Anda di halaman 1dari 9

Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi

TERJEBAK BIAS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN:


STUDI KASUS DEEPWATER HORIZON

Irrestry Naritasari (2106790411)

Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Universitas Indonesia
2021

1
2

Statement of Authorship

I, Irrestry Naritasari the undersigned, declare to the best of my ability that the paper/assignment
herewith is an authentic writing carried out by myself. No other authors or work of other authors
have been used without any reference to its sources. This paper/assignment has never been
presented or used as paper assignment for other courses except if I clearly stated otherwise.

I fully understand that this assignment can be reproduced and/or communicated for the purpose
of detecting plagiarism.

Name : Irrestry Naritasari


Student’s ID Number : 2106790411
Signature

Course : Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi


Paper/Assignment Title : Terjebak Bias Dalam Pengambilan Keputusan:
Studi Kasus Deepwater Horizon
Date : Oktober 2021
Lecturer : Yasmine Nasution
A. Pengantar

Kasus ledakan kilang minyak Macondo atau Deepwater Horizon merupakan kasus yang
memiliki efek terburuk bagi lingkungan sepanjang sejarah. Ledakan ini terjadi pada 20 April
2010 di Teluk Meksiko. Dampak dari ledakan ini hingga sekarang bahkan belum tuntas
(Brady, 2020; Borunda, 2020). Peristiwa ini kemudian didokumentasikan dalam sebuah film
yang berjudul sama “Deepwater Horizon” pada tahun 2016. Peristiwa ini memberikan banyak
sekali pelajaran baik bagi dunia industri untuk lebih bersiap apabila menghadapi kondisi
serupa, bagi dunia akademisi serta hubungan peristiwa dalam bidang keilmuan, bahkan bagi
pemerintah dalam hal regulasi di bidang energi.

Banyak artikel dan opini mengulas mengenai siapa yang bertanggung jawab dan penyebab
utama peristiwa ini. Rayman (2014) didalam majalah TIME menyebutkan bahwa U.S. District
Judge Carl Barbier menilai BP yang bertanggung jawab atas peristiwa ini karena telah
bertindak “ceroboh”. BBC (2011) memberitakan bahwa Transocean menyatakan BP sebagai
penanggung jawab utama dalam peristiwa Deepwater Horizon. Sementara itu laporan BP
menyebutkan bahwa Transocean dan Halliburton adalah pihak yang paling bertanggung
jawab (Steiner, 2010). Namun laporan ini mendapatkan kritik keras. Laporan untuk presiden
oleh National Oil Spill Commission (2011) menyimpulkan kejadian ini disebabkan karena
kesalahan “multisources” oleh BP, Halliburton dan Transocean sebagai kegagalan sistematik
dalam Risk Management sehingga mereka abai akan budaya “safety”. Penulis meyakini
bahwa dalam kasus ini sebenarnya kesalahan tidak hanya di BP. Akan tetapi terdapat hal
yang menarik disamping karena kesalahan sistemik tersebut, yakni adanya kesalahan dari
pihak manajemen BP terkait pengambilan keputusannya (Robson, 2019;Meigs, 2016).
Setelah menonton tayangan film Deepwater Horizon, penulis sepakat bahwa ada kegagalan
dalam pengambilan keputusan yaitu tim manajerial BP terjebak dalam Cognitive Bias yang
sehingga menyebabkan terjadinya ledakan kilang minyak. Wilke dan Mata (2012)
mendefinisikan Cognitive Bias sebagai “Systemic error in Judgment and Decision-making
common to all human beings which can be due to cognitive limitations, motivational factors,
and/or adaptations to natural environments”

Essay ini akan membahas Cognitive Bias atau bias yang dialami oleh manajerial BP dari
cuplikan film Deepwater Horizon, dilanjutkan dengan dampak dari bias terhadap pengambilan
keputusan Bagian akhir dari essay ini mengulas pembahasan dari sisi Implikasi Manajerial.

B. Cognitive Bias yang dialami Manajerial BP

Dalam tayangan film Deepwater Horizon tampak bahwa terdapat empat bias yang dialami
oleh Manajerial BP yaitu Representativeness Heuristic Bias, Overconfidence Bias,
Confirmation Bias, Escalation of Commitment Bias

1. Confirmation Bias

Film Deepwater Horizon menceritakan bahwa BP memutuskan untuk mengeksekusi


penyedotan dengan alasan penghematan Cost. Sayangnya keputusan ini diambil dengan
mengabaikan assessment atau petunjuk lain yang diperlukan. Penghematan Cost
digunakan sebagai justifikasi atas tindakannya. BP mengabaikan pertimbangan kontra
seperti konsekuensi risk pada proses pengambilan keputusan.

1
2

Kejadian ini menunjukkan adanya Confirmation Bias pada pengambilan keputusan tim
BP. Confirmation Bias adalah kecenderungan untuk mencari informasi selektif yang dapat
membenarkan praduga atau hipotesis seseorang (Ramos, 2019).

Hal lain yang menunjukkan adanya confirmation bias yaitu pada saat dilakukan Negative
Pressure Test (NPT) pertama. Indikator NPT menunjukkan hasil yang tidak memuaskan.
Akan tetapi, hasil tes ini tidak diakui dan dianggap terdapat error pada tes tersebut.
Informasi seleksif yang membenarkan hipotesis itu hanya berdasarkan ada atau tidaknya
lumpur yang meluap ke atas. Tim BP meyakinini akan adanya luapan lumur yang muncul
apabila hasil NPT benar. Tim BP tidak menggali kembali informasi lain (contradictory
information) untuk mengevaluasi kembali praduganya. Serfas (2011) menyebutkan
bahwa Confirmation Bias ini memiliki kontribusi terhadap Overconfidence Bias.

2. Representativeness Heuristic Bias

Representativeness Heuristic Bias digunakan ketika seseorang memperkirakan


probabilitas suatu peristiwa yang terjadi melalui perbandingan kejadian tersebut dengan
kejadian yang serupa (Kreitner & Kinicki, 2010). Representativeness Heuristic
sebenarnya dapat menjadi sebuah strategy ketika tidak ada tambahan informasi relevan
yang tersedia. Sayangnya, terkadang orang cenderung bergantung pada
Representativeness Heuristic walaupun ada informasi pembanding lainnya tersedia. Hal
ini lah yang menyebabkan Representativeness Heuristic dapat menyebabkan eror serius
(Serfas, 2011) sehingga mengakibatkan pada ketidakakuratan suatu keputusan.

Situasi ini dialami oleh Donald Vidrine, salah satu supervisor BP yang mengawasi
Deepwater Horizon. Vidrine menyimpulkan hasil NPT pertama adalah karena Bladder
Effect. Vidrine tidak menganalisis kemungkinan lain karena situasi yang dialami mirip
dengan kejadian Bladder Effect, yaitu tidak ada lumpur keluar ke permukaan. Ia juga tidak
curiga adanya indikasi lain yang muncul selain Bladder Effect

Representativeness heuristic bias tampak pada saat Vidrine menyimpulkan situasi tidak
adanya lumpur yang naik ini adalah kejadian Bladder Efek. Oleh karena itu, Vidrine
memutuskan untuk melakukan NPT kedua kali untuk menegaskan teorinya. Hasil di tes
kedua ini bagus, sehingga membenarkan asumsi dari Donald Vidrine tentang Bladder
Effect yang merupakan bentuk bias lain yang dialami oleh Donald Vidrine.

3. Overconfidence Bias

Hasil dari NPT kedua menunjukkan tidak ada tekanan pada Kill Line. Hal ini membuat
Vidrine lebih yakin bahwa pompa yang digunakan dalam kondisi baik sehingga Vidrine
dan Leaders lain memutuskan untuk mengabaikan hasil dari NPT pertama yang
menunjukkan adanya tekanan pada Drill Pipe. Mereka memutuskan untuk melanjutkan
proses penyedotan minyak. Sesaat kemudian diketahui bahwa sumurnya pecah dan
susah untuk dilakukan penanganan lanjut.

Keyakinan berlebih pada hasil NPT kedua menunjukkan adanya Overconfidence Bias.
Bias ini sangat mungkin terjadi ketika ditanyakan pertanyaan yang sangat sulit dimana
Decision Makers seringkali overconfident pada saat sulit, namun underconfident pada
situasi yang mudah (Kreitner & Kinicki, 2010; Serfas, 2011). Sama seperti kondisi di
Deepwater Horizon, saat itu sulit sekali bagi Leader dan tim lain untuk mengetahui
3

penyebab tidak adanya lumpur yang naik ke permukaan ketika hasil dari NPT
menunjukkan adanya tekanan pada Drill Pipe.

Vidrine sebagai representatif dari BP ada adalah expert di bidang oil and gas. Ini
menunjukkan bahwa overconfidence bahkan terjadi pada seseorang yang sudah ahli
sekalipun. Overconfidence menurut Larrick and Feiler (2015) justru rentan dialami oleh
expert. Overconfidence Bias yang dialami oleh Vidrine berdampak pada kegagalan dalam
pengambilan keputusan.

4. Escalation of Commitment Bias

Escalation of Commitment Bias merupakan kecenderungan seseorang untuk tetap


bertahan pada pilihan yang tidak efektif ketika kecil kemungkinannya situasi buruk dapat
dihindari. (Kreitner & Kinicki, 2010). Kata kunci dari bias ini adalah komitmen. Seseorang
cenderung memegang komitmen yang telah disepakati sebelumnya (Bazerman & Moore,
2013).

Bias ini tampak pada respon salah satu team BP, Kaluza, ketika tim Transocean
menyampaikan keraguannya terhadap aksi NPT kedua pada kill line. Kaluza ,atas
feedback dari team Transocean tersebut, justru menanggapi dengan “we already agreed
that there’s something wrong with the drill line. So why do you keep coming back to it?”
Kaluza menyatakan bahwa NPT kedua dilakukan karena hasil dari NPT pertama
menunjukkan suatu kesalahan, dimana menurut team Transocean indikasi ini
menunjukkan hal buruk pada sistem di sumur.

Apabila ditelurusi kembali akar penyebab terjadinya bias ini adalah adanya keinginan untuk
penghematan cost oleh BP. Project Deepwater Horizon ini telah mengalami keterlambatan
sekitar 40 hari serta menghabiskan cost yang tidak sedikit. Ini menyebabkan BP bersikeras
untuk segera melakukan penyedotan minyak. Terlihat pula bahwa BP menolak prioritas dari
Tim Transocean dimana Jimmy menjelaskan mengenai faktor safety bahwa prioritasnya
adalah demi keselamatan crew mereka. Orientasi penghematan cost ini mempengaruhi
proses Decision Making dari BP. Argumentasi didasari sebagai pembenaran untuk segera
melakukan penyedotan karena pertimbangan cost, namun tidak menunjukkan argumentasi
dari faktor safety dan risk yang mungkin terjadi. Mosier and Fischer (2010) menjelaskan
norma organisasi akan menentukan prioritas keputusan yang diambil. Dalam konteks BP,
adalah tentang cost. Dinamika dampak bias terhadap pengambilan keputusan akan dibahas
pada sesi berikutnya.

C. Dampak Bias terhadap Pengambilan Keputusan

Untuk menjelaskan dinamika bias, perlu dipahami terlebih dahulu bagaimana proses
pengambilan keputusan terjadi. Teori klasik Rational Decision Making (Bazerman & Moore,
2013; Kreitner & Kinicki, 2010) menjelaskan pengambilan keputusan dilakukan dengan step-
step: 1) Define the problem 2) Identify the criteria 3) Weigh the criteria 4) Generate
Alternatives 5) Rate each alternative on each criterion 6) Compute the optimal Decision. Teori
ini menjelaskan pengambilan keputusan sebagai suatu proses yang berurutan dengan
menekankan pada pertimbangan rational atas alternatif-alternatif solusi. Teori ini berlaku
untuk kondisi ideal dimana diasumsikan Decision makers memiliki pemahaman yang jelas
pada semua situasi (Heracleous, 1994). Akan tetapi, situasi yang sebenarnya dialami oleh
Decision makers adalah sebaliknya. Decision makers menghadapi situasi real-word yang
4

penuh ambiguitas, kompleks, unpredictable, uncertain, dinamis, time-constraint (Klein, 2008;


Heracleous, 1994). Situasi yang terjadi di Deepwater Horizon bukanlah situasi ideal sehingga
Teori Rational Decision Making ini dapat dipakai sebagai kerangka dalam pembahasan sesi
ini.

Teori Decision Making yang terkenal dengan kekhasannya dalam membahas proses
pengambilan keputusan pada real-world setting adalah Naturalistic Decision Making (NDM)
adalah. Ciri khas dari NDM ini adalah pengambilan keputusan oleh Decision makers dalam
situasi yang time stress (Klein, 2008). Walaupun teori ini mampu menjelaskan proses
pengambilan keputusan cepat dengan adanya konsep critical cues, pattern recognitoin dan
mental simulation, teori ini juga tidak akan dipakai sebagai kerangka karena ciri khas time
stress pada NDM tidak muncul dalam konteks Deepwater Horizon.

Untuk menjelaskan konteks dari Deepwater Horizon, maka penulis akan menggunakan
penjabaran Decision Making yang telah dirangkum oleh Mosier and Fischer (2010) dari
Judgment and Decision Making (JDM) literatur. Mosier and Fischer membedakan pengertian
antara Judgment and Decision Making dengan istilah front-end dan back-end. Menurutnya,
dalam literatur JDM, acapkali terjadi penggunaan yang terbalik balik antara Judgment dan
Decision Making. Proses Judgment dianaologikan sebagai front-end yang mendahului proses
Decision yang merupakan fungsi back-end. Judgment adalah proses penilaian atas situasi
yang melibatkan beberapa aktivitas seperti pattern recognition, risk & time assessment,
problem identification & diagnosis, situation model, situation awareness & assessment.
Decision sebagai back-end process terkait dengan respon terhadap penilaian atas masalah
dan berujung pada keputusan akhir. Proses ini bisa melibatkan penggunaan response
retrieval, adaptation/creation of response, mental simulation, plan development, dan
evaluation of alternatives.

Bias yang dialami oleh seseorang dapat mendistraksi proses front-end/Judgment sehingga
proses ini tidak benar-benar dilakukan. Contoh dalam tayangan Deepwater Horizon yaitu
ketika confirmation bias membuat tim BP kurang jeli dalam hal situation awareness serta tidak
menganalisis potensi risiko yang akan muncul (risk assessment). Mereka tidak menyadari
bahwa sebenarnya sudah ada kebocoran gas. Hasil NPT pertama juga tidak dicurigasi
sebagai suatu indikasi kegawatan. Di situasi ini, tim BP tidak lagi melakukan penilaian atas
risk yang mungkin muncul. Overconfidence terhadap hasil Negative NPT kedua juga
membuat mereka semakin tidak aware terhadap situasi gawat yang terjadi. Tim BP dan pada
akhirnya seluruh kru ikut menyepakati bahwa kondisi kilang minyak mereka baik-baik saja.

Kombinasi bias yang dialami BP membuat ruang lingkup situation awareness mereka hanya
menjadi sempit, tidak melihat petunjuk lain yang dapat menimbulkan risiko. Padahal dalam
melakukan situation awareness ini kuncinya yaitu pada saat “judging risk” karena pada proses
ini seseorang menginterpretasi informasi dari berbagai sumber, kemudian think ahead
sehingga dapat mengambil keputusan. Kegagalan dalam melakukan Situation awareness tim
BP inilah penyebab dari kebocoran kilang minyak (National Oil Spill Commission,
2011;Roberts & Cleland, 2015;Reader & O'Connor, 2014).

Sebenarnya beberapa bias, seperti representativeness heuristic dalam kondisi tertentu dapat
dijadikan sebagai strategi. Representativeness heuristic adalah salah satu jenis heuristic
sebagaimana available heuristic. Hastie and Dawes (2010) memercayai bahwa heuristic
sebenarnya adalah strategi pengambilan keputusan yang efisien, namun terkadang heuristic
dapat menjadi suatu cara/prosedur yang salah karena metode ini hanya menyediakan
estimasi rough-and-ready akan kejadian, peluang, dan arah situasi tertentu. Tversky dan
5

Kahneman (dalam Hastie & Dawes, 2010) juga menyebutkan bahwa heuristic sebenarnya
berguna namun terkadang cara ini dapat mengarahkan kita pada kesalahan sistematis dan
parah. Cara ini efektif digunakan dalam pengambilan keputusan sehari-hari dimana kita
menggunakan strategi ini karena mudah dalam konteks mental effort yang dihasilkan.

Available heuristic sendiri apabila dikaitkan dengan teori NDM bukanlah suatu bentuk bias.
Available heuristic merupakna kecenderungan seseorang untuk mendasarkan penilaian pada
informasi yang mudah untuk di-recall dari memori mereka (Colquitt, LePine, & Wesson, 2017).
Proses ini pada teori NDM terjadi diawal penilaian tentang apakah situasi yang dihadapi
seseorang saat ini familiar dan sama dengan situasi yang dihadapi sebelumnya. Dengan
demikian sebenarnya proses penilaian awal NDM ini adalah available heuristic. Namun perlu
diingat bahwa NDM mengidentifikasi situasi dengan karakteristik rapid situation, time
contraines, ill-structure goals (Klein, 2008). Dalam pembahasan NDM juga memperhatikan
expertise dari individu. Semakin expert seseorang, maka proses ini akan semakin akurat.
Sehingga apabila dilakukan oleh novice bisa jadi available heuritc ini pun mengarahkan pada
keputusan yang tidak tepat.

D. Kesimpulan dan Implikasi Manajerial

Pembahasan dalam essay ini memberikan gambaran bahwa ada bias yang dialami BP dalam
pengambilan keputusan dalam kasus Deepwater Horizon. Diskusi menjabarkan mengenai
jenis-jenis bias yang terjadi. Di samping itu, pembahasan kasus Deepwater Horizon ini
menunjukkan bahwa bias dapat mempengaruhi tingkat akurasi pengambilan keputusan. Bias
mengurangi efektivitas seseorang dalam melakukan penilaian/judgment atas situasi yang
dihadapi. Ketidakefektifan judgment berpengaruh langsung pada akurasi dari decision yang
diambil.

Walaupun konteks dalam kasus ini adalah situasi dengan risiko dan tingkat uncertainty yang
tinggi pada dunia oil and gas, pembahasan ini setidaknya dapat memberikan inspirasi tentang
bias-bias yang terjadi serta distraksi bias terhadap proses pengambilan keputusan. Hal yang
mungkin akan berbeda yaitu tentang situation awareness yang terdampak pada bias. Karena
dalam beberapa kondisi dapat dijelaskan dengan model teori Decision Making berbeda, maka
proses front-end yang terdampak mungkin bukan situation awareness melainkan pada proses
problem identification & diagnosis. Namun pada dasarnya, penulis menyakini bahwa bias
terlebih dahulu akan mengurangi keefektifan proses front-end atau judgment baru kemudian
berdampak pada kualitas decision yang di ambil (Mosier & Fischer, 2010)

Untuk mencegah hal ini terjadi, leader perlu memahami terlebih dahulu kehadiran bias dalam
pengambilan keputusannya, menyadari proses berfikirnya. Melatih diri untuk berpikir kritis
dapat membantu mengurangi bias ini. Contohnya pada saat hasil NPT kedua menunjukkan
indikasi baik, sementara hasil NPT pertama menunjukkan indikasi yang kontradiktif, pemikiran
seperti “is everything alright?” atau “benarkan tidak ada yang salah” dapat membuat leader
melakukan evaluasi/judgment dari sisi petunjuk-petunjuk lain. Menanyakan pada diri sendiri
seperti “benarkan saya sudah melakukan evaluasi menyeluruh?” atau “petunjuk lain apa yang
dapat saya gunakan untuk mengevaluasi keadaan” dapat menjadi pengingat agar leader tidak
terjebak dalam bias yang hanya fokus pada one-sided evaluation.
6

Daftar Pustaka

Bazerman, M. H., & Moore, D. A. (2013). Judgment in managerial Decision Making. Hoboken,
NJ: Wiley & Sons, Inc.
BBC. (2011). Transocean says BP 'largerly to blame for Gulf spill'. Retrieved October 11, 2021,
from BBC News: https://www.bbc.com/news/business-13878745
Borunda, A. (2020). We still don't know the full impacts of the BP oil spill, 10 years later.
Retrieved October 11, 2021, from National Geographic:
https://www.nationalgeographic.com/science/article/bp-oil-spill-still-dont-know-effects-
decade-later
Brady, J. (2020). 10 years after deepwater horizon oil spill, industry says it's better prepared.
Retrieved October 11, 2021, from NPR Special Series: Environment and Energy
Collaborative: https://www.npr.org/2020/04/20/835092985/10-years-after-deepwater-
horizon-oil-spill-industry-says-its-better-prepared#:~:text=with%20Sam%20Sanders-
,10%20Years%20After%20Deepwater%20Horizon%20Oil%20Spill%2C%20Industry%20
Says%20It's,prevent%20another%20mass
Colquitt, J. A., LePine, J. A., & Wesson, M. J. (2017). Organizational behavior: Improving
performance and commitment in the workplace (5th ed.). New York, NY: McGraw-Hill
Education.
Hastie, R., & Dawes, R. M. (2010). Rational choice in an uncertain world: The psychology of
Judgment and Decision Making. California: SAGE Publications, Inc.
Heracleous, L. T. (1994). Rational Decision Making: Myth or reality? Management Development
Review, 7(4), 16-23. doi:https://doi.org/10.1108/09622519410771628
Klein, G. (2008). Naturalistic Decision Making. Human Factors: The Journal of the Human
Factors and Ergonomics Society, 50(3), 456-460.
doi:https://doi.org/10.1518/001872008X288385
Kreitner, R., & Kinicki, A. (2010). Organizational Behavior (9th ed.). New York, NY: The
McGraw-Hill.
Larrick, R. P., & Feiler, D. C. (2015). Expertise in Decision makin. In G. Keren, & G. Wu, The
WIley Blackwell Handbook of Judgment and Decision Making (pp. 696-719). New York,
NY: John Wiley & Sons.
Meigs, J. B. (2016, September 30). Blame BP for deepwater horizon. But direct your outrage to
the actual mistake. Retrieved October 11, 2021, from Science:
https://slate.com/technology/2016/09/bp-is-to-blame-for-deepwater-horizon-but-its-
mistake-was-actually-years-of-small-mistakes.html
Mosier, K. L., & Fischer, U. (2010). Judgment and Decision Making by individual and teams:
Issues, models, and applications. Reviews of Human Factors and Ergonomics, 6, 198-
256. doi:10.1518/155723410X12849346788822
7

National Oil Spill Commission. (2011). Deep water: The Gulf oil disaster and the future of
offshore drilling: report to the President. Washington, D.C: Nationial Commission on the
BP Deepwater Horizon Oil Spill and Offshore Drilling.
Ramos, V. J. (2019). Analyzing the role of cognitive biass in the Decision-making process.
Hershey, PA: IGI Global.
Rayman, N. (2014). Judge places most blame on BP for 2010 oil spill. Retrieved October 11,
2021, from TIME: https://time.com/3268978/bp-gulf-oil-spill-louisiana-court/
Reader, T. W., & O'Connor, P. (2014). The Deepwater Horizon explosion: Non technical skills,
safety culture, and system complexity. Journal of Risk Research, 17(3), 405-424.
doi:10.1080/13669877.2013.815652
Roberts, R., & Cleland, F. J. (2015). "Everything was fine": An analysis of the drill crew's
situation awareness on deepwater horizon. Journal of Loss Prevention in the Process
Industries, 38, 87-100. doi:http://dx.doi.org/10.1016/j.jlp.2015.08.008
Robson, D. (2019). The bias than can cause catastrophe. Retrieved October 11, 2021, from
BBC Worklife: https://www.bbc.com/worklife/article/20191001-the-bias-behind-the-
worlds-greatest-catastrophes
Serfas, S. (2011). Cognitive biases in the capital investment context. Heidelberg: Gabler Verlag.
Steiner, R. (2010). BP blames Transocean for massive oil spill. Retrieved October 11, 2021,
from Business & Markets This is Money:
https://www.thisismoney.co.uk/money/markets/article-1694044/BP-blames-Transocean-
for-massive-oil-spill.html
Wilke, A., & Mata, R. (2012). Cognitive bias. In V. S. Ramachandran, Encyclopedia of Human
Behavior (pp. 531-535). Burlington, MA: Elsevier Academic Press.
doi:https://doi.org/10.1016/B978-0-12-375000-6.00094-X

Anda mungkin juga menyukai