Anda di halaman 1dari 27

Case Report Session

SKOLIOSIS

Disusun Oleh:
Yulia Putri Tiovanta
1710070100101

Pembimbing:
dr. Rivani Kurniawan, Sp.Rad

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN RADIOLOGI

RSI SITI RAHMAH PADANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa karena kehendak-Nya penulis
dapat menyelesaikan case report dengan judul “Skoliosis”. Case report ini dibuat
sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik Senior Radiologi di Rumah Sakit
Islam Siti Rahmah Padang. Mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis serta
waktu yang tersedia untuk menyusun case report ini sangat terbatas, penulis sadar
masih banyak kekurangan baik dari segi isi, susunan bahasa, maupun sistematika
penulisannya. Untuk itu kritik dan saran pembaca yang membangun sangat penulis
harapkan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.
Rivani Kurniawan, Sp.Rad selaku preseptor Kepaniteraan Klinik Senior, yang telah
memberikan masukan dan saran yang berguna dalam penyusunan case report ini.
Akhir kata penulis berharap kiranya case report ini dapat berguna dan bisa menjadi
tambahan informasi bagi tenaga medis dan profesi lain terkait dengan masalah
kesehatan.

Padang, Januari 2022

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Tujuan..................................................................................................................2
1.2.1 Tujuan Umum...............................................................................................2
1.2.2 Tujuan Khusus...............................................................................................2
1.3 Manfaat................................................................................................................2
1.3.1 Bagi Penulis...................................................................................................2
1.3.2 Bagi Instusi Pendidikan.................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................3
2.1 Anatomi Vertebre.................................................................................................3
2.2 Skoliosis...............................................................................................................5
2.2.1 Definisi..........................................................................................................5
2.2.2 Klasifikasi......................................................................................................7
2.2.3 Etiologi..........................................................................................................7
2.2.4 Patofisiologi..................................................................................................7
2.2.5 Manifestasi Klinis.........................................................................................7
2.2.6 Diagnosis.......................................................................................................8
2.2.7 Tatalaksana..................................................................................................13
2.2.8 Prognosis.....................................................................................................15
BAB III LAPORAN KASUS....................................................................................16
BAB IV PENUTUP....................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................20

ii
iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Anatomi Collumna Vetebralis.........................................................................3


Gambar 2. 2 Anatomi tulang vertebra potongan (A) aksial (B) koronal..................4
Gambar 2. 3 Anatomi Collumna Vetebralis.........................................................................4
Gambar 2. 4 Radioanatomi vertebre thorakal proyeksi AP dan Lateral..................5
Gambar 2. 5 Pengukuran Angle of Trunk Rotation pada skoliometer...............................8
Gambar 2. 6 Pemeriksaan Adam’s Forward Bend test.................................................10
Gambar 2.7 Gambar Radiografi vertebra posisi anteroposterior dan lateral............11
Gambar 2. 8 Perbandingan radiologi vertebra normal dan pengukuran Cobb Angle....12
Gambar 2. 9 Pengukuran cobb angle................................................................................13
Gambar 2.10 Gambar Milwaukee brace (CTLSO) dan Boston Brace (TLSO)..............14

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Skoliosis adalah deformitas tulang belakang berupa deviasi collumna vertebrae


ke arah samping atau lateral. Pada skoliosis terjadi deformitas kurvatura lateral tulang
belakang dengan sudut Cobb lebih dari10°.1
Menurut Scoliosis Research Society, persentasi skoliosis terbanyak pada usia 4
bulan hingga 79 tahun adalah skoliosis idiopatik dengan persentasi sebesar 74,7%, dan
skoliosis nonidiopatik sebesar 25,3%. Skoliosis idiopatik merupakan yang paling
banyak dari semua kasus skoliosis. Adolescent idiopathic scoliosis adalah skoliosis
yang muncul pada usia antara 10 sampai 18 tahun. 2-3% anak usia antara 10-15 tahun
memiliki skoliosis. Insidensi skoliosis idiopatik relatif sama untuk anak laki-laki
maupun perempuan. Progresi perburukan lebih tinggi pada kelompok anak perempuan
dan pasien sudut Cobb yang lebih dari 25°. 1,2
Gejala yang paling umum dari skoliosis ialah suatu lekukan yang tidak normal
dari tulang belakang. Skoliosis dapat menyebabkan kepala nampak bergeser dari
tengah atau satu pinggul atau pundak lebih tinggi daripada sisi berlawanannya.
Tulang belakang mungkin jelas menyimpang dari garis tengah, atau ini mungkin
menjadi jelas hanya ketika pasien membungkuk ke depan (Adam’s Forward Bending
test). pada beberapa kasus penderita skoliosis mengalami nyeri pinggang, perasaan
lelah jika duduk atau berdiri lama, tidak seimbang antara shoulder dan hips (shoulder
tinggi sebelah, dan kurva tulang belakang lebih bengkok ke satu sisi.3
Etiologi, onset, prognosis, dan terapi skoliosis dapat bervariasi, namun akibat
skoliosis berat yang tidak diterapi akan sama, yaitu nyeri disertai berbagai gangguan
dalam keseimbangan, fungsi kardipulmonal, emosional, perilaku, dan aktivitas
kehidupan sehari-hari (AKS).1,3
Untuk membantu diagnostik dibutuhkan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan
radiologi memegang peranan penentuan penyebab, serta monitoring perubahan deformitas.

1
Adapun modalitas radiologi yang dapat membantu diagnosis adalah pemeriksaan x-
ray, computed tomography (CT) scan, serta magnetic resonance imaging (MRI).
Berbagai modalitas pemeriksaan ini dipilih berdasarkan kebutuhan diagnostik dan bisa
juga digunakan untuk evaluasi. Saat ini pemeriksaan x-ray merupakan metode yang

paling cost efficient untuk mendiagnosa skoliosis disamping Computed Tomography


(CT), dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) yang juga memainkan peran penting
pada diagnosis, monitoring, dan tatalaksana.2,5

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk melengkapi syarat Kepaniteraan
Klinik Senior (KKS) bagian radiologi di RSI Siti Rahmah Padang 2022
1.2.2 Tujuan Khusus
Mengetahui dan mememahami mengenai skoliosis mulai dari definisi hingga
penatalaksanaan serta pemeriksaan radiologi

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Penulis
Diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan mengenai gambaran
radiologi dari skoliosis
1.3.2 Bagi Instusi Pendidikan
Diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi kegiatan yang berkaitan
dengan skoliosis.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Vetebrae


Columna vertebralis pada orang dewasa secara khas terdiri dari 33 vertebrae
yang tersusun dalam lima regio: 7 vertebrae cervicales, 12 vertebrae thoracicae. 5
vertebrae lumbales, 5 vertebrae sacrales, dan 4 vertebrae coccygeae. Struktur
columna ini fleksibel, karena tersusun dari vertebra, sendi-sendi, dan bantalan
fibrocartilago yang disebut discus intervertebralis. Discus intervertebralis
membentuk kira-kira seperempat panjang columna vertebralis.7

Gambar 2. 1 Anatomi Collumna Vetebralis5


Vertebra yang khas terdiri dari corpus yang bulat di anterior dan arcus
vertebrae di posterior. Keduanya melingkupi sebuah ruang disebut foramen
vertebrale, yang dilalui oieh medulla spinalis dan bungkus-bungkusnya. Arcus
vertebrae terdiri atas sepasang pediculus yang berbentuk silinder, yang membentuk

3
sisi-sisi arcus, dan sepasang lamina yang pipih yarg melengkapi arcus pada daerah
posterior.6,7

Gambar 2. 2 Anatomi tulang vertebra potongan (A) aksial (B) koronal

Gambar 2. 3 Anatomi collumna vertebralis

4
Gambar 2. 4 Radioanatomi vertebre thorakal proyeksi AP dan Lateral8

2.2 Skoliosis
2.2.1 Definisi Skoliosis

Skoliosis merupakan kelainan kelengkungan tulang belakang berupa deviasi


lebih dari 100 dari garis tengah pada bidang frontal. Skoliosis umumnya disertai rotasi
vertebrae. Kata skoliosis berasal dari bahasa Yunani skolios yang berarti bengkok.
Skoliosis adalah kelainan tulang belakang yang berupa lengkungan ke samping/lateral.
Jika dilihat dari belakang, tulang belakang pada skoliosis akan berbentuk seperti huruf
“C” atau “S”. Definisi lain menyatakan bahwa skoliosis adalah sebuah tipe deviasi
postural dari tulang belakang yang dicirikan oleh adanya kurva lateral pada bidang
frontal yang dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan rotasi korpus vertebra
pada bidang aksial dan sagital.9
2.2.2 Klasifikasi Skoliosis
Skoliosis dapat berupa skoliosis fungsional yang dapat diperbaiki sedangkan
skoliosis struktural yang cenderung menetap. Sekitar 15-20 % dari kasus skoliosis
penyebab awalnya tidak diketahui, serta 85% kasus skoliosis struktural mempunyai

5
etiologi idiopatik dan biasanya ditemukan pada anak-anak atau remaja. Skoliosis
dibagi atas skoliosis fungsional dan struktural. Skoliosis fungsional disebabkan
kerena posisi yang salah atau tarikan otot paraspinal unilateral, yang dapat
disebabkan karena nyeri punggung dan spasme otot. Skoliosis struktural biasanya
tidak reversibel dan bisa berupa skoliosis idiopatik, kongenital, atau yang didapat
(skoliosis neuromuskular).
1. Skoliosis idiopatik
Kasus skoliosis yang tidak diketahui penyebab pastinya disebut idiopatik.
Skoliosis idiopatik ini tidak dapat dicegah, dan tidak dipengaruhi oleh faktor usia,
olahraga, maupun postur tubuh. Faktor genetika diduga memainkan peranan penting
dalam terjadinya kondisi ini. Skoliosis idiopatik diderita sebanyak 80 persen dari
jumlah penderita skoliosis
2. Skoliosis degeneratif
Skoliosis degeneratif terjadi akibat kerusakan bagian tulang belakang secara
perlahan-lahan. Skoliosis tipe ini menimpa orang dewasa karena seiring
bertambahnya usia, beberapa bagian tulang belakang menjadi lemah dan menyempit.
Selain itu ada beberapa penyakit atau gangguan yang berhubungan dengan tulang
belakang yang bisa menyebabkan skoliosis degeneratif, seperti osteoporosis,
penyakit Parkinson, motor neurone disease, sklerosis multipel, dan kerusakan tulang
belakang akibat operasi.
3. Skoliosis kongenital
Skoliosis kongenital atau bawaan disebabkan oleh tulang belakang yang tidak
tumbuh dengan normal saat bayi dalam kandungan.
4. Skoliosis neuromuskular
Kelainan bentuk tulang belakang yang disebabkan oleh gangguan persarafan dan
otot seperti pada penyakit lumpuh otak atau distrofi otot.
Skoliosis idiopatik berdasarkan umur timbulnya kurve secara garis besar dibagi
menjadi 3 grup, yaitu: adolescent (usia 10-18 tahun), juvenile (usia 3-10 tahun), dan
infantile (mulai bayi lahir-3 tahun).3

6
2.2.3 Etiologi Skoliosis
Penyebab dan patogenesis skoliosis belum dapat ditentukan dengan pasti.
Kemungkinan penyebab pertama ialah genetik. Banyak studi klinis yang mendukung
pola pewarisan dominan autosomal, multifaktorial, atau X-linked. Penyebab kedua
ialah postur, yang mempengaruhi terjadinya skoliosis postural kongenital. Penyebab
ketiga ialah abnormalitas anatomi vertebra dimana lempeng epifisis pada sisi
kurvatura yang cekung menerima tekanan tinggi yang abnormal sehingga
mengurangi pertumbuhan, sementara pada sisi yang cembung menerima tekanan
lebih sedikit, yang dapat menyebabkan pertumbuhan yang lebih cepat.
2.2.4 Patofisiologi Skoliosis
Kelainan bentuk tulang punggung yang disebut skoliosis ini berawal dari
adanya syaraf-syaraf yang lemah atau bahkan lumpuh yang menarik ruas-ruas tulang
belakang. Tarikan ini berfungsi untuk menjaga ruas tulang belakang berada pada
garis yang normal. Yang bentuknya seperti penggaris atau lurus. Tetapi karena suatu
hal diantaranya kebiasaan duduk yang miring membuat syaraf yang bekerja menjadi
lemah. Ini berakibat pada ketidakseimbangan tarikan pad aruas tulang belakang.
Oleh karena itu, tulang belakang yang menderita scoliosis itu bengkok atau seperti
huruf S atau huruf C.
2.2.5 Manifestasi Klinis
Gejala yang paling umum dari skoliosis ialah suatu lekukan yang tidak normal
dari tulang belakang. Skoliosis dapat menyebabkan kepala nampak bergeser dari
tengah atau satu pinggul atau pundak lebih tinggi daripada sisi berlawanannya.
Tulang belakang mungkin jelas menyimpang dari garis tengah, atau ini mungkin
menjadi jelas hanya ketika pasien membungkuk ke depan (Tes Adams).
Gejala lain yang ditimbulkan pada penderita skoliosis biasanya tidak ada, tetapi
pada beberapa kasus penderita skoliosis mengalami nyeri pinggang, perasaan lelah
jika duduk atau berdiri lama, tidak seimbang antara shoulder dan hips (shoulder tinggi
sebelah, dan kurva tulang belakang lebih bengkok ke satu sisi.
Pada skoliosis dengan kelengkungan kurang dari 200, tidak akan
menimbulkan masalah. Namun, keluhan yang muncul adalah rasa pegal. Sedangkan

7
pada kelengkungan 20 – 40 derajat, penderita akan mengalami penurunan daya tahan
dalam posisi duduk atau berdiri berlama-lama. Bila lengkungan ke samping terlalu
parah, yaitu ukuran kurva di atas 400 akan menyebabkan kelainan bentuk tulang
belakang yang cukup berat.
- Deformity adalah gejala yang biasanya tampak. jelas tampak condong
belakang atau tulang rusuk punuk di kurva toraks, dan penonjolan asimetris
dari satu pinggul dalam kurva thoracolumbar.
- Nyeri adalah keluhan langka dan harus perlu di waspadai oleh dokter untuk
kemungkinan adanya kelainan saraf dan perlunya MRI. Scoliosis pada
anak- anak adalah sebuah bentuk deformity tanpa rasa nyeri.
- Mungkin adanya riwayat keluarga scoliosis atau catatan beberapa kelainan
selama kehamilan atau persalinan.
2.2.6 Diagnosis
2.2.6.1 Anamnesis
Anamnesa riwayat yang hati-hati dan termasuk pertanyaan seperti
usia, gender, mengamati cara berjalan, nyeri, gejala neorologis, riwayat keluarga,
growth spurth dan menarche. Usia, untuk menilai kematangan, dan oleh karena itu
kedepannya berguna dalam menentukan risiko progresifitas. Cara berjalan, tanda-
tanda penyakit saraf, seperti ataksia; mencari atalgic gait. Rasa nyeri, mungkin
timbul selama fase progresifitas yang cepat, perlunya mengamati lebih dekat untuk
kesempatan intervensi (bracing), atau mungkin tanda dari penyakit saraf yang
mendasari. Semua penyakit yang diketahui berhubungan dengan banyaknya kasus
scoliosis (penyakit jaringan ikat, gangguan neorologis) harus dikesampingkan.
2.2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada posisi berdiri atau membungkukkan


badan ke arah depan atau belakang, kemiringan atau asimeteris dari bahu dan pelvis,
tidak sama panjang antara ukuran kaki kiri dengan kaki kanan. Metode dasar untuk
skrining skoliosis adalah pemeriksaan fisik dengan menggunakan skoliometer untuk
menilai Angle of Trunk Rotation (ATR). Dikatakan tidak simetris apabila sudut rotasi
batang tubuh terbaca lebih dari 3° pada skoliometer.

8
Bunnel (1984)7 mendefinisikan kriteria untuk skrining skoliosis sebagai
berikut:
 Rotasi trunkus dikatakan simetris jika nilai ATR 0 o hingga 3o.
 Rotasi trunkus dikatakan asimetris sedang jika nilai ATR 4 o hingga 6 o.
 Rotasi trunkus dikatakan asimetris berat atau cenderung skoliosis jika ATR lebih
dari sama dengan 7 o.

Gambar 2. 5 Pengukuran Angle of Trunk Rotation pada skoliometer

Adam’s Forward Bending test Merupakan pemeriksaan fisik dasar dalam


skrining skoliosis. Pemeriksaan dilakukan dengan meminta responden untuk
membungkuk 90° ke depan dengan lengan menjuntai ke bawah dan telapak tangan
berada pada lutut hingga posisi pundak sejajar dengan panggul lalu diinspeksi pada
vertebra torakal, otot tulang belakang, viscera, lemak, dan kulit apakah terdapat
abnormalitas berupa rotasi yang berkaitan dengan kurvatura lateral, penonjolan
skapula dan rib hump, deviasi kepala dan leher terhadap celah lekuk pantat, pelvic
obliquity, dan perbedaan panjang kedua tungkai.

9
Gambar 2. 6 Pemeriksaan Adam’s Forward Bend test

2.2.6.3 Pemeriksaan Radiologi Skoliosis

Baku emas untuk diagnosis klinis skoliosis ditegakkan berdasarkan


pemeriksaan radiologis. Kriteria diagnostik utama skoliosis adalah kelengkungan
koronal yang lebih dari 10° pada gambar x-ray dengan posisi anteroposterior. The
Scoliosis Reasearch Society (SRS) mengidentifikasi skoliosis klinis jika ditemukan kurva
struktural lateral dengan sudut Cobb lebih besar dari 10 derajat.7
Derajat keparahan skoliosis ditentukan berdasarkan hasil pengukuran Cobb
Angle pada pemeriksaan radiografik. Cobb angle adalah pengukuran standar untuk
melihat derajat kurvatura tulang belakang. Hasil pengukuran Cobb angle yang lebih
dari 10o berarti patologis. Skoliosis dikatakan ringan apabila Cobb angle yang
terbentuk <25o, skoliosis sedang 25-45o, dan skoliosis berat bila lebih dari 45o.

Gambar 2. 7 Gambar Radiografi vertebra posisi (A) anteroposterior dan (B) lateral
untuk pengukuran skoliosis, mencakup cranial sampai head femur 7

Pola dari kurva menggambarkan lokasi anatomi, jumlah dan arah kurva.
Kurva dapat berlokasi pada upper thoracic, mid-thoracic, thoracolumbar dan mid-
lumbar regions. Arah curva ditentukan oleh covex dan concave side dari curva. Curva
kanan memiliki concavity pada kiri pasien dan convexity pada kanan pasien dan
sebaliknya pada curva kiri. Kurva skoliosis yang disertai rotasi mungkin lebih sulit
untuk ditangani dan mungkin menyebabkan gangguan pada rongga dada sehingga

10
dapat mengganggu pernapasan. Secara radiografi, posisi pedikel menunjukkan derajat
rotasi yang terbaik.

Gambar 2.8 Perbandingan foto radiologi vertebra normal, dan


pengukuran Cobb Angle dengan Foto Radiologi5

Hasil dari bending radiograph menentukan apakah kurva merupakan kurva


major (structural) atau minor (non-struktural). Sisi kiri dan kanan dari bending x-rays
adalah umunya diambil dalam posisi supine jadi jumlah dari flexibilitas spinal colum
dapat ditentukan. Tekanan manual atau traksi minimal mungkin dapat dilakukan
selama proses bending radiograph. Pemeriksaan radiografi skoliosis dilakukan
dengan view AP erect tambahan view akan diambil sesuai indikasi. Film
membungkuk atau bending yang dilakukan preoperative untuk menilai fleksibilitas
dari kurva primer dan kompensasinya, disk space, mobilitas, dan untuk memilih
lokasi level tulang belakang untuk instrumentasi.
Pada klasifikasi Lenke menggunakan film membungkuk untuk membedakan
kurva struktural dengan kurva nonstruktural. Supine lateral bending film telah
menjadi standart emas. X-ray dari depan dengan membungkuk ke lateral atau studi
anterior-posterior membungkuk kedepan adalah untuk mengurangi kelengkungan dari
kurva utama melalui perbandingan pengukuran dari sudut dan rotasi. View supine
lateral bending diambil untuk mengevaluasi fleksibilitas kurva dan diindikasikan
hanya ketika treatment (bracing atau operasi) diberikan. Traksi rontgenograms
terbukti sangat membantu jika pasien memiliki kelengkungan kurva yang buruk
(lebih dari 70 derajat). Pada pasien ini, view lateral membungkuk mungkin tidak

11
merupakan indikasi untuk menilai fleksibilitas deformity. View lateral berdiri diambil
sebelum pengobatan sehingga tulang belakang dapat divisualisasikan dalam tiga
dimensi, dan juga mengevaluasi hiper- atau hypokyphosis.
Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dilakukan atas indikasi
nyeri, gangguan neurologik, kurvatura torakal kiri, skoliosis juvenil idiopatik,
progresi yang cepat, dan defek kulit. MRI dilakukan untuk mendeteksi kelainan
neurologis, memungkinkan diagnosis dyastematomyelia, syringomyelia, malformasi

arnold chiari, expansive intra spinal tulang belakang. MRI tidak dilakukan pada
remaja dengan pemeriksaan neorologis normal. 9
Indikasi MRI pada remaja adalah
sebagai berikut: (1) kurva thorac mengarah ke sisi kiri, (2) nyeri,(3) progresifitas
curva yang cepat, (4) Congenital scoliosis, (5) Neurofibromatosis.10

2.2.7 Tatalaksana
Terdapat 3 pilihan dasar terapi untuk Adolescent Idhiophatic Scoliosis2 :

A. Observasi
Umumnya, pasien usia muda dengan curva ringan yaitu < 20⁰ dapat
dilakukan pemeriksaan setiap 6 sampai 12 bulan. Pada usia remaja dengan
derajat curva yang lebih besar harus di periksa setiap 3 sampai 4 bulan. Pasien

12
dengan skeletal yang mature dan curva < 20⁰ umumnya tidak perlu evaluation
lebih lanjut. Curva > 20⁰ pada pasien yang tidak mencapai maturasi skeletal
memerlukan pemeriksaan yang lebih sering, biasanya setiap 3 sampai 4 bulan,
dengan radiograph PA berdiri. Jika progresifitas dari curva (peningkatan 5⁰
selama 6 bulan) dicatat melebihi 25⁰, maka diperlukan orthotic treatment.
Untuk curva 30 sampai 40⁰ dalam skeletal yang immature, orthotic treatment
direkomendasikan pada saat evaluation awal.10
B. Terapi non-operatif (Orthitic Treatment)
Terapi non-operatif utama untuk skoliosis adalah dengan
menggunakan orthotics, disebut juga dengan bracing. Tujuan dari bracing
adalah untuk mencegah progresifitas dari skoliosis sampai skeletal maturity
tercapai. Indikasi dari penggunaan brace untuk treatment adalah kurva tulang
belakang lebih besar 25⁰ - 45⁰ pada tahap persentasi awal, kurva tulang belakang
lebih besar 20⁰ dengan mencatat perkembangan progresifitas, pasien dengan sisa
pertumbuhan yang signifikan (Risser stage 0 -2), dan pasien dengan kompensasi
tulang belakang yang signifikan. Kontraindikasi relative untuk orthotic device
adalah pasien dengan thoracic lordosis. Untuk lebih effective nya maka brace
harus digunakan paling tidak 16 - 18 jam perhari sampai skeletal maturity
tercapai.11

The Milwaukee Brace dan The Boston Brace adalah 2 jenis brace yang
sangat sering digunakan dalam terapi skoliosis. Milwaukee Brace (Cervico-
Thoraco-Lumbo-Sacral Orthosis atau CTLSO) merupakan Orthosis yang
didesain untuk menangani thoracic deformity dengan menggunakan lateral
force pada apex dari kurva, dan dengan longitudinal force yang berpasangan.
Indikasi primer penggunaan orthosis ini adalah untuk kurva thoracic kanan
tunggal atau pola kurva doble dengan komponen thoracic kanan.
Thoracolumbar Sacral Orthoses (TLSO) merupakan orthosis yang dapat
dibedakan menjadi tipe higher underarm yang mana sampai setinggi satu atau
dua axilla, digunakan untuk thoracic curve, dan tipe lower yang mana panjang
sampai lower thoracic area, digunakan untuk thoracolumbar atau lumbar

13
kurva.

Gambar 2.9 (A) Milwaukee brace (CTLSO). (B) Boston Brace (TLSO).
C. Terapi Operatif
Operasi direkomendasikan jika kelengkungan lebih dari 40° derajat dan
pasien skeletalnya imatur. Tujuan terapi bedah dari skoliosis adalah memperbaiki
deformitas dan mempertahankan perbaikan tersebut sampai terjadi fusi vertebra.
Faktor yang harus dipertimbangkan sebelum operasi ialah fungsi paru pasien
dengan penyakit neuromuskuler. 12
Operasi pada kasus skoliosis dilakukan atas indikasi:
1. pasien telah menjalani perawatan dengan brace, namun masih
mengalami perburukan kurvatura.
2. terlambat menggunakan brace, yaitu pada pasien dengan kurva >500,
usia tulang 15 tahun untuk perempuan dan 17 tahun untuk laki-laki,
serta deformitas kurvatura skoliosis yang sangat berat.

3. kurvatura scoliosis >500 meskipun tidak dirasakan adanya gangguan


kosmetik.

4. nyeri terus menerus yang mungkin disebabkan oleh skoliosis

Sesuai dengan usia pasien, operasi dapat dilakukan dengan cara instrumentasi
tanpa fusi (growing rod) atau operasi fusi definitif yang biasanya dilakukan dengan
pendekatan anterior atau posterior. Instrumentasi menyiratkan internal fixation pada
tulang belakang melalui anterior atau posterior approach, atau kombinasi anterior –

14
posterior approach. Internal fixation device memiliki dua fungsi utama: 1)
membantu mengkoreksi deformitas dengan parameter yang aman, 2) menjaga
koreksi sampai arthrodesis menjadi solid.12,13

Tujuan tidakan terapi operatif adalah mengkoreksi deformitas, menjaga sagittal


balance, meningkatan fungsi paru, minimalisir morbiditas atau nyeri, memaximalkan
fungsi post-operative, meningkatkan atau tidak mencederai fungsi dari lumbar spine.
Untuk mencapai tujuan ini pada pasien Adolescent Idiophatic Scoliosis, teknik
pembedahan mungkin termasuk anterior, posterior, atau kombinasi prosedur anterior
dan posterior.14
2.2.8 Prognosis
Prognosis tergantung kepada penyebab, lokasi dan beratnya kelengkungan.
Semakin besar kelengkungan skoliosis, semakin tinggi resiko terjadinya
progresivitas sesudah masa pertumbuhan anak berlalu. Skoliosis ringan yang hanya
diatasi dengan brace memiliki prognosis yang baik dan cenderung tidak
menimbulkan masalah jangka panjang selain kemungkinan timbulnya sakit
punggung pada saat usia penderita semakin bertambah.Penderita skoliosis idiopatik
yang menjalani pembedahan juga memiliki prognosis yang baik dan bisa hidup
secara aktif dan sehat.

BAB III

LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN

15
Nama : Nn. Zea Nanda Valisya Putri
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 15 Tahun
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl. Abdul Muis no 80 Kampung IV Ateh Gaduang
Tanggal masuk : 18 Januari 2022
II. ANAMNESIS
Keluhan utama
Pasien datang ke poli klinik orthopedi RSI Siti Rahmah Padang dengan keluhan
bentuk tulang belakang tidak lurus dan melengkung kesamping.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien 15 tahun datang dengan keluhan tubuh condong ke satu sisi, salah satu
bahu terlihat lebih tinggi.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat gangguan neurologis tidak ada
- Riwayat cedera tulang dan pembedahan tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada riwayat keluarga yang memiliki keluhan sama dengan pasien
III. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : CMC
Tekanan Darah : 120/80
Berat badan : 46 kg
Tinggi badan : 150 cm
IV. STATUS GENERALISATA
Kepala
Mata : tidak dilakukan
Mulut : tidak dilakukan
Leher : tidak dilakukan
Thorax
Paru:
 Inspeksi : tidak dilakukan

16
 Palpasi : tidak dilakukan
 Perkusi : tidak dilakukan
 Auskultasi : tidak dilakukan
Jantung :
 Inspeksi : tidak dilakukan
 Palpasi : tidak dilakukan
 Perkusi : tidak dilakukan
 Auskultasi : tidak dilakukan
Abdomen :
 Inspeksi : tidak dilakukan
 Palpasi : tidak dilakukan
 Perkusi : tidak dilakukan
 Auskultasi : tidak dilakukan
Ekstremitas
Ekstremitas superior : tidak dilakukan
Ekstremitas inferior : tidak dilakukan
V. DIAGNOSIS KERJA
Skoliosis
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologi, 18 Januari 2022

17
Expertise :
Nn. Zea Nanda Valisya Putri, 15 Tahun
Proyeksi AP, lateral, bending kanan, bending kiri

- Curve skoliosis vertebra thoracolumbalis


- Besar,bentuk dan struktur trabekula tulang vetebra dalam batas normal
- Diskus dan foramen intervetebralis tidak menyempit
- Pedikel dalam batas normal
- Tidak tampak osteofit
- Tidak tampak garis fraktur
- Tidak tampak lesi litik dan sklerotik

Kesan : Skoliosis vertebra thoracolumbalis


VII. DIAGNOSIS
Diagnosis : Skoliosis vertebra thoracolumbalis
VIII. PENATALAKSANAAN
-

18
BAB IV

KESIMPULAN

Skoliosis merupakan kelainan kelengkungan tulang belakang berupa deviasi


lebih dari 100 dari garis tengah pada bidang frontal. Diagnosis skoliosis ditegakan
berdasarkan pada gambaran klinis dan radiografis. Gejala yang paling umum dari
skoliosis ialah suatu lekukan yang tidak normal dari tulang belakang. Pemeriksaan
radiologis yang dapat digunakan yaitu x-ray vertebrae, Ct- Scan, dan MRI.

19
Kriteria diagnostik utama skoliosis adalah kelengkungan koronal yang lebih
dari 10° pada gambar x-ray dengan posisi anteroposterior. Hasil pengukuran Cobb
angle yang lebih dari 10o berarti patologis. Skoliosis dikatakan ringan apabila Cobb
angle yang terbentuk <25o, skoliosis sedang 25-45o, dan skoliosis berat bila lebih dari
45o.

Terapi skoliosis terdiri atas observasi, orthotic teatment dan terapi operatif.
Terapi non-operatif utama untuk skoliosis adalah dengan menggunakan orthotics,
disebut juga dengan bracing. Tujuan tidakan terapi operatif adalah mengkoreksi
deformitas, menjaga sagittal balance, meningkatan fungsi paru, minimalisir morbiditas
atau nyeri, memaximalkan fungsi post-operative, meningkatkan atau tidak mencederai
fungsi dari lumbar spine.

20
DAFTAR PUSTAKA
1. Horne JP, Flannery R, Usman S. Adolesent Idiopathic Scoliosis : Diagnosis and
Management. American Family Physician.2014. 89(3):193-8
2. Konieczny MR, Senyurt H, Krauspe R. Epidemiology of adolescent idiopathic
scoliosis. J Child Orthop (2013) 7:3–9
3. Chowanska, Joanna, Tomasz Kotwicki, Krzysztof Rosadzinski, and Zbigniew
Sliwinski. School screening for scoliosis: can surface topography replace
examination with scoliometer. Scoliosis. 2012; 7(2): 9
4. Kim H, Moon ES, Kim HS, Yoon CS, Chung TS, et.al. Scoliosis Imaging: What
Radiologist Should Know. RadioGraphics 2010; 30:1823–42
5. Langensiepen S, Semler O, Sobottke R, et al. Measuring procedures to determine the
Cobb angle in idiopathic scoliosis : a systematic review. Eur Spine J.2013; DOI
10.1007/s00586-013-2693-9
6. Drake RL, Wayne V, Adam WM. Gray’s Anatomy: Anatomi tubuh
manusia. Jakarta: EGC; 2014. h. 345
7. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. Jakarta. EGC. 2014 : 279
8. Moeller TB. Pocket Atlas of Radiographic Anatomy Second edition , revised and
enlarged. Newyork; 2000
9. Malfair D, Flemming AK, Dvorak MF, Munk PL,Vertinsky AT,Heran MK, Graeb
DA. Radiographic Evaluation of Scoliosis : Review. AJR 2010;194:S8-S22
10. Khaana G. Role of imaging in scoliosis. Pediatr Radiol 2009; 39: S247-S251
11. Keenan BE. Medical Imaging and Biomechanical Analysis of Scoliosis Progression in
The Growing Adolescent Spine (PhD thesis). Queensland: Queensland University of
Technology. 2015
12. Waldt S, Gersing A, Bruger M. Measurements and Classification in Spine imaging.
Semin Musculoskelet Radiol. 2014;18:219-27
13. Lenke LG. The Lenke Classification System of Operative Adolesent Idiopathic
Scoliosis. Neurosurg Clin N Am 2007;18:199-206
14. Burnei G, Gavriliu S, Vlad C, Georgescu I, Ghita RA, Dughilă C, Japie EM, Onilă
A. Congenital scoliosis: an up-to-date. J Med Life. 2015 Jul-Sep;8(3):388-97.

21
22

Anda mungkin juga menyukai