Anda di halaman 1dari 10

PENDAFTARAN PASIEN

No. Dokumen :
No. Revisi :
SPO Tanggal Terbit :
Dinas Kesehatan
Halaman : PUSKESMAS LARANGAN
Kab. Pamekasan

Ditetapkan oleh Kepala


Puskesmas Larangan Liya Aryati, SKM, M.Si
NIP. 19790107 200501 2 011

SOP Penanganan Typhoid fever


Pengertia Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh
n infeksi kuman Salmonella typhi.

Kriteria Diagnosis
Demam tinggi lebih dari 7 hari disertai sakit kepala
- Kesadaran menurun
- Lidah kotor, hepatosplenomegali, dsb
- Bradikardia relatif
Tujuan Sebagai acuan tatalaksana penderita tifoid
Kebijakan Dibawah tanggung jawab dan pengawasan dokter
Prosedur PemeriksaanPenunjang
a. Darahperiferlengkap
b. PemeriksaanserologiWidal
Diagnosis Banding
a. Demamberdarah dengue.
b. Malaria.
c. Leptospirosis.
Komplikasi
a. Tifoidtoksik (Tifoidensefalopati)
b. Syokseptik
c. Perdarahandanperforasi intestinal (peritonitis)
d. Hepatitis tifosa
e. Pankreatitistifosa
f. Pneumonia.
Penatalaksanaan
a. Terapisuportifdapatdilakukandengan:
1. Istirahattirah baring danmengaturtahapanmobilisasi.
2. Diet tinggikaloridantinggi protein.
3. Konsumsiobat-obatansecararutindantuntas.
4. Kontroldan monitor tanda vital (tekanandarah, nadi, suhu,
kesadaran), kemudiandicatatdenganbaik di
rekammedikpasien.
b. Terapisimptomatikuntukmenurunkandemam (antipiretik)
danmengurangikeluhan gastrointestinal.
c. Terapidefinitifdenganpemberianantibiotik.
Antibiotiklinipertamauntukdemamtifoidadalahkloramfenikol,
ampisilinatauamoksisilin (amanuntukpenderita yang sedanghamil),
atautrimetroprim-sulfametoxazole (kotrimoksazol).
d. Bilapemberiansalahsatuantibiotiklinipertamadinilaitidakefektif,
dapatdigantidenganantibiotik lain ataudipilihantibiotiklinikeduayaitu
Ceftriaxone, Cefotaxime (diberikanuntukdewasadananak), Kuinolon
(tidakdianjurkanuntukanak<18
tahunkarenadinilaimengganggupertumbuhantulang).
Unit
terkait RAWAT INAP, BP, PUSTU/POLINDES
Refrensi
PENDAFTARAN PASIEN
No. Dokumen :
No. Revisi :
SPO Tanggal Terbit :
Dinas Kesehatan
Halaman : PUSKESMAS LARANGAN
Kab. Pamekasan

Ditetapkan oleh Kepala


Puskesmas Larangan Liya Aryati, SKM, M.Si
NIP. 19790107 200501 2 011

SOP Penanganan Dengue fever dan Dengue haemorrhagic fever


Pengertia Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi yang
n disebabkan oleh virus Dengue. Virus Dengue memiliki 4 jenis serotype: DEN-
1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotype akan menimbulkan
antibody terhadap serotype yang bersangkutan, namun tidak untuk serotype
lainnya, sehingga seseorang dapat terinfeksi demam Dengue 4 kali selama
hidupnya.

Tanda patognomonik untuk demam dengue


a. Suhu Suhu > 37,5 derajat celcius
b. Ptekie, ekimosis, purpura
c. Perdarahan mukosa
d. Rumple Leed (+)
Tanda Patognomonis untuk demam berdarah dengue
a. Suhu > 37,5 derajat celcius
b. Ptekie, ekimosis, purpura
c. Perdarahan mukosa
d. Rumple Leed (+)
e. Hepatomegali
f. Splenomegali
g. Untuk mengetahui terjadi kebocoran plasma, diperiksa tanda-tanda efusi
pleura dan asites.
h. Hematemesis atau melena
Tujuan Sebagai acuan tatalaksana penderita Dengue fever dan Dengue haemorrhagic
fever
Kebijakan Dibawah tanggung jawab dan pengawasan dokter
Prosedur PemeriksaanPenunjang :

a. Leukosit: leukopenia cenderungpadademam dengue


b. Adanyabuktikebocoran plasma yang
disebabkanolehpeningkatanpermeabilitaspembuluhdarahpadaDemamBer
darah Dengue denganmanifestasipeningkatanhematokritdiatas 20%
dibandingkan standard
sesuaiusiadanjeniskelamindanataumenurundibandingkannilaihematokritse
belumnya> 20% setelahpemberianterapicairan.
c. Trombositopenia (Trombosit<100.000/ml) ditemukanpadaDemamBerdarah
Dengue.
Diagnosis Banding
a. Demam karena infeksi virus ( influenza , chikungunya, dan lain-lain)
b. Demam tifoid
Komplikasi
Dengue Shock Syndrome (DSS)
Penatalaksanaan
a. Terapi simptomatik dengan analgetik antipiretik (Parasetamol 3 x 500-
1000 mg).
b. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi

c. Alur penanganan pasien dengan demam dengue/demam berdarah


dengue,
Pemeriksaan Penunjang Lanjutan
Pemeriksaan Kadar Trombosit dan Hematokrit secara serial
Unit
terkait RAWAT INAP, BP, PUSTU/POLINDES
Refrensi

PENDAFTARAN PASIEN
No. Dokumen :
No. Revisi :
SPO Tanggal Terbit :
Dinas Kesehatan
Halaman : PUSKESMAS LARANGAN
Kab. Pamekasan

Ditetapkan oleh Kepala


Puskesmas Larangan Liya Aryati, SKM, M.Si
NIP. 19790107 200501 2 011

SOP Penanganan Gastroenteritis


Pengertia Gastroenteritis (GE) adalah peradangan mukosa lambung dan usus halus
n yang ditandai dengan diare, yaitu buang air besar lembek atau cair, dapat
bercampur darah atau lender, dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu
24 jam, dan disertai dengan muntah, demam, rasa tidak enak di perut dan
menurunnya nafsu makan.

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (BAB cair lebih dari 3
kali sehari) dan pemeriksaan fisik (ditemukan tanda-tanda hipovolemik
dan pemeriksaan konsistensi BAB).
Tujuan Sebagai acuan tatalaksana penderita Gastroenteritis
Kebijakan Dibawah tanggung jawab dan pengawasan dokter
Prosedur Diagnosis Banding
a. Demam tifoid
b. Kriptosporidia (pada penderita HIV)
c. Kolitis pseudomembran
Komplikasi: Syok
hipovolemik
Penatalaksanaan
Terapi dapat diberikan dengan:
a. Memberikan cairan dan diet adekuat
b. Pasien diare yang belum dehidrasi dapat diberikan obat anti diare untuk
mengurangi gejala dan antimikroba untuk terapi definitif. Pemberian
terapi antimikroba empirik diindikasikan pada pasien yang diduga
mengalami infeksi bakteri invasif, traveller’s diarrhea, dan
imunosupresi. Antimikroba: pada GE akibat infeksi diberikan antibiotik
atau antiparasit, atau anti jamur tergantung penyebabnya.
Obat antidiare, antara lain:
a. Turunan opioid: loperamide, difenoksilat atropine, tinktur opium.
b. Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan disentri yang
disertai demam, dan penggunaannya harus dihentikan apabila diare
semakin berat walaupun diberikan terapi.
c. Bismut subsalisilat, hati-hati pada pasien immunocompromised, seperti
HIV, karena dapat meningkatkan risiko terjadinya bismuth
encephalopathy.
d. Obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4x2 tablet/ hari atau smectite
3x 1 sachet diberikan tiap BAB encer sampai diare stop.
e. Obat anti sekretorik atau anti enkefalinase: Hidrasec 3x 1/ hari
Unit
terkait RAWAT INAP, BP, PUSTU/POLINDES
Refrensi
PENDAFTARAN PASIEN
No. Dokumen :
No. Revisi :
SPO Tanggal Terbit :
Dinas Kesehatan
Halaman : PUSKESMAS LARANGAN
Kab. Pamekasan

Ditetapkan oleh Kepala


Puskesmas Larangan Liya Aryati, SKM, M.Si
NIP. 19790107 200501 2 011

SOP PenangananGastritis
Pengertia Gastritis adalah proses inflamasi/peradangan pada lapisan mukosa dan
n submukosa lambung sebagai mekanisme proteksi mukosa apabila terdapat
akumulasi bakteri atau bahan iritan lain. Proses inflamasi dapat bersifat akut,
kronis, difus, atau lokal.

Pemeriksaan Fisik Patognomonis


a. Nyeri tekan epigastrium dan bising usus meningkat.
b. Bila terjadi proses inflamasi berat, dapat ditemukan pendarahan
saluran cerna berupa hematemesis dan melena.
c. Biasanya pada pasien dengan gastritis kronis, konjungtiva
tampak anemis.
Tujuan Sebagai acuan tatalaksana penderita Gastritis
Kebijakan Dibawah tanggung jawab dan pengawasan dokter
Prosedur Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan, kecuali pada gastritis kronis dengan melakukan
pemeriksaan:
a. Darah rutin.
b. Untuk mengetahui infeksi Helicobacter pylori: pemeriksaan breathe test
dan feses.
c. Rontgen dengan barium enema.
d. Endoskopi.
Komplikasi
a. Pendarahan saluran cerna bagian atas.
b. Ulkus peptikum.
c. Perforasi lambung.
d. Anemia.
Penatalaksanaan
a. Menginformasikan kepada pasien untuk menghindari pemicu
terjadinya keluhan, antara lain dengan makan tepat waktu, makan
sering dengan porsi kecil dan hindari dari makanan yang meningkatkan
asam lambung atau perut kembung seperti kopi, the, makanan pedas
dan kol.
b. Terapi diberikan per oral dengan obat, antara lain: H2 Bloker2 x/hari
(Ranitidin 150 mg/kali, Famotidin 20 mg/kali, Simetidin 400-800
mg/kali), PPI 2x/hari (Omeprazole 20 mg/kali, Lansoprazole 30
mg/kali), serta Antasida dosis 3 x 500-1000 mg/hr. Konseling dan
Edukasi Menginformasikan pasien dan keluarga mengenai faktor risiko
terjadinya gastritis.
Unit
terkait RAWAT INAP, BP, PUSTU/POLINDES
Refrensi
PENDAFTARAN PASIEN
No. Dokumen :
No. Revisi :
SPO Tanggal Terbit :
Dinas Kesehatan
Halaman : PUSKESMAS LARANGAN
Kab. Pamekasan

Ditetapkan oleh Kepala


Puskesmas Larangan Liya Aryati, SKM, M.Si
NIP. 19790107 200501 2 011

SOP Penanganan Asma Bronkial


Pengertia Asma bronkial adalah gangguan inflamasikronik saluran napas yang
n melibatkan banyak sel inflamasi dan mediator.

Tanda Patognomonis
a. Sesak napas.
b. Mengi pada auskultasi.
c. Pada serangan berat digunakan otot bantu napas (retraksi supraklavikula,
interkostal, dan epigastrium).

Faktor Predisposisi
Riwayat bronchitis atau pneumoni yang berulang
Tujuan Sebagai acuan tatalaksana penderita Asma Bronkial
Kebijakan Dibawah tanggung jawab dan pengawasan dokter
Prosedur PemeriksaanPenunjang
a. ArusPuncakEkspirasi (APE) menggunakan Peak Flowmeter
b. Pemeriksaandarah (eosinofildalamdarah)
Penatalaksanaan
a.
Pasiendisarankanuntukmengidentifikasisertamengendalikanfaktorpencetu
snya.
b.
Perludilakukanperencanaandanpemberianpengobatanjangkapanjangserta
menetapkanpengobatanpadaseranganakut.Penatalaksanaanasmaberdasa
rkanberatnyakeluhan
PemeriksaanPenunjangLanjutan (biladiperlukan)
a. Fototoraks
b. Ujisensitifitaskulit
c. Spirometri
d. UjiProvokasiBronkus
Komplikasi
a. Pneumotoraks.
b. Pneumomediastinum.
c. Gagalnapas.
d. Asmaresistenterhadap steroid.

Unit
terkait RAWAT INAP, BP, PUSTU/POLINDES
Refrensi
PENDAFTARAN PASIEN
No. Dokumen :
No. Revisi :
SPO Tanggal Terbit :
Dinas Kesehatan
Halaman : PUSKESMAS LARANGAN
Kab. Pamekasan

Ditetapkan oleh Kepala


Puskesmas Larangan Liya Aryati, SKM, M.Si
NIP. 19790107 200501 2 011

SOP Penanganan Diabetes Melitus


Pengertia Diabetes Melitus adalah gangguan metabolik yang ditandai oleh
n hiperglikemia akibat defek pada kerja insulin (resistensi insulin) dan sekresi
insulin atau kedua-duanya.

Keluhan
a. Polifagia
b. Poliuri
c. Polidipsi
d. Penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya
Tujuan Sebagai acuan tatalaksana penderitaDiabetes Melitus
Kebijakan Dibawah tanggung jawab dan pengawasan dokter
Prosedur Pemeriksaan Penunjang
a. Gula Darah Puasa
b. Gula Darah 2 jam Post Prandial
c. HbA1C
Klasifikasi DM:
a. DM tipe 1
1. DM pada usia muda, < 40 tahun
2. Insulin dependent akibat destruksisel :
• Immune-mediated
• Idiopatik
c. DM tipe 2 (bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin dengan
defisiensi insulin relatif – dominan defek sekresi insulin disertai resistensi
insulin)
Penatalaksanaan
Terapi untuk Diabetes Melitus dilakukan dengan modifikasi gaya hidup dan
pengobatan (algoritma pengelolaan DM tipe 2)

Pemeriksaan Penunjang Lanjutan (bila diperlukan)


Urinalisis (proteinuri dan mikroalbuminuria), funduskopi, ureum, kreatinin,
lipid profil, EKG, foto thorak.

Unit
terkait RAWAT INAP, BP, PUSTU/POLINDES
Refrensi
PENDAFTARAN PASIEN
No. Dokumen :
No. Revisi :
SPO Tanggal Terbit :
Dinas Kesehatan
Halaman : PUSKESMAS LARANGAN
Kab. Pamekasan

Ditetapkan oleh Kepala


Puskesmas Larangan Liya Aryati, SKM, M.Si
NIP. 19790107 200501 2 011

SOP Penanganan Hipertensi


Pengertia Hipertensi adalah kondisi terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik lebih
n dari ≥ 140 mmHg dan atau diastolik ≥ 90 mmHg.

Hal yang dapat dimodifikasi, yaitu:


a. Riwayat pola makan (konsumsi garam berlebihan).
b. Konsumsi alkohol berlebihan.
c. Aktivitas fisik kurang.
d. Kebiasaan merokok.
e. Obesitas.
f. Dislipidemia.
g. Diabetus Melitus.
h. Psikososial dan stres.
Tujuan Sebagai acuan tatalaksana penderita Hipertensi
Kebijakan Dibawah tanggung jawab dan pengawasan dokter
Prosedur Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis (proteinuri atau albuminuria), tes gula darah, tes kolesterol (profil
lipid), ureum kreatinin, funduskopi, EKG dan foto thoraks.
Klasifikasi TD Sistolik TD Diastolik
Normal < 120 mmHg < 80 mm Hg
Pre-Hipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Hipertensi stage -1 140-159 mmHg 80-99 mmHg
Hipertensi stage -2 ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg
Penatalaksanaan
Peningkatan tekanan darah dapat dikontrol dengan perubahan gaya
hidup.Pemberian obat anti hipertensi merupakan pengobatan jangka
panjang. Kontrol pengobatan dilakukan setiap 2 minggu atau 1 bulan untuk
mengoptimalkan hasil pengobatan.
Komplikasi
Hipertrofi ventrikel kiri, proteinurea dan gangguan fungsi ginjal,aterosklerosis
pembuluh darah, retinopati, stroke atau TIA, infark myocard, angina pectoris,
serta gagal jantung
Kriteria rujukan
a. Hipertensi dengan komplikasi.
b. Resistensi hipertensi.
c. Krisis hipertensi (hipertensi emergensi dan urgensi).

Unit
terkait RAWAT INAP, BP, PUSTU/POLINDES
Refrensi
PENDAFTARAN PASIEN
No. Dokumen :
No. Revisi :
SPO Tanggal Terbit :
Dinas Kesehatan
Halaman : PUSKESMAS LARANGAN
Kab. Pamekasan

Ditetapkan oleh Kepala


Puskesmas Larangan Liya Aryati, SKM, M.Si
NIP. 19790107 200501 2 011

SOP Penanganan Cedera Kepala


Pengertia Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacacatan
n utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akbiat
kecelakaan lalu lintas.

Tujuan Sebagai acuan tatalaksana penderita Cedera Kepala


Kebijakan Dibawah tanggung jawab dan pengawasan dokter
Prosedur Klasifikaasi
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan,
morfologi, cedera.
1. Mekanisme: berdasarkan adanya penetrasi durameter
a. Trauma tumpul: keceptan tinggi (tabrakan otomobil),
kecepatan rendah (terjatuh, dipukul).
b. Trauma tembus (luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya)
2. Keparahan cedera
a. Rngan : Skala koma Glasglow (GCS) 14-15
b. Sedang : GCS 9-13
c. Berat : GCS 3-8
3. Morfologi
a. Fraktur tengkorak : kranium : linea/stelatum; depresi/non
depresi: terbka/ tertutup
Basis : dengan/ tanpa kebocoran cairan cerebrospial dengan/ tanpa
kelumpuhan nerves VII
b. Lesi intrakranial ; fokal: eepidural, subdural, intraserebral
Difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal
difus

Penatalaksanaaan
Pedoman resusitasi dan penilain awal
1. Menilai jalan nafas: bersihkan jalan nafas dari debris dan
muntahan, lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal,pasang
guedel bila dapat ditolerir. Jika cedera orofasial menganggu jalan
nafas, maka pasien harus di intubasi.
2. Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan
atau tidak. Jika tidak, beri oksigen melalui masker oksigen. Jika
pasien bernafas spontan, selidiki dan atasi cedera dada berat
seperti pneumotorak, pneumotoraks tensif, hemopneumotoraks.
3. Menilai sirkulasi : otak yang rusak tidak mentorerir hipotensi.
Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya. Ukur dan
catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah.
4. Obati kejang : kejang konvulsif dapat terjaadi setelah cedera kepala
an harus diobati. Mula mula berikan diazepam 10 mg intravena
perlahn lahan dan dapat diulangi sampai 3 kali jika msih kejang.Bila
tidak
berhasil dapat diberikan fenitoin 15mg/kgBB diberikan intravena
perlahan-lahan dengan kecepatan tidak melebihi 50mg/menit
5. Menili tingkat keparhan
Unit
terkait RAWAT INAP, BP, PUSTU/POLINDES
Refrensi

PENDAFTARAN PASIEN
No. Dokumen :
No. Revisi :
SPO Tanggal Terbit :
Dinas Kesehatan
Halaman : PUSKESMAS LARANGAN
Kab. Pamekasan

Ditetapkan oleh Kepala


Puskesmas Larangan Liya Aryati, SKM, M.Si
NIP. 19790107 200501 2 011

SOP Penanganan Vertigo


Pengertia Vertigo adalah persepsi yang salah dari gerakan seseorang atau lingkungan
n sekitarnya. Persepsi gerakan bisa berupa:
a. Vertigo vestibular adalah rasa berputar yang timbul pada
gangguan vestibular.
b. Vertigo non vestibular adalah rasa goyang, melayang, mengambang
yang timbul pada gangguan sistem proprioseptif atau sistem visual
Tujuan Sebagai acuan tatalaksana penderita Vertigo
Kebijakan Dibawah tanggung jawab dan pengawasan dokter
Prosedur Penatalaksanaan
a. Pasiendilakukanlatihan vestibular (vestibular exercise)
denganmetodebrandDaroff.
b. Pasienduduktegak di
pinggirtempattidurdengankeduatungkaitergantung,
dengankeduamatatertutupbaringkantubuhdengancepatkesalahsatusisi,
pertahankanselama 30 detik. Setelahitududukkembali. Setelah 30 detik,
baringkandengancepatkesisi lain. Pertahankanselama 30 detik,
lalududukkembali. Lakukanlatihanini 3 kali padapagi,
siangdanmalamharimasing-masingdiulang 5 kali sertadilakukanselama 2
mingguatau 3 minggudenganlatihanpagidan sore hari.
c. Karenapenyebab vertigo beragam, sementarapenderitasering kali
merasasangatterganggudengankeluhan vertigo tersebut,
seringkalimenggunakanpengobatansimptomatik.
Lamanyapengobatanbervariasi.
Sebagianbesarkasusterapidapatdihentikansetelahbeberapaminggu.
Beberapagolongan yang seringdigunakan:
1. Antihistamin (dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin, siklisin)
• Dimenhidrinat lama kerjaobatiniialah 4 – 6 jam. Obatdapatdiberi per
oral atau parenteral (suntikanintramuskulardanintravena),
dengandosis 25 mg – 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari.
• DifenhidraminHCl. Lama aktivitasobatiniialah 4 – 6 jam,
diberikandengandosis 25 mg (1 kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari per
oral.
• SenyawaBetahistin (suatu analog histamin):
a) BetahistinMesylatedengandosis 12 mg, 3 kali sehari per oral.
b) BetahistinHCldengandosis 8-24 mg, 3 kali sehari. Maksimum 6
tablet dibagidalambeberapadosis.
2. KalsiumAntagonis
Cinnarizine, mempunyaikhasiatmenekanfungsi vestibular
dandapatmengurangiresponsterhadapakselerasi angular dan linier.
Dosisbiasanyaialah 15-30 mg, 3 kali sehariatau 1x75 mg sehari.
Unit
terkait RAWAT INAP, BP, PUSTU/POLINDES
Refrensi

Anda mungkin juga menyukai