LATAR BELAKANG

2.1 Korosi

Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara
suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-
senyawa yang tidak dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut
perkaratan. Contoh korosi yang paling lazim adalah perkaratan besi.

Sebagian orang mengartikan korosi sebagai karat, yakni sesuatu yang


hampir dianggap sebagai musuh umum masyarakat. Karat (rust) adalah sebutan
yang belakangan ini hanya dikhususkan bagi korosi pada besi, padahal korosi
merupakan gejala destruktif yang mempengaruhi hampir semua logam.Walaupun
besi bukan logam pertama yang dimanfaatkan oleh manusia, tidak perlu diingkari
bahwa logam itu paling banyak digunakan, dan karena itu, paling awal
menimbulkan masalah korosi serius. Karena itu tidak mengherankan bila istilah
korosi dan karat hampir dianggap sinonim (Chamberlain, 1991).

Reaksi reduksi oksidasi merupakan reaksi yang disertai pertukaran elektron


antara pereaksi, yang menyebabkan keadaan oksidasi berubah. Dari sejarahnya,
istilah oksidasi diterapkan untuk proses-proses dimana oksigen diambil oleh suatu
zat. Maka reduksi dianggap sebagai proses dimana oksigen diambil dari dalam
suatu zat. Kemudian pengangkapan hidrogen juga disebut reduksi, sehingga
kehilangan hidrogen harus disebut dengan oksidasi. Sekali lagi reaksi-reaksi lain
dimana baiik oksigen maupun hidrogen yang tidak ambil bagian belum bisa
dikelompokkan sebagai oksidasi atau reduksi sebelum definisi oksidasi dan
reduksi yang paling umum, yang didasarkan pada pelepasan dan pengambilan
elektron, disusun orang (Svehla, 1990).

Korosi dapat digambarkan sebagai sel galvanik yang mempunyai hubungan


pendek dimana beberapa daerah permukaan logam bertindak sebagai katoda dan
lainnya sebagai anoda, dan rangkaian listrik dilengkapi oleh aliran electron
menuju besi itu sendiri. Sel elektrokimia terbentuk pada bagian logam dimana
terdapat pengotor atau di daerah yang terkena tekanan (Oxtoby, dkk., 1999).

Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara)


mengalami reduksi. Karat logam umumnya adalah berupa oksida atau karbonat.
Rumus kimia karat besi adalah Fe2O3.nH2O, suatu zat padat yang berwarna
coklat-merah.

Korosi merupakan proses elektrokimia. Pada korosi besi, bagian tertentu dari besi
itu berlaku sebagai anode, di mana besi mengalami oksidasi.

Fe(s)<--> Fe2+(aq) + 2e

Elektron yang dibebaskan di anode mengalir ke bagian lain dari besi itu yang
bertindak sebagai katode, di mana oksigen tereduksi.

O2(g) + 4H+(aq) + 4e <--> 2H2O(l)

atau

O2(g) + 2H2O(l) + 4e <--> 4OH-(aq)

Ion besi(II) yang terbentuk pada anode selanjutnya teroksidasi membentuk ion
besi(III) yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi, yaitu karat besi.
Mengenai bagian mana dari besi itu yang bertindak sebagai anode dan bagian
mana yang bertindak sebagai katode, bergantung pada berbagai faktor, misalnya
zat pengotor, atau perbedaan rapatan logam itu.

Besi yang murni adalah logam yang berwarna putih perak yang kukuh dan liat. Ia
melebur pada suhu 1535oC. Jarang terdapat besi komersial yang murni, biasanya
besi mengandung sejumlah kecil karbida, silsida, fosfida, dan sulfida dari besi,
serta sedikit grafit. Zat-zat pencemar ini memainkan peranan penting dalam
kekuatan struktur besi. Berbeda dengan tembaga, tembaga adalah logam merah
muda, yang lunak, dapat ditempa, dan liat. Melebur pada 1038o+C. Karena
potensial elektroda standarnya positif, ia tidak larut dalam asam klorida dan asam
sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen ia bisa larut sedikit (Svehla, 1990).
Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam karena logam
bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Ada definisi lain yang
mengatakan bahwa korosi adalah kebalikan dari proses ekstraksi logam dari bijih
mineralnya. Contohnya, bijih mineral logam besi di alam bebas ada dalam bentuk
senyawabesi oksida atau besi sulfida, setelah diekstraksi dan diolah, akan
dihasilkan besi yang digunakan untuk pembuatan baja atau baja paduan. Selama
pemakaian, baja tersebut akan bereaksi dengan lingkungan yang menyebabkan
korosi (kembali menjadi senyawa besi oksida).

Deret Volta dan hukum Nernst akan membantu untuk dapat mengetahui
kemungkinan terjadinya korosi. Kecepatan korosi sangat tergantung pada banyak
faktor, seperti ada atau tidaknya lapisan oksida, karena lapisan oksida dapat
menghalangi beda potensial terhadap elektrode lainnya yang akan sangat berbeda
bila masih bersih dari oksida.

2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Korosi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi suatu logam dapat terkorosi dan
kecepatan laju korosi suatu logam. Suatu logam yang sama belum tentu
mengalami kasus korosi yang sama pula pada lingkungan yang berbeda. Begitu
juga dua logam pada kondisi lingkungan yang sama tetapi jenis materialnya
berbeda, belum tentu mengalami korosi yanga sama. Dari hal tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi korosi suatu
logam, yaitu faktor metalurgi dan faktor lingkungan.

1. Faktor Metalurgi

Faktor metalurgi adalah pada material itu sendiri. Apakah suatu logam dapat
tahan terhadap korosi, berapa kecepatan korosi yang dapat terjadi pada suatu
kondisi, jenis korosi apa yang paling mudah terjadi, dan lingkungan apa yang
dapat menyebabkan terkorosi, ditentukan dari faktor metalurgi tersebut.

Yang termasuk dalam faktor metalurgi antara lain :

a. Jenis logam dan paduannya


Pada lingkungan tertentu, suatu logam dapat tahan tehadap
korosi.Sebagai contoh, aluminium dapat membentuk lapisan pasif pada
lingkungan tanah dan air biasa, sedangkan Fe, Zn, dan beberapa logam lainnya
dapat dengan mudah terkorosi.

b. Morfologi dan homogenitas

Bila suatu paduan memiliki elemen paduan yang tidak homogen, maka
paduan tersebut akan memiliki karakteristik ketahanan korosi yang berbeda-beda
pada tiap daerahnya.

c. Perlakuan panas

Logam yang di-heat treatment akan mengalami perubahan struktur


kristal atau perubahan fasa. Sebagai contoh perlakuan panas pada temperatur 500-
800 0C terhadap baja tahan karat akan menyebabkan terbentuknya endapan krom
karbida pada batas butir. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya korosi
intergranular pada baja tersebut. Selain itu, beberapa proses heat treatment
menghasilkan tegangan sisa. Bila tegangan sisa tesebut tidak dihilangkan, maka
dapat memicu terjadinya korosi retak tegang.

d. Sifat mampu fabrikasi dan pemesinan

Merupakan suatu kemampuan material untuk menghasilkan sifat yang


baik setelah proses fabrikasi dan pemesinan. Bila suatu logam setelah fabrikasi
memiliki tegangan sisa atau endapan inklusi maka memudahkan terjadinya retak.

2. Faktor Lingkungan

Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi korosi antara lain:

a. Komposisi kimia
Ion-ion tertentu yang terlarut di dalam lingkungan dapat mengakibakan jenis
korosi yang berbeda-beda.Misalkan antara air laut dan air tanah memiliki sifat
korosif yang berbeda dimana air laut mengandung ion klor yang sangat reaktif
mengakibatkan korosi.Gambar berikut menunjukkan pengaruh komposisi elemen
paduan terhadap ketahan korosi terhadap paduan tembaga.

b. Konsentrasi

Konsentrasi dari elektrolit atau kandungan oksigen akan mempengaruhi kecepatan


korosi yang terjadi. Pengaruh konsentrasi elektrolit terlihat pada laju korosi yang
berbeda dari besi yang tercelup dalam H2SO4 encer atau pekat, dimana pada
larutan encer, Fe akan mudah larut dibandingkan dalam H2SO4 pekat. Pengaruh
konsentrasi terhadap laju korosi dapat dilihat pada gambar berikut.

Suatu logam yang berada pada lingkungan dengan kandungan O2 yang


berbeda akan terbagi menjadi dua bagian yaitu katodik dan anodik. Daerah anodik
terbentuk pada media dengan konsentrasi O2 yang rendah dan katodik terbentuk
pada media dengan konsentrasi O2 yang tinggi.

c. Temperatur

Pada lingkungan temperatur tinggi, laju korosi yang terjadi lebih tinggi
dibandingkan dengan temperatur rendah, karena pada temperatur tinggi kinetika
reaksi kimia akan meningkat.

Gambar berikut menunjukkan pengaruh temperatur terhadap laju korosi pada Fe.
Semakin tinggi temperatur, maka laju korosi akan semakin meningkat, namun
menurunkan kelarutan oksigen. Sehingga pada suatu sistem terbuka, diatas suhu
800C, laju korosi akan mengalami penurunan karena oksigen akan keluar
sedangkan pada suatu sistem tertutup, laju korosi akan terus menigkat karena
adanya oksigen yang terlarut.

d. Gas, cair atau padat


Kandungan kimia di medium cair, gas atau padat berbeda-beda. Misalkan
pada gas, bila lingkungan mengandung gas asam, maka korosi akan mudah terjadi
(contohnya pada pabrik pupuk). Kecepatan dan penanganan korosi ketiga medium
tersebut juga dapat berbeda-beda.Untuk korosi di udara, proteksi katodik tidak
dapat dilakukan, sedangkan pada medium cair dan padat memungkinkan untuk
dilakukan proteksi katodik.

e. Kondisi biologis

Mikroorganisme seperti bakteri dan jamur dapat menyebabkan terjadinya


korosi mikrobial terutama sekali pada material yang terletak di tanah.Keberadaan
mikroorganisme sangat mempengaruhi konsentrasi oksigen yang mempengaruhi
kecepatan korosi pada suatu material.

2.3 Teori Ion Svante August Arrhenius

Mengapa larutan elektrolit dapat menghantarkan arus listrik, sedangkan larutan


nonelektrolit tidak dapat menghantarkan arus listrik?Penjelasan tentang
permasalahan di atas pertama kali dikemukakan oleh Svante August Arrhenius
(1859 – 1927) dari Swedia saat presentasi disertasi PhD-nya di Universitas
Uppsala tahun 1884.

Menurut Arrhenius, zat elektrolit dalam larutannya akan terurai menjadi partikel-
partikel yang berupa atom atau gugus atom yang bermuatan listrik yang
dinamakan ion. Ion yang bermuatan positif disebut kation, dan ion yang
bermuatan negatif dinamakan anion.

Peristiwa terurainya suatu elektrolit menjadi ion-ionnya disebut proses ionisasi.


Ion-ion zat elektrolit tersebut selalu bergerak bebas dan ion-ion inilah yang
sebenarnya menghantarkan arus listrik melalui larutannya.Sedangkan zat
nonelektrolit ketika dilarutkan dalam air tidak terurai menjadi ion-ion, tetapi tetap
dalam bentuk molekul yang tidak bermuatan listrik.

Hal inilah yang menyebabkan larutan nonelektrolit tidak dapat menghantarkan


listrik. Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan:
1. Larutan elektrolit dapat menghantarkan arus listrik karena zat elektrolit dalam
larutannya terurai menjadi ion-ion bermuatan listrik dan ion-ion tersebut selalu
bergerak bebas.

2. Larutan nonelektrolit tidak dapat menghantarkan arus listrik karena zat


nonelektrolit dalam larutannya tidak terurai menjadi ion-ion, tetapi tetap dalam
bentuk molekul yang tidak bermuatan listrik. Zat elektrolit adalah zat yang dalam
bentuk larutannya dapat menghantarkan arus listrik karena telah terionisasi
menjadi ion-ion bermuatan listrik.Zat nonelektrolit adalah zat yang dalam bentuk
larutannya tidak dapat menghantarkan arus listrik karena tidak terionisasi menjadi
ion-ion, tetapi tetap dalam bentuk molekul.
BAB III

3.1 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah

1.Air

Air berfungsi sebagai pelarut untuk melarutkan gula , garam dan cuka

 Sifat Fisika
-Tidak berwarna
-tidak berbau
-Titik Didih 100º C
-Titik Beku 0˚C
-indeks bisa 1,333
-Kalor jenis 41,6 j/kg
-Densitas 1 gr/mol

(Perry 1997)

 Sifat Kimia
-Memiliki ikatan kovalen
H - O - H
-Bereaksi dengan SO2
H2O + SO2 = H2SO4
(Air) (Sulfida) (Asam Sulfat)
-Bereaksi dengan CaCl2
2H2O + CaCl2 = Ca(OH)2 + C2H2
( Air) (Kalsium klorida) (Kalsium hidroksida) (Karbon hidrogen)
-Bereaksi dengan Mg
2H2O + Mg = Mg(OH)2 + H2
(Air) (Magnesium)(Magnesium Hidroksida) (Hidrogen)
-Bereaksi dengan CO2
H2O + CO2 = H2CO3
(Air) (Karbondioksida) (Asam karbonat)
-Bereaksi dengan CuSO4
H2O +CuSO4 = CuO + H2SO4
(Air0 (Tembaga sulfat) (Tembaga monoksida) (Asam sulfat)
-Bereaksi dengan K2SO4
K2SO4 + 2H2O = H2SO4 + KOH
(Kalium Sulfat) (Air) (Asam sulfat) (Kalium Hidroksida)

(Vogel 1990)

2. Aluminium (Al)

Berfungsi sebagai sampel yang akan digunakan

 Sifat Fisika
-Titik lebur 660º C
-Titik didih 2.452˚C
-Massa atom25,05
-Panas uap 200 kal/gr
-Densitas 2,009 gr/cm3 pada 20˚C
-Kalor penguapan 2,946 kj/mol
-Berbentuk padat

(Perry 1997)

 Sifat Kimia
-Bereaksi dengan OH
Al + 3OH = Al(OH)3
(Aluminium) (Ion Hidroksida) (Aluminium Hidroksida)
-Aluminium bereaksi dengan H2SO4
Al + H2SO4 = Al2SO4 + H2
(Aluminium) (Asam sulfat) (Aluminium sulfat) (Hidrogen)
-Bereaksi dengan air
Al + 3H2O = Al(OH)3 + 3H
(Aluminium) (Air) (Aluminium Hidroksida) (gas Hidrogen)
-Bereaksi dengan K2SO4
Al + K2SO4 = AlSO4 + K2
(Aluminium) (Kalium Sulfat) (Aluminium Sulfat) (Kalium)
-Tidak bereaksi dengan NaCL
NaCL + Al ------ tidak bereaksi
(Natrium Klrorida) (Aluminium)
Bereaksi dengan HCL
Al + HCL = AlCl + H
(Aluminium) (Asam klorida) (Aluminium klorida) (gas hidrogen)
-Bereaksi dengan HI
2HI + Al = AlI2 + H2
(Hidrogen iodida) (aluminium) (aluminium iodida) (ion hidrogen)
-Bereaksi dengan sulfur
2Al + 3S = AlS3
(aluminium) (sulfur) (aluminium sulfat)

(Vogel 1990)

3. Seng (Zn)

Berfungsi sebagai sampel yang diuji

 Sifat Fisika
-Befase solid
-Titik lebur 419,53˚C
-Titik didih 907˚C
-Massa jenis fase padat 3,19 gr/cm3
-Massa jenis fase cair 6,57gr/cm3
-Kalor penguapan 123,6 kj/mol
-Kalor peleburan 7,32 kj/mol
 Sifat Kimia
-Bereaksi dengan HNO3
Zn + 2HNO3 = Zn(NO3)2 + H2

(Seng) Asam nitrat) (Seng nitrat) (Hidrogen)

-Bereaksi dengan H2SO4

Anda mungkin juga menyukai