R DENGAN GANGGUAN
AMAN NYAMAN ( Nyeri )
DI RUANG ALAMANDA II RSUD SLEMAN YOGYAKARTA
Disusun oleh:
NAMA : STEVANI BUNGA PRADISHA
NIM : 3120203686
KELAS : IIC
Asuhan keperawatan pada Ny. R dengan gangguan aman nyaman (nyeri) di Ruang
Alamanda 2 RSUD Sleman Yogyakarta. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas
individu praktik klinik keperawatan dasar :
Hari :
Tanggal :
Tempat :
Praktikan
(...................................)
(.............................................) (...........................................)
KATA PENGANTAR
syukur alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Asuhan
Keperawatan Gangguan Aman Nyaman ini berjalan dengan baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna , oleh karena itu kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukkan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhirnya kami mengharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia kesehatan.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gangguan rasa nyaman merupakan keadaan atau perasaan kurang senang, lega, dan
sempurna dalam dimensi fisik, psikospritual, lingkungan dan sosial (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2016). Asuhan keperawatan masalah aktual terhadap nyeri merupakan
gangguan rasa nyaman nyeri dimana The Internasional Association for The Study of Pain
(IASP) mendefinisikan nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat adanya kerusakan atau ancaman kerusakan jaringan. Berdasarkan
definisi tersebut nyeri merupakan suatu gabungan dari komponen objektif (aspek fisiologi
sensorik nyeri) dan komponen subjektif (aspek emosional dan psikologis) (Wiarto, 2017).
Nyeri merupakan pengalaman yang tidak dapat dihindari seiring proses penuaan,
lansia lebih berisiko mengalami bermacam gangguan yang berhubungan dengan nyeri,
lansia berisiko tinggi mengalami nyeri akut dan nyeri kronik yang dapat berdampak
serius dalam aktivitas mereka sehari-hari dan kualitas hidup mereka (Maas, 2011).
Survey kesehatan Nasional mencatat bahwa kasus fraktur pada tahun 2008
menunjukan bahwa prevalensi fraktur secara nasional sekitar 27,7%. Prevalensi ini
khususnya pada laki-laki mengalami kenaikan dibanding tahun 2009 dari 51,2%
menjadi 54,5%. Sedangkan pada perempuan sedikit menurun yaitu sebanyak 2% di
tahun 2009, pada tahun 2010 menjadi 1,2% (Depkes RI, 2010)
Salah satu ketakutan terbesar pasien fraktur adalah nyeri, untuk itu perawat perlu
memberikan informasi kepada pasien dan keluarga pasien tentang terapi non
farmakologi yang bisa membantu pasien dalam menghilangkan atau mengurangi nyeri
antaranya terapi musik. Musik bisa menyentuh individu baik secara fisik, psikososial,
dan spiritual (Campbell,2006).
Penggolongan lansia menurut data World Health Organitation (WHO) meliputi
middle age (45-59 tahun), elderly (60-74 tahun), old (75-89 tahun), dan very old (diatas
90 tahun). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2004,
lanjut usia merupakan seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas.
Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa
penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi jumlah penduduk lansia tahun 2020
(27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan tahun 2035 (48,19 juta)
(Kemenkes RI, 2017).
Populasi lansia yang terus meningkat dan adanya pengaruh dari penuaan dapat
memberikan dampak terhadap status kesehatan dan kesejahteraan lansia. Penuaan atau
proses menua merupakan suatu proses menurunnya kemampuan jaringan pada seluruh
sistem organ untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
secara alamiah (Aspiani, 2014). Gangguan yang biasa terjadi pada lansia dan
menyebabkan nyeri dan proses inflamasi merupakan gout dan arthritis temporal (Maas,
2011).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada kasus Gangguan Aman
Nyaman di ruang Alamanda II dengan melakukan proses pendekatan keperawatan.
2. Tujuan Khusus
Memberikan pengalaman yang nyata tentang pelaksanaan asuhan keperawatan
pada pasien Ny.R dengan Gangguan Aman Nyaman di ruang Alamanda II Sentral
Rumah Sakit Umum Daerah Sleman Yogyakarta meliputi :
a. Dapat mengetahui gambaran pengkajian keperawatan pada pasien dengan
Gangguan Aman Nyaman
b. Mengetahui gambaran rumusan diagnosa keperawatan pada pasien Gangguan
Aman Nyaman
c. Mengetahui gambaran intervensi keperawatan pada pasien dengan Gangguan
Aman Nyaman.
d. Mengetahui gambaran implementasi keperawatan pada pasien dengan Gangguan
Aman Nyaman.
e. Mengetahui gambaran evaluasi keperawatan pada pasien dengan Gangguan Aman
Nyaman.
BAB II
KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Aman adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis. Pemenuhan kebutuhan
keamanan dilakukan untuk menjaga tubuh bebas dari kecelakaan baik pasien, perawat
atau petugas lainnya yang bekerja untuk pemenuhan kebutuhan tersebut (Asmadi, 2008).
Gangguan rasa nyaman adalah perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam
dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan emosional (SDKI PPNI, 2016).
B. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang mempengaruhi keamanan dan kenyamanan
a. Emosi
Kecemasan, depresi dan marah akan mudah terjadi dan mempengaruhi keamanan dan
kenyamanan
b. Status mobilisasi
Keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot dan kesadaran menurun
memudahkan terjadinya resiko injury
d. Keadaan imunitas
Gangguan ini akan menimbulkan daya tahan tubuh kurang sehingga mudah terserang
penyakit
e. Tingkat kesadarn
Pada pasien koma, respon akan menurun terhadap rangsangan
C. MANIFESTASI KLINIK
a. Vakolasi
1. Mengaduh
2. Menangis
3. Sesak nafas
4. Mendengkur
b. Ekspresi Wajah
1. Meringis
2. Mengeletuk gigi
3. Mengernyit dahi
4. Menutup mata, mulut dengan rapat
5. Menggigit bibir
c. Gerakan Tubuh
1. Gelisah
2. Imobilisasi
3. Ketegangan otot
4. Peningkatan gerakan jari dan tangan
5. Gerakan ritmik atau gerakan menggosok
6. Gerakan melindungi bagian tubuh
d. Interaksi Sosial
1. Menghindari percakapan
2. Focus hanya pada aktivitas untuk menghilangkan nyeri
3. Menghindar kontak social
4. Penurunan rentang perhatian
D. PATOFISIOLOGI
1. Patofisiologi atau fungsi normal sistem rasa aman dan nyaman
Pada saat impuls ketidaknyamanan naik ke medula spinalis menuju kebatang otak
dan thalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon
stress. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan respon
fisiologis
2. Patofisologi Fraktur
Menurut (Elizabeth, 2009), Ketika tulang patah, sel tulang mati. Perdarahan
biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak di sekitar tulang
tersebut. jaringan lunak biasanya mengalami kerusakan akibat cedera. Reaksi
inflamasi yang intens terjadi setelah patah tulang. Sel darah putih dan sel mast
terakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ke area tersebut.
fagositosis dan pembersihan sel dan jaringan mati dimulai.
Bekuan fibrin (hematoma fraktur) terbentuk di tempat patah dan berfungsi
sebagai jala untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas akan segera
terstimulasi dan terbentuk tulang baru imatur, disebut kalus. Bekuan fibrin segera
direabsorpsi dan sel tulang baru secara perlahan mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan kalus dan secara perlahan
mengalami kalsifikasi. Penyembuhan memerlukan waktu beberapa minggu sampai
beberapa bulan (fraktur pada anak sembuh lebih cepat). Penyembuhan dapat
terganggu atau terhambat apabila hematoma fraktur atau kalus rusak sebelum tulang
sejati terbentuk, atau apabila sel tulang baru rusak selama kalsifikasi danpengerasan.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik sangat penting dilakukan agar dapat mengetahui apakah ada
perubahan bentuk atau fungsi dari bagian tubuh pasien yang dapat menyebabkan
timbulnya rasa aman dan nyaman seperti :
a. Melakukan pemeriksaan laboratorium dan radiologi
b. Menggunakan skala nyeri
1) Ringan = Skala nyeri 1-3 : Secara objektif pasien masih dapat
berkomunikasi dengan baik
2) Sedang = Skala nyeri 4-6 : Secara objektif pasien dapat
menunjukkan lokasi nyeri, masih merespon dan dapat mengikuti instruksi yang
diberikan
3) Berat = Skala nyeri 7-9 : Secara objektif pasien masih bisa
merespon, namun terkadang klien tidak mengikuti instruksi yang diberikan.
4) Nyeri sangat berat = Skala 10 : Secara objektif pasien tidak mampu
berkomunikasi dan klien merespon dengan cara memukul.
F. KOMPLIKASI
a. Hipovolemik
b. Hipertermi
c. Masalah Mobilisasi
d. Hipertensi
e. Edema Pulmonal
f. Kejang
Mampu mengenali
4. ajarkan teknik
nyeri (skala, intensitas,
relaksasi nafas dalam
frekuensi dan tanda
nyeri) 5. kolaborasi dengan
berkurang analgetik
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jkarta: Salemba Medika.
Nurarif A.H dan Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatn Praktis. Jakarta: Mediaction