Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny.

R DENGAN GANGGUAN
AMAN NYAMAN ( Nyeri )
DI RUANG ALAMANDA II RSUD SLEMAN YOGYAKARTA 

Disusun oleh:
NAMA : STEVANI BUNGA PRADISHA
NIM : 3120203686
KELAS : IIC

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO
YOGYAKARTA
2021/2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan keperawatan pada Ny. R dengan gangguan aman nyaman (nyeri) di Ruang
Alamanda 2 RSUD Sleman Yogyakarta. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas
individu praktik klinik keperawatan dasar :

Hari :
Tanggal :
Tempat :

Praktikan

(...................................)

Pembimbing Lahan (CI) Pembimbing Akademik

(.............................................) (...........................................)
KATA PENGANTAR
syukur alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Asuhan
Keperawatan Gangguan Aman Nyaman ini berjalan dengan baik.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna , oleh karena itu kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukkan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhirnya kami mengharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia kesehatan.

Yogyakarta , 12 Desember 2021


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gangguan rasa nyaman merupakan keadaan atau perasaan kurang senang, lega, dan
sempurna dalam dimensi fisik, psikospritual, lingkungan dan sosial (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2016). Asuhan keperawatan masalah aktual terhadap nyeri merupakan
gangguan rasa nyaman nyeri dimana The Internasional Association for The Study of Pain
(IASP) mendefinisikan nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat adanya kerusakan atau ancaman kerusakan jaringan. Berdasarkan
definisi tersebut nyeri merupakan suatu gabungan dari komponen objektif (aspek fisiologi
sensorik nyeri) dan komponen subjektif (aspek emosional dan psikologis) (Wiarto, 2017).

Nyeri merupakan pengalaman yang tidak dapat dihindari seiring proses penuaan,
lansia lebih berisiko mengalami bermacam gangguan yang berhubungan dengan nyeri,
lansia berisiko tinggi mengalami nyeri akut dan nyeri kronik yang dapat berdampak
serius dalam aktivitas mereka sehari-hari dan kualitas hidup mereka (Maas, 2011).

Survey kesehatan Nasional mencatat bahwa kasus fraktur pada tahun 2008
menunjukan bahwa prevalensi fraktur secara nasional sekitar 27,7%. Prevalensi ini
khususnya pada laki-laki mengalami kenaikan dibanding tahun 2009 dari 51,2%
menjadi 54,5%. Sedangkan pada perempuan sedikit menurun yaitu sebanyak 2% di
tahun 2009, pada tahun 2010 menjadi 1,2% (Depkes RI, 2010)
Salah satu ketakutan terbesar pasien fraktur adalah nyeri, untuk itu perawat perlu
memberikan informasi kepada pasien dan keluarga pasien tentang terapi non
farmakologi yang bisa membantu pasien dalam menghilangkan atau mengurangi nyeri
antaranya terapi musik. Musik bisa menyentuh individu baik secara fisik, psikososial,
dan spiritual (Campbell,2006).
Penggolongan lansia menurut data World Health Organitation (WHO) meliputi
middle age (45-59 tahun), elderly (60-74 tahun), old (75-89 tahun), dan very old (diatas
90 tahun). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2004,
lanjut usia merupakan seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas.
Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa
penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi jumlah penduduk lansia tahun 2020
(27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan tahun 2035 (48,19 juta)
(Kemenkes RI, 2017).

Populasi lansia yang terus meningkat dan adanya pengaruh dari penuaan dapat
memberikan dampak terhadap status kesehatan dan kesejahteraan lansia. Penuaan atau
proses menua merupakan suatu proses menurunnya kemampuan jaringan pada seluruh
sistem organ untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
secara alamiah (Aspiani, 2014). Gangguan yang biasa terjadi pada lansia dan
menyebabkan nyeri dan proses inflamasi merupakan gout dan arthritis temporal (Maas,
2011).

Berdasarkan data diatas penyusun merasa tertarik untuk mengangkat permasalahan


Gangguan Rasa Aman Nyaman dan menyusun asuhan keperawatan pada Ny.R
dengan Gangguan Rasa Aman Nyaman di ruang Alamanda II RSUD Sleman Yogyakarta.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada kasus Gangguan Aman
Nyaman di ruang Alamanda II dengan melakukan proses pendekatan keperawatan.

2. Tujuan Khusus
Memberikan pengalaman yang nyata tentang pelaksanaan asuhan keperawatan
pada pasien Ny.R dengan Gangguan Aman Nyaman di ruang Alamanda II Sentral
Rumah Sakit Umum Daerah Sleman Yogyakarta meliputi :
a. Dapat mengetahui gambaran pengkajian keperawatan pada pasien dengan
Gangguan Aman Nyaman
b. Mengetahui gambaran rumusan diagnosa keperawatan pada pasien Gangguan
Aman Nyaman
c. Mengetahui gambaran intervensi keperawatan pada pasien dengan Gangguan
Aman Nyaman.
d. Mengetahui gambaran implementasi keperawatan pada pasien dengan Gangguan
Aman Nyaman.
e. Mengetahui gambaran evaluasi keperawatan pada pasien dengan Gangguan Aman
Nyaman.
BAB II

KONSEP DASAR

A. DEFINISI

Potter & Perry, 2006 mengungkapkan kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu


keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman
(suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari). Ketidaknyamanan adalah
keadaan ketika individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dalam berespon
terhadap suatu ransangan.

Aman adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis. Pemenuhan kebutuhan
keamanan dilakukan untuk menjaga tubuh bebas dari kecelakaan baik pasien, perawat
atau petugas lainnya yang bekerja untuk pemenuhan kebutuhan tersebut (Asmadi, 2008).

Perubahan kenyamanan adalah keadaan dimana individu mengalami sensasi yang


tidak menyenangkan dan berespon terhadap suatu rangsangan yang berbahaya
(Carpenito, 2006).

Gangguan rasa nyaman adalah perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam
dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan emosional (SDKI PPNI, 2016).

B. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang mempengaruhi keamanan dan kenyamanan
a. Emosi
Kecemasan, depresi dan marah akan mudah terjadi dan mempengaruhi keamanan dan
kenyamanan

b. Status mobilisasi
Keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot dan kesadaran menurun
memudahkan terjadinya resiko injury

c. Gangguan persepsi sensory


Mempengaruhi adaptasi terhadap rangsangan yangberbahaya seperti gangguan
penciuman dan penglihatan

d. Keadaan imunitas
Gangguan ini akan menimbulkan daya tahan tubuh kurang sehingga mudah terserang
penyakit

e. Tingkat kesadarn
Pada pasien koma, respon akan menurun terhadap rangsangan

f. Gangguan tingkat pengetahuan


Kesadaran akan terjadi gangguan keselamatan dan keamanan dapat diprediksi
sebelumnya.

C. MANIFESTASI KLINIK
a. Vakolasi
1. Mengaduh
2. Menangis
3. Sesak nafas
4. Mendengkur
b. Ekspresi Wajah
1. Meringis
2. Mengeletuk gigi
3. Mengernyit dahi
4. Menutup mata, mulut dengan rapat
5. Menggigit bibir
c. Gerakan Tubuh
1. Gelisah
2. Imobilisasi
3. Ketegangan otot
4. Peningkatan gerakan jari dan tangan
5. Gerakan ritmik atau gerakan menggosok
6. Gerakan melindungi bagian tubuh
d. Interaksi Sosial
1. Menghindari percakapan
2. Focus hanya pada aktivitas untuk menghilangkan nyeri
3. Menghindar kontak social
4. Penurunan rentang perhatian

D. PATOFISIOLOGI
1. Patofisiologi atau fungsi normal sistem rasa aman dan nyaman
Pada saat impuls ketidaknyamanan naik ke medula spinalis menuju kebatang otak
dan thalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon
stress. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan respon
fisiologis

2. Patofisologi Fraktur

Menurut (Elizabeth, 2009), Ketika tulang patah, sel tulang mati. Perdarahan
biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak di sekitar tulang
tersebut. jaringan lunak biasanya mengalami kerusakan akibat cedera. Reaksi
inflamasi yang intens terjadi setelah patah tulang. Sel darah putih dan sel mast
terakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ke area tersebut.
fagositosis dan pembersihan sel dan jaringan mati dimulai.
Bekuan fibrin (hematoma fraktur) terbentuk di tempat patah dan berfungsi
sebagai jala untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas akan segera
terstimulasi dan terbentuk tulang baru imatur, disebut kalus. Bekuan fibrin segera
direabsorpsi dan sel tulang baru secara perlahan mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan kalus dan secara perlahan
mengalami kalsifikasi. Penyembuhan memerlukan waktu beberapa minggu sampai
beberapa bulan (fraktur pada anak sembuh lebih cepat). Penyembuhan dapat
terganggu atau terhambat apabila hematoma fraktur atau kalus rusak sebelum tulang
sejati terbentuk, atau apabila sel tulang baru rusak selama kalsifikasi danpengerasan.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik sangat penting dilakukan agar dapat mengetahui apakah ada
perubahan bentuk atau fungsi dari bagian tubuh pasien yang dapat menyebabkan
timbulnya rasa aman dan nyaman seperti :
a. Melakukan pemeriksaan laboratorium dan radiologi
b. Menggunakan skala nyeri
1) Ringan = Skala nyeri 1-3 : Secara objektif pasien masih dapat
berkomunikasi dengan baik
2) Sedang = Skala nyeri 4-6 : Secara objektif pasien dapat
menunjukkan lokasi nyeri, masih merespon dan dapat mengikuti instruksi yang
diberikan
3) Berat = Skala nyeri 7-9 : Secara objektif pasien masih bisa
merespon, namun terkadang klien tidak mengikuti instruksi yang diberikan.
4) Nyeri sangat berat = Skala 10 : Secara objektif pasien tidak mampu
berkomunikasi dan klien merespon dengan cara memukul.

F. KOMPLIKASI
a. Hipovolemik
b. Hipertermi
c. Masalah Mobilisasi
d. Hipertensi
e. Edema Pulmonal
f. Kejang

G. PENATALAKSANAAN GANGGUAN OPEN FRAKTUR TIBIA FIBULA


DEXTRA
a. Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress. Teknik
relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri
stress fisik dan emosi pada nyeri. Dalam imajinasi terbimbing klien menciptakan
kesan dalam pikiran, berkonsentrasi pada kesan tersebut sehingga secara bertahap
klien dapat mengurangi rasa nyerinya.
b. Teknik imajinasi
Biofeedback merupakan terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu
informasi tentang respon fisiologis misalnya tekanan darah.Hipnosis diri dapat
membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif dan dapat
mengurangi ditraksi. Mengurangi persepsi nyeri adalah suatu cara sederhana untuk
meningkatkan rasa nyaman dengan membuang atau mencegah stimulus nyeri.
c. Teknik Distraksi
Teknik distraksi adalah pengalihan dari focus perhatian terhadap nyeri ke stimulus
yang lain. Ada beberapa jenis distraksi yaitu ditraksi visual (melihat pertandingan,
menonton televise,dll), distraksi pendengaran (mendengarkan music, suara gemericik
air), distraksi pernafasan ( bernafas ritmik), distraksi intelektual (bermain kartu).
d. Terapi dengan pemberian analgesic
Pemberian obat analgesic sangat membantu dalam manajemen nyeri seperti
pemberian obat analgesik non opioid (aspirin, ibuprofen) yang bekerja pada saraf
perifer di daerah luka dan menurunkan tingkatan inflamasi, dan analgesic opioid
(morfin, kodein) yang dapat meningkatkan mood dan perasaan pasien menjadi lebih
nyaman walaupun terdapat nyeri.
e. Immobilisasi
Biasanya korban tidur di splint yang biasanya diterapkan pada saat kontraktur atau
terjadi ketidakseimbangan otot dan mencegah terjadinya penyakit baru seperti
decubitus

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang :


1. Biodata pasien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)
Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara fisik maupun
psikologis, jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan
pengaruhnya terhadap terjadinya masalah/penyakit, dan tingkat pendidikan dapat
berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang masalahnya/penyakitnya.
2. Keluhan utama dan riwayat keluhan utama (PQRST)
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh klien pada
saat perawat mengkaji, dan pengkajian tentang riwayat keluhan utama seharusnya
mengandung unsur PQRST (Paliatif/Provokatif, Quality, Regio, Skala, dan Time)
3. Riwayat perkembangan
- Remaja
Penggunaan obat-obatan dan alkohol yang bisa menyebabkan pembunuhan dan bunuh
diri, kecelakaan kendaraan bermotor
- Orang dewasa
Penggunaan alkohol dan Perokok
- Lansia
Risiko jatuh, Luka bakar, kecelakaan mobil
- Bayi todler, prasekolah
Bahaya keracunan krn meningkatnya aktivitas oral, dan kemampuan mengeksplorasi
lingkungan, Risiko jatuh
- Anak sekolah
Lebih berisiko cedera oleh orang karena anak
Usia sekolah lebih berpartisipasi dalam berbagai aktivitas di luar rumah dan
lingkungan sekitar rumahnya.
4. Riwayat kesehatan
- Keluarga
Dalam hal ini perlu dikaji apakah ada anggota keluarga yang mengalami masalah /
penyakit yang sama.
- Masalalu
Dalam hal ini yang perlu dikaji adalah apakah dahulu pasien pernah mengalami
masalah/penyakit yang sama atau penyakit lain yang dapat memicu timbulnya masalah
lain.
- Saat ini
Dalam hal ini yang dikaji adalah tentang bagaimana kondisi kesehatan pasien pada
waktu ini.
5. Riwayat psikososial
Riwayat sosial yang perlu dikaji kebiasaan-kebiasaan klien dan keluarganya,
misalnya : pekerjaan, rekreasi, keadaan lingkungan, faktor-faktor alergen dll.
Sedangkan psikologinya disini perawat perlu mengetahui tentang :
1. Perilaku / tanggapan klien terhadap masalahnya/penyakitnya meliputi:
- Faktor – faktor yang berhubungan dengan sistem sensori komunikasi klien seperti
adanya perubahan perilaku klien karena perubahan sensori komunikasi : halusinasi,
gangguan proses pikir, kelesuan, ilusi, kebosanan dan tidak bergairah, perasaan
terasing, kurangnya konsentrasi, kurangnya koordinasi dan keseimbangan.
- Faktor risiko yang berhubungan dengan keadaan klien : kesadaran menurun,
kelemahan fisik, immobilisasi, penggunaan alat bantu.
2. Pengaruh sakit terhadap cara hidup
3. Perasaan klien terhadap sakit dan therapi
4. Perilaku / tanggapan keluarga terhadap masalah/penyakit dan therapi
7. Riwayat spiritual
8. Pemeriksaan fisik

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul untuk klien dengan masalah


gangguan Aman Nyaman (Nyeri ) adalah:
1. Nyeri akut b.d agens cidera fisik
2. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri

No Diagnosa Tujuan Intervensi


keperawatan NOC NIC

1. Nyeri akut B.D agens Setelah dilakukan tindakan 1.lakukan pengkajian


cidera fisik keperawatan 3x24 jam nyeri akut nyeri secara
dapat teratasi dengan kriteria hasil: komperhensif
 Mampu mengontrol
2. ukur tanda tanda
nyeri
vital
 Melaporkan bahwa
nyeri berkurang dengan 3. berikan posisi
menerapkan manajemen nyaman, ciptakan
nyeri lingkungan tenang

 Mampu mengenali
4. ajarkan teknik
nyeri (skala, intensitas,
relaksasi nafas dalam
frekuensi dan tanda
nyeri) 5. kolaborasi dengan

 Menyatakan rasa tim medis lainnya

nyaman setelah nyeri untuk pemberian

berkurang analgetik

 Ekspresi waah sudah


tidak meringis

2. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan NIC: Peningkatan


B.D nyeri keperawatan 3x24 jam kebutuhan kualitas tidur
istirahat cukup dengan kriteria
 Kaji pola tidur
hasil:
klien
 Klien dapat tertidur
 Jelaskan
sesuai dengan
pentingnya
kebutuhan usia
tidur yang
(dewasa muda 8-9
adekuat
jam)
kepada klien
 Klien
dan keluarga
mengutarakan
 Identifikasi
merasa segar dan
penyebab
puas
gangguan tidur
 Istirahat dan tidur
 Rubah posisi
klien cukup
tidur sesuai
kondisi
 Ciptakan
lingkungan
tenang, bersih
aman,nyaman
 Hindari suara
keras dan
penggunaan
lampu
 Batasi jumlah
pengunjung
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jkarta: Salemba Medika.

Anonim. (2016). Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Aman Nyaman Praktik


Keterampilan Dasar Dalam Keperawatan.

Kemenkes. (2016). Asuhan Keperawatan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman.

Nurarif A.H dan Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatn Praktis. Jakarta: Mediaction

Anda mungkin juga menyukai