Anda di halaman 1dari 15

HUBUNGAN INDUSTRIAL

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Sumber Daya Manusia

Dosen Pengampu:
1. Drs. Pudjo Suharso, M.Si
2. Lisana Oktavisanti Mardiyana, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh:
1. M. Rifqi Yusuf / NIM 180210301076
2. Churrotul Ainia / NIM 180210301063
3. Bella Eka Tyana / NIM 180210301071
4. Dewi Fatimah / NIM 180210301081
5. Sulviatul Husna / NIM 180210301087

Kelas B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga pembuatan makalah mata kuliah
Ekonomi Sumber Daya Manusia (ESDM) dapat terselesaikan. Shalawat serta
salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Terima kasih kami ucapkan kepada pihak-pihak yang membantu akan
terselesainya makalah ini. Makalah ini disusun dengan tujuan untuk menambah
wawasan bagi para pembaca terkait hubungan industrial.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat berguna bagi makalah
ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih.

Jember, 04 Maret 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 1

1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................. 2

1.4 Manfaat Penulisan................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3

2.1 Pengertian Hubungan Industrial........................................................... 3

2.2 Tujuan Hubungan Industrial................................................................. 4

2.3 Prinsip-Prinsip Hubungan Industrial.................................................... 5

2.4 Jenis-Jenis Perselisihan dalam Hubungan Industrial............................ 6

2.5 Cara Menyelesaikan Perselisihan

dalam Hubungan Industrial................................................................... 7

Studi Kasus................................................................................................. 10

BAB III PENUTUP.......................................................................................... 11

3.1 Kesimpulan........................................................................................... 11

3.2 Saran..................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu perusahaan tidak pernah lepas dari pengusaha/produsen/atasan
dengan para pekerjanya. Dalam ilmu Ekonomi Sumber Daya Manusia,
diperlukan suatu hubungan yang mengikat keduanya. Adapun hubungan
tersebut dikenal sebagai hubungan industrial. Penggunaan istilah hubungan
industrial sebenarnya merupakan kelanjutan dari istilah hubungan industrial
Pancasila.
Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila
(HIP) Departemen Tenaga Kerja (Anonim, 1987:9) pengertian HIP ialah
suatu sistem yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang
atau jasa (pekerja, pengusaha, dan pemerintah) yang didasarkan atas nilai-
nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang tumbuh dan
berkembang di atas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia.1
Namun, saat ini istilah hubungan industrial pancasila mengalami perubahan
nama menjadi hubungan industrial. Oleh sebab itu, sangat penting bagi
setiap individu khususnya pengusaha dan pekerja mengetahui hubungan
industrial.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, meliputi:
1. Apa definisi hubungan industrial?
2. Apa tujuan hubungan industrial?
3. Apa saja prinsip-prinsip hubungan industrial?
4. Apa saja jenis-jenis perselisihan dalam hubungan industrial?
5. Bagaimana cara menyelesaikan perselisihan dalam hubungan
industrial?

1
Eko Wahyudi, dkk., Hukum Ketenagakerjaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), Cet. 1, hlm. 20.

1
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan makalah ini untuk menjelaskan, yakni:
1. Arti hubungan industrial.
2. Tujuan hubungan industrial.
3. Prinsip-prinsip hubungan industrial.
4. Jenis-jenis perselisihan dalam hubungan industrial.
5. Cara menyelesaikan perselisihan dalam hubungan industrial.

1.4 Manfaat Penulisan


Berdasarkan uraian tersebut, diharapkan pembaca dapat memiliki
pengetahuan mengenai hubungan industrial. Selain itu, mereka dapat
memiliki pandangan bagaimana cara untuk mengatasi masalah dalam
hubungan industrial.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Pengertian Hubungan Industrial
Pengertian menurut para ahli:
Menurut Dr. Payaman J. Simanjuntak, hubungan industrial adalah hubungan
antara semua pihak yang terkait atau berkepentingan atas proses produksi
barang dan/atau jasa di suatu perusahaan.
Menurut Drs. Yunus Shamad, M.M., hubungan industrial dapat diartikan
sebagai suatu corak atau sistem pergaulan atau sikap dan perilaku yang
terbentuk diantara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa,
yaitu pekerja/buruh, pengusaha, pemerintah dan masyarakat.
Menurut Muzni Tambuzai, hubungan industrial pada intinya merupakan pola
hubungan interaktif yang terbentuk diantara para pelaku dalam proses
produksi barang dan/atau jasa (pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah)
dalam suatu hubungan kerja.
Penggunaan istilah hubungan indusrial sebenarnya merupakan
kelanjutan dari istilah Hubungan Industrial Pancasila (HIP).2 Berdasarkan
literatur istilah hubungan industrial pancasila merupakan terjemahan dari
labour relation atau hubungan perburuhan. Istilah ini pada awalnya
menganggap bahwa hubungan perburuhan hanya membahas masalah-masalah
hubungan antara pekerja atau buruh dan pengusaha.
Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila
(HIP) Departemen Tenaga Kerja (Anonim, 1987:9) pengertian HIP adalah
suatu sistem yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang dan
jasa (pekerja, pengusaha, dan pemerintah) yang didasarkan atas nilai-nilai
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang tumbuh dan berkembang di
atas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia. Untuk itu,
sebagai wujud pelaksanaan hubungan kerja antara pekerja atau buruh,
pengusaha dan pemerintah harus sesuai dengan jiwa yang terkandung dalam
sial-sila Pancasila. Artinya, segala bentuk perilaku semua objek yang terkait
dalam proses produksi harus mendasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila
secara utuh.
Pasal 1 ayat 16 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menyebutkan pengertian istilah Hubungan Industrial yaitu suatu sistem
hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang
dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja atau buruh, dan
pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2
Ibid, 21

3
Jadi, pelaksanaan hubungan kerja ini harus senantiasa dijiwai oleh sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan atau Perwakilan dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia.
Dapat disimpulkan bahwa hubungan industrial merupakan suatu
hubungan yang terbentuk antara pengusaha dengan pekerja atau buruh, serta
pemerintah setempa. Hubungan industrial juga dapat terjadi perselisihan antar
masing-masing pelaku, dimana perselisihan tersebut harus diselesaikan
dengan baik menggunakan cara yang sudah ditetapkan.

2. 2 Tujuan Hubungan Industrial


Hubungan industrial sangat penting bagi perusahaan karena setiap
perusahaan pasti mempunyai hubungan relasi, baik dengan perusahaan lain
ataupun tenaga kerja. Berdasarkan hasil Seminar HP tahun 1974 (Shamad,
1995:12) tujuan hubungan industrial adalah mengemban cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 di dalam pembangunan
nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan
Pancasila serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial melalui penciptaan
ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha. Selain
itu untuk meningkatkan produksi dan meningkatkan kesejahteraan pekerja
serta derajatnya sesuai derajat manusia.3
Selain itu, dilansir dari wordpress.com bahwa ada lima tujuan dari
hubungan industrial, antara lain:
a. Mensukseskan pembangunan dalam rangka mengemban cita-cita
bangsa Indonesia yaitu masyarakat adil dan makmur.
b. Ikut berperan dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
c. Menciptakan ketenangan, ketentraman, ketertiban kerja serta
ketenangan usaha.
d. Meningkatkan produksi dan produktivitas kerja.
e. Meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya sesuai dengan
martabat manusia.

2. 3 Prinsip-Prinsip Hubungan Industrial


3
Ibid, 22-23

4
Menurut Payaman Simanjuntak, terdapat enam prinsip hubungan industrial:

1. Pengusaha dan pekerja sama-sama memiliki kepentingan atas keberhasilan


dan keberlangsungan perusahaan.
Dalam suatu hubungan industrial, kedua belah pihak memiliki hak
dan kewajiban yang sama. Oleh sebab itu, pengusaha dan pekerja harus
mampu untuk melakukan tanggung jawabnya secara maksimal dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya sehari-hari. Pengusaha harus
membuang jauh sikap yang memperlakukan pekerja seperti budak dan
hanya sebagai faktor produksi. Demikian pula dengan pekerja, harus
berfikir bahwa suatu perusahaan tidak hanya dimiliki oleh pengusaha saja
akan tetapi dimiliki oleh semua pihak operasional perusahaan.

2. Perusahaan merupakan sumber penghasilan bagi banyak orang.


Dalam hal ini, semakin banyak perusahaan yang membuka usaha
baru, maka semakin banyak pula kesempatan lapangan kerja. Semakin
banyak perusahaan yang berhasil meningkatkan produktivitasnya, maka
penghasilan pekerja semakin meningkat.

3. Pengusaha dan pekerja mempunyai hubungan fungsional.


Pengusaha memiliki tugas dan fungs sebagai penggerak, membina
dan mengawasi. Sedangkan pekerja memiliki fungsi pekerjaan
operasional. Pengusaha tidak melakukan eksploitasi atas pekerja,
begitupun sebaliknya. Oleh sebab itu, dalam hal ini pekerja tidak
mengabdi kepada pengusaha melainkan pada pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab.

4. Pengusaha dan pekerja merupakan anggota keluarga perusahaan.


Sebagaimana pola hubungan sebuah keluarga, maka hubungan antara
pengusaha dan pekerja harus dilandasi dengan sikap saling mengasihi,
membantu, dan saling mengerti. Apabila muncul permasalahan atau
perselisihan antara pengusaha dengan pekerja atau serikat pekerja,
hendaknya diselesaikan secara kekeluargaan dan semaksimal mungkin
harus dihindari penyelesaian secara bermusuhan.

5. Tujuan hubungan industrial adalah menciptakan ketenangan dan


ketentraman dalam bekerja.
Perusahaan dan pekerja harus mampu menjadi mitra sosial yang
harmonis. Selain itu, masing-masing harus mampu menjaga diri untuk
tidak menjadi sumber masalah dan perselisihan. Namun, apabila terjadi

5
perbedaan pendapat, persepsi dan kepentingan haruslah diselesaikan
secara bermusyawarah guna mencapai mufakat. Hal tersebut dikarenakan
setiap gangguan pada proses produksi akhirnya akan merugikan bukan
hanya bagi pengusaha, namun juga bagi para pekerja.

6. Peningkatan produktivitas perusahaan harus mampu meingkatkan


kesejahteraan bersama.
Dalam hal ini, yang dimaksud yakni kesejahteraan pengusaha dan
kesejahteraan pekerja. Sering dijumpai pekerja yang mogok kerja dengan
beralasan gaji yang sedikit. Seharusnya, jika para pekerja menginginkan
upah yang maksimal hendaknya lebih bekerja keras lagi agar mendapatkan
gaji yang diinginkan. Begitupun sebaliknya, si pengusaha hendaknya lebih
spesifik dalam menentukan gaji para pekerjanya.

2. 4 Jenis-Jenis Perselisihan dalam Hubungan Industrial


Istilah perselisihan hubungan industrial dahulu disebut sebagai
perselisihan perburuhan yang terkadang tidak dapat dihindari. UU No. 2
Tahun 2004 merumuskan perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan
pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan
pengusaha dengan pekerja, buruh atau serikat buruh karena adanya
perselisihan mengenai hak, kepentingan, hubungan kerja dan perselisihan
antar serikat buruh dalam perusahaan. Oleh sebab itu, semua pihak yang
terlibat dalam perselisihan harus bersifat dan bersikap lapang dada serta
berjiwa besar untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi.
Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 pasal 136 ayat (1), perselisihan
hubungan industrial dibedakan menjadi 4 macam, yakni sebagai berikut:

1. Perselisihan hak (rechtsgeschillen), ialah perselisihan yang timbul


karena tidak dipenuhinya hak yakni salah satu pihak tidak memenuhi isi
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama atau
ketentuan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Contoh:
Pengusaha tidak membayar gaji sesuai dengan perjanjian, tidak
membayar tunjangan hari raya, tidak memberikan jaminan sosial,
dan sebagainya.

2. Perselisihan kepentingan (belangengeschillen), yaitu perselisihan yang


terjadi karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan

6
dan/atau perubahan syarat-syarat kerja dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Contoh:
Pekerja meminta fasilitas istirahat yang memadai yang tidak dapat
dipenuhi oleh pengusaha.
3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), yaitu perselisihan
yang timbul apabila tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai
pemutusan hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak.
Contoh:
Pekerja tidak menerima diputuskan hubungan kerjanya oleh
pengusaha dikarenakan adanya efesiensi perusahaan.

4. Perselisihan antara serikat pekerja atau serikat buruh dalam satu


perusahaan karena tidak adanya kesesuaian paham mengenai
keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatan.

2. 5 Cara Menyelesaikan Perselisihan dalam Hubngan Industrial


Di dalam Undang Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI) yang menyebutkan bahwa
terdapat 2 cara yang dapat menyelesaikan suatu perselisihan dalam hubungan
industrial yaitu melalui sebuah perundingan, Perundingan apa saja yang
dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Perundingan Bipartit
Menurut Pasal 3 ayat 1 angka 10 Undang Undang No 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Perundingan
Bipartit adalah perundingan dua belah pihak antara pengusaha atau
gabungan pengusaha dan buruh atau serikat buruh untuk menyelesaikan
sebuah perselisihan dalam hubungan industrial yang telah terjadi.
Kedudukan hukum perundingan merupakan penyelesaian yang bersifat
wajib, yang memiliki beberapa ketentuan diantaranya:
1) Perselisihan hubungan industrial wajib diselasaikan secara
musyawarah untuk mufakat.
2) Diselesaikan paling lama 30 hari kerja sejak tanggal dimulainya
perundingan.
3) Dibuat perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak ,
sifatnya mengikat dan menjadi hukum serta wajib dilaksanakan
oleh para pihak mengadakan perjanjian bersama.

7
4) Wajib didaftarkan oleh para pihak kepada pengadilan hubungan
industrial pada pengadilan negeri di wilayah para pihak
mengadakan perjanjian bersama.
5) Diberikan akta pendaftaran perjanjian bersama dan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan demi perjanjian bersama.
6) Salah satu pihak atau pihak yang dirugikan dapat mengajukan
permohonan eksekusi kepada pengadilan hubungan industrial pada
pengadilan negeri di wilayah perjanjian bersma didaftarkan.
7) Permohonan eksekusi dapat dilakukan melalui PHI di panggilan
Negeri di Wilayah domisili pemohon untuk diteruskan ke PHI di
Pengandilan Negeri yang berkompeten melakukan eksekusi.
8) Perundingan dianggap gagal apabila salah satu pihak menolak
perundingan atau tidak tercapai kesepakatan.
9) Salah satu pihak atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihan
kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti upaya
penyelesaian melalui perundingan Bipartit telah dilakukan.
Berkas berkas yang harus disiapkan dalam proses bipartit :
Kronologis kejadian(dilampiri bukti bukti), Surat kuasa/mandat
(kedua belah pihak),nota pembelaan ,surat permohonan
bipartit,bicara acara bipartit ,risalah bipartit(kalah
gagal),perjanjian bersama(kalua sepakat) dan daftar hadir
perundingan.
Namun tidak semua perselisihan hubangan industrial dapat
diselesaikan melalui perundingan bipartit, apabila beberapa
ketentuan perundingan Bipatrit tersebut tidak dapat tercapai maka
perundingan Bipatrit dianggap gagal,maka tahap kedua yang perlu
dilakukan adalah dengan melakukan perundingan Tripartit.

2. Perundingan Tripartit
Perundingan Tripartit adalah perundingan antara para pihak yang
bersengkata dalam perselisihan hubungan industrial dengan difasilitasi
oleh pihak ketiga yang netral. Dalam perundingan Tripartit terdapat 3
cara sebagai berikut:

1) Mediasi Hubungan Indutrial


Menurut pasal 3 ayat 1 angka 11 Undang Undang No. 2
Tahun 2004 merupakan penyelesaian, perselisihan hak,
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja
dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam

8
satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang
atau lebih mediator yang netral.
Namun bilamana tidak ditemukan kata sepakat, maka
mediator akan mengeluarkan anjuran secara tertulis. Jika anjuran
diterima, kemudian para pihak mendaftarkan anjuran tersebut ke
PHI. Di sisi lain apabila pihak atau salah satu pihak menolak
anjuran maka pihak yang menolak dapat mengajukan tuntutan
kepada pihak yang lain melalui PHI.
2) Konsiliasi Hubungan Industrial
Menurut pasal 3 ayat 1 angka 13 Undang Undang No. 2
Tahun 2004 merupakan penyelesaian perselisihan
kepentingan,perselisihan pemutusan hubungan kerja atau
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau
lebih konsiliator.
Seorang konsiliator berusaha mendamaikan para pihak,agar
tercipta kesepakatan antar keduanya. Bila tidak dicapai
kesepakatan ,Konsiliator juga mengeluarkan produk berupa
anjuran.
3) Arbitrase Hubungan Industrial
Menurut pasal 3 ayat 1 angka 15 Undang Undang No 2
Tahun 2004 merupakan penyelesaian suatu perselisihan
kepentingan,dan perselisihan antar serikat pekerja /serikat buruh
hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan
Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang
berselisih untuk meyerahkan penyelesaian perselisihan kepada
arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.
Keputusan arbitrase merupakan keputusan final dan
mengikat para pihak yang berselisih dari daftar yang ditetapkan
oleh Menteri Tenaga Kerja.

Disamping melalui perundingan Bipartit dan Tripartit,


penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial juga melalui Pengadilan
Hubungan Industrial (PHI). Menurut pasal 56 UU No. 2 Tahun 2004,
Pengadilan Hubungan Industrial mempunyai kompetensi absolut untuk
memeriksa dan memutuskan ditingkat pertama mengenai perselisihan hak,
ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan,ditingkat
pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja,ditingkat
pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja /serikat
buruh dalam satu perusahaan.

9
Studi Kasus Hubungan Industrial

Kasus Perselisihan Karyawan dengan Perusahaan di Bekasi Meningkat


(wartakota.tribunnews.com)

Kasus perselisihan antara karyawan dengan perusahaan di Kota Bekasi


mengalami peningkatan. Pada tahun 2016 lalu,ada 107 kasus penyelesaian
hubungan industrial (PHI) yang ditandatangani pemerintah daerah. Jumlah ini
naik pada 2017 dengan menembus 161 kasus.
Kepala seksi Perselisihan Dinas Tenaga Kerja Bekasi Eman Sulaeman
mengatakan, ada 3 pemicu terjadimya perselisihan antara karyawan dan
perusahaan. Pertama, nilai upah minimum Kota (UMK) di wilayah setempat yang
terjadi setiap tahun. Apalagi UMK Kota Bekasi 2018 telah menembus Rp.3,9 juta
atau tertinggi kedua di Jawa Barat setelah Kabupaten Karawang. Mereka
menginginkan upah setinggi tingginya ,sementara pengusaha ingin upah
sewajarnya supaya perusahaan dapat berjalan stabil. Pemicu Kedua adalah
Indisipliner Karyawan. Perusahaan yang merasa dirugikan karena karyawannya
tidak disiplin atau mangkir dari tugas kemudian melapor ke Pemerintah.
Selanjutnya pemicu Ketiga,karena banyaknya tuntutan karyawan yang tergabung
dalam serikat pekerja. Akibat banyak tuntutan, pekerja maupun perusahaan
meminta bantuan ke pemerintah supaya di selesaikan.
Dalam Kasus tersebut posisi pemerintah di tengah- tengah. Pemerintah
menginginkan perusahaan tetap stabil dengan membayar pekerja sesuai
haknya,sehingga karyawan hidup sejahtera. Namun pada kasus hubungan
industrial tersebut tidak melakukan perundingan bipartit terlebih dulu melainkan
langsung menunggakan pihak ketiga sebagai mediator, yaitu pemerintah
menangani kasus tersebut melalui mediasi sehingga hasilnya berupa anjuran.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk
antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri
dari unsur pengusaha, pekerja atau buruh, dan pemerintah yang didasarkan
pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Tujuan hubungan industrial yaitu mengemban cita-cita
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 di dalam
pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang
berdasarkan Pancasila serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial melalui
penciptaan ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta ketenangan
usaha.
Ada 6 prinsip hubungan industrial, salah satunya yakni pengusaha dan
pekerja sama-sama memiliki kepentingan atas keberhasilan dan
keberlangsungan perusahaan. Adapun jenis-jenis hubungan industrial yaitu
meliputi perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan Pemutusan
Hubuungan Kerja (PHK) dan perselisihan antara serikat pekerja atau serikat
buruh dalam satu perusahaan. Penyelesaian perselisihan tersebut dapat
dilakukan dengan dua cara yakni penyelesaian bipartit dan tipartit.
Penyelesaian tripartit yaitu meliputi mediasi hubungan industrial, konsiliasi
hubungan industrial dan arbitrase hubungan industrial.

3.2 Saran
Faktanya, masih banyak perselisihan hubungan industrial yang terjadi
antara pengusaha dan pekerja. Oleh sebab itu, para pengusaha harus memiliki
kesadaran dan jiwa mengayomi atau memimpin yang baik terhadap para
pekerjanya. Sementara itu, para pekerja juga harus bekerja secara maksimal
guna mencapai tujuan perusahaan dengan baik.

11
DAFTAR PUSTAKA

Simanjuntak, Payaman. 2003. Manajemen Hubungan Industrial. Jakarta: Pustaka


Sinar Harapan.
Suswadi, Eko dan Istiyani, Nanik. 2006. Ekonomi Sumber Daya Manusia 1.
Jember: Fakultas Ekonomi Universitas Jember.
Wahyudi, Eko, dkk. 2016. Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta: Sinar Grafika.
http://slamethasanconsulting.blogspot.com/2009/07/enam-prinsip-hubungan-
industrial.html diunduh tanggal 4 Maret 2019, pukul 10.20 WIB
http://wartakota.tribunnews.com/2018/01/24/kasus-perselisihan-karyawan-
dengan-perusahaan-di-bekasi-meningkat diunduh tanggal 6 Maret 2019,
pukul 19.47 WIB
http://hukum.unsrat.ac.id./uu/uu_2_04 htm diunduh tanggal 6 Maret 2019,
pukul 19.54 WIB
http://academia.edu/20158024/Makalah_hubungan_industrial diunduh tanggal 6
Maret 2019, pukul 20.14 WIB

12

Anda mungkin juga menyukai