Anda di halaman 1dari 9

SEJAR AH INDO NESIA

RANG K UM AN
SISTEM DAN STRUK TU R EK O NO MI
INDO NESIA PADA M ASA O RDE BARU

O LEH
K ELO M PO K 2

NAM A:
FITRIANI
ELIN
ENDO T L.B
H ESTI K RISDAY ANTI
ERTI

K ELAS:
XII MIPA 1

SEK O LAH M ENENG AH ATAS


NEG ERI BENG K AY ANG
TAH UN AJARA N 2021/ 2022
SISTEM DAN STRUKTUR EKONOMI INDONESIA
PADA MASA ORDE BARU

Pengertian Orde Baru adalah rezim yang pernah berkuasa di


Indonesia dengan waktu lama, yaitu 32 tahun. Orde baru dimulai pada
tahun 1966 hingga 1998 dan dipimpin oleh Jenderal Soeharto. Istilah
“Orde Baru” diciptakan untuk membedakan periode ini dengan
periode Indonesia sebelumnya yang dipimpin oleh Presiden Soekarno.
Latar Belakang Orde Baru
 G30S/PKI
Setelah Gerakan 30 September 1965 (G30S) ditumpas,
berdasarkan berbagai bukti yang serta berhasil dikumpulkan,
Partai Komunis Indonesia (PKI) dituding sebagai dalangnya. Hal
ini memicu kemarahan rakyat. Bentrokan fisik antara masyarakat
yang setia pada Pancasila dan UUD 1945 dengan massa PKI
terjadi di Jakarta serta berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Sementara itu, untuk mengisi kekosongan pimpinan
Angkatan Darat, pada tanggal 14 Oktober 1965, Panglima
Kostrad/Pangkopkamtib Mayjen Soeharto diangkat sebagai
Panglima Angkatan Darat. Bersamaan dengan itu dimulai
tindakan-tindakan pembersihan terhadap unsur-unsur PKI dan
ormasnya.
Aksi masih terjadi di kalangan masyarakat luas. Berbagai
partai politik, organisasi massa, pemuda, kaum wanita, dan masih
banyak lagi secara serentak membentuk Front Pancasila untuk
menghancurkan pendukung G30S/PKI. Mereka meminta
penyelesaian politis terhadap pihak yang terlibat dalam
G30S/PKI.

Kesatuan aksi saat itu meliputi KAMI (Kesatuan Aksi


Mahasiswa Indonesia), KAPI (Kesatuan Aksi Pemuda Indonesia),
KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia), KASI
(Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia), dan lain-lain. Kesatuan aksi
yang tergabung dalam Front Pancasila kemudian dikenal dengan
sebutan Angkatan 66.
 Kondisi Perekonomian
Di sisi lain, kondisi perekonomian semakin bertambah buruk.
Barang keperluan sehari-hari semakin sulit didapat dan harganya
pun mahal sehingga terjadi inflasi. Pemerintah sempat membuat
keputusan pemotongan nilai mata uang rupiah dari Rp1.000
menjadi Rp1. Akan tetapi, harga barang bukan semakin menurun
malah kian tinggi. Pelajar yang tergabung dalam Front Pancasila
bahkan menyatakan kebijakan ekonomi pemerintah saat itu tidak
dapat dibenarkan.
 Tuntutan Tritura
Pada tanggal 12 Januari 1966 berbagai kesatuan aksi yang
tergabung dalam Front Pancasila mendatangi gedung DPR-GR
untuk mengajukan Tri Tuntutan Rakyat atau Tri Tuntutan Nurani
Rakyat. Isi tuntutan Tritura tersebut, yaitu:
1. Pembubaran PKI dan ormasnya.
2. Pembersihan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI.
3. Penurunan harga-harga barang.
Akhirnya, pada tanggal 21 Februari 1966, Presiden Soekarno
mengumumkan perubahan kabinet. Namun, perubahan tersebut
tidak memuaskan hati rakyat Indonesia karena masih banyak
tokoh diduga terlibat dalam G30S/PKI ada di dalam kabinet baru,
yang dikenal sebagai Kabinet Seratus Menteri.
Pada saat pelantikan anggota kabinet baru tanggal 24
Februari 1966, para mahasiswa, pelajar, dan pemuda memenuhi
jalan menuju Istana Merdeka. Aksi itu kemudian dihadang oleh
Pasukan Cakrabirawa, hingga akhirnya terjadi bentrokan antara
Pasukan Cakrabirawa dan demonstran. Peristiwa ini
mengakibatkan seorang mahasiswa Universitas Indonesia (UI),
Arif Rahman Hakim gugur. Gugurnya Arif Rahman Hakim ini
semakin memberikan semangat juang demonstran untuk menuntut
perubahan dan perbaikan taraf hidup bagi bangsa Indonesia.
 Supersemar
Melihat situasi semakin tak terkendali, Presiden Soekarno
akhirnya menyusun Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar)
untuk Jenderal Soeharto. Isi Supersemar adalah untuk
mengendalikan kondisi negara dan mengamankan wibawa
pemerintah. Soeharto akhirnya mengatasi keadaan serba tidak
menentu dan sulit terkendali, sehingga orde baru pun dimulai.
Surat perintah ini digunakan oleh Soeharto untuk memenuhi
tuntutan Tritura, seperti membubarkan PKI, menangkap menteri
yang diduga terlibat G30S, membentuk kabinet baru, dan
menjalankan pemerintahan.
Perkembangan Ekonomi Masa Orde Baru
Pada awal kelahirannya, Orde Baru memang memfokuskan
programnya terhadap pembangunan ekonomi. Hal ini didasarkan
kepada kondisi ekonomi Indonesia diawal Orde Baru yang cukup
memprihatinkan, sehingga fokus ekonomi harus berdasarkan pada
amanat panca sila untuk menciptakan kemanusiaan yang adil dan
beradab. Dalam programnya pemerintahan Orde Baru menetapkan dua
kebijakan ekonomi, yakni jangka panjang dan jangka pendek.
 Program Jangka Pendek
Presiden Soeharto pada awal pemerintahannya dihadapkan
pada masalah yang cukup sulit dibidang ekonomi. Berbagai
permasalahan terjadi seperti inflasi yang mencapai 650%
berakibat melonjaknya harga-harga kebutuhan. Selain itu alat-alat
produksi mengalami kerusakan terutama di sektor pertanian.
Permasalah tersebut berakibat pada kurangnya tingkat
kesejahteraan masyarakat Indonesia. Rehabilitas dan stabilitas
ekonomi menjadi kebijakan awal pemerintahan Orde Baru dalam
memulihkan kondisi tersebut. Rehabilitas maksudnya perbaikan
fisik terhadap prasarana-prasarana dan alat produksi. Dan
stabilitas dimaksudkan pengendalian inflasi supaya harga tidak
melonjak terus menerus. Program stabilitas dan rehabilitas
ekonomi yang dilakukan pemerintahan Orde Baru menumbuhkan
hasil yang cukup baik. Tingkat inflasi semula mencapai 650%
berhasil ditekan menjadi 120 pada tahun 1969. Kerusakan sarana
prasaran mulai diperbaiki dan diremajakan. Pemerintah Orde
Baru siap melaksanakan program jangka panjang khususnya
dibidang pertanian.
Untuk lebih jelas bagaimana kebijakan jangka pendek
pemerintahan Orde Baru, perhatikan tabel dibawah ini!

 Program Jangka Panjang


Pada 1 April 1969, pemerintah menciptakan landasan untuk
pembangunan yang disebut sebagai Rencana Pembangunan Lima
Tahun (Repelita). Repelita I (1969) tersebut fokus pada
rehabilitasi prasarana penting dan pengembangan iklim usaha dan
investasi. Repelita II (1974-1979) dan Repelita III (1979-1984)
fokus pada pencapaian pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional,
dan pemerataan pembangunan dengan penekanan pada sektor
pertanian dan industri yang mengolah bahan mentah menjadi
bahan baku. Fokus Repelita IV (1984-1989) dan Repelita V
(1989-1994), selain berusaha mempertahankan kemajuan di
sektor pertanian, juga mulai bergerak menitikberatkan pada sektor
industri khususnya industri yang menghasilkan barang ekspor,
industri yang menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil
pertanian, dan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin
industri.

Keajaiban Orde Baru Suharto di Indonesia


Pada pertengahan tahun 1960an, kondisi ekonomi Indonesia telah
mencapai keadaan yang sangat buruk. Perekonomian Indonesia
menderita karena kekacauan politik yang dipicu oleh Presiden
Soekarno, presiden pertama Indonesia. Masalah-masalah ekonomi
tidak menjadi perhatian utama bagi Soekarno yang menghabiskan
masa hidupnya untuk berjuang di arena politik. Beberapa contoh dari
kebijakan-kebijakannya yang memberikan dampak negatif pada
perekonomian adalah pemutusan hubungan dengan negara-negara
Barat (dan karenanya mengisolir Indonesia dari ekonomi dunia dan
mencegah negara ini dari menerima bantuan-bantuan asing yang
sangat dibutuhkan) dan deficit spending melalui pencetakan uang,
yang menyebabkan hiperinflasi yang berada di luar kendali. Namun,
setelah Suharto mengambil alih kekuasaan dari Soekarno di
pertengahan 1960an, kebijakan-kebijakan ekonomi mengalami
perubahan arah yang radikal.
Pembangunan ekonomi Indonesia selama pemerintahan Orde
Baru Suharto bisa dibagi dalam tiga periode, setiap periode dikenali
dengan kebijakan-kebijakan spesifiknya yang ditujukan untuk konteks
ekonomi spesifik. Periode-periode ini adalah:
• Pemulihan ekonomi (1966-1973)
• Pertumbuhan ekonomi secara cepat dan intervensi
Pemerintah yang semakin kuat (1974-1982)
• Pertumbuhan didorong oleh ekspor dan deregulasi (1983-
1996)
Pemulihan Ekonomi (1966-1973)
Yang menjadi misi dasar pemerintahan Orde Baru Suharto adalah
pembangunan ekonomi; langkah pertama adalah reintegrasi Indonesia
ke dalam ekonomi dunia dengan cara bergabung kembali dengan
International Monetary Fund (IMF), Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB)
dan Bank Dunia dalam pertengahan akhir tahun 1960an. Ini memulai
aliran bantuan keuangan dan bantuan asing dari negara-negara Barat
dan Jepang masuk ke Indonesia.
Permusuhan dengan Malaysia (politik konfrontansi Soekarno)
juga dihentikan. Langkah kedua adalah memerangi hiperinflasi.
Suharto mengandalkan sekelompok teknokrat ekonomi (sebagian
besar dididik di Amerika Serikat) untuk membuat sebuah rencana
pemulihan ekonomi. Di akhir 1960an stabilitas harga diciptakan
melalui sebuah kebijakan yang melarang pendanaan domestik dalam
bentuk hutang domestik ataupun pencetakan uang. Kemudian sebuah
mekanisme pasar bebas dipulihkan dengan tindakan-tindakan
membebaskan kontrol pasar, diikuti dengan implementasi Undang-
Undang (UU) Penanaman Modal Asing (1967) dan UU Penanaman
Modal Dalam Negeri (1968). Kedua udang-undang ini mengandung
insentif-insentif yang menarik bagi para investor untuk berinvestasi di
negara ini dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi lebih dari 10%
di tahun 1968.
Pertumbuhan Ekonomi Cepat dan Intervensi Pemerintah yang
Makin Kuat (1974-1982)
Sampai tahun 1982, pertumbuhan ekonomi tahunan yang cepat di
atas minimum 5% dijaga. Fakta lain yang juga penting adalah
Indonesia diuntungkan secara siginifikan dari dua oil boom yang
terjadi di tahun 1970an. Oil boom yang pertama terjadi di tahun
1973/1974 ketika Organization of Petroleum-Exporting Countries
(OPEC), yang anggotanya termasuk Indonesia, memotong ekspornya
dengan drastis dan menyebabkan kenaikan harga minyak yang besar.
Oil boom kedua terjadi di tahun 1978/1979 ketika Revolusi Iran
mengganggu produksi minyak dan kembali terjadi kenaikan harga
yang besar. Karena kedua oil boom ini, pendapatan ekspor Orde Baru
dan pendapatan Pemerintah meningkat tajam. Ini memungkinkan
sektor publik untuk memainkan peran yang lebih besar dalam
perekonomian dengan melakukan investasi-investasi publik yang
penting dalam pembangunan daerah, pembangunan sosial,
infrastruktur dan pendirian industri-industri (dasar skala besar),
diantaranya termasuk industri-industri substitusi impor. Barang-
barang modal dan bahan-bahan mentah bisa diimpor karena
pendapatan devisa yang makin membesar.
Hal ini membangkitkan sektor manufaktur yang berkembang.
Namun, kemudian terjadi kerusuhan besar saat kunjungan Perdana
Menteri Jepang di tahun 1974 karena anggapan bahwa ada terlalu
banyak proyek-proyek investasi asing di negara ini. Masyarakat
Indonesia merasa frustasi karena orang-orang pribumi tampaknya
diabaikan dari menikmati buah-buah perekonomian. Pemerintah
merasa terguncang karena kerusuhan ini (yang dikenal sebagai
Peristiwa Malari) dan memperkenalkan aturan-aturan yang lebih ketat
mengenai investasi asing dan menggantinya dengan kebijakan-
kebijakan yang memberikan perlakukan khusus yang menguntungkan
penduduk pribumi. Meningkatnya pendapatan pemerintah yang
didapat dari oil boom pertama berarti Pemerintah tidak lagi
bergantung pada investasi-investasi asing, dan karenanya pendekatan
intervensionis bisa dimulai.
Pertumbuhan Ekonomi Didorong Ekspor dan Deregulasi (1983-
1996)
Pada awal 1980an, harga minyak mulai jatuh lagi dan reposisi
mata uang di tahun 1985 menambah hutang luar negeri Indonesia.
Pemerintah harus melakukan usaha-usaha baru untuk memulihkan
stabilitas makroekonomi. Nilai rupiah didevaluasi di tahun 1983 untuk
mengurangi defisi transaksi berjalan yang bertumbuh, UU pajak yang
baru diterapkan untuk menambah pendapatan dari pajak non minyak
dan tindakan-tindakan deregulasi perbankan dilakukan (credit ceilings
untuk suku bunga dihapuskan dan bank diizinkan untuk menentukan
tingkat suku bunga dengan bebas). Terlebih lagi, perekonomian telah
diarahkan ulang dari perekonomian yang tergantung kepada minyak
kepada sebuah perekonomian yang memiliki sektor swasta yang
kompetitif yang berorientsi pada pasar ekspor. Ini menyebabkan
adanya tindakan-tindakan deregulasi baru untuk memperbaiki iklim
investasi bagi para investor swasta.
Waktu harga minyak jatuh lagi di pertengahan 1980an,
Pemerintah meningkatkan tindakan-tindakan untuk mendukung
pertumbuhan yang didorong oleh ekspor (seperti pembebasan bea
cukai-bea cukai impor dan pengulangan devaluasi rupiah). Perubahan
kebijakan-kebijakan ini (dikombinasi dengan paket deregulasi di tahun
1990an) juga mempengaruhi investasi asing di Indonesia. Investasi
asing yang berorientasi pada ekspor disambut secara khusus.
Sektor lain yang juga terpengaruh oleh tindakan-tindakan
deregulasi yang mendalam adalah sektor keuangan Indonesia. Bank-
bank swasta baru diizinkan untuk didirikan, bank-bank yang sudah
ada bisa membuka cabang-cabang di seluruh negeri dan bank-bank
asing bebas beroperasi di luar Jakarta. Reformasi finansial ini
kemudian akan menjadi masalah yang memperkuat krisis di Indonesia
pada akhir 1990an. Namun sebelumnya, tindakan-tindakan ketat ini
memiliki dampak positif pada perekonomian Indonesia. Ekspor
produk-produk manufaktur mulai menjadi mesin perekonomian
Indonesia. Antara 1988 dan 1991 produk domestik bruto (PDB)
Indonesia bertumbuh rata-rata 9% setiap tahunnya, melambat menjadi
'hanya' rata-rata 7,3% pada periode 1991-1994 dan meningkat lagi di
dua tahun selanjutnya.
Masalah-masalah di Horison
Penjelasan di atas memberikan gambaran positif tentang
perekonomian pada masa Orde Baru. Memang betul bahwa
perekonomian berkembang dengan cepat dan bersama dengan itu ada
perbaikan-perbaikan dalam pembangunan sosial (walapun dalam
kecepatan yang lebih lambat). Secara khusus, pengurangan
kemiskinan absolut adalah pencapaian Pemerintah yang luar biasa. Di
pertengahan 1960an setengah dari populasi Indonesia hidup di bawah
garis kemiskinan namun pada tahun 1996, angka ini telah berkurang
menjadi 11% dari total populasi Indonesia. Kendati begitu, gaya
pemerintahan Pemerintah Orde Baru mengimplikasikan konsekuensi-
konsekuensi berbahaya yang akan memuncak pada Krisis Finansial
Asia pada akhir 1990an.
Yang menjadi isu pertama adalah inti dari karakteristik
pemerintahan Orde Baru. Orde Baru adalah rezim otoriter yang
didukung militer dan tidak menghormati hak asasi manusia. Selama
periodenya yang lebih dari 3 dekade, Pemerintah tampaknya semakin
tidak selaras dengan warganegaranya. Pembuatan keputusan-
keputusan politik dan ekonomi pada dasarnya direbut dari masyarakat
umum dan diberikan kepada sekelompok kecil elit pendukung
Suharto. Namun, karena masyarakat Indonesia menjadi lebih
berpendidikan berkat perkembangan-perkembangan sosial, kalangan-
kalangan berpendidikan secara natural ingin suara mereka didengar
dan berpartisipasi baik dalam bidang politik maupun ekonomi.
Meskipun begitu, Suharto tidak mendukung hal ini dan menempatkan
lebih banyak batasan dalam masyarakat Indonesia (contohnya dengan
pembatasan demonstrasi mahasiswa yang hanya bisa dilaksankan di
dalam universitas-universitas saja). Kemacetan politik ini
menimbulkan frustasi berat dalam sebagian besar dari populasi
Indonesia.
Keduadan terkait dengan paragraf-paragraf sebelumnya Orde
Baru baru berdasarkan pada sistem nepotisme dan korupsi membuat
sekelompok kecil elit pendukung Suharto luar biasa diuntungkan
dalam menikmati manisnya buah-buah perekonomian negara.
Kelompok ini terutama terdiri dari mitra-mitra bisnis keturunan
Tionghoa (mendorong sentimen etnis) dan kemudian anak-anak
Suharto juga ikut di dalamya. Janji-janji keterbukaan dan transparansi
kebijakan Pemerintah tak pernah dipenuhi. Terlebih lagi, korupsi
membuat ekonomi tidak bisa berfungsi efektif. Hal ini akan terungkap
ketika Krisis Asia terjadi di tahun 1997.
Ketiga juga berhubungan dengan paragraf-paragraf sebelumnya
sistem finansial sudah mulai kehilangan kontrol setelah tindakan
tindakan deregulasi di sektor perbankan di akhir 1980an. Dengan
sedikit batasan-batasan untuk membuka bank dan cabang-cabangnya,
menjadi semakin sulit untuk memonitor aliran uang dalam sistem
perbankan Indonesia. Kekurangan data finansial yang serius, peraturan
dan kerangka hukum yang lemah dan aliran uang ilegal berkontribusi
pada fakta bahwa Indonesia mengalami pukulan paling keras saat
Krisis Keuangan Asia melanda Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai